Anda di halaman 1dari 19

Dental Health Education

Ditulis pada November 16, 2011

1. Definisi DHE (Dental Health Education)


Dental Health Education atau Pendidikan Kesehatan Gigi adalah suatu proses belajar yang
ditujukan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi
yang setinggi-tingginya.
a. Menurut Prof. Soeria Soemantri
Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu usaha atau aktivitas yang mempengaruhi orang-orang
untuk bertingkah laku sedemikian rupa sehingga baik untuk kesehatan gigi dan mulut pribadi
maupun masyarakat.
b. Menurut Bastian
Semua aktivitas yang membantu menghasilkan penghargaan masyarakat akan kesehatan gigi
dan memberikan pengertian akan cara-cara bagaimana memelihara mulut.

2. Tahapan DHE
a. Plak Kontrol
– Pengertian :
Tindakan untuk memeriksa bersih tidaknya gigi dengan menggunakan bahan pewarna plak.

– Maksud :
1. Untuk menunjukkan gigi sudah bersih atau masih kotor.
2. Untuk melihat apakah cara menyikat gigi sudah baik dan benar

– Pelaksanaan:
1. Bila bahan pewarna berupa cairan, teteskan di ujung lidah dan dengan lidah dioleskan ke
seluruh gigi.
2. Bila bahan pewarna berupa tablet, kunyahlah dan ratakan dengan lidah keseluruh
pemukaan gigi.

– Penilaian
Melalui cermin dapat dilihat keadaan gigi yang masih kotor :
• Bagian gigi yang masih berwarna merah menunjukkan adanya plak.
• Bahan pewarna plak ada beberapa bentuk yaitu : berupa cairan, tablet, bubuk (sumbah kue).

b. Cara Sikat Gigi


Menggosok gigi tiap hari dengan cara yang salah tidaklah membantu dalam mengurangi
akumulasi plak pada gigi. Metode penyikatan gigi harus dapat membersihkan semua
permukaan gigi, khsususnya daerah leher gingiva dan daerah interdental. Gerakan sikat gigi
tidak boleh melukai jaringan lukank maupun jaringan keras. Metode harus tersusun dengan
baik sehingga setiap bagian gigi geligi dapat disikat bergantian dan tidak ada daerah yang
terlewatkan.

Beberapa metode penyikatan gigi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. Tekhnik Horizontal
Semua permukaan gigi di gogok dengan maju mundur seperti menggosok lantai. Teknik ini
biasanya dianjurkan pada anak-anak.
2. Teknik Fone
Gigi dalam keadaan okulasi, bulu sikat ditekan kuat-kuat dan digerakan melingkar selebar
mungkin. Untuk permukaan oklusal, lingual digosok dengan gerakan maju mundur. Teknik
ini baik untuk gigi yang lengkap dan memiliki oklusi yang baik.

3. Teknik Charter
Bulu-bulu sikat mengarah ke permukaan oklusal membentuk sudut 45º, sikat ditekan
sehingga serabut-serabutnya melengkung dengan ujung ditekan diantara kedua gigi kemudian
dengan gerakan memutar pada gagangnya, ujung sikat dipertahankan pada posisi ini. Tehnik
ini dianjurkan untuk pendertia dengan daerah interdental yang terbuka.

4. Teknik Roll
Tehnik roll sangat bermanfaat bila digunakan pada gingival yang sensitive. Bagian samping
sikat diletakkan berkontak dengan bagian samping gigi dengan bulu sikat mengarah ke apikal
dan sejajar terhadap sumbu gigi. Sikat kemudian diputar perlahan-lahan ke bawah pada
rahang atas dan keatas pada rahang bawah sehingga bulu sikat menyapu daerah gusi dan gigi.
Permukaan oklusal dapat disikat dengan gerakan rotasi.

5. Teknik Stillman
Posisi bulu sikat sama dengan tehnik roll tetapi dekat dengan mahkota gigi, digerakan maju
mundur, Tehnik ini dilakukan sebanyak delapan kali tiap daerah interproksimal,
membersihkan dan memijat.

6. Teknik Fisiologik
Menggunakan bulu sikat yang halus, digerakkan dari arah servical ke oklusal dengan gerakan
untuk memijat gusi. Tehnik ini tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan penurunan gusi.

7. Teknik Bass
Tehnik lain yang dapat digunakan adalah tehnik Bass. Tehnik ini baik digunakan bila
gingival dalam keadaan sehat, karena tehnik ini dapat menimbulkan rasa sakit bila digunakan
pada jaringan yang terinflamasi dan sensititf. Pada tehnik ini ujung sikat harus dipegang
sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45 derajat terhadap sumbu gigi, dengan ujung
bulu sikat mengarah ke leher ginggiva. Sikat kemudian ditekan kearah ginggiva dan
digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher
ginggiva dan juga terdorong masuk diantara gigi.

c. Edukasi
Persiapan :
1) Identifikasi masalah
2) Pendekatan pada tokoh masarakat
3) menyiapkan jadwal penyuluhan
4) Menentukan metode penyuluhan
5) Menyiapkan materi dan alat peraga.

Pelaksanaan :
Dapat dilaksanakan di TK, SD, Pos Yandu atau pada pertemuan – pertemuan keluarga, PKK

Materi penyuluhan :
Disesuaikan dengan sasaran dan keadaan.
Metode penyuluhan :
– Ceramah / tanya jawab
– Demonstrasi sikat gigi.
– Diskusi.
– Konseling / konseling pribadi.
Pemilihan metode disesuaikan dengan jenis dan jumlah kelompok sasaran dan tempat
pelaksanaan.

