Anda di halaman 1dari 16

Laporan Pendahuluan

Osteomalacia

1. Definisi Osteomalacia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristik oleh
kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak
yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi
deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena
pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit). (Smeltzer. 2001:
2339) dikutip dalam Silfia, Dina. dkk, (2018)

Osteomalasia adalah manifestasi defisiensi vitamin D. Perubahan mendasar


pada penyakti ini adalah gangguan mineralisasi tulang, disertai meningkatnya osteoid
yang tidak mengalami mineralisasi. (Robins, 2007) dikutip dalam Silfia, Dina. dkk,
(2018)

Osteomalasia adalah penyakit pada orang dewasa yang ditandai oleh gagalnya
pendepositan kalsium kedalam tulang yang baru tumbuh. Istilah lain dari
osteomalasia adalah ”soft bone” atau tulang lunak. Penyakit ini mirip dengan rakitis,
hanya saja pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan pada lempeng epifisis (tempat
pertumbuhan tulang pada anak) karena pada orang dewasa sudah tidak lagi dijumpai
lempeng epifisis dikutip dalam Silfia, Dina. dkk, (2018)

2. Etiologi Osteomalacia
Umumnya penyebab utama adalah tidak cukupnya mineralisasi tulang
terutama kekurangan vitamin D. Ada berbagai kasus osteomalacia yang terjadi akibat
gangguan umum metabolisme mineral, antara lain :

a. Adanya malnutrisi

Kekurangan vitamin D yang berhubungan dengan asupan kalsium yang


jelek, terutama akibat kemiskinan, makanan kurang matang dan kurangnya
pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering
terjadi dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan juga kekurangan
dalam diet dan jauh dari sinar matahari.

b. Faktor resiko berkaitan dengan penyakit patologis.

Penyakit-penyakit patologik yang dapat memicu terjadinya osteomalacia


meliputi gagal ginjal kronik sehingga proses ekskresi/pembuangan kalsium akan
meningkat. Dengan begitu proses mineralisasi akan terhambat. Penyakit hati karena
organ hatinya tak mampu memroses vitamin D sehingga fase mineralisasi tidak
terjadi. terapi antikonvulsan berkepanjangan (fenitoin fenobarbital), dan gastrektomi.
Osteomalacia dalam hal ini terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium ataupun
kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh dikutip dalam Silfia, Dina. dkk,
(2018)

3. Patofisiologi Osteomalacia
Ada berbagai macam penyebab dari Osteomalasia yang umumnya
menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Faktor yang berbahaya untuk
osteomalasia adalah kesalahan diet, malabsobrsi, gastrectomi, GGK, terapi
anticonvilsan jangka lama (phenyton, phenorbar bital) dan insufisiensi vitamin D
(diet sinar matahari). Tipe malnutrisi (defisiensi vitamin D sering di golongkan dalam
hal kekurangan kalsium) terutama terjadi gangguan fungsi tetapi faktor dan
kurangnya pengetahuan tentang nutrisi juga dapat menjadi faktor pencetus hal itu
terjadi dengan frekuensi tersering dimana kandungan vitamin D dalam makanan
kurang dan adanya kesalahan diet serta kekurangan sinar matahari.

Defisiensi vitamin D menyebabkan penurunan kalsium serum, yang


merangsang pelepasan hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid
meningkatkan penguraian tulang dan ekskresi fosfat oleh ginjal. Tanpa mineralisasi
tulang yang adekuat, maka tulang menjadi tipis. Terjadi penimbunan osteoid yang
tidak terkristalisasi dalam jumlah abnormal yang membungkus saluran-saluran tulang
bagian dalam, hal ini menimbulkan deformitas tulang. Diperkirakan defek primernya
adalah kekurangan vitamin D aktif yang memacu absorbsi kalsium dari traktus
gastrointestinal dan memfasilitasi mineralisasi tulang. Pasokan kalsium dan fosfat
dalam cairan ekstrasel rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi, kalsium dan fosfat
tidak dapat dimasukkan ke tempat kalsifikasi tulang, sehingga mengakibatkan
kegagalan mineralisasi, terjadi perlunakan dan perlemahan kerangka tubuh dikutip
dalam Silfia, Dina. dkk, (2018)

4. Manifestasi Klinis Osteomalacia


Secara umum terdapat sepuluh tanda klinis utama dari osteomalsia yaitu
sebagai berikut:

a. Lemahnya tulang.

b. Nyeri tulang.

c. Nyeri tulang pelvis.

d. Nyeri tulang panjang.


e. Nyeri tulang belakang.

f. Kelemahan otot.

g. Hipokalsemia.

h. Tulang vertebra mengalami tekanan.

i. Pendataran pelvis.

