Makalah Konservasi Laut (Konservasi Habitat) Fix
Makalah Konservasi Laut (Konservasi Habitat) Fix
KONSERVASI LAUT
Konservasi Habitat
L022172001
Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
Makassar
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Atas segala karunia
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis
bias di sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya ini.
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber daya laut
yang telah dimanfaatkan secara turun temurun. Peningkatan kebutuhan hidup
manusia dan semakin sempitnya lahan daratan menjadikan laut sebagai
alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bebarapa tahun terakhir ini
pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara besar-besaran sehingga
menimbulkan efek negatif berupa kerusakan lingkungan.
Semakin meningkatnya pembangunan disegala bidang serta
meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan terhadap
pencemaran pesisir dan laut serta ancaman kerusakan lingkungan habitat
organsime di perairan laut meliputi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu
karang akibat dari ekploitasi berlebihan yang dilakukan oleh manusia tanpa
memperhatikan daya dukung lingkungan, akan menimbulkan dampak negatif
terhadap kelestarian sumberdaya alam tersebut bagi generasi mendatang.
Sebagai contoh penebangan kawasan hutan mangrove sebagai lahan tambak
dan permukiman, limbah industri yang berasal dari daratan yang terbuang kelaut
melalu aliran sungai dan pengambilan biota laut dengan menggunakan cara-cara
yang merusak yang akan berdampak bagi lingkungan habitat organisme dilaut
(Guntur, 2000)
Dengan demikian, diperlukan upaya-upaya yang komprehensif baik dari
pihak pemerintah, non-pemerintah, dan masyarakat demi tercapainya
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat saat ini
dengan kesinambungan ketersediaan sumberdaya pesisir dan laut untuk
generasi mendatang. Pembangunan wilayah pesisir dan laut serta pemanfaatan
sumberdaya alam yang ada didalamnya perlu memperhatikan kelestarian fungsi
dan ekosistemnya dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan dan
pemanfaatan yang tepat tanpa merusak lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya
secara optimum harusnya mengacu pada konsep pengelolaan berbasis ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sehingga, pengetahuan prinsip-prinsip biologi,
ekologi dan habitat dari biota tersebut perlu dipelajari dan dimengerti. Aplikasi
riilnya yaitu diselenggarakannya suatu program pemanfaatan, pengelolaan dan
pengembangan laut dan wilayah pesisir terpadu, baik pada tingkat kabupaten,
propinsi, nasional, subregional, regional maupun global secara berkelanjutan.
Salah satu upayanya adalah dengan metode konservasi atau perlindungan
(Arbi, 2016).
Maksud dari penyusunan konsep pengelolaan kawasan konservasi
habitat laut adalah dalam rangka upaya konservasi dan pelestarian sumberdaya
alam laut melalui konsep pengelolaan yang terencana dan terpadu untuk
menunjang pembangunan wilayah pesisir dan laut yang berwawasan lingkungan.
Sedangkan tujuan penyusunan konsep pengelolaan kawasan konservasi laut
adalah sebagai pedoman dan arahan bagi pemerintah, Masyarakat dan Dunia
Usaha tentang lokasi-lokasi yang perlu dilindungi dan dilestarikan berdasarkan
Peraturan perundangan yang berlaku, sehingga dapat diwujudkan kelestarian
ekosistem laut yang berkelanjutan bagi generasi mendatang
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai konservasi habitat,
landasan hukum terkait serta bentuk-bentuk konservasi yang ada di Indonesia.
II. Pembahasan
A. Konservasi
Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha
pengelolaan yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya
alam sehingga dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara
berkelanjutan untuk generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara
potensinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi
generasi yang akan datang. Berdasarkan pengertian tersebut, konservasi
mencakup berbagai aspek positif,yaitu perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan
secara berkelanjutan, restorasi, dan penguatan lingkungan alam. Pengertian
tersebut juga menekankan bahwa konservasi tidak bertentangan dengan
pemanfaatan aneka ragam varietas, jenis dan ekosistem untuk kepentingan
manusia secara maksimal selama pemanfaatan tersebut dilakukan secara
berkelanjutan.