Alat peraga :
Alat peraga yang dapat digunakan adalah :
– Alat peraga utama : gigi geligi masing – masing yang dapat diliat melalui cermin.
– Alat peraga menurut sifatnya :
Visual Audial Audio visual
– Poster
– Flipchart
– Booklets
– Pamflets
– Models
– Dan lain-lain – Tape recorder
– Piringan hitam
– Telepon
– Radio
– Mikropon
– Dan lain-lain – Televisi
– Vidio tape / film
– Simulasi
– Sandiwara

Pendekatan :
• Pendekatan langsung : Petugas berhadapan langsung dengan sasaran
• Pendekatan tak langsung: Petugas tidak langsung berhadapan dengan sasaran, sasaran dapat
diberi penyuluhan melalui poster atau alat bantu lainnya.

Evaluasi :
• Mengamati serta memperhatikan sasaran selama penyampaian penyuluhan
• Tanya – jawab
• Kuensioner
• Penilaian terhadap perubahan prilaku dari hasil penyuluhan dilakukan enam bulan sekali
disesuaikan dengan tenaga yang ada.

d. Macam-Macam Perawatan Gigi

Sikat gigi masal / bersama .


1. Pengertian : ialah kegiatan menyikat gigi yang dilakukan bersama – sama di bawah
bimbinganinstruktur (guru, petugaskesehatan, kader)

2. Maksud :
– Melatih sasaran agar dapat melakukan sikat gigi dengan cara yang baik dan benar.
– Meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.
3. Persiapan :
– Menentukan waktu pelaksanaan.
– Menyiapkan bahan yang diperlukan : ( bahan pewarna plak, cermin, air bersih, gelas, sikat
gigi, pasta gigi berflour).
4. Pelaksanaan :
– Memberikan instruksi tentang cara menyikat dengan benar
– Pemeriksaan plak dengan bahan pewarna.

Menyikat gigi :
– Ada beberapa metoda cara menyikat gigi seperti telah dijelaskan diatas, salah satu cara
yang mudah dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Siapkan sikat gigi dan pasta gigi yang mengandung flour, banyaknya pasta gigi sebesar
butir kacang tanah.
2. Kumur – kumur sebelum menyikat gigi.
3. Sikatlah semua permukaan gigi dengan gerakan maju mundur pendek-pendek selama 2
menitdan sedikitnya 8 gerakan setiap permukaan.
4. Sikatlah pemukaan gigi yang menghadap pipi dan bibir.
5. Sikatlah permukaan gigi yang yang menghadap langit-langit dan lidah.
6. Sikatlah gigi yang digunakan untuk mengunya.
7. Setelah semua selesai disikat, berkumurlah 1 kali saja dan bersikan sikat gigi dengan air
dan simpanlag sikat gigi dalam posisi tegak, kepala sikat berada di atas

Skaling supragingiva
1. Pengertian :
Pembersihan atau pembuangan karang gigi yang terlatak pada permukaan gigi diatas gigi
(supra gingiva)
2. Untuk mencegah terjadinya gingivitis.
3. Persiapan :
– Menyiapkan alat-alat : alat diagnostic, alat-alat scalling.
– Menyiapkan alat-alat :desinfektan, bahan polesing.
4. Pelaksana :
– Sasaran duduk dengan posisi pemeriksa.
– Pembersihan karang gigi dilakukan prerkwadran.
– Dilakukan pemolesan.
– Dilakukan desinfekta.
– Penyuluhan kesehatan gigi.
5. Tindak lanjut :
Pemeriksaan berkala setiap 6 bulan.

Pencegahan Karies Dengan Flour :


a. Kumur-kumur dengan larutan flour
• Pengertian : Kumur-kumur dengan larutan flour (NaF, 0,2%)
• Maksudnya : Untuk mencegah terjadinya karies gigi.
• Persiapan : menentukan jadwal.
• Menyediakan gelas plastik kumur.
• Menyediakan bahan flour dengan kepekatan 0,2% NaF.
• Kumur-kumur dilakukan setelah gosok denganbaik dan bebas dari sisa makanan serta
karang gigi.
• Pelaksanaan :
– Posisi kepala anak harus tunduk, gelas dipegang setinggi dada.
– Guru / petugas memberi aba-aba “mulai berkumur” selama kurang lebih 3 menit.
– Kumur-kumur larutan flour di ulangi 1 kali dalam 2mingguselama 2 tahun minimal 20 kali
per tahun.

b. Pengolesan Flour Pada Gigi.


