Anda di halaman 1dari 3

Aspek Normatif :

Kegiatan jual beli atau sering disebut kegiatan berniaga merupakan sebuah kegiatan yang telah lama ada
dan telah lama dilakukan manusia, bahkan semenjak dari jaman kenabian yang kebanyakan para istri
-istri nabi berprofesi sebagai seorang pedagang. Seperti, Ummul Mukminin, Siti Khodijah istri Nabi
Muhammad SAW (Shollu’alaiih) juga merupakan seorang pedagang yang sukses dizamannya. Sebelum
adanya mata uang, manusia telah melakukan sistem barter dengan menukarkan barang atau jasa untuk
mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan . Saat muncul uang sebagai alat tukar, terciptalah
transaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Untuk memudahkan kegiatan, muncullah pasar tradisional
untuk memudahkan transaksi ini. Pembeli harus pergi ke pasar dan memilih barang yang diinginkan,
penjual pun harus melayani pembelinya. Penjual biasanya menawarkan harga, lalu ditawar oleh pembeli.
Sistem belanja seperti ini bahkan kita temui hingga sekarang.

Aspek Historis :

Zaman terus berganti dan semakin maju, semua orang telah mengenal sistem mata uang dan mulailah
dikenal kosakata harga. Seiring berkembangan zaman tersebut, muncullah pasar modern seperti
supermarket yang membebaskan pembeli untuk memilih dan mengambil barang sendiri. Harga yang
diberikan oleh penjual pun tidak boleh ditawar. Namun, ada diskon dan promo menarik yang bisa
dinikmati. Pembayaran dilakukan di kasir dengan metode pembayaran tunai, debit, atau dengan kartu
kredit. Selain itu, tidak dapat di pungkiri bahwa yang namanya teknologi sudah mendarah daging
dalam kegiatan sehari-hari. Manusia bisa dengan mudah membeli dan menjual barang tanpa dengan
kita bertemu secara langsung yang bisa disebut dengan jual beli online. Salah satu contoh transaksi
online adalah penjualan produk melaui internet seperti lapak.com, lazata.com dll.Dalam bisnis ini,
dukungan dan pelayanan konsumen dilakukan dengan website, Email dan WA sebagai alat bantu,
berkomunikasi, mengirimkan kontak dan sebagainya. Sekarang ini antara pembeli dan penjual tidak
harus bertemu, mereka bisa transaksi jual beli melalui internet, HP, dan lain-lain.Betapa kemajuan
jaman telah banyak merubah kehidupan manusia. Jika pada jaman dahulu kegiatan jual-beli banyak
dilakukan di pasar atau pusat-pusat perbelanjaan, maka kini tempat untuk berjualan telah merambah ke
dunia maya. tentunya hal ini semakin memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan perniagaan.

1. Keindahan bahasanya
Susunan dan kalimat Al-Qur’an indah baik dari segi lafaz maupun dari segi maknanya yang mana nada
dan langgamnya sangat nikmat untuk di dengar oleh telinga dan maknanya sangat nikmat untuk
dihayati. Misalnya dengan keunikan dan ritme dan iramanya yang ada di Q.S. An-Nazi’at ayat 1-14:

ً‫ت وغررققا‬ ‫ع‬


‫وواَلننتزعع ت‬

Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras.


‫ع‬
ً‫شطقاا‬ ‫شعط ت‬
‫ت نو ر‬ ‫وواَلنن ت‬

Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut.

ً‫سربقحاا‬ ‫وواَل ع ن‬
‫سبتعح ت‬
‫ت و‬

Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,

ً‫سربققاا‬ ‫وفاًل ع ن‬
‫سبتعق ت‬
‫ت و‬

Dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang,

َ‫ت اَورمقراا‬
‫وفاًرلممودببعر ت‬

Dan (malaikat) yang mengatur urusan (dunia).

Sekedar sebagai contoh, mari kita perhatikan surat Alam Nasyrah atau Al-Syams. Panjang ayat yang
satu dan yang lainnya bisa dikatakan seimbang atau sama. Apabila untaian ayat-ayat tersebut
dilantunkan, keseimbangan panjang ayat tersebut akan menghasilkan irama yang sangat nikmat.

Paralelisme dan keseimbangan irama antar ayat

Contoh : QS Al-Zalzalah ayat 7-8

‫× فمن يعمل مثقاًل ذرة خيراَ يره‬

‫× ومن يعمل مثقاًل ذرة شراَ يره‬

Sayyid Quthb menyebut gaya bahasa ini sebagai ‫( اَلتصوير اَلفنى‬penggambaran artistik). Penggambaran
merupakan instrumen utama dalam gaya bahasa Al-Qur’an. Ia berusaha menampilkan makna-makna
abstrak dalam bentuk gambaran yang dapat diindera, nyata, hidup, aktual, berwarna-warni, dan
bergerak. Diantara bentuk penggambaran yang banyak ditemui dalam Al-Qur’an ialah permisalan dan
cerita dialog. Dengan adanya penggambaran, seseorang yang membaca atau mendengarkan ayat-ayat
Al-Qur’an akan terlena dengan segenap imajinasinya, sehingga ia merasa benar-benar menyaksikan
secara nyata atau bahkan merasa berada di tengah-tengah peristiwa yang ada, lupa bahwa yang
dibaca atau didengar ternyata hanyalah susunan huruf atau lafazh saja. Tentang hal ini, Sayyid Quthb
mengatakan,”Disini (dalam Al-Qur’an) ada kehidupan dan bukan kisah tentang kehidupan”.

Anda mungkin juga menyukai