2. Tahapan DHE
a. Plak Kontrol
– Pengertian :
Tindakan untuk memeriksa bersih tidaknya gigi dengan menggunakan bahan pewarna plak.
– Maksud :
1. Untuk menunjukkan gigi sudah bersih atau masih kotor.
2. Untuk melihat apakah cara menyikat gigi sudah baik dan benar
– Pelaksanaan:
1. Bila bahan pewarna berupa cairan, teteskan di ujung lidah dan dengan lidah dioleskan ke
seluruh gigi.
2. Bila bahan pewarna berupa tablet, kunyahlah dan ratakan dengan lidah keseluruh
pemukaan gigi.
– Penilaian
Melalui cermin dapat dilihat keadaan gigi yang masih kotor :
• Bagian gigi yang masih berwarna merah menunjukkan adanya plak.
• Bahan pewarna plak ada beberapa bentuk yaitu : berupa cairan, tablet, bubuk (sumbah kue).
Beberapa metode penyikatan gigi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tekhnik Horizontal
Semua permukaan gigi di gogok dengan maju mundur seperti menggosok lantai. Teknik ini
biasanya dianjurkan pada anak-anak.
2. Teknik Fone
Gigi dalam keadaan okulasi, bulu sikat ditekan kuat-kuat dan digerakan melingkar selebar
mungkin. Untuk permukaan oklusal, lingual digosok dengan gerakan maju mundur. Teknik
ini baik untuk gigi yang lengkap dan memiliki oklusi yang baik.
3. Teknik Charter
Bulu-bulu sikat mengarah ke permukaan oklusal membentuk sudut 45º, sikat ditekan
sehingga serabut-serabutnya melengkung dengan ujung ditekan diantara kedua gigi kemudian
dengan gerakan memutar pada gagangnya, ujung sikat dipertahankan pada posisi ini. Tehnik
ini dianjurkan untuk pendertia dengan daerah interdental yang terbuka.
4. Teknik Roll
Tehnik roll sangat bermanfaat bila digunakan pada gingival yang sensitive. Bagian samping
sikat diletakkan berkontak dengan bagian samping gigi dengan bulu sikat mengarah ke apikal
dan sejajar terhadap sumbu gigi. Sikat kemudian diputar perlahan-lahan ke bawah pada
rahang atas dan keatas pada rahang bawah sehingga bulu sikat menyapu daerah gusi dan gigi.
Permukaan oklusal dapat disikat dengan gerakan rotasi.
5. Teknik Stillman
Posisi bulu sikat sama dengan tehnik roll tetapi dekat dengan mahkota gigi, digerakan maju
mundur, Tehnik ini dilakukan sebanyak delapan kali tiap daerah interproksimal,
membersihkan dan memijat.
6. Teknik Fisiologik
Menggunakan bulu sikat yang halus, digerakkan dari arah servical ke oklusal dengan gerakan
untuk memijat gusi. Tehnik ini tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan penurunan gusi.
7. Teknik Bass
Tehnik lain yang dapat digunakan adalah tehnik Bass. Tehnik ini baik digunakan bila
gingival dalam keadaan sehat, karena tehnik ini dapat menimbulkan rasa sakit bila digunakan
pada jaringan yang terinflamasi dan sensititf. Pada tehnik ini ujung sikat harus dipegang
sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45 derajat terhadap sumbu gigi, dengan ujung
bulu sikat mengarah ke leher ginggiva. Sikat kemudian ditekan kearah ginggiva dan
digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher
ginggiva dan juga terdorong masuk diantara gigi.
c. Edukasi
Persiapan :
1) Identifikasi masalah
2) Pendekatan pada tokoh masarakat
3) menyiapkan jadwal penyuluhan
4) Menentukan metode penyuluhan
5) Menyiapkan materi dan alat peraga.
Pelaksanaan :
Dapat dilaksanakan di TK, SD, Pos Yandu atau pada pertemuan – pertemuan keluarga, PKK
Materi penyuluhan :
Disesuaikan dengan sasaran dan keadaan.
Metode penyuluhan :
– Ceramah / tanya jawab
– Demonstrasi sikat gigi.
– Diskusi.
– Konseling / konseling pribadi.
Pemilihan metode disesuaikan dengan jenis dan jumlah kelompok sasaran dan tempat
pelaksanaan.