• Pengertian : tindakan pengolesan flour pada gigi geligi.
• Tujuan :
– Untuk mencegah terjadinya karies
– Menghentikan perjalanan karies yang masih dini.
• Persiapan :
– Menyiapkanalat-alat diagnostic, chip blower, kapas, kain kasa gulung, kapas butir
– Menyiapkan bahan NaF 2% / SnF 8% /ApF 1,23%
• Pelaksanaan :
– Mendeteksi adanya karies dini.
– Membersikan permukaan gigi
– Blokir daerah sekitar gigi perkwadran yang akan dioles dengan flour.
– Gigi-gigi harus dalam keadaan kering.
– Oleskan dan basahi gigi dengan larutan flour.
 NaF2% dibiarkan selama 2-3 menit
 SnF8% dibiarkan selama 2-3 menit
Hanya setalah dioles penderita tidak diperbolehkan makan atau sikat gigi selama 3 jam.
 AFF1,2% dibiarkan selama 4menit.

e. Makanan/Nutrisi Untuk Kesehatan Gigi


Pada dasarnya karbohidrat dalam makanan merupakan substrat untuk bakteri, yang melalui
proses sintesa akan diubah menjadi zat-zat yang merusak jaringan mulut. Adapun makanan
yang dianjurkan adalah makanan yang banyak mengandung serat dan air, Jenis makanan ini
memiliki efek cleansing yang baik serta vitamin yang terkandung didalamnya akan memberi
daya tahan pada jaringan peyangga gigi.

Pola makan yang sehat


Pengertian :
– Mengatur dan memilih jenis makanan yang berguna bagi kesehatan umum termasuk gigi.
Maksud :
– Untuk mengetahui kegunaan dan jenis makanan yang menyehatkan tubuh (4 sehat 5
sempurna)
– Untuk mengetahui jenis makan yang menguntungkan dan merugikan bagi kesehatan gigi
– Untuk mengetahui jenis dan frekuensi makanan diluar makanan pokok
– Untuk mengetahui penggunaan makanan supleman yang tepat.
Persiapan :
– Menyiapkan materi penyuluhan mengenai pola makan sesui sasarsn ( bumil dan menyusui ,
balita ,anak sekolah)
– Menyiapkan alat peraga
Pelaksanaan :
– Mengumpulkan sasaran
– Penyuluhan dan demonstrasi khusus mengenai pola makan dan jenis makanan.
– Memperlihatkan jenis makanan yang dapat merugikan gigi termasuk: permen, coklat, dll)
– Menganjurkan mengatur waktu makan, pada waktu – waktu tertentu saja.
– Ajuran menggosok gigi selesai makan , minimal lakukan berkumur.

Evaluasi : tanya-jawab sebelum dan setelah penyuluhan


f. Pemeriksaan Berkala
Salah satu hal yang wajib dilakukan dan sangat penting untuk menjaga kesehatan gigi dan
mulut adalah memeriksakan dan membersihkan gigi secara teratur. Hal ini bisa mencegah
karang gigi, gusi sakit, gigi berblubang, kangker mulut, dan penyakit gigi lainnya. Lakukan
kunjungan ke dokter gigi setiap enam bulan sekali untuk mengetahui kelainan dan penyakit
gigi dan mulut yang mungkin terjadi secara dini.

3. Pengukuran OHI-S (Oral Hygine Index – Simplified)


a. Definisi
OHI-S (Oral Hygine Index – Simplified) adalah pemeriksaan gigi dan mulut dengan
menjumlahkan Debris index (DI) dan kalkulus index (CI) .
DI adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat
pada gigi penentu.
CI adalah skor dari endapan keras (karang gigi) terjadi karena debris yang mengalami
pengapuran yang melekat pada gigi penentu.

b. Tujuan
– Mengumpulkan data kebersihan gigi dan mulut sasaran.
– Merencanakan tindakan promotif preventif.

c. Persiapan
– Menyiapkan sasaran dan tempat.
– Menyiapkan formulir OHI-S (terlampir).
– Menyiapkan alat pemeriksaan dan bahan desinfektan.

d. Elemen Gigi Penentu


Menentukan gigi penentu untuk pemeriksaan debris index (DI) dan kalkulus index (CI).
Rahang Atas : Gigi 6 kanan kiri permukaan bukal.
Gigi 1 kanan permukaan labial.

Rahang bawah : Gigi 6 kanan kiri permukaan lingual.


Gigi 1 kiri permukaan labial.

Buc lab buc


61–6
6–16
Rahang atas
Rahang bawah
Ling lab ling

e. Pemeriksaan Debris
Kriteria penilaian DI adalah sebagai berikut:
KRIERIA Nilai
a. Pada permukaan gigi yang terilahat tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarna ekstrinsik
b. – pada permukaan gigi yang terlihat , ada debris lunak yang menitupi permukaan gigi
seluas sepertiga permukaan gigi atau gusi.
– Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak akan tetapi ada pewarnaan
ekstrinsik yang menutupi permukan gigi sebagian atau seluruhnya
c. Pada permukaan gigi yang terlihat , ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut,
seluas lebih dari sepertiga tetapi kurang dari dua pertig permukaan gigi dari tepi gingiva atau
gusi
d. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi pemukaan tersebut seluas
lebih dari duapertiga permukaan gigi dari tepi gusi 0

Cara pemeriksaan DI:


1. Pemeriksaan dimulai bagian A3, kalau ada”debris” pada sonde diberi nilai 3.
2. Bila bagian A3 bersih pindahkan ke A2 , kalau ada “debris” pada sonde diberi nilai 2.
3. Bila bagian A2 bersih pindahlah ke A1 , kalau ada “debris” pada sonde diberi nilai 1.
4. Bila bagian A1 bersih maka di beri nilai 0

f. Pemeriksaan Calculus
Kriteria penilaian CI adalah sebagai berikut:
KRITERIA NILAI
a. Tidak ada karang gigi

b. Pada permukaan gigi yang ada karang gigi supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih
dari sepertiga permukaan dari tepi gusi.

c. – pada permukaan gigi yang terlihat ada karang supra gingival, kurang dari dua pertiga
permukaan dari tepi gusi.
– Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi subgingival.

d. – Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gingival yang menutupi
permukaan gigi lebih daari dua per tiga permukaan dari tepi gusi.
– Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari
seluruh bagian servikal (continous band of subgingival calculus).