j. Fraktur, baik secara jumlah dan mudahnya patah tulang

Umumnya gejala yang memperberat dari osteomalasia adalah :

a. Nyeri tulang dan kelemahan. Sebagai akibat dari defisiensi kalsium, biasanya
terdapat kelemahan otot, pasien kemudian nampak terhuyung-huyung atau
cara berjalan loyo/lemah. Nyeri tulang yang dirasakan menyebar, terutama
pada daerah pinggang dan paha.

b. Kemajuan penyakit, kaki terjadi bengkok (karena tinggi badan dan kerapuhan
tulang), vertebra menjadi tertekan, pemendekan batang tubuh pasien dan
kelainan bentuk thoraks (kifosis).

c. Penurunan berat badan.

d. Nyeri tulang dan nyeri tekan tulang.

e. Kelemahan otot.

f. Cara berjalan seperti bebek atau pincang.

g. Pada penyakit yang lebih lanjut, tungkai melengkung (karena berat tubuh dan
tarikan otot).

h. Vertebra yang melunak mengalami kompresi, sehingga mengalami


pemendekan tinggi badan dan merusak bentuk toraks (kifosis).

i. Sakrum terdorong ke bawah dan depan, pelvis tertekan ke lateral

(Silfia, Dina. dkk, 2018)


5. Pathway Osteomalacia

Gangguan gastrointestinal Gagal ginjal kronis

Absorbsi lemak terganggu Asidosis

Pembentukan vitamin D Kalsium yang terdapat


terganggu dalam tubuh
Kekurangan vitamin D
digunakan untuk
dan kalsium dalam diet
Penyerapan kalsium usus menetralkan asidosis
menurun

Kalsium ekstra sel berkurang

Transport kalsium ke tulang


terganggu

Demineralisasi tulang
osteomalasia

Perlunakan kerangka tubuh


Harga diri rendah

Berat badan dan tarikan Kompresi pada vertebra


tubuh
Pemendekan tinggi
Penekanan saraf
Tulang melengkung badan
vertebra
Deformitas
Resiko fraktur meningkat Nyeri punggung

Cara berjalan pincang


Gangguan mobilitas fisik Nyeri
Resiko cedera

(Silfia, Dina. dkk, 2018)

Gangguan mobilitas fisik


6. Pemeriksaan Penunjang Osteomalacia
a. Pemeriksaan Diagnostik
Foto Rontgen, pada sinar-x jelas terlihat demineralisasi tulang
secara umum. Pemeriksaan vertebra memperlihatkan adanya patah tulang
kompresi tanpa batas vertebra yang jelas. Pada radiogram, osteomalasia
tampak sebagai pengurangan densitas tulang, terutama pada tangan,
tengkorak, tulang iga dan tulang belakang.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil lab memperlihatkan kadar kalsium serum dan fosfor yang rendah
dan peningkatan moderat kadar alkali fosfatase. Ekskresi kreatinin dan
kalsium urine rendah serta biopsi tulang yang menunjukkan peningkatan
jumlah osteoid. (Silfia, Dina. dkk, 2018)

7. Penatalaksanaan Osteomalacia
a. Penatalaksanaan Medik

1) Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan


vitamin D 200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian
dilanjutkan dengan 1.600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6
bulan.

2) Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat diobati


dengan mengonsumsi 1,25-dihydroxy vitamin D.

b. Penatalaksanan non medik


1) Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah
memperbanyak konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas
(pembentuk tulang) bisa bekerja lebih keras lagi. Selain mengkonsumsi
sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri, daging, yogurt. Konsumsi
suplemen kalsium sangatlah disarankan.
2) Jika kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak
konsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan
susu. Untuk membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah
sering berjemur di bawah sinar matahari pagi antara pukul 7 - 9 pagi
dan sore pada pukul 16 - (Silfia, Dina. dkk, 2018)
8. Komplikasi Osteomalacia
Pada anak-anak jika penyakit ini tidak segera diobati maka
pertumbuhannya akan terhalang, anak jadi lambat untuk duduk, merangkak
dan berjalan. Berat tubuhnya mungkin akan membengkokan lutut, tulang serta
persendian lainya sehingga menyebabkan kaki O (genu varum), dada busung
(pigeon chest) dan lutut bengkok ke dalam (genu valgum). Pada orang dewasa
kelemahan tulang menimbulkan resiko fraktur. Os vertebrata yang melunak
akan tertekan menjadi pendek sehingga orang itu akan berkurang tingginya
atau cebol. Trunkus yang memendek, sehingga mengubah bentuk toraks
disebut kifosis dimana terlihat bungkuk dan skoliosis. (Silfia, Dina. dkk,
2018)

8. Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola
ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan nyeri
(jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat dan fakto
pencetus) kram atau kelemahan.

Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang


dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diasnotik.

a. Anamnesis

1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal
orang yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status kesehatan
dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit
diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi
instabilitas ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya asupan
kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi. Bagaimana
menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,D, kalsium, serta protein
yang merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas
sehari-hari. Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat menimbulkan
regangan otot dan trauma lainya. Kurangnya melakukan aktivitas
mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapt timbul pada
olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan dapat timbul
akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu
di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada
sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,tongkat ataupun walker).
7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu.
Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskulokeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwaya artritis osteomielitis.
8. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat
trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau
berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya atau berulang. Perlu ditanyakan
pula tentang ada tidak gangguan pada sistem lainnya kaji klien untuk
mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi fasilitas
kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh
darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan
dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang
menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah
nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak
merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi
pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada
osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri
makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada bursa dan
tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang
saat istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan obat tersebut.
b) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi
seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari.
Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat
pada pagi setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan
suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya
meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasmen
otot.
c) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera
pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada
awal serangan, tetepi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan
istirahat dan meninggikan bagian tubuh,ada yang dipasang gips. Identifikasi
apakah ada padas atau kemerahan karen tanda tersebut menunjukan adanya
inflamasi,infeksi atau cedera.
d) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin
memburuk. Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk,tongkat dll).

Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan
nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,tumor atau
fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi. (Silfia, Dina. dkk, 2018)

b. Pemeriksaan fisik

1. Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :

a) Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh


penyakit sendi
b) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
tumor tulang
c) Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar
dengan anatomis
d) Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi
teraba krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah
tulang

2. Pengkajian tulang belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

a) Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


1) Bahu tidak sama tinggi
2) Garis pinggang yang tidak simetris
3) Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital,
atau akibat kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis
b) Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi
pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
c) Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan
lordosis biasa di temukan pada wanita hamil

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk
melihat seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang
belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan
anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan
setiab perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya
simetris. Kesimetrisan bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa
pada posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan. (Silfia, Dina.
dkk, 2018)

c. Pengkajian sistem persendian


Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik
aktif maupun pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus
untuk evakuasi gerak sendi.
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan
ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas
skeletal, patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi.
Tempat yang sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai inegritas sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen
yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan
sendi yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi
terdapat benjolan yang khas di temukan pada pasien :

1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon


2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang
akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal
sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut. (Silfia, Dina. dkk, 2018)

d. Pengkajian sistem otot


Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan
koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia
grafis,poliomielitis dan distrofi otot. (Silfia, Dina. dkk, 2018)

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara


pasif. Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur
dengan minta pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan.
Musalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan
sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh
perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki
dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.

Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran


akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan
ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar
ektremitas pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan
istirahat.

Gradasi Ukuran Kekuatan Otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi


1 (trace) Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan
2 (poor)
sendi (range of motion, ROM) secara penuh
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan
3 (fair)
melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan
4 (good)
tingkat sedang
5 Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat
(normal) melawan gravitasi dan tahanan
e. Pengkajian Cara Berjalan

Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan

Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,


pasien hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien
dengan penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar. (Silfia,
Dina. dkk, 2018)
B. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf spinal
2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan

Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran

(Silfia, Dina. dkk, 2018)

C. Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)

Diagno Tujuan dan


No Intervensi Rasional
sa Kriteria Hasil
1 Nyeri Tujuan : 1. Pantau tingkat dan 1. Tingkat dan
b/d Setelah intensitas nyeri intensitas nyeri
2. Lakukan
proses dilakukan merupakan data
imobilisasi
pelunak perawatan klien besar yang
3. Ajarkan teknik
an melaporkan dibutuhkan perawat
relaksasi (nafas
tulang nyeri berkurang sebagai pedoman
dalam)
atau hilang 4. Kolaborasi pengambilan
Kriteria hasil : pemberian intervensi, sehingga
 Skala nyeri analgesik sesuai setiap perubahan
0–4 program terapi hqarus terus
 Tidak dipantau.
adanya 2. Imobilisasi dapat
Grimace membantu
 Tidak meringankan tugas
adanya tulang dalam
Gerakan mempertahankan
melokalisir postur tubuh
nyeri sehingga tidak
terjadi kekakuan
daerah sekitar yang
menyebabkan nyeri.
3. Teknik relaksasi
(nafas dalam) dapat
membantu
menurunkan tingkat
ketegangan
sehingga diharapkan
tekanan otot – otot
sekitar daerah
cedera menurun
4. Analgesik berfungsi
untuk melakukan
hambatan pada
sensor nyeri
sehingga sensasi
nyeri pada klien
berkurang.
2 Hambat Tujuan : 1. Lakukan 1. Imobilisasi dapat
an Setelah imobilisasi mengurangi
2. Ajarkan
mobilit dilakukan pergerakan daerah
penggunaan alat
as fisik perawatan, klien cedera sehingga
bantu berpindah
b/d dapat tidak terjadi
3. Jelaskan pada
ganggu melakukan kerusakan yang
pasien tentang
an cara mobilisasi berlanjut, hal ini
pentingnya
berjalan dengan atau juga dapat
pembatasan
tanpa bantuan membantu
aktivitas
perawat 4. Latihan ROM menopang berat
Kriteria hasil : aktif dan tubuh.
2. Klien mungkin baru
 Klien dapat perpindahan
mengenal dan tidak
melakukan maksimal 2 kali
dapat menggunakan
ROM aktif dalam sehari
5. Anjurkan alat bantu mobilitas
 Klien dapat
partisipasi aktif seperti kruk atau
berpindah
sesuai kemampuan walker sehingga
dengan
dalam kegiatan peran perawat
bantuan alat
sehari - hari adalah memberikan
pendidikan tentang
cara
penggunaannya.
3. Klien mungkin
tidak mengerti
mengenai tujuan
pembatasan gerak,
sehingga perawat
harus memberikan
penyuluhan tentang
pentingnya
pembatasan
aktivitas pada
pasien cedera.
Pemahaman klien
memungkinkan
peningkatan daya
kooperatif.
4. Latihan ROM dapat
mencegah
penurunan masa
otot, kontraktur dan
peningkatan
vaskularisasi.
Sehingga tidak
timbul komplikasi
yang tidak
diharapkan.
5. Partisipasi aktif
dapat membantu
pemulihan
kesehatan dan
melatih kekuatan
otot, sehingga
diharapkan klien
dapat
mempertahankan
kekuatannya.