Alat peraga :
Alat peraga yang dapat digunakan adalah :
– Alat peraga utama : gigi geligi masing – masing yang dapat diliat melalui cermin.
– Alat peraga menurut sifatnya :
Visual Audial Audio visual
– Poster
– Flipchart
– Booklets
– Pamflets
– Models
– Dan lain-lain – Tape recorder
– Piringan hitam
– Telepon
– Radio
– Mikropon
– Dan lain-lain – Televisi
– Vidio tape / film
– Simulasi
– Sandiwara
Pendekatan :
• Pendekatan langsung : Petugas berhadapan langsung dengan sasaran
• Pendekatan tak langsung: Petugas tidak langsung berhadapan dengan sasaran, sasaran dapat
diberi penyuluhan melalui poster atau alat bantu lainnya.
Evaluasi :
• Mengamati serta memperhatikan sasaran selama penyampaian penyuluhan
• Tanya – jawab
• Kuensioner
• Penilaian terhadap perubahan prilaku dari hasil penyuluhan dilakukan enam bulan sekali
disesuaikan dengan tenaga yang ada.
2. Maksud :
– Melatih sasaran agar dapat melakukan sikat gigi dengan cara yang baik dan benar.
– Meningkatkan kebersihan gigi dan mulut.
3. Persiapan :
– Menentukan waktu pelaksanaan.
– Menyiapkan bahan yang diperlukan : ( bahan pewarna plak, cermin, air bersih, gelas, sikat
gigi, pasta gigi berflour).
4. Pelaksanaan :
– Memberikan instruksi tentang cara menyikat dengan benar
– Pemeriksaan plak dengan bahan pewarna.
–
Menyikat gigi :
– Ada beberapa metoda cara menyikat gigi seperti telah dijelaskan diatas, salah satu cara
yang mudah dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Siapkan sikat gigi dan pasta gigi yang mengandung flour, banyaknya pasta gigi sebesar
butir kacang tanah.
2. Kumur – kumur sebelum menyikat gigi.
3. Sikatlah semua permukaan gigi dengan gerakan maju mundur pendek-pendek selama 2
menitdan sedikitnya 8 gerakan setiap permukaan.
4. Sikatlah pemukaan gigi yang menghadap pipi dan bibir.
5. Sikatlah permukaan gigi yang yang menghadap langit-langit dan lidah.
6. Sikatlah gigi yang digunakan untuk mengunya.
7. Setelah semua selesai disikat, berkumurlah 1 kali saja dan bersikan sikat gigi dengan air
dan simpanlag sikat gigi dalam posisi tegak, kepala sikat berada di atas
Skaling supragingiva
1. Pengertian :
Pembersihan atau pembuangan karang gigi yang terlatak pada permukaan gigi diatas gigi
(supra gingiva)
2. Untuk mencegah terjadinya gingivitis.
3. Persiapan :
– Menyiapkan alat-alat : alat diagnostic, alat-alat scalling.
– Menyiapkan alat-alat :desinfektan, bahan polesing.
4. Pelaksana :
– Sasaran duduk dengan posisi pemeriksa.
– Pembersihan karang gigi dilakukan prerkwadran.
– Dilakukan pemolesan.
– Dilakukan desinfekta.
– Penyuluhan kesehatan gigi.
5. Tindak lanjut :
Pemeriksaan berkala setiap 6 bulan.
b. Tujuan
– Mengumpulkan data kebersihan gigi dan mulut sasaran.
– Merencanakan tindakan promotif preventif.
c. Persiapan
– Menyiapkan sasaran dan tempat.
– Menyiapkan formulir OHI-S (terlampir).
– Menyiapkan alat pemeriksaan dan bahan desinfektan.
e. Pemeriksaan Debris
Kriteria penilaian DI adalah sebagai berikut:
KRIERIA Nilai
a. Pada permukaan gigi yang terilahat tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarna ekstrinsik
b. – pada permukaan gigi yang terlihat , ada debris lunak yang menitupi permukaan gigi
seluas sepertiga permukaan gigi atau gusi.
– Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak akan tetapi ada pewarnaan
ekstrinsik yang menutupi permukan gigi sebagian atau seluruhnya
c. Pada permukaan gigi yang terlihat , ada debris lunak yang menutupi permukaan tersebut,
seluas lebih dari sepertiga tetapi kurang dari dua pertig permukaan gigi dari tepi gingiva atau
gusi
d. Pada permukaan gigi yang terlihat ada debris yang menutupi pemukaan tersebut seluas
lebih dari duapertiga permukaan gigi dari tepi gusi 0
f. Pemeriksaan Calculus
Kriteria penilaian CI adalah sebagai berikut:
KRITERIA NILAI
a. Tidak ada karang gigi
b. Pada permukaan gigi yang ada karang gigi supra gingival yang menutupi gigi tidak lebih
dari sepertiga permukaan dari tepi gusi.
c. – pada permukaan gigi yang terlihat ada karang supra gingival, kurang dari dua pertiga
permukaan dari tepi gusi.
– Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi subgingival.
d. – Pada permukaan gigi yang diperiksa ada karang gigi supra gingival yang menutupi
permukaan gigi lebih daari dua per tiga permukaan dari tepi gusi.
– Sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari
seluruh bagian servikal (continous band of subgingival calculus).
Lebih dari sepertiga tetapi kurang dari dua pertiga permukaan gigi (dihitung dari batas gusi)
tertutup dengan karang gigi.
Nilai = 2
Lebih dari dua pertiga permukaan gigi (dihitung dari batas gusi ) tertutup dengan karang gigi.
Nilai = 3
Permukaan gigi bersih tetapi pada bagian servikalnya tertadap bercak – bercak karang gigi.
Nilai = 2
Permukaan gigi bersih tetapi bagian servikalnya karang gigi meliputi seperti pita.
Nilai = 3
Perhitungan CI:
Keterangan : Baik debris indeks maupun calculus indeks bila gigi penentu tidak ada maka
yang dinilai ialah gigi pengganti yang masih ada di sebelah mesial. Kalu gigi pengganti ini
tidak ada juga maka tidak ada pengganti lagi.
Untuk mendapatkan “calculus Indeks minimal harus ada tiga gigi yang dapat dinilai.
Daftar Kepustakaan:
Depkes R.I. 1990. Pedoman Penyelenggara Upaya Kesehatan Gigi di PUSKESMAS. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Gigi, DEPKES R.I.
Reactions:
2. Menghilangkan atau paling sedikit mengurangi penyakit gigi dan mulut dan
gangguan lainnya pada gigi dan mulut.
Dokter gigi harus pandai menggambil hati pasien terutama bila pasien
yang ditangani adalah anak kecil. Vase anak yang masih menyukai permainan,
gambar, nyanyian layaknya dimanfaatkan untuk melakukan pendekatan.
Pendidikan cara menyikat gigi dengan menggunakan model dan dengan teknik
biasanya dilakukan oleh Drg. Ratu Mirah Affifah GCClinDent., MDSc yang sering
muncul sebagai bintang iklan disalah satu produk pasta gigi nasional serta
kebiasan dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya perasaan
terpaksa. Pengajaran dapat dilakukan sesederhana mungkin dengan cara
menarik dan atraktif tanpa mengurangi isi, misalnya demonstrasi secara
langsung, program audio visual, atau melalui sikat gigi masal yang terkontrol.
4. METODE PENYULUHAN
PENDEKATAN SUGESTIF
PENDEKATAN PERSUASIF
Gondhoyoewono (1991)
Dasar pendekatan persuasif adalah menunjukkan suatu fakta, menguraikan
sebab akibat, menunjukkan konsekwensi suatu masalah, menjelaskan
mengapa harus melakukan perubahan perilaku yang berkaitan dengan topik
masalah dengan peninjauan dari berbagai segi pandang.
Selain melakukan pendekatan secara tatap muka (face to face), dengan
ilustrasi, atau dengan miniatur, pendidikan kesehatan gigi juga dapat dilakukan
dengan dimanfaatkan media seperti tv, komputer, radio, dll.
MATERI DHE :
Posisi yang baik yaitu lap to lap position di mana anak melakukan sikat gigi dan orang tua memegang
tangan dan kaki dengan tangan orang tau jika ada pergerakan badan.
Remaja umur 12 – 19
Pada anak remaja, drg dan orang tua harus tetap menekankan pentingnya memelihara kesehatan
gigi dan diberi tambahan pengetahuan mengenai penampilannya
Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu pada email, dentin, dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidat yang
diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti
oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta
penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Namun,
mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini
dapat dihentikan (Kidd & Bechal, 1992).
