INDRIANI
D-III KEPERAWATAN/ 1B
indriindri534@gmail.com
Bahasa adalah media penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain. Dengan
bahasa kita menjadi lebih mudah untuk berkomunikasi dan memahami apa yang disampaikan
orang lain kepada kita. Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa
pemersatu bangsa. Kata-kata motivasi Soekarno yang pernah diutarakannya bahwa “bahasa
Indonesia bisa menjadi bahasa internasional” bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi
merupakan dorongan agar para generasi muda dapat mewujudkan cita-cita tersebut melalui
usaha kita bersama sehingga bahasa Indonesia dapat melekat dijiwa rakyat Indonesia. (Philia,
2011: 1).
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa saat ini kecintaan generasi muda terhadap bahasa
Indonesia sudah mulai luntur. Lunturnya kecintaan bahasa ini, dapat menghambat bahasa
Indonesia sebagai bahasa Internasional. Banyak penggunaan bahasa Indonesia yang
dicampuradukkan dengan bahasa asing (bahasa Inggris). Dalam berkomunikasi misalnya,
tidak jarang masyarakat Indonesia menjadikan bahasa asing (‘thank you’, ‘yes’, ‘gue’, ‘loe’,
‘saraghae’ dan bahasa asing lain) sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Karena, mereka
beranggapan bahasa Indonesia terlalu kaku dan kurang mengikuti perkembangan zaman,
sedangkan dengan berkomunikasi dengan bahasa asing lebih dianggap sebagai bahasa gaul
dan sudah mengikuti perkembangan zaman.
Stiani (2011: 35) menjelaskan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan
bahasa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
perkembangan bahasa adalah adanya bahasa daerah yang banyak digunakan untuk
berkomunikasi sehari-hari. Misalnya logat bahasa Jawa yang sudah melekat di rakyat Jawa
Timur. Mereka terbiasa menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi, baik dalam acara
formal maupun nonformal. Misalnya, dalam forum diskusi organisasi sekolah seperti ‘Yo
opo, rek?’ sudah menjadi kebiasaan, padahal seharusnya dalam acara forum diskusi
diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Terkadang juga
dicampuradukkan antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah seperti ‘Gimana se, rek?’
yang menjadikan bahasa Indonesia menjadi salah kaprah dan tidak sesuai dengan aturan baku
yang ada.