Menurut UU No.23 Tahun 1997, pengertian konservasi sumberdaya
alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin
pemanfaatan secara bijaksana dan sumberdaya alam terbaharui untuk
menjamin kesinambungan ketersediaanya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya. Dalam undang-undang
tersebut pengertian konservasi terkait dengan sumberdaya alam yang terdapat
dalam lingkungan hidup. Oleh karenanya konservasi pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan dalam pemakaiannya dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Hal
ini secara jelas dapat dilihat dari defenisi lingkungan hidup (Undang-Undang
No.23 Tahun 1997 ), yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.
Dalam UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya, telah ditetapkan adanya pengelolaan kawasan koservasi laut,
yaitu suatu wilayah perairan laut, termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mencakup tumbuhan dan hewan didalamnya, serta termasuk bukti peningglan
sejarah dan sosial-budaya di bawahnya, yang dilindungi secara hukum atu cara
lain yang efektif, baik dengan melindungi seluruh atau sebagian wilayah tersebut.
Selain itu dalam PP No. 60 Pasal 1 menjelaskan Konservasi ekosistem adalah
upaya melindungi,melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai
habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang
akan datang. Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh
pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari
kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan
untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi
keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting.
1. Derah Estuaria
Usaha konservasi ekosistem eustaria dapat dilakukan diantaranya dengan
melarang penduduk yang berada di wilayah aliran sungai untuk tidak membuang
sampah sembarangan ke dalam sungai. Selain itu dengan pelarangan terhadap
pengerukan daerah muara untuk mengambil sumber dayanya. Misalnya
pengerukan pasir, batu, ataupun hal-hal lain yang dapat merusak muara sungai.
Penyuluhan terhadap masyarakatpun penting dilakukan sebagai upaya preventif
terhadap kerusakan ekositem estuaria ini. Cara lain yang harus ditempuh adalah
(a) Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
(b) Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
(c) Konservasi Hutan Mangrove
2. Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah
pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena
merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.
Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi
produktivitasnya yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem
pesisir. Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai
berikut:
(a) Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis
krustasea, ikan, burung, biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan
tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan
semut, dan berbagai hidupan lainnya;
(b) Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan
angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi
air laut;
(c) Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala
macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami
ikan dan binatang laut lainnya;
(d) Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan
pengolahan limbah organik;
(e) Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan,
udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena
adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove;
(f) Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu;
(g) Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi.
Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan
pembangunan yang masih cenderung menitik beratkan bidang ekonomi.
Semakin banyak manfaat dan keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka
semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan Eksploitasi
dan degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan ekosistem
kawasan pantai seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu karang,
keanekaragaman ikan, hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan
punahnya berbagai jenis flora dan fauna langka, barulah muncul kesadaran
pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem
kawasan pantai. Pada saat ini telah terjadi konversi ekosistem mangrove menjadi
lahan pertanian, perikanan (pertambakan), dan pemukiman yang tersebar hampir
di seluruh Indonesia. Padahal kekayaan flora dan faunanya belum diketahui
secara pasti, begitu pula dengan berbagai hal yang terkait dengan keberadaan
ekosistem mangrove tersebut.
Ekosistem mangrove di Indonesia berdasarkan status peruntukannya
dapat dikelompokkan menjadi: (a) kawasan konservasi dengan peruntukan
sebagai cagar alam, (b) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai suaka
margasatwa, (c) kawasan konservasi perlindungan alam, (d) kawasan konservasi
jalur hijau penyangga, (e) kawasan hutan produksi mangrove, dan (f) kawasan
ekosistem wisata mangrove.
a. Konservasi Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting,
karena selain mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan
mangrove adalah sebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah,
daerah asuhan, mencari makan dan sebagai tempat pemijahan. Secara fisik,
hutan mangrove dapat berperan sebagai filter sedimen yang berasal dari daratan
melalui sistem perakarannya dan mampu meredam terpaan angin badai. Secara
ekonomis, dalam konser-vasi hutan mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis
sangat tinggi. langkah-langkah penanganan konservasi ekosistem mangrove.
Adapun beberapa tujuan dari konservasi mangrove adalah :
a. Melestarikan contoh-contoh perwakilan habitat dengan tipe-tipe
ekosistemnya.
b. Melindungi jenis-jenis biota (dengan habitatnya) yang terancam punah.
c. Mengelola daerah yang penting bagi pembiakan jenis-jenis biota yang
bernilai ekonomi.
d. Memanfaatkan daerah tersebut untuk usaha rekreasi, pariwisata,
pendidikan dan penelitian.
e. Sebagai tempat untuk melakukan pelatihan di bidang pengelolaan
sumberdaya alam.
f. Sebagai tempat pembanding bagi kegiatan monitoring tentang akibat
manusia terhadap lingkungannya.
3. Ekosistem Lamun
Lamun (Seagrass merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga yang
terdapat di perairan pantai dangkal yang mampu beradaptasi sepenuhnya dalam
perairan laut. Kadang-kadang membentuk komunitas yang lebih hingga
merupakan padang lamun (seagrass bed) yang cukup luas. Padang lamun
merupakan salah satu ekosistem utama pada perairan dangkal yang sangat
kompleks dan merupakan sumberdaya laut yang cukup potensial, karena
memiliki fungsi fisik, ekologis dan ekonomis yang sangat penting. Fungsi ekologis
padang lamun diantaranya adalah sebagai daerah asuhan, daerah pemijahan,
daerah mencari makan, dan daerah untuk mencari perlindungan berbagai jenis
biota laut seperti ikan, crustasea, moluska, echinodermata, dan sebagainya
Tumbuhan lamun itu sendiri merupakan makanan penting dugong (Dugong
dugon) dan penyu hijau (Chelonia mydas) dan bertindak sebagai “jebakan
sedimen dan nutrient” Lamun juga mendukung kehidupan banyak jenis herbivor
dan detritivor yang menjadi dasar dalam rantai makanan dilautan. Lamun
memiliki sistem perakaran dan rhizoma yang intensif. Sistem rhizoma
membentuk daun lamun menjadi lebat, sehingga dapat mengurangi gerakan air
serta mengendapkan partikel tersuspensi ke dasar perairan. Lamun dapat pula
menghasilkan bahan organik melalui daun yang telah membusuk serta melalui
organisme yang hidup di lamun seperti epifik dan fitoplankton. Padang lamun
dapat pula berperan sebagai peredam ombak alami yang dapat menghambat
pergerakan air membuat perairan di daerah tersebut menjadi tenang. Keadaan
tersebut dapat menjaga pantai dari proses abrasi. Padang lamun dapat berfungsi
sebagai perangkap sedimen dan menstabilkan dasar perairan di bawahnya.
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di perairan yang cukup
rentan terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga mudah mengalami kerusakan.
Ekosistem lamun juga sering dijumpai berdampingan atau saling tumpang tindih
dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Bahkan terdapat interkoneksi
antar ketiganya, dimana ekspor dan impor energi dan materi terjadi diantara
ketiganya. Ada ikan jenis-jenis tertentu dapat berenang melintas batas dari satu
ekosistem ke ekosistem lainnya.
Karena fungsi lamun tak banyak dipahami, banyak padang lamun yang
rusak oleh berbagai aktivitas manusia. Luas total padang lamun di Indonesia
semula diperkirakan 30.000 km2, tetapi diperkirakan kini telah menyusut
sebanyak 30 – 40 %. Kerusakan ekosistem lamun antara lain karena reklamasi
dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan
cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing).
Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten misalnya, telah
melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari ( DKI
Jakarta) telah berkurang sebanyak 25 % dari tahun 1999 hingga 2004.
Kerusakan lamun juga dapat disebabkan oleh natural stress dan
anthrogenik stress. Kerusakan-kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan
oleh natural stress biasanya disebabkan oleh gunung meletus, tsunami,
kompetisi dan predasi. Anthrogenik stress bisa disebabkan :
a. Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.
b. Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam
memperoleh sinar matahari).
c. Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak
memupuk tambak).
d. Water polution (logam berat dan minyak).
e. Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara
penangkapannya yang merusak).
· Pencemaran pupuk
mengakibatkan eutrofi kasi di perairan
padang lamun & sekitarnya.
Pengelolaan hak ulayat laut juga terapat di Maluku, dan dikenal dengan
nama petuanan laut. Petuanan laut merupakan wilayah laut yang
pengelolaannya dilakukan oleh desa. Olehkarena itu batas Petuanan laut sesuai
dengan batas desa yang ada di darat. Pengelolaan dengan cara mengharuskan
orang dari luar desa yang akan menangkap ikan dan sumber daya laut lainnya
(termasuk pasir laut) di wilayah Petuanan laut harus mengajukan izin lebih
dahulu kepada kepala desa Aturan ini bertujuan untuk melindungi sumber daya
dari penangkapan lebih dan dari kerusakan, sekaligus untuk mendapatkan uang
retribusi, sebab pemohon izin diwajibkan membayar retribusi kepada desa yang
jumlahnya disesuaikan dengan jenis alat tangkap yang digunakan. Keharusan
minta izin itu tidak diperlukan jika alat tangkap yang digunakan bersifat
tradisional, seperti pancing dan panah
2. Konservasi Habitat Penyu Hijau di Kepulauan Derawan
Sepanjang hidup penyu laut melakukan pergerakan dari satu tempat ke
tempat lain. Migrasi penyu laut merupakan fenomena alam untuk memenuhi
kebutuhan biologis, seperti: mencari pakan, beristirahat, menemukan pasangan,
kawin dan mendapatkan lokasi untuk bersarang. Pergerakan penyu secara
periodik ini mampu menempuh jarak ribuan kilometer melintasi samudera dan
melewati batas negara.
Penyu hijau adalah salah satu spesies penyu laut yang mampu
bermigrasi melintasi 80 negara (IUCN, 2002). Sepanjang jalur migrasi baik di
perairan tropis dan sub tropis penyu hijau mengalami eksploitasi kecuali di Zona
Atlantic Oceans. Hasil penelitian Seminoff et al. (2003) pada 32 lokasi peneluran
di seluruh dunia dilaporkan penurunan populai penyu hijau sebesar 48% hingga
67% selama tiga generasi. Dari hasil pendugaan populasi penyu hijau ini
kemudian mengelompokkan penyu hijau sebagai endangered species. Berbeda
halnya dengan wilayah Indonesia yang berada di Indian Ocean dan Southeast
Asia, penurunan populasi penyu hijau rata-rata 80%. Red Data Book-IUCN
menerangkan jika penurunan populasi suatu spesies mencapai 80% selama 10
tahun atau tiga generasi maka spesies diklasifikasikan pada status critically
endangered species.
Penyebab penurunan populasi secara drastis dibenarkan oleh Sarjana
Putra (1996), Troeng (1997) bahwa eksploitasi penyu hijau tertinggi di dunia
berada diwilayah Indonesia. Tingginya tingkat eksploitasi yang dilakukan
masyarakat Indonesia telah mempercepat laju kepunahan penyu hijau.
Umumnya penangkapan induk terjadi di laut lepas dan pemanenan telur di
sekitar pantai peneluran. Jika penangkapan induk dan pemanenan telur penyu
secara berlebihan dan berlangsung terus-menerus selama beberapa decade
berakibat pada kepunahan populasi
F. Studi Kasus