Pada anak-anak, proses demineralisasi pada karies gigi berjalan lebih cepat dibanding orang
tua, hal ini disebabkan : (1) email gigi yang baru erupsi lebih mudah diserang selama belum
selesai maturasi setelah erupsi (meneruskan mineralisasi dan pengambilan flourida) yang
berlangsung terutama satu tahun setelah erupsi; (2) remineralisasi yang tidak memadai pada
anak-anak, bukan karena perbedaan fisiologis, tetapi sebagai akibat pola makannya (sering
makan makanan kecil); (3) lebar tubuli pada anak-anak mungkin menyokong terjadinya
sklerotisasi yang tidak memadai; dan (4) diet yang buruk dibandingkan dengan orang dewasa,
pada anak-anak terdapat jumlah ludah dari kapasitas buffer yang lebih kecil, diperkuat oleh
aktivitas proteolitik yang lebih besar di dalam mulut (Schuurs, 1993).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies pada gigi molar satu
permanen pada anak-anak. Upaya tersebut mengingat bahwa pentingnya fungsi gigi molar
permanen dalam sistem stomatognatik. Gigi molar satu permanen mudah diserang karies gigi
karena bentuk anatomisnya, permukaannya memiliki pit dan fisur yang memudahkan retensi
makanan dan merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri karies. Selain itu, sulit bagi
anak untuk membersihkan secara baik daerah pit dan fisur gigi molarnya dengan sikat gigi,
karena sebagian besar bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dicapai dengan bulu sikat gigi.
Dengan demikian gigi molar satu permanen paling mudah terkena karies dibandingkan gigi
permanen lainnya (Andlaw & Rock, 1993).
Mengingat prevalensi karies pada pit dan fisur cukup tinggi, maka dilakukan berbagai upaya
untuk mengubah permukaan oklusal gigi molar satu permanen menjadi lebih tahan terhadap
serangan karies. Sejak tahun 1923, Hyatt telah menerapkan tehnik prophylactic odontotomy
yaitu memakai prinsip extension for prevention yaitu melakukan preparasi kavitas pada fisur
dalam yang belum terkena karies, kemudian menambalnya dengan amalgam untuk tujuan
profilaksis. Bodecker pada tahun 1929 melakukan fissure eradication yaitu menghilangkan
fisur dan menghaluskannya tetapi tidak diikuti dengan penambalan. Tehnik ini tidak
berkembang dan kemudian ditinggalkan. Walaupun kemudian sejak tahun 1950
perkembangan fluoridasi secara topikal dan sistemik berpengaruh besar terhadap prevalensi
karies pada gigi anak, tetapi ternyata kurang efektif untuk permukaan oklusal (Yoga, 1997).
Sampai kemudian pada tahun 1950 Buonocore memperkenalkan metode perlekatan resin
pada permukaan email yang dietsa asam. Metode ini potensial untuk tindakan pencegahan
terhadap karies dan dapat diaplikasikan langsung ke permukaan oklusal. Sejak saat itu
banyak penelitian dilakukan diantaranya ditemukan bahwa semen glass ionomer dapat
digunakan sebagai bahan penutup permukaan oklusal dengan tehnik dan manipulasi lebih
sederhana daripada resin komposit karena dapat berikatan langsung dengan email, dentin dan
sementum secara fisik. Walaupun telah diupayan semaksimal mungkin untuk mencegah
terjadinya karies pada permukaan oklusal gigi molar satu permanen, tetapi banyak ditemukan
lesi karies kecil pada pit dan fisur yang dalam (Waggoner, 1991; Kilpatrick, 1996; Yoga,
1997).
Restorasi Preventif Resin sebagai Alternatif Restorasi Pencegahan Karies pada Pit dan
Fisur
Tujuan dari restorasi pencegahan adalah untuk menghentikan proses karies awal yang
terdapat pada pit dan fisur, terutama pada gigi molar permanen yang memiliki pit dan fisur,
seklaigus melakukan tindakan pencegahan terhadap karies pada pit dan fisur yang belum
terkena karies pada gigi yang sama. Pit dan fisur yang dalam dan sempit atau pit dan fisur
yang memiliki bentuk seperti leher botol, secara klinis merupakan daerah yang sangat mudah
terserang karies, karena sewaktu gigi disikat bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dijangkau
oleh bulu sikat gigi (Yoga, 1997).
