Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Senin, 21 Oktober 2019

Biokimia Umum Waktu : 13.00 – 15.00


PJP : Puspa Julistia Puspita
Asisten : Faricha Eka Ariani
Dewi Puja Delita S.

ENZIM III
Kelompok 4

Rhino Chandra Mukti J3L118121


Fransiska Amartia Padmoko J3L118117
Anif Fahreza J3L118128
Lis Aismalasari J3L118073
Nani Septiani J3L118108
Rahmagita Alzadratunnisa J3L118099
Randito Ikhwanus Shafa J3L118161

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Amilase merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan


bioteknologi. Enzim α-amilase termasuk dalam jenis enzim hidrolase karena
memerlukan air dalam memecah ikatan spesifik α-1,4-glikosidik. Enzim amilase dapat
memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Salah satu enzim
yang bereperan penting dalam tubuh adalah enzim amilase. Enzim amilase berfungsi
dalam proses pencernaan makanan khususnya ketika berada di dalam mulut. Enzim
amilase berfungsi untuk memecah molekul karbohidat menjadi senyawa yang lebih
sederhana sehingga memudahkan untuk proses pencernaan berikutnya. Enzim amilase
dapat bekerja maksimal pada suhu, pH, serta konsentrasi yang optimum (Iman 2005).
Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga
macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat dalam
saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang
terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini memecah bagian
dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006). Enzim amilase memiliki
beberapa karakteristik, diantaranya :

1. Enzim amilase dapat mengubah kecepatan reaksi, artinya enzim tidak mengubah
produk akhir yang dibentuk atau mempengaruhi keseimbangan reaksi, hanya
meningkatkan laju suatu reaksi.
2. Enzim bekerja secara spesifik, artinya enzim hanya mempengaruhi substrat tertentu
saja. Misalnya, enzim amilase hanya mampu menghidrolisis amilum menjadi
maltosa atau gula lainnya.
3. Enzim amilase merupakan protein. Oleh karena itu, enzim amilase memiliki sifat
seperti protein. Antara lain bekerja pada suhu optimum, umumnya pada suhu
kamar. Enzim amilase akan kehilangan aktivitasnya karena pH yang terlalu asam
atau basa kuat, dan pelarut organik. Selain itu, panas yang terlalu tinggi akan
membuat enzim terdenaturasi sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana
mestinya.
4. Enzim amilase juga merupakan biokatalisator. Enzim dalam jumlah sedikit saja
dapat mempercepat reaksi beribu-ribu kali lipat, tetapi ia sendiri tidak ikut bereaksi.
5. Enzim bekerja secara bolak-balik. Reaksi-reaksi yang dikendalikan enzim dapat
berbalik, artinya enzim tidak menentukan arah reaksi tetapi hanya mempercepat
laju reaksi sehingga tercapai keseimbangan. Enzim dapat menguraikan suatu
senyawa menjadi senyawa-senyawa lain. Atau sebaliknya, menyusun senyawa-
senyawa menjadi senyawa tertentu.
6. Enzim amilase dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja enzim amilase adalah suhu, pH, aktivator (pengaktif), dan
inhibitor (penghambat) serta konsentrasi substrat.
7. Enzim amilase bersifat termolabil. Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh suhu.
Jika suhu rendah, kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu, reaksi kimia yang
dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu terlalu tinggi, enzim akan
mengalami denaturasi.
8. Bahan tempat kerja enzim disebut substrat dan hasil dari reaksi disebut produk.
Dengan demikian enzim dapat digunakan kembali untuk mengkatalisis reaksi yang
sama, terutama enzim amilase saat menghidrolisis amilum menjadi maltosa.

Kerja enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa factor, terutama adalah


substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH
(tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang
dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah, diluar suhu atau
pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau struktur akan mengalami
kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja
enzim amilase juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan ativasi enzim, sedangkan activator adalah yang meningkatkan aktifitas
enzim (Wirahadikusumah 1989). Menurut Cartono (2004) ada dua mekanisme kerja
yang terdapat pada enzim, yakni :

a. Teori kunci dan anak kunci (oleh Emil Fischer) Mekanisme kerjanya adalah enzim
dimisalkan sebagai kunci gembok karenamempunyai lubang (sisi aktif) yang akan
berkaitan dengan substrat yang dimisalkan dengan anak kuncinya.

b. Teori Iduksi pas (oleh Daniel Khasland)


Mekanisme kerjanya, permukaan e nzim tidak cocok dengan substrat. Oleh karena itu,
saat substrat berkaitan dengan enzim, substrat akan menggunakan bentuk molekul
enzim menjadi sesuai dengan subdtrat. Sisi aktif dapat diubah oleh substrat karena sisi
aktif enzim bersifat fleksibel.

Amilase adalah enzim hidrolase glikosida yang mengkatalisis pemecahan pati


menjadi maltose dan gula lainnya (Souza et al 2010; Elhadi et al 2011). Menurut Shipra
et al (2011), jenis amilase yang terdapat pada sativa adalah αamilase. α-Amilase
memiliki struktur tiga dimensi yang mampu mengikat substrat yang menyebabkan
kerusakan ikatan glikosidik antara amilosa dan amilopektin. Salah satu zat yang dapat
berfungsi sebagai aktivator atau inhibitor dalam proses katalisis amilase adalah ion
logam. Amilase saliva merupakan enzim penting didalam pencernaan yang dihasilkan
oleh kelenjar ludah. Amilase saliva dapat menguraikan polisakarida menjadi
monosakarida. Hasil hidrolisis oleh amilase terutama berupa maltosa, sebagian kecil
berupa limit dekstrin, maltotriosa, dan glukosa. Hasil hidrolisis tersebut saat
berkumulasi dengan bakteri, dapat mengakibatkan terjadinya proses demineralisasi
pada gigi dan kemudian menjadi karies. Secara umum, amilase adalah enzim,yakni
biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi
tanpa habis bereaksi) dalam suatu rekasi kimia. Hamper semua enzim merupakan
protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai
substrat dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang
berbeda, disebut produk. Ada tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase
dan γ amilase. Saliva (ludah) mengandung enzim α amilase. Enzim amilase air liur
berfungsi untuk memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum (Poedjiadi 2006).

Enzim α-Amilase menghidrolisis ikatan α-1,4 glukossidik amilosa, amilopektin


dan glikogen. Enzim ini bersifat sebagai endoamilase, yaitu enzim yang memecah pati
secara acak dari tengah atau bagian dalam molekul. Berat molekul α-amilase rata-rata
± 50 kd. Enzim ini mempunyai rantai peptida tunggal pada gugusan proteinnya dan
setiap molekul mengandung satu gram atom Ca. Adanya kalsium yang berikatan
dengan molekul protein enzim, membuat enzim α-amilase bersifat relatif tahan
terhadap suhu, pH, dan senyawa seperti urea (Suhartono 1989). Secara umum α-
amilase stabil pada pH 5,5 – 8,0 dan aktivitas optimum secara normal berada pada pH
4,8 – 6,5. Amilase dari Bacillus subtilis mempunyai pH optimum 6,0 dan suhu
optimum 60oC (Judoamidjojo 1989). Hidrolisis amilosa oleh α-amilase terjadi melalui
dua tahap, pertama adalah degradasi menjadi dekstrin yang terjadi secara acak.
Degradasi ini terjadi sangat cepat diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat.
Tahap kedua relatif sangat lambat dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai
hasil akhir (Suhartono 1989). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan
kadar pati yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau
jumlah gula pereduksi yang terbentuk (Judoamidjojo dkk. 1989). Pati bereaksi secara
kimiawi dengan iodium, reaksi ini terlihat sebagai warna biru kehitaman. Warna ini
terjadi bila molekul iodium masuk ke dalam bagian yang kosong pada molekul zat pati
(amilosa) yang berbentuk spiral. Bila zat pati ini telah diuraikan menjadi maltosa atau
glukosa, warna biru tidak terjadi karena tidak adanya bentuk spiral (Lay 1994).
Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur penurunan kadar pati yang
larut dengan menggunakan substrat jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju
reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam
larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno 1986).

β-Amilase (β-1,4 glukan malthohidrolase), memecah pati dari luar molekul dan
menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung non pereduksi pada rantai polisakarida. Bila
tiba pada ikatan α-1,6 glukosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen,
aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 glukosida dan
memiliki pH optimum antara 5 – 6. Glukoamilase (α-1,4 D-glukan glukohidrolase)
memecah ikatan α-1,4 dalam amilose, amilopektin, dan glikogen dari ujung gula non
pereduksi. Enzim ini dapat juga menghidrolisis ikatan α-1,6 dan α-1,3, meskipun
pemecahan ikatan tersebut sangat lambat. pH optimum enzim ini adalah 4-5
(Judoamidjojo 1989).

Pati yang belum terhidrolisis sempurna menjadi glukosa juga menghasilkan


produk berupa dekstrin. Saat ini produksi enzim amilase mencapai skala yang tinggi
yaitu menguasai sekitar 25% perdagangan enzim (Reddy, et al 2003). Industri yang
menggunakan amilase antara lain: dalam industri kertas untuk modifikasi pati menjadi
lem dan melepaskan kertas dinding; dalam industri detergen untuk mendegradasi
kotoran yang bersifat karbohidrat; dalam industri tekstil untuk memperhalus tekstur;
dalam industri pengobatan untuk membantu pencernaan., dan dalam industri roti dan
kue untuk mendegrasi pati menjadi gula sederhana yang menunjang pertumbuhan ragi.
Enzim amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan
mikroorganisme. Penggunaan enzim dari mikroorganisme memiliki beberapa
kelebihan diantaranya: lebih mudah isolasinya, lebih sederhana dibandingkan enzim
yang berasal dari tumbuhan maupun hewan dan dapat dikendalikan dengan baik pada
proses pembuatannya (Wang 1979).
Gambar 1. Struktur enzim amilase
METODE

Tempat dan Waktu

Praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 28 Oktober 2019, pukul 13.00 – 15.00
WIB di Laboratorium Gunung Gede Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Dalam praktikum kali ini dibutuhkan beberapa alat seperti Gelas Piala, Pipet
Tetes, Tabung Reaksi, Penjepit Kayu tabung reaksi, Rak Tabung Reaksi, Bulp Hitam,
pipet mohr, Bulp jingga, corong, kertas saring, papan porselen, dan penagas air.
Praktikum ini membutuhkan bahan seperti Aquades, Air liur, belimbing wuluh
(perangsang air liur), pereaksi iod, Pereaksi Benedict, pati matang dan pati mentah.

Prosedur Percobaan

Uji Hidrolisis Pati oleh Amilase Air Liur dilakukan dengan sebanyak 0.2 mL
air liur dimasukkan kedalam larutan pati atau kanji 1% kemudian dikocok dan disimpan
pada penangas air dengan suhu 37 ̊C. Selanjutnya setiap selang 5 menit dipindahkan
satu tetes bahan percobaan ke plat tetes dan ditetesi dengan pereaksi Iod. Percobaan
terus dilakukan sampai warna larutan sama dengan warna iodium. Kemudian pereaksi
Benedict tambahkan dan dipanaskan.
Uji Hidrolisis Pati Mentah oleh Amilase Air Liur dilakukan dengan
sebanyak 5 mL akuades ditambahkan pada tabung reaksi yang telah terisi sedikit
tepung pati, kemudian tabung dikocok. Sepuluh tetes saliva ditambahkan dan disimpan
pada suhu 37 ̊ C selama 20 menit. Filtrat disaring dan diuji terhadap produk hidrolisis
pati oleh amilase.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Amilase saliva adalah enzim yang terdapat daalam air ludah. Enzim ini bekerja
pada pati dan dextrin (atau juga glikogen) dan mengubahnya menjadi maltose, dengan
hasil antara yang larut yaitu amilo dekstrin, eritrodekstrin dan akrodekstrin. Saliva
merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva
mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar
90% dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan (Kidd 1992). Kelenjar jenis histologi sekresi
mengsekresikan saliva total pada manusia sebanyak 1.5 L per hari. Saliva terdiri atas
99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-,
dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin).
Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pati
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu amilosa yang merupakan polimer rantai lurus
yang terdiri dari ribuan glukosa dengan ikatan α 1,4 glukosida dan amilopektin yang
mengandung percabangan rantai akibat adanya ikatan α 1,6 glukosida di beberapa
bagiannya. Pati dapat ditemukan pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Pati
merupakan kelompok terbesar karbohidrat cadangan yang dimiliki oleh tumbuhan
sesudah selulosa Secara molekuler, pemecahan pati oleh enzim amilase dibantu oleh
residu asam amino pada sisi aktif enzim. Tahapan pertama merupakan pengikatan
substrat oleh asam aspartat 294. Tahap selanjutnya yaitu asam glutamat 219 dalam
bentuk asam akan mendonorkan proton ke oksigen pada ikatan glikosidik substrat.
Produk dari reaksi tersebut adalah sebuah ion oksokarbonium pada keadaan transisi
yang diikuti dengan pembentukan kovalen intermediet. Molekul H2O kemudian
menyerang ikatan kovalen antara oksigen dan residu asam aspartat 193. Asam glutamat
kemudian menerima H dari molekul H2O dan residu asam aspartat 193 membentuk
gugus hidroksil baru pada molekul glukosa (Nangin dan Sutrisno 2015). Pati dan
glikogen dihidrolisis sempurna oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam saluran
pencernaan, menjadi molekul unit pembangunnya yaitu D-glukosa bebas. Proses ini
dimulai dari mulut selama proses penguraian makanan, dengan bantuan enzim
amylase. Amylase pada air ludah bekerja memutuskan sejumlah ikatan α (1 4) glikosida
pati dan glikogen sehingga dihasilkan campuran senyawa maltose, glukosa dan
oligosakarida. Kue crakers lambat laun terasa manis sewaktu kita mengunyah karena
kandungan zat patinya yang semula tak berasa, dihidrolisa menghasilkan gula
(Lehninger 1994:6).
Perbandingan hidrolisis pati matang dan mentah dilakukan dengan dua uji yaitu
iod dan benedict. Uji iod terus dilakukan sampai tahap pada saat larutan hasil hidrolisis
sudah tidak menimbulkan warna biru dengan iodium (titik akromatik). Titik ini
membuktikan bahwa enzim amilase sudah menghidrolisis pati dengan sempurna. Hal
ini juga dikuatkan dengan uji Benedict yang menunjukkan hasil positif, membuktikan
seluruh pati sudah terhidrolisis membentuk gula sederhana (Vaseekran et al. 2010).
Tabel 1. Hidrolisis Pati Mentah oleh Amilase air liur

Waktu (menit) Uji Iod Uji Benedict


0.5 - -
1.0 - -
1.5 - -
2.0 - -
2.5 - -
3.0 - -
3.5 - -
4.0 - -
4.5 - -
5.0 - -
5.5 - -
6.0 - -
Keterangan : (+) Mengandung amilum dan gula pereduksi
(-) Tidak mengandung amilum dan gula pereduksi

Hidrolisis adalah mekanisme reaksi penguraian suatu senyawa oleh air atau
asam dan basa. Pati atau amilum tergolong ke dalam kelompok polisakarida sehingga
pati atau amilum tersebut bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang merupakan
monosakarida. Pertama-tama amilum dihidrolisis menghasilkan maltosa kemudian
maltosa dihidrolisis menghasilkan glukosa. Pada hidrolisis ini memerukan katalisaator
untuk memepercepaat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai berupa enzim ptyalin
(enzim amilase hidrolitik). Kemampuan aktifitas enzim amilase dalam menghidrolisis
pati mentah dan matang dapat dilihat pada uji iod saat titik aromatiknya. Titik aromatik
adalah saat pereaksi iod tidak lagi bereaksi positif pada larutan uji karena seluruh pati
pada sudah dihidrolisis oleh enzim amilase air liur. Hidrolisis pati mentah oleh enzim
amilase air liur dilakukan untuk mengetahui kemampuan enzim amilase air lir dalam
menghidrolisis pati mentah. Prinsip hidrolisis pati mentah oleh enzim amilase air liur
yaitu amilosa dalam pati mentah dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim amilase
menghasilkan D-glukosa pada hirolisis sempurna dan maltosa pada hidrolisis sebagian
(Winarno 2004).
Hasil pengamatan menunjukkan hidrolisis pati mentah menghasilkan reaksi
negatif pada uji iod dari menit ke 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa pati mentah susah
dihidrolisis oleh enzim amilase air liur atau membutuhkan waktu yang lama agar dapat
terhidrolisis. Hal ini dapat disebabkan sruktur pati mentah yang masih kokoh sehingga
sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dihidrolisis oleh enzim amilase
air liur. Uji Benedict menghasilkan reaksi negatif, hal ini dapat disebabkan larutan uji
kurang basa, konsentrasi pereaksi Benedict terlalu rendah sehingga sulit bereaksi
dengan maltosa atau glukosa yang telah dipecah oleh enzim amilase air liur. Dengan
demikian menandakan bahwa belum tercapainya titik akromatik dan setidaknya
membutuhkan waktu lebih lama agar hidrolisis pati mentah terjadi.

Tabel 2. Hidrolisis Pati Matang oleh Amilase air liur

Waktu (menit) Uji Iod Uji Benedict


0.5 - -
1.0 + -
1.5 + -
2.0 + -
2.5 + -
3.0 + -
3.5 + -
4.0 + -
4.5 + -
5.0 + -
5.5 + -
6.0 + -
Keterangan : (+) Mengandung amilum dan gula pereduksi
(-) Tidak mengandung amilum dan gula pereduksi

Hasil pengamatan menunjukan hidrolisis pati matang menghasilkan reaksi


positif pada uji iod dan Benedict dari menit ke 1 sampai menit ke 6. Hal ini
menunjukkan bahwa pada menit ke 1 pati sudah berhasil dihidrolisis oleh enzim
amilase air liur. Pati matang adalah pati yang telah dibuat menjadi larutan dengan
bantuan proses pemanasan. Proses pemanasan pada pati matang membuat molekulnya
sudah tidak kokoh lagi sehingga semakin mudah untuk dihidrolisis oleh enzim amilase
air liur. Uji Benedict menghasilkan reaksi positif. Hal ini dapat disebabkan larutan uji
basa, konsentrasi pereaksi Benedict tinggi sehingga dapat bereaksi dengan maltosa atau
glukosa yang telah dipecah oleh enzim amilase air liur. Dapat diketahui titik akromatik
pada hidrolisis pati matang terjadi pada menit ke 1 dimana warna kecoklatan sudah
berhenti berubah menandakan bahwa titik akromatik telah tercapai.

Hasil hidrolisis pati matang lebih cepat dibandingkan dengan hasil hidrolisis
pati mentah. Pati mentah dalam bentuk padatan memiliki struktur amilosa yang lebih
kokoh dibandingkan dengan pati matang yang dalam bentuk larutan. Pati matang telah
mengalami proses pemanasan dan penambahan pelarut air pada pembuatannya yang
membuat stuktur amilosa pati matang tidak sekokoh pati mentah sehingga semakin
mudah dihidrolisis oleh enzim amilase air liur. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim
amilase dapat dilihat pada Gambar 5.
2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11 + H20 2 C6H12O6
Amilosa Maltosa Glukosa
a Gambar 2. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase (Winarno 2004).

Menurut Musita (2009), komposisi dari pati mentah sebagian besar terdiri dari
amilopektin yaitu mengandung ikatan α-1,4 juga mengandung ikatan α-1,6 sebagai titik
percabangannya dan memiliki granula yang besar sehingga berpengaruh terhadap
prosesnya dalam terhidrolisis oleh enzim amilase. Sedangkan pati matang sebagian
besar terdiri dari amilosa (rantai lurus) dan granula-granula yang lebih kecil karena
telah mendapat perlakuan fisik yaitu pemanasan.

Struktur Pati Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang
terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (besarnya perbandingan
amilosa dan amiloektin ini berbeda-beda tergantung jenis patinya). (1,4)-D-glikosidik,
lebihAmilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan mudah larut dalam air karena
banyak mengandung gugus hidroksil. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk
gel sehingga kurang kental dibandingkan amilopektin serta lebih mudah membentuk
senyawa komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Derajat Polimerisasi dari
amilosa berkisar antara 500-6000 unit glukosa .
Amilopektin (1,6) dengan struktur yang bercabang,(1,4) dan memiliki ikatan
memiliki sifat mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. DP amilopektin
berkisar antara 105 sampai 3x106 unit glukosa. DP amilosa dan amilopektin ini
dipengaruhi oleh jenis-jenis pati. Selain amilosa dan amilopektin, di dalam pati juga
ditemukan komponen lain dalam jumlah yang sedikit, yaitu lipid (sekitar 1%), protein,
fosfor dan mineral-mineral. Bagian lipid ada yang berikatan dengan amilosa dan ada
yang bebas. Bentuk dan ukuran ganula pati berbeda-beda tergantung dari sumber
tanamannya. Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk
poligonal dan cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal. Granula pati jagung
agak lebih besar (sekitar 15 µm), berbentuk bulat ke arah poligonal. Granula tapioka
berukuran lebih besar (sekitar 20 µm), berbentuk agak bulat dan pada salah satu bagian
ujunnya berbentuk kerucut. Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan
berbagai ukuran. Ukuran normalnya adalah 18 µm, granula yang lebih besar berukuran
rata-rata 24 µm dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm. Bentuk granula pati
gandum adalah bulat sampai lonjong. Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar,
berukuran rata-rata 30-50 µm. Distribusi ukuran granula pati berpengaruh terhadap
kekuatan pembengkakan pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan
pembengkakannya juga keci Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin
tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula kurang lebih
berjumlah 16, dimana sebagian berbentuk lapisan amorf dan sebagian berbentuk
lapisan semikristal. b. Gelatinisasi Pati Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati
dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Apabila granula pati dipanaskan di dalam air,
maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke
dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan
amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu
sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian
amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang
menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi,
sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Proses
gelatinisasi pati menyebabkan perubahan viskositas larutan pati. Dengan menggunakan
Brabender Viscoamylograph, terukur bahwa larutan pati sebelum dipanaskan memiliki
viskositas 0 unit. Dengan adanya pemanasan, granula pati sedikit demi sedikit
mengalami pembengkakan sampai titik tertentu. Pembengkakan pati diikuti
denganpeningkatan viskositas. Semakin besar pembengkakan granula, viskositas
semakin besar. Setelah pembengkakan maksimum, dan granula pati pecah, dan
pemanasan tetap dilanjutkan dengan suhu konstan, maka akan terjadi penurunan
viskositas akibat proses degradasi.

Gambar 3. Struktur Amilosa dan Amilopektin


Komposisi kimia pati yaitu kadar amilopektin sangat berpengaruh pada
kandungan pati resisten (pati yang sulit terhidrolisis). Semakin tinggi kandungan
amilopektin maka pati akan semakin sulit (resisten) untuk dicerna. Menurut Winarno
(1997) laju hidrolisis oleh enzim alfa amilase akan lebih cepat pada rantai lurus
(amilosa) dibandingkan pada rantai yang bercabang (amilopektin).
Amilosa dapat larut dalam air, sedangkan amilopektin tidak larut dalam
air. Amilum merupakan polimer dari α-D-glukosa yang terikat pada C-1 dan C-4 dan
tidak bercabang atau struktur α(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin merupakan
rantai α(1,4)-D-glukosa yang bercabang pada atom C-6 atau ikatan α(1,6)-D-glukosa.
Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa; banyaknya satuan
bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu. (pengukuran panjang rantai dikacaukan
oleh fakta bahwa amilosa alamiah terdegradasi menjadi rantai yang lebih kecil selama
pemisahan dan pemurnian).
Amilopektin memberikan sifat lengket pada beras. Semakin banyak
amilopektinnya, semakin lengket nasi yang dihasilkan oleh beras tersebut. Semakin
banyak amilosa pada besar, semakin keras nasi yang dihasilkan. Beras pada umumnya
mengandung amilosa lebih dari 20%, sedangkan ketan mempunyai kandungan amilosa
hanya sekitar 1 – 2%.
Struktur fisik pati juga berpengaruh terhadap tingkat resistensi pati terhadap
enzim pencernaan. Zat pati terdiri dari butiran butiran kecil yang disebut granula.
Granula-granula ini bervariasi bentuk dan ukurannya tergantung sumber patinya.
Bentuk butir pati secara fisik berupa semi kristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit
amorf (Jane & Chen 1992). Hidrolisis oleh enzim alfa amilase lebih banyak terjadi pada
bagian amorf. Unit kristalin lebih tahan terhadap perlakuan enzim dibandingkan unit
amorf karena pada unit kristalin ikatan antar molekul sangat kuat sehingga sukar
dihidrolisis oleh enzim (Franco dkk 1986). Unit kristal dipengaruhi oleh amilopektin,
semakin banyak kandungan amilopektin maka unit-unit kristal semakin banyak
(Hoover 2001). Ukuran granula pati juga berpengaruh terhadap tingkat ketahanan pati.
Pati dengan ukuran granula kecil akan lebih mudah dihidrolisis oleh enzim
dibandingkan pati yang memiliki ukuran granula besar (Jane & Chen 1992). Hal ini
yang menyebabkan hidrolisis pati matang lebih cepat dibandingkan hidrolisis pati
mentah. Kemampuan hidrolisis enzim amilase lebih lambat pati mentah, karena pati
mentah memiliki struktur yang saling berikatan lebih kuat dibandingkan dengan pati
matang sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk enzim amilase agar dapat
menghidrolisis pati mentah (Nisa et al. 2013).

KESIMPULAN

Hasil percobaan uji hidrolisis pati mentah amilase air liur menghasilkan reaksi
negatif pada uji iod dari menit ke 0,5 dan Uji Benedict menghasilkan reaksi negatif,
dengan demikian menandakan bahwa belum tercapainya titik akromatik dan setidaknya
membutuhkan waktu lebih lama agar hidrolisis pati mentah terjadi.
Hasil percobaan uji hidrolisis pati matang menunjukan hidrolisis pati matang
menghasilkan reaksi positif pada uji iod dan Benedict dari menit ke 1 sampai menit ke
6. Dapat diketahui titik akromatik pada hidrolisis pati matang terjadi pada menit ke 1
dimana warna kecoklatan sudah berhenti berubah menandakan bahwa titik akromatik
telah tercapai.

Hasil hidrolisis pati matang lebih cepat dibandingkan dengan hasil hidrolisis
pati mentah. Pati mentah dalam bentuk padatan memiliki struktur amilosa yang lebih
kokoh dibandingkan dengan pati matang yang dalam bentuk larutan. Pati matang telah
mengalami proses pemanasan dan penambahan pelarut air pada pembuatannya yang
membuat stuktur amilosa pati matang tidak sekokoh pati mentah sehingga semakin
mudah dihidrolisis oleh enzim amilase air liur.

DAFTAR PUSTAKA

Aisjah G. 1986. Enzim dalam Biokimia 1. Jakarta (ID): Gramedia.


Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Cartono, M.Pd. 2004. Biologi Umum. Bandung (ID) : PRISMA PRESS.
Iman, H. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4-β-Glucanase Bacillus sp.
AR 009. (Jurnal Biodiversitas Nomor 04 Volume 6). Bogor: Bidang
Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Bogor 16002.
Indarti D, Anawati. 2011. Karakteristik film nata de coco-benedict secara adsorpsi
untuk sensor glukosa dan urin. Jurnal Ilmu Dasar 12 : 200-209.
Judoamidjojo, R. M, Said, E. G & Hartoto, L (1989), Biokonversi, Depdikbud Didjen
Pendidikan Tinggi. Bogor (ID) : Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Kidd EAM, Bechal SJ. 1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.
Narlan S, Safida S. Penerjemah. Jakarta (ID): ECG.
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta (ID) : Raja Grafindo
Persada.
Lehninger LA.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Surabaya (ID) : Erlangga.
Mulia, Ricky.M. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Edisi pertama,
Yogyakarta (ID) : Penerbit Graha Ilmu.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.

Poedjiadi A. 2009. Dasar-Dasar Biokomia. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia.

Reddy, N.S., Nimmagadda, A., Rao, K.R.S., & Sambasiva. 2003. A overview of
the microbiology α-amilase family. African J. Biotechnology, 2(12) : 645
648.

Sadikin, M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta (ID): Widya Medika.

Shipra, D., S. Surendra, S. Vinni. & LS. Manohar. 2011. Biotechnological Applica-
tions of Industrially Important Amylase Enzyme. International Journal
Pharma.
Souza PM, Magalhaes PO. 2010. Application of Microbial A-Amylase in Industry.
Brazil (BR): Universidade de Brasilia.
Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran


dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.
Wang, et al. 1979. Fermentation and Enzym Technology. New York (ENG) : Mc
Graw Hil Book Company.

Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka.Utama.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia protein, enzim, dan asam nukleat . Bandung


(ID) : Institut Teknologi Bandung Press.

Anda mungkin juga menyukai