Cara pemeriksaan CI:


Pemeriksaan dimulai dari bagian insisal gigi, dan untuk penilaiannya perhatikan gambar-
gambar berikut ini:

Permukaan gigi bersih.


Nilai = 0
Kurang dari sepertiga permukaan gigi (dihitung dari batas gusi) tertutup dengan karang gigi.
Nilai = 1

Lebih dari sepertiga tetapi kurang dari dua pertiga permukaan gigi (dihitung dari batas gusi)
tertutup dengan karang gigi.
Nilai = 2

Lebih dari dua pertiga permukaan gigi (dihitung dari batas gusi ) tertutup dengan karang gigi.
Nilai = 3

Permukaan gigi bersih tetapi pada bagian servikalnya tertadap bercak – bercak karang gigi.
Nilai = 2

Permukaan gigi bersih tetapi bagian servikalnya karang gigi meliputi seperti pita.
Nilai = 3

Perhitungan CI:
Keterangan : Baik debris indeks maupun calculus indeks bila gigi penentu tidak ada maka
yang dinilai ialah gigi pengganti yang masih ada di sebelah mesial. Kalu gigi pengganti ini
tidak ada juga maka tidak ada pengganti lagi.
Untuk mendapatkan “calculus Indeks minimal harus ada tiga gigi yang dapat dinilai.

Daftar Kepustakaan:
Depkes R.I. 1990. Pedoman Penyelenggara Upaya Kesehatan Gigi di PUSKESMAS. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Gigi, DEPKES R.I.

DHE (Dental Health Education)


Posted by Devy Ratriana Amiati at 5:31 PM

Reactions:

Pendidikan adalah proses transformasi ilmu atau perubahan


kemampuan potensial menjadi kemampuan nyata untuk meningkatkan taraf
hidup lahir dan batin. Pendidikan kesehatan gigi sangat penting karena
merupakan pendidikan untuk masyarakat secara luas terutama kesehatan gigi
dan mulut dan merupakan proses pendidikan yang timbul atas dasar
kebutuhan akan kesehatan gigi dan mulut.
Definisi Pendidikan kesehatan gigi (DHE) sendiri adalah suatu proses
belajar yang ditunjukan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi
tingginya. Soemantri berpendapat bahwa pendidikan kesehatan gigi adalah
suatu usaha atau aktifitas yang mempengaruhi orang sedemikian rupa
sehingga baik untuk kesehatan pribadi ataupun masyarakat. Kesehatan gigi
(DHE) sangat dianjurkan terutama untuk kalangan anak-anak yang masih dalam
tahap pertumbuhan gigi.

B. Tujuan Pendidikan Kesehatan Gigi

Pada dasarnya manusia mempunyai perilaku yang tidak sama,


keseluruhan perilaku tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan, lingkungan, serta
pola asuh yang dibawa sejak kecil. Mengubah perilaku individu merupakan
pekerjaan yang mudah, namun juga sulit karena dalam hal ini dibutuhkan
keterampilan khusus, sebab perubahan tingkah laku individu selalu melibatkan
perubahan mental yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
Perubahan itu sendiri dapat terjadi secara alamiah yaitu karena lingkungan
atau masyarakat sekitarnya. Namun, ada pula perubahan yang terjadi secara
terencana dan dilaksanakan secara sistematis, yaitu yang dikenal sebagai
perubahan melalui pendidikan.

Menurut Noor (1972), tujuan pendidikan kesehatan gigi:

1. meningkatkan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya


pemeliharan kesehatan gigi dan mulut.

2. Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut dan
gangguan lainnya pada gigi dan mulut.

Maka dapat disimpulkan tujuan kesehatan gigi adalah memperkenalkan


kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut serta
dapat menjadi acuan untuk menanamkan kebiasaan menjaga kesehatan gigi
pada anak yang masih dalam usia dini. Proses pendidikan sendiri harus
bertahap, dan harus dilakukan sepanjang hayat. Begitu juga dengan pendidikan
kesehatan gigi harus dilakukan secara berkesinambungan, dan terus menerus.
Yang menjadi sasaran utama pendidikan kesehatan gigi dan mulut ini adalah
anak usia dini, karena masih dalam tahap perkembangan baik secara fisik,
maupun psikis. Orang tua, masyarakat, serta sekolah diharapkan mampu
menjadi motivator dalam kebiasaan ini karena merupakan tempat sosialisasi
terdekat pada anak.

Dokter gigi harus pandai menggambil hati pasien terutama bila pasien
yang ditangani adalah anak kecil. Vase anak yang masih menyukai permainan,
gambar, nyanyian layaknya dimanfaatkan untuk melakukan pendekatan.
Pendidikan cara menyikat gigi dengan menggunakan model dan dengan teknik
biasanya dilakukan oleh Drg. Ratu Mirah Affifah GCClinDent., MDSc yang sering
muncul sebagai bintang iklan disalah satu produk pasta gigi nasional serta
kebiasan dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya perasaan
terpaksa. Pengajaran dapat dilakukan sesederhana mungkin dengan cara
menarik dan atraktif tanpa mengurangi isi, misalnya demonstrasi secara
langsung, program audio visual, atau melalui sikat gigi masal yang terkontrol.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sebagai berikut:

 KONGNITIF: tentang pengetahuan, membicarakan proses, intelektual,


yang diharapkan anak dapat mengingat, mengerti dan memecahkan
permasalahan
 AFEKTIF: Tentang sikap, membicarakan proses perasaan dan sikap
seseorang untuk menerima hal yang baru
 PSIKOMOTOR: Tentang keterampilan, membicarakan
pengendalian dan pergerakan otot-otot tubuh yang tepat.

3. POLA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI ANAK

Pola penyuluhan sangatlah penting karena dengan adanya pola


penyuluhan, cara-cara yang dipakaipun akan lebih mengena karena
disesuaikan dengan usia dan perkembangan pada anak. Berikut ini beberapa
pola penyuluhan sesuai usia:
 Usia ≤ 1,5 tahun>>>tergantung sepenuhnya pada orang tua

 Usia 1,5 – 3 tahun>>>mulai dapat diajak kerja sama

 Usia 3 - 6 tahun>>>berpedoman pada proses belajar dan bermain

 Usia 8 – 10 tahun>>>dengan pendampingan

 Usia 10 – 12 tahun>>>pengamatan anak cepat, pengertian, realitis dan kritis

 Usia 12 – 14 tahun>>>anak memiliki emosi yang tinggi dan sering bersikap


melawan.

4. METODE PENYULUHAN

Proses perubahan tingkah laku menekankan pada pendidikan


dengan mengguna pendekatan persuasif dan sugestif. Pendekatan persuasif
dan sugestif dalam proses penyuluhan kesehatan gigi merupakan salah satu
alternatif untuk mencapai hasil yang memuaskan.

 PENDEKATAN SUGESTIF

Pemberian penjelasan tidak secara logis, cenderung memberi


penekanan dan arahan melalui perasaan dan emosi dengan cara membujuk
orang lain secara langsung/tidak langsung dengan suatu ide atau kepercayaan
yang meyakinkan. Penyuluhan secara sugestif relatif cepat, sangat berhasil
pada masyarakat yang pendidikan dan ekonominya kurang baik

 PENDEKATAN PERSUASIF

Gondhoyoewono (1991)
Dasar pendekatan persuasif adalah menunjukkan suatu fakta, menguraikan
sebab akibat, menunjukkan konsekwensi suatu masalah, menjelaskan
mengapa harus melakukan perubahan perilaku yang berkaitan dengan topik
masalah dengan peninjauan dari berbagai segi pandang.
Selain melakukan pendekatan secara tatap muka (face to face), dengan
ilustrasi, atau dengan miniatur, pendidikan kesehatan gigi juga dapat dilakukan
dengan dimanfaatkan media seperti tv, komputer, radio, dll.

DENTAL HEALTH EDUCATION (DHE)


DHE Merupakan suatu proses pendidikan mengenai kesehatan gigi yang merupakan tugas dari
tenaga medis khususnya drg untuk memberikan informasi atau penyuluhan baik dalam bentuk
informasi atau dalam bentuk latihan mengenai kesadaran dalam menjaga kebersihan dan kesehatan
gigi dan mulut seseorang atau sekelompok orang sehingga orang tersebut mengerti dan sadar serta
dapat mengubah perilakunya sehubungan dengan kebersihan dan kesehatan mulutnya.

DHE untuk pasien meliputi :

 Instruksi menggosok gigi


 Petunjuk flossing
 Penyuluhan diet
 Pemberian fluor

DHE untuk masyarakat meliputi :

 Promosi kesehatan gigi


 Pendidikan pada TK, SD, SMP, SMU
 Pendidikan pada klinik ante dan post natal

Ada 2 cara yang dapat mencegah karies yaitu :


1. Pengaturan diet KH
2. Membersihkan/menghilangkan plak dari semua gigi.

MATERI DHE :

Untuk anak umur 3 tahun

1. Memperkenalkan sikat gigi pada anak


2. Memberitahukan kepada orang tua tentang diet yang benar, makanan yang dapat
menyebabkan karies
3. Pemberian TAF

Untuk anak umur 6 tahun


1. Memberi petunjuk cara menggosok gigi dengan baik dan benar
2. Memberitahukan kepada orang tua tentang diet yang benar makanan yang dapat
menyebabkan karies
3. PEngenalan obat kumur
4. TAF
5. Memberitahukan cara kontrol plak dan debris
6. Melakukan pemeriksaan rutin.

Untuk anak umur 9 tahun

1. Menyikat gigi secara teratur


2. Fluoridasi sistemik dan topikal
3. Penggunaan dental floss
4. Mengunjungi drg secara berkala

Instruksi Pembersihan mulut di rumah :


Bayi dalam kandungan
Merupakan saat yang terbaik untuk memulai dan menegakkan program pencegahan kesehatan gigi
anak pada saat ini total oleh orang tua.

Bayi umur 0 – 1 tahun


Melakukan pembersihan plak dimulai pada tahun pertama kehidupan yaitu pada saat erupsi gigi
sulung yang pertama. Praktisi sepakat melakukan pemijatan sebelumnya.
Cara : Tampon dibasahi atau kain dililitkan pada ibu jari kemudian lakukan message pada gigi dan
jaringan gingival.

Anak umur 1 – 3 tahun

 Pengenalan sikat gigi pada anak


 Memperkenalan pasta gigi pada anak umur 2 tahun

Posisi yang baik yaitu lap to lap position di mana anak melakukan sikat gigi dan orang tua memegang
tangan dan kaki dengan tangan orang tau jika ada pergerakan badan.

Anak umur 3 – 6 tahun


Pada umur ini anak mempunyai kemampuan yang semakin baik tetapi pada orang tua harus tetap
menyikat gigi anaknya walaupun sudah bisa berkumur, pasta gigi tetap sebutir kacang ercis.

Anak Sekolah Umur 6 – 12 tahun


Anak dapat bertanggung jawab akan tetapi orang tua harus tetap membantu menyikat gigi anaknya
terutama pada bagian yang sulit dicapai, pengenalan menggunakan disclosing.

Remaja umur 12 – 19
Pada anak remaja, drg dan orang tua harus tetap menekankan pentingnya memelihara kesehatan
gigi dan diberi tambahan pengetahuan mengenai penampilannya

Usaha Pencegahan terhadap Perkembangan Karies pada Pit dan Fisur

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu pada email, dentin, dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidat yang
diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti
oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta
penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Namun,
mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini
dapat dihentikan (Kidd & Bechal, 1992).

Pada anak-anak, proses demineralisasi pada karies gigi berjalan lebih cepat dibanding orang
tua, hal ini disebabkan : (1) email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum
selesai maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama satu tahun setelah erupsi; (2) remineralisasi yang tidak memadai pada
anak-anak, bukan karena perbedaan fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering
makan makanan kecil); (3) lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya
sklerotisasi yang tidak memadai; dan (4) diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa,
pada anak-anak terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh
aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut (Schuurs, 1993).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies pada gigi molar satu
permanen pada anak-anak. Upaya tersebut mengingat bahwa pentingnya fungsi gigi molar
permanen dalam sistem stomatognatik. Gigi molar satu permanen mudah diserang karies gigi
karena bentuk anatomisnya, permukaannya memiliki pit dan fisur yang memudahkan retensi
makanan dan merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri karies. Selain itu, sulit bagi
anak untuk membersihkan secara baik daerah pit dan fisur gigi molarnya dengan sikat gigi,
karena sebagian besar bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dicapai dengan bulu sikat gigi.
Dengan demikian gigi molar satu permanen paling mudah terkena karies dibandingkan gigi
permanen lainnya (Andlaw & Rock, 1993).

Mengingat prevalensi karies pada pit dan fisur cukup tinggi, maka dilakukan berbagai upaya
untuk mengubah permukaan oklusal gigi molar satu permanen menjadi lebih tahan terhadap
serangan karies. Sejak tahun 1923, Hyatt telah menerapkan tehnik prophylactic odontotomy
yaitu memakai prinsip extension for prevention yaitu melakukan preparasi kavitas pada fisur
dalam yang belum terkena karies, kemudian menambalnya dengan amalgam untuk tujuan
profilaksis. Bodecker pada tahun 1929 melakukan fissure eradication yaitu menghilangkan
fisur dan menghaluskannya tetapi tidak diikuti dengan penambalan. Tehnik ini tidak
berkembang dan kemudian ditinggalkan. Walaupun kemudian sejak tahun 1950
perkembangan fluoridasi secara topikal dan sistemik berpengaruh besar terhadap prevalensi
karies pada gigi anak, tetapi ternyata kurang efektif untuk permukaan oklusal (Yoga, 1997).

Sampai kemudian pada tahun 1950 Buonocore memperkenalkan metode perlekatan resin
pada permukaan email yang dietsa asam. Metode ini potensial untuk tindakan pencegahan
terhadap karies dan dapat diaplikasikan langsung ke permukaan oklusal. Sejak saat itu
banyak penelitian dilakukan diantaranya ditemukan bahwa semen glass ionomer dapat
digunakan sebagai bahan penutup permukaan oklusal dengan tehnik dan manipulasi lebih
sederhana daripada resin komposit karena dapat berikatan langsung dengan email, dentin dan
sementum secara fisik. Walaupun telah diupayan semaksimal mungkin untuk mencegah
terjadinya karies pada permukaan oklusal gigi molar satu permanen, tetapi banyak ditemukan
lesi karies kecil pada pit dan fisur yang dalam (Waggoner, 1991; Kilpatrick, 1996; Yoga,
1997).

Restorasi Preventif Resin sebagai Alternatif Restorasi Pencegahan Karies pada Pit dan
Fisur

Restorasi pencegahan adalah suatu perawatan pencegahan yang merupakan pengembangan


dari pemakaian sealant pada permukaan oklusal, yaitu integrasi dari pencegahan karies
dengan sealant dan penambalan karies dengan resin komposit pada permukaan yang sama.
Lesi awal pada pemukaan gigi dihilangkan dengan preparasi seminimal mungkin, ditambal
kemudian untuk mencegah terjadinya karies di masa mendatang permukaan tambalan diberi
sealant (Mathewson & Primosch, 1995).

Tujuan dari restorasi pencegahan adalah untuk menghentikan proses karies awal yang
terdapat pada pit dan fisur, terutama pada gigi molar permanen yang memiliki pit dan fisur,
seklaigus melakukan tindakan pencegahan terhadap karies pada pit dan fisur yang belum
terkena karies pada gigi yang sama. Pit dan fisur yang dalam dan sempit atau pit dan fisur
yang memiliki bentuk seperti leher botol, secara klinis merupakan daerah yang sangat mudah
terserang karies, karena sewaktu gigi disikat bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dijangkau
oleh bulu sikat gigi (Yoga, 1997).

Preventive resin restoration merupakan suatu prosedur klinik yang digunakan untuk
mengisolasi pit dan fisur dan sekaligus mencegah terjadinya karies pada pit dan fisur dengan
memakai tehnik etsa asam. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Simonsen pada tahun
1977, meliputi pelebaran daerah pit dan fisur kemudian pembuangan email dan dentin yang
telah terkena karies sepanjang pit dan fisur. Menurut Simonsen, terdapat tiga tipe bahan
restorasi pencegahan dengan resin (tipe A, tipe B dan tipe C) yang diklasifikasikan
berdasarkan pada perluasan dan kedalaman karies. Klasifikasi ini untuk menentukan bahan
restorasi yang akan dipakai (Simonsen 1980; Yoga, 1997).

Awalnya, bahan yang dipakai adalah bahan sealant tanpa partikel pengisi (unfilled) untuk tipe
A, resin komposit yang dilute untuk tipe B dan filled resin komposit untuk tipe C. Dengan
perkembangan tehnologi ditemukan bahan yang lebih tahan terhadap pemakaian,
pengerasannya diaktivasi sinar yakni resin komposit untuk gigi posterior. Generasi baru dari
bahan tersebut akan mempertinggi keberhasilan restorasi resin pencegahan. Selain resin
komposit, dipakai juga bahan tambal lain agar dapat didapat kekuatan yang lebih besar.
Seperti pada tehnik glass ionomer resin preventive restoration, glass ionomer preventive
restoration dan sealant-amalgam preventive restoration (Yoga, 1997).

Efek peletakan sealant terhadap kelangsungan hidup mikroorganisme dan perkembangan


karies di bawah restorasi sealant telah banyak didokumentasikan. Menurut Handelman et al.
Menyatakan bahwa terdapat penurunan yang signifikandalam jumlah mikroorganisme yang
dapat hidup setelah 2 minggu penempatan sealant, dan setelah 2 tahun terjadi penurunan
99,9% mikroorganisme dapat hidup. Prosedur etsa sendiri juga dapat mengurangi jumlah
mikroorganisme yang dapat hidup sebanyak 75%. Bahan sealant juga efektif mengisolasi
bakteri yang terperangkap di kedalaman fisur dari sumber nutrisi karbohidrat yang berasal
dari lingkungan mulut (Hicks & Flaitz, 1992; Octiara, 2002). Aplikasi sealant juga telah
diketahui dapat menghentikan perkembangan lesi karies dengan bahan sealant dari
lingkungan mulut dapat memudahkan odontoblast untuk membentuk dentin reparatif pada
daerah yang didemineralisasi oleh serangan karies. Hasil respon biologis ini akan menahan
dan memineralisasi kembali lesi dentin (Hicks, 1984; Octiara, 2002).

Banyak metode yang digunakan untuk mempersiapkan restorasi resin pencegahan


diterangakn dalam literatur. Namun pada dasarnya menggunakan urutan perawatan sebagai
berikut: isolasi, preparasi, restorasi dan aplikasi sealant. Pada tahap awal, permukaan oklusal
gigi dibersihkan memakai rubber dam atau dapat juga dengan gulungan kapas (cotton roll)
disertai saliva ejektor (Yoga, 1997).

Permukaan yang kering sangat penting untuk retensi bonding. Kontaminasi salivadan cairan
harus dihindarkan selama aplikasi sealant dan polimerisasi. Menurut Ferguson dan Ripa pada
tahun 1980 mengindikasikan bahwa isolasi dengan rubber dam menghasilkan retensi yang
lebih baik untuk sealant yang diaktivasi dengan sinar, tetapi tidka untuk bahan sealant
autopolimerisasi yang tanpa dilakukan tanpa bantuan asisten. Namun, menurut penelitian
Eidelman et al. (1983), tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian rubber dam
dengan gulungan kapas terhadap retensi fisur silen, yakni pemakaian rubber dam silen yang
beretensi penuh rata-rata antara 97% setelah 6 bulan dan 96% setelah 24 bulan sedangkan
isolasi dengan emmakai gulungan kapas rata-rata 99% silen yang beretensi penuh untuk 6
bulan dan 88% untuk 24 bulan.
Gambar 1. Tahapan tehnik restorasi preventif resin. (1) pemberian rubber dam, (2) hasil
preparasi kavitas, (3) pemberian etsa asam berupa gel selama 15 detik, (4) pemberian
dentin/enamel primer, (5) selapis tipis resin adhesive, (6) aplikasi resin komposit pada kavitas
Sumber : Strassler & Goodman, 2002

Pada pembuangan jaringan karies, maka daerah pit dan fisur yang buang adalah daerah yang
mengalami dekalsifikasi atau yang dicurigai telah terjadi karies dengan menggunakan round
bur kekuatan rendah. Daerah retnsi tidak diperlukan karena restorasi ini mendapatkan
perlekatan ke jaringan dengan tehnik etsa asam. Tujuannya adalah untuk membuang seluruh
jaringan karies dan struktur gigi seminimal mungkin. Selanjutnya dilakukan profilaksi
dengan pumis yang tidak mengandung fluor sehingga permukaan email benar-benar bersih
dan dibur sebelum dietsa. Sebagai alternatif untuk memperoleh tujuan yang sama, dapat
menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Dengan metode ini nilai retensi yang diperoleh
sebanding dengan metode menggunakan profilaksis pumis (Yoga, 1997).

Tahap selanjutnya adalah penetsaan asam menggunakan asam fosfat 37% yang diletakkan
pada permukaan email di oklusal gigi (pit dan fisur). Pengetsaan ini menghasilkan pori-pori
yag memungkinakan infiltrasi mikroskopis resin ke dalam permukaan gigi yang kemudian
resin akan berpolimerisasi dan membentuk ikatan dengan gigi (Simonsen 1980; Yoga, 1997).
Bentuk bahan etsa asam fosfat ada dua macam ayaitu larutan dan gel. Menurut Brown (1988)
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada penetrasi asam fosfat yang berbentuk larutan
atau gel pada pit dan fisur sehingga sama efektifnya karena mempunyai pola etsa yang mirip
dan keduanya tidak efektif membuang sisa debris dari pit dan fisur. Tetapi sehubungan
dengan kualitas panganan klinis yang lebih baik dianjurkan penggunaan bahan etsa bentuk
gel untuk aplikasi sealant.

Selanjutnya diletakkan selapis tipis bonding resin atau bonding dentin ke dalam preparasi
kavitas, kemudian diikuti dengan komposit posterior yang dicairkan untuk kavitas tipe B atau
bahan komposit posterior untuk tipe C yang dilanjtkan dengan penyinaran selama 60 detik.
Aplikasikan bahan sealant di atas daerah restorasi dan pit dan fisur sekitarnya yang telah
dietsa, kemudian disinar selama 40 detik. Untuk restorasi preventif resin tipe A hanya bahan
silen yang diaplikasikan pada permukaan oklusal termasuk enamel yang dipreparasi (Octiara,
2002).

Gambar 2. Hasil perawatan menggunakan tehnik restorasi preventif resin. (A) Gambaran
klinis lesi karies pada gigi premolar pertama rahang atas dan molar pertama (sebelum
perawatan), (B) folow up selama 5 tahun menujukkan hasil yang baik (sesudah perawatan)
Sumber : Strassler & Goodman, 2002

Pada ketiga tipe bahan di atas yaitu tipe A, tipe B dan tipe C sebagiman halnya sealant
memerlukan pemeriksaan ulangan setiap 6 bulan, karena walaupun terlihat baik tetapi
beberapa bulan kemudian kemungkinan terlihat lepasnya bahan tambal dari gigi, baik
sebagian amupun seluruhnya. Kontaminasi cairan adalah alasan yang paling sering
menyebabkan kegagalan bonding. Selain itu penyebab lainnya adalah berkurangnya resin
karena pemakaian. Keadaan ini dapat ditutupi dengan penambahan material pada kunjungan
ulang (Mathewson & Primosch, 1995).

Perbedaan Sealant pada Restorasi Preventif Resin dengan Restorasi Amalgam

Restorasi pencegahan dengan resin merupakan jawaban terhadap filosofi extension for
prevention pada teori preparasi amalgam kelas I, dimana bentuk preparasi kavitas harus
mencapai tepi lesi karies serta menyertakan pit dan fisur yang kemungkinan akan terkena
karies di masa yang akan datang. Perluasan ini menyebabkan pembuangan jaringan sehat gigi
yang cukup banyak dan ternyata preparasi amalgam konservatif justru melemahkan struktur
gigi (Mathewson & Primosch, 1995).

Perlekatan restorasi amalgam sebagai pengganti sealant pada permukaan oklusal disukai lebih
dari dua pertiga dokter gigi, alasan utamanya karena percaya bahwa amalgam sebagai bahan
restorasi permanen sedangkan sealant hanya restorasi sementara. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa amalgam sering membutuhkan penggantian restorasi. Restorasi
amalgam pada bagian oklusal yang bertahan selama 5 tahun pada gigi molar satu permanen
yaitu sebanyak 30% untuk pasien berusia 5-7 tahun dan 43% pada usia 7-9 tahun. Kerusakan
amalgma yang perlu penggantian karena terbentuknya kavitas perifer meningkat secara
signifikan. Hal ini disebabkan pada restorasi amalgam terbentuk celah mikro kira-kira 3 µm
di antara restorasi dengan dinding kavitas, sehingga menghasilkan kebocoran di sekitar
restorasi yang akhirnya menyebabkan terbentuknya karies (Hicks, 1984; Octiara, 2002).

Penelitian Houpt et al. (1982) menghasilkan 92% restorasi preventif resin beretensi sempurna
setelah 18 bulan dan 6% beretensi sebagian, insiden karies dilaporkan kurang dari 1% pada
gigi yang direstorasi selama 3 tahun. Retensi bahan resin sealant ini didapat dari kontak yang
rapat antara bahan resin dengan enamel yang dietsa (hubungan resin tag dan enamel yang
dietsa) sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro sepanjang permukaan antara enamel dan
resin yang akhirnya dapat menurunkan insiden akries sekunder (Houpt et al., 1982; Hicks,
1984; Octiara, 2002).

Anda mungkin juga menyukai