Preventive resin restoration merupakan suatu prosedur klinik yang digunakan untuk
mengisolasi pit dan fisur dan sekaligus mencegah terjadinya karies pada pit dan fisur dengan
memakai tehnik etsa asam. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Simonsen pada tahun
1977, meliputi pelebaran daerah pit dan fisur kemudian pembuangan email dan dentin yang
telah terkena karies sepanjang pit dan fisur. Menurut Simonsen, terdapat tiga tipe bahan
restorasi pencegahan dengan resin (tipe A, tipe B dan tipe C) yang diklasifikasikan
berdasarkan pada perluasan dan kedalaman karies. Klasifikasi ini untuk menentukan bahan
restorasi yang akan dipakai (Simonsen 1980; Yoga, 1997).
Awalnya, bahan yang dipakai adalah bahan sealant tanpa partikel pengisi (unfilled) untuk tipe
A, resin komposit yang dilute untuk tipe B dan filled resin komposit untuk tipe C. Dengan
perkembangan tehnologi ditemukan bahan yang lebih tahan terhadap pemakaian,
pengerasannya diaktivasi sinar yakni resin komposit untuk gigi posterior. Generasi baru dari
bahan tersebut akan mempertinggi keberhasilan restorasi resin pencegahan. Selain resin
komposit, dipakai juga bahan tambal lain agar dapat didapat kekuatan yang lebih besar.
Seperti pada tehnik glass ionomer resin preventive restoration, glass ionomer preventive
restoration dan sealant-amalgam preventive restoration (Yoga, 1997).
Permukaan yang kering sangat penting untuk retensi bonding. Kontaminasi salivadan cairan
harus dihindarkan selama aplikasi sealant dan polimerisasi. Menurut Ferguson dan Ripa pada
tahun 1980 mengindikasikan bahwa isolasi dengan rubber dam menghasilkan retensi yang
lebih baik untuk sealant yang diaktivasi dengan sinar, tetapi tidka untuk bahan sealant
autopolimerisasi yang tanpa dilakukan tanpa bantuan asisten. Namun, menurut penelitian
Eidelman et al. (1983), tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian rubber dam
dengan gulungan kapas terhadap retensi fisur silen, yakni pemakaian rubber dam silen yang
beretensi penuh rata-rata antara 97% setelah 6 bulan dan 96% setelah 24 bulan sedangkan
isolasi dengan emmakai gulungan kapas rata-rata 99% silen yang beretensi penuh untuk 6
bulan dan 88% untuk 24 bulan.
Gambar 1. Tahapan tehnik restorasi preventif resin. (1) pemberian rubber dam, (2) hasil
preparasi kavitas, (3) pemberian etsa asam berupa gel selama 15 detik, (4) pemberian
dentin/enamel primer, (5) selapis tipis resin adhesive, (6) aplikasi resin komposit pada kavitas
Sumber : Strassler & Goodman, 2002
Pada pembuangan jaringan karies, maka daerah pit dan fisur yang buang adalah daerah yang
mengalami dekalsifikasi atau yang dicurigai telah terjadi karies dengan menggunakan round
bur kekuatan rendah. Daerah retnsi tidak diperlukan karena restorasi ini mendapatkan
perlekatan ke jaringan dengan tehnik etsa asam. Tujuannya adalah untuk membuang seluruh
jaringan karies dan struktur gigi seminimal mungkin. Selanjutnya dilakukan profilaksi
dengan pumis yang tidak mengandung fluor sehingga permukaan email benar-benar bersih
dan dibur sebelum dietsa. Sebagai alternatif untuk memperoleh tujuan yang sama, dapat
menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Dengan metode ini nilai retensi yang diperoleh
sebanding dengan metode menggunakan profilaksis pumis (Yoga, 1997).
Tahap selanjutnya adalah penetsaan asam menggunakan asam fosfat 37% yang diletakkan
pada permukaan email di oklusal gigi (pit dan fisur). Pengetsaan ini menghasilkan pori-pori
yag memungkinakan infiltrasi mikroskopis resin ke dalam permukaan gigi yang kemudian
resin akan berpolimerisasi dan membentuk ikatan dengan gigi (Simonsen 1980; Yoga, 1997).
Bentuk bahan etsa asam fosfat ada dua macam ayaitu larutan dan gel. Menurut Brown (1988)
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada penetrasi asam fosfat yang berbentuk larutan
atau gel pada pit dan fisur sehingga sama efektifnya karena mempunyai pola etsa yang mirip
dan keduanya tidak efektif membuang sisa debris dari pit dan fisur. Tetapi sehubungan
dengan kualitas panganan klinis yang lebih baik dianjurkan penggunaan bahan etsa bentuk
gel untuk aplikasi sealant.
Selanjutnya diletakkan selapis tipis bonding resin atau bonding dentin ke dalam preparasi
kavitas, kemudian diikuti dengan komposit posterior yang dicairkan untuk kavitas tipe B atau
bahan komposit posterior untuk tipe C yang dilanjtkan dengan penyinaran selama 60 detik.
Aplikasikan bahan sealant di atas daerah restorasi dan pit dan fisur sekitarnya yang telah
dietsa, kemudian disinar selama 40 detik. Untuk restorasi preventif resin tipe A hanya bahan
silen yang diaplikasikan pada permukaan oklusal termasuk enamel yang dipreparasi (Octiara,
2002).
Gambar 2. Hasil perawatan menggunakan tehnik restorasi preventif resin. (A) Gambaran
klinis lesi karies pada gigi premolar pertama rahang atas dan molar pertama (sebelum
perawatan), (B) folow up selama 5 tahun menujukkan hasil yang baik (sesudah perawatan)
Sumber : Strassler & Goodman, 2002
Pada ketiga tipe bahan di atas yaitu tipe A, tipe B dan tipe C sebagiman halnya sealant
memerlukan pemeriksaan ulangan setiap 6 bulan, karena walaupun terlihat baik tetapi
beberapa bulan kemudian kemungkinan terlihat lepasnya bahan tambal dari gigi, baik
sebagian amupun seluruhnya. Kontaminasi cairan adalah alasan yang paling sering
menyebabkan kegagalan bonding. Selain itu penyebab lainnya adalah berkurangnya resin
karena pemakaian. Keadaan ini dapat ditutupi dengan penambahan material pada kunjungan
ulang (Mathewson & Primosch, 1995).
Restorasi pencegahan dengan resin merupakan jawaban terhadap filosofi extension for
prevention pada teori preparasi amalgam kelas I, dimana bentuk preparasi kavitas harus
mencapai tepi lesi karies serta menyertakan pit dan fisur yang kemungkinan akan terkena
karies di masa yang akan datang. Perluasan ini menyebabkan pembuangan jaringan sehat gigi
yang cukup banyak dan ternyata preparasi amalgam konservatif justru melemahkan struktur
gigi (Mathewson & Primosch, 1995).
Perlekatan restorasi amalgam sebagai pengganti sealant pada permukaan oklusal disukai lebih
dari dua pertiga dokter gigi, alasan utamanya karena percaya bahwa amalgam sebagai bahan
restorasi permanen sedangkan sealant hanya restorasi sementara. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa amalgam sering membutuhkan penggantian restorasi. Restorasi
amalgam pada bagian oklusal yang bertahan selama 5 tahun pada gigi molar satu permanen
yaitu sebanyak 30% untuk pasien berusia 5-7 tahun dan 43% pada usia 7-9 tahun. Kerusakan
amalgma yang perlu penggantian karena terbentuknya kavitas perifer meningkat secara
signifikan. Hal ini disebabkan pada restorasi amalgam terbentuk celah mikro kira-kira 3 µm
di antara restorasi dengan dinding kavitas, sehingga menghasilkan kebocoran di sekitar
restorasi yang akhirnya menyebabkan terbentuknya karies (Hicks, 1984; Octiara, 2002).
Penelitian Houpt et al. (1982) menghasilkan 92% restorasi preventif resin beretensi sempurna
setelah 18 bulan dan 6% beretensi sebagian, insiden karies dilaporkan kurang dari 1% pada
gigi yang direstorasi selama 3 tahun. Retensi bahan resin sealant ini didapat dari kontak yang
rapat antara bahan resin dengan enamel yang dietsa (hubungan resin tag dan enamel yang
dietsa) sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro sepanjang permukaan antara enamel dan
resin yang akhirnya dapat menurunkan insiden akries sekunder (Houpt et al., 1982; Hicks,
1984; Octiara, 2002).