3 Resiko Tujuan : 1. Ajarkan klien 1. Klien dimungkinkan


cedera Setelah untuk tidak mengerti cara
berhub dilakukan mempergunakan penggunaan alat
ungan perawatan, alat bantu bantu mobilisasi,
dengan diagnosa mobilisasi. sehingga perawat
2. Sarankan untuk
kehilan keperawatan dapat mengajarkan
melakukan
gan tidak menjadi klien agar kllien
aktivitas sesuai
integrit aktual dapat
kemampuan dan
as Kriteria hasil : mengkompensasi
batasi aktivitas
tulang -Klien tidak ketidakmampuanny
yang berlebihan
mengalami a.
2. Pembatasan
cedera
aktivitas diperlukan
-Stabilisasi
agar tulang tidak
tubuh dapat
bekerja terlalu berat.
dipertahankan Kerja berat dapat
meningkatkan
kontraksi otot
sehingga
dimungkinkan
memperparah
deformitas.

4 Harga Tujuan : 1. Dorong ekspresi 1. Ekspresi emosi


diri Kriteria hasil : ketakutan, membantu klien
rendah  Klien perasaan negatif mulai menerima
berhub menunjukka dan kehilangan kenyataan dan
ungan n perilaku bagian tubuh. realita, dalam hal ini
2. Berikan
dengan adaptasi perawat membantu
lingkungan yang
perubah  Klien mempercepat proses
terbuka pada
an menyatakan berduka.
pasien untuk 2. Penerimaan terbuka
penamp penerimaan
mendiskusikan perawat dapat
ilan pada situasi
masalah yang memberikan
peran. ini.
dialami. lingkungan
3. Dorong partisipasi
psikologis yang
dalam aktivitas
nyaman bagi pasien
sehari – hari.
sehingga
4. Kaji dan
kepercayaan pasien
tingkatkan derajat
pada perawat
dan dukungan
meningkat dan
yang ada untuk
berdampak pada
pasien.
tingkat kooperatif
klien.
3. Meningkatkan
kemandirian dan
meningkatkan
perasaan harga diri.
Diharapkan klien
memiliki presepsi
positif terhadap
dirinya dengan
kemandirian yang
klien lakukan.
4. Dukungan keluarga,
kerabat ataupun
sahabat terhadap
klien sangat
diperlukan sehingga
perawat harus dapat
mengkaji dan
melakukan
intervensi agar
dukungan terhadap
klien dapat
meningkat.

(Silfia, Dina. dkk, 2018)

DAFTAR PUSTAKA

Asmin Yasih.2000.Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner &


Suddarth.Jakarta : EGC

Doenges, E, Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan


keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC, 1999

Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta : EGC, 1998

Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC

Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Sistem


Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish

Robbins, Kumar. Buku Ajar Patofisiologi II. Edisi 4. Jakarta: EGC, 1995
Suratun,dkk.2008. Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan
Keperawatan.Jakarta : EGC

Smeltzer & Brenda G. bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8.
Jakarta : EGC, 2002

Silfia, Dina. dkk. 2018. MAKALAHKONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN


OSTEOMALACIABLOK MUSKULOSKELETAL.
https://www.academia.edu/38630204/Makalah_osteomalacia_fix.
1 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai