Laporan Pendahuluan ini berisi penjabaran kerangka acuan yang telah diapresiasi
didalam usulan teknis yang diusulkan konsultan, meliputi latar belakang studi, maksud dan
tujuan, ruang lingkup, jenis-jenis data yang dicari, metode/pendekatan studi, strategi yang akan
ditempuh serta cara perolehan data. Dicantumkan pula langkah-langkah, rencana pentahapan
pekerjaan, organisasi, format pendataan, dan hal-hal yang dianggap perlu.
Laporan pendahuluan harus disiapkan dan diserahkan kepada pemberi pekerjaan dalam
jangka waktu tiga puluh (30) hari kalender dari tanggal efektif kerja di dalam kontrak kerja.
Dengan disusunnya Laporan Pendahuluan ini diharapkan pula akan adanya kesepakatan
teknis terinci terkait rencana tindak yang telah ditawarkan konsultan demi tercapainya tujuan
dan sasaran dari kegiatan PENYUSUNAN PEDOMAN RENCANA INDUK DISTRIK NAVIGASI.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ii
Kesimpulan ...................................................................................................................................... 22
Kerangka Umum Pelaksanaan Pekerjaan ...................................................................................... 23
Metodologi Pendekatan Teknis Dan Pelaksanaan Pekerjaan ...................................................... 24
Tahap Persiapan .......................................................................................................................... 25
Inventarisasi Dan Pengumpulan Data ....................................................................................... 27
Tahap Penyusunan Fakta dan Analisa ....................................................................................... 28
Tahap Penyusunan Rancangan Pedoman ................................................................................. 29
Tahap Penyusunan Pedoman Rencana Induk ........................................................................... 29
Metodologi Pelaksanaan Survei ..................................................................................................... 31
Kegiatan Survei Lapangan .......................................................................................................... 31
Analisa Permintaan Potensial Lalu-lintas Angkutan Laut............................................................ 32
Analisa Kebutuhan Armada Kapal ................................................................................................. 35
Analisa Teknis dan Operasi ............................................................................................................ 36
Analisa Kebutuhan ...................................................................................................................... 36
Analisa Kehandalan ..................................................................................................................... 38
Analisa Kebutuhan dan Kehandalam Perangkat GMDSS ............................................................. 39
Analisa Organisasi dan kebutuhan SDM ........................................................................................ 39
BAB 5 PENUTUP (ORGANISASI DAN JADUAL)............................................................................. 42
5.1. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................................................... 42
A. Jadwal Keseluruhan Kegiatan............................................................................................. 42
B. Rencana Jadwal Berdasarkan Kegiatan ............................................................................. 42
Komposisi dan Jangka Waktu Penugasan Tenaga Ahli................................................................. 46
Penugasan Tenaga Ahli dan Pendukung........................................................................................ 46
DAFTAR GAMBARPENDAHULUAN iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABELPENDAHULUAN v
BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN 1
asas prinsip dan teknis yang telah diatur pada acuan normatif, kebijakan dan
pedoman yang antara lain telah diamanatkan dalam:
1. Undang-undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
2. PP No.5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian
3. KM No. 30 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasasi
4. KM No. 31 Tahun 2006 Tentang Pedoman Proses Perencanaan di Lingkungan
Departemen Perhubungan
5. KM no. 60 Tahun 2010 Tenyang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan
6. PM No. 25 Tahun 2011 Tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
7. PM No. 26 Tahun 2011 Tentang Telekomunikasi Pelayaran
8. PM No. 68 Tahun 2011 Tentang Alur Pelayaran
A. MAKSUD KEGIATAN
Menginventarisasi fungsi dan peran Distrik Navigasi serta proses
pelaksanaan penyusunan program pembangunan masing-masing Distrik
Navigasi dan permasalahannya.
B. TUJUAN KEGIATAN
Tersedianya konsep penyusunan pedoman Rencana Induk Distrik
Navigasi sebagai acuan dalam mengevaluasi program pembangunan
Distrik Navigasi yang tertuang dalam Rencana Induk.
PENDAHULUAN 2
4. Inventarisasi dan evaluasi faktor hambatan penyelenggaraan navigasi
pelayaran, terkait :
a. Wilayah kerja
b. Sarana
c. Prasarana
d. Manajemen
e. Sumber Daya Manusia
f. Operasional
5. Evaluasi tata cara penyelenggaraan kenavigasian Distrik Navigasi, terkait :
a. SOP Distrik Navigasi
b. Penyusunan program
c. Pelaksanaan program
d. Monitoring evaluasi kinerja ; keuangan, operasional.
e. Penyusunan Konsep Penyusunan Pedoman Rencana Induk Kenavigasian.
6. Menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) konsep Penyusunan
Pedoman Rencana Induk Kenavigasian yang meliputi :
a. Internal Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
b. Internal Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Stakeholder.
7. Menyusun Draft SK Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terkait Penyusunan
Pedoman Rencana Induk Kenavigasian.
PENDAHULUAN 3
BAB 2 KAJIAN KEBIJAKAN
KAJIAN KEBIJAKAN 5
Telekomunikasi-Pelayaran di sekitar bangunan atau instalasi Telekomunikasi-
Pelayaran.
Zona keamanan dan keselamatan ditandai dengan batas radius 500 (lima ratus)
meter yang dihitung dari sisi terluar antena instalasi atau bangunan
Telekomunikasi-Pelayaran serta Pada zona keamanan dan keselamatan dilarang
membangun instalasi atau bangunan lainnya.
KAJIAN KEBIJAKAN 6
BAB 3 GAMBARAN WILAYAH KEGIATAN
4. 1. PENDEKATAN
a) Peran Pelabuhan
a. pemerintahan; dan
b. pengusahaan.
d) Jenis-jenis Pelabuhan
(1) Keadaan
Pelabuhan terbuka, kapal dapat merapat langsung tanpa bantuan pintu
air,umumnya berupa pelabuhan yang bersifat tradisional.
Pelabuhan tertutup, kapal masuk harus melalui pintu air seperti dapat kita
temui di Liverpool, Inggris dan terusan Panama.
(2) Pengelolaan
Pelabuhan Umum, diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat yang
secara teknis dikelola oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
Pelabuhan Khusus,dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang
kegiatan tertentu, baik instansi pemerintah, seperti TNI AL dan Pemda
Dati I/Dati II, maupun badan usaha swasta seperti, pelabuhan khusus PT
BOGASARI yang digunakan untuk bongkar muat tepung terigu.
(8) Peranan
Transito, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan transhipment cargo,
seperti Pelabuhan Singapura.
Ferry, pelabuhan yang mengerjakan kegiatan penyebrangan, seperti
Pelabuhan Merak.
KETENTUAN UMUM
4. 4. KENAVIGASIAN
Berdasarkan UU 17 tahun 2008 tentang pelayaran menyebutkan bahwa Kenavigasian
adalah kegiatan yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP),
Telekomunikasi Pelayaran (Telkompel), Hidrografi dan meteorologi, Alur dan Pelintasan,
Bangunan atau lnstalasi, Pemanduan, penanganan kerangka kapal dan Salvage (penyelamatan) ,
dan atau Pekerjaan Bawah Air (PBA) untuk kepentingan Keselamatan Pelayaran. Untuk
kepentingan keselamatan berlayar dan kelancaran lalu-lintas kapal pada daerah yang terdapat
bahaya navigasi ataupun kegiatan di perairan yang dapat membahayakan keselamatan berlayar
harus ditetapkan zona keselamatan dengan diberi penandaan berupa SBNP sesuai ketentuan
yang berlaku serta disiarkan melalui stasiun radio pantai (SROP) maupun Berita Pelaut
lndonesia. Disamping itu perlu diinformasikan mengenai kondisi perairan dan cuaca seperti
adanya badai yang mengakibatkan timbulnya gelombang tinggi maupun arus yang tinggi dan
perubahannya.
Penyiaran berita disampaikan disiarkan secara luas melalui stasiun radio pantai (SROP)
dan/atau stasiun bumi pantai dalam jaringan telekomunikasi pelayaran sesuai urutan
prioritasnya dan wajib memenuhi ketentuan penyiaran berita antara lain berita marabahaya,
meteorologi dan siaran tanda waktu sandar bagi kapal yang berlayar di perairan
lndonesia.Pemasangan SBNP yaitu sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami yang
berada diluar kapal dan berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi dan/atau
haluan kapal serta memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk kepentingan
keselamatan pelayaran dilakukan guna memberi petunjuk terhadap zona terlarang yang tidak
boleh dimasuki oleh setiap kapal yang melewati daerah tersebut.
Pembangunan Telekomunikasi Pelayaran dimaksudkan agar setiap pemancaran,
pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk
apapun melalui sistem kawat, optik, radio ataupun sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas
bergerak pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran segera disampaikan
kepada pihak atau pemerintah yang terkait.
Guna ketertiban perairan serta keamanan dan keselamatan navigasi maka setiap
perencanaan kegiatan kelautan harus dikoordinasikan dengan Direktorat Kenavigasian agar
tidak terjadi tumpang tindih penempatan ataupun pembangunan fasilitas kelautan yang dapat
Penentuan alur pelayaran ditinjau dari aspek keamanan bernavigasi dimaksudkan agar
alur terhindar atau bebas dari gosong ataupun karang yang tenggelam sewaktu air pasang (low
elevation tide), dangkalan ataupun karang tumbuh, pulau-pulau kecil. Disamping itu selat yang
terlalu sempit, perairan yang mempunyai arus atau ombak yang menyulitkan olah gerak kapal
serta halangan navigasi lainnya. Alur pelayaran dicantumkan dalam peta laut dan buku
petunjuk pelayaran serta diumumkan oleh instansi yang berwenang kepada dunia maritim.
Mengingat posisi lndonesia yang merupakan persilangan antara dua wilayah yang
menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan juga benua Asia dengan
Australia maka kehadiran kapal asing dalam rangka memperpendek jarak pelayarannya dan ini
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Dengan tetap mengutamakan kepentingan
Nasional pemerintah tetap memberikan kelonggaran tertentu bagi perlintasan kapal-kapal
asing di perairan lndonesia dengan menentukan alur laut kepulauan lndonesia (ALKI – PP 37
tahun 2002) dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan bangsa lain untuk yang akan
dipergunakan sebagai perlintasan pelayaran lnternasional.
Penetapan ALKI tersebut dilakukan dengan memperhatikan keselamatan berlayar,
pertahanan dan keamanan, jaringan kabel dan pipa dasar laut, tata ruang kelautan, eksplorasi
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 13
dan eksploitasi serta konservasi sumberdaya alam, rute yang biasa digunakan pelayaran
lnternasional dan rekomendasi organisasi lnternasional yang berwenang.
Dengan ditentukannya alur pelayaran tersebut yang diikuti persyaratan berjalan terus
tanpa henti, langsung dan secepatnya dimaksudkan juga untuk mempermudah pengawasan
terhadap keberadaan kapal asing selama berada di wilayah lndonesia serta tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan (limbah kapal) ataupun bahaya penyalahgunaan oleh negara pengguna
alur yang dapat mengganggu kestabilan negara. Masalahnya alur pelayaran hanya tergambar di
peta laut dan pemberian beberapa SBNP sebagai tanda alur dimana masyarakat masih awam
terhadap pengertian dan penggunaan SBNP tersebut. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi
kepada masyarakat maritim tentang keberadaan alur tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih
dalam pemanfaatan perairan seperti kegiatan nelayan ataupun off shore di alur yang dapat
menimbulkan kecelakaan bagi kapal yang berlayar.
Tujuan penetapan alur adalah untuk memperoleh alur pelayaran yang ideal dan
memenuhi berbagai aspek kepentingan keselamatan dan kelancaran berlayar serta effisien
dalam penyelenggraannya.Kawasan alur pelayaran ditetapkan oleh batas-batas yang ditentukan
secara jelas berdasarkan koordinat geografis serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran.
Penentuan dan pengaturan alur pelayaran di laut, sungai, danau serta
penyelenggaraannya dan juga pengaturan sistem rute dan tata cara berlalu lintas perlu
diprogramkan guna kelancaran dan keselamatan berlayar. Disamping itu pengaturan terhadap
bangunan atau instalasi dan gelaran kabel atau pipa bawah air di perairan khususnya di alur
pelayaran.
Dari aspek keselamatan dan strategis perairan maka pada beberapa lokasi perlu
dilengkapi dengan fasilitas Vessel Traffic lnformation System (VTIS) ataupun Radar Beacon
(RACON) sebagai persyaratan. Dengan dipenuhinya semua persyaratan alur pelayaran
kemudian ditetapkan oleh Menteri dan disiarkan ke dunia maritim melalui lnternational
Maritime Organisation (IMO).
Mengacu kepada konvensi IMO pada Mei 1998 telah mengadopsi standard penggunaan
suatu sistem pelaporan kapa-kapal di laut kepada operator di darat pemantau lalu-lintas
(Automatic Identifikasi System-AIS) untuk memantau keselamatan pelayaran seperti
menghindari tubrukan di laut. Peralatan ini dihubungkan melalui VTIS (Vessel traffic
Information System) untuk mengetahui nama, posisi, kecepatan dan haluan kapal yang
kemudian informasi ini dimasukkan dalam system AIS dan dipantau terus-menerus
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 14
C. BANGUNAN DAN INSTANSI
Bangunan dan instalasi adalah instalasi yang berada pada suatu lokasi di perairan
Indonesia baik yang kelihatan di permukaan maupun bawah air dalam jangka waktu sementara
atau selamanya dapat membahayakan pelayaran. Pada area lokasi bangunan dan instalasi perlu
ditetapkan daerah terlarang maupun daerah aman melalui penempatan SBNP, dipetakan dan
diumumkan ke dunia pelayaran.
Dengan tumbuh dan berkembangnya bangunan lepas pantai (offshore) dan semakin
meningkatnya kegiatan lalu-lintas pelayaran di perairan Indonesia perlu dilakukan pengaturan
mengenai penyelenggaraan SBNP dalam rangka membantu keamanan dan keselamatan
berlayar. Tugas pengendalian dan pengawasan bangunan lepas pantai dilakukan oleh BP Migas
dan Ditjen Migas Departemen Energi dan Sumberdaya Energi dan Mineral sedangkan terhadap
pengawasan SBNP dilakukan oleh DJPL Association of Lighthouse Authorities (IALA) yang telah
menetapkan “Recommendation for the making of Offshore Structure” dan Indonesia sebagai
salah satu negara anggota IALA menganggap perlu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan
“Recommendation for the making of Offshore Structure”
Pasca operasi adalah masa dimana instalasi minyak dan gas bumi dinyatakan tidak lagi
operasi atau bermanfaat untuk keperluan produksi dan hal ini akan berdampak terhadap
kegiatan pemanfaatan laut lainnya apabila tidak segera dikendalikan yakni melakukan
pembongkaran instalasi atau program decomunisioning sesuai ketentuan yang berlaku dan
kewajiban yang telah diatur dalam kontrak kerja sama Technical Assistance Contract (TAC).
D. PEMANDUAN
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal dan kerugian lain dalam
pelayaran adalah dengan melaksanakan jasa pemanduan. Karena pandu dianggap seorang
navigator yang sangat mengetahui kondisi dan sifat perairan setempat disamping keahliannya
untuk mengendalikan kapal melalui saran atau komando perintahnya kepada nakhoda sehingga
kapal dapat melayari suatu perairan dengan selamat.
Perairan pandu dialokasikan untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan ketertiban
maupun kelancaran lalu-lintas kapal pada wilayah perairan tertentu. Faktor yang
mempengaruhi penetapan perairan tertentu menjadi perairan pandu antara lain :
Pada dasarnya pengelolaan alur dilakukan guna mendukung kelancaran lalu- lintas laut
dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan pelayaran serta aspek lingkungan
F. KONDISI TRAFFIK
A1 A2
R
C
C
Gambar 4-1 The Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) concept
GMDSS terdiri dari beberapa sistem, yang beberapa diantaranya adalah baru, tapi telah
banyak dioperasikan sejak bertahun-tahun lalu. Sistem ini diharapkan untuk dapat melakukan
fungsi-fungsi, yakni: memberi peringatan (termasuk penentuan posisi unit yang mengalami
bencana), koordinasi untuk pencarian dan pertolongan (SAR), penitiktempatan (locating)
(pandu balik [homing]), siaran informasi keselamatan bahari (maritime), komunikasi secara
luas dan komunikasi jembatan-ke-jembatan (bridge-to-bridge).
Global Maritime Distress dan Keselamatan System (GMDSS) Kapal komunikasi
marabahaya dan keselamatan memasuki era baru pada tanggal 1 Pebruari 1999 dengan
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 19
implementasi penuh dari Global Maritim Distress dan Keamanan Sistem (GMDSS) - suatu sistem
komunikasi yang terintegrasi dengan menggunakan satelit dan komunikasi radio terrestrial
untuk memastikan bahwa tidak peduli di mana sebuah kapal adalah dalam kesusahan, bantuan
dapat dikirim. GMDSS dikembangkan oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO), badan
khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tanggung jawab untuk keselamatan kapal dan
pencegahan pencemaran laut, dalam kerjasama erat dengan International Telecommunication
Union (ITU) dan organisasi internasional lainnya, terutama Organisasi Meteorologi Dunia
(WMO), Organisasi Hidrografi Internasional (IHO) dan mitra COSPAS-Sarsat. Berdasarkan
GMDSS, kapal penumpang dan kapal kargo semua semua lebih dari 300 tonase gross dalam
perjalanan internasional harus membawa satelit tertentu dan peralatan komunikasi radio,
untuk mengirim dan menerima tanda marabahaya dan informasi keselamatan maritim, dan
untuk komunikasi umum. Peraturan yang mengatur GMDSS yang terkandung dalam Konvensi
Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut (SOLAS), 1974. Persyaratan GMDSS tercantum
dalam Bab IV SOLAS pada komunikasi radio dan diadopsi pada tahun 1988. Persyaratan mulai
berlaku pada tanggal 1 Februari tahun 1992 tetapi disediakan untuk fase pada periode hingga 1
Februari 1999. Pengawasan penyedia layanan satelit Masa depan Komite Keselamatan Maritim
(MSC), pada sidang ke-82 yang diadakan dari 29 November - 8 Desember 2006, sepakat bahwa
International Mobile Satellite Organization (IMSO) adalah Organisasi yang sesuai untuk
melakukan pengawasan terhadap penyedia layanan satelit masa depan dalam marabahaya
maritim global dan sistem keselamatan (GMDSS) dan IMSO diundang untuk melakukan itu
segera peran. Pada dasarnya, MSC akan menentukan kriteria, prosedur dan pengaturan untuk
mengevaluasi dan mengakui jasa satelit untuk partisipasi dalam GMDSS, sedangkan jasa diakui
oleh Komite akan tunduk pada pengawasan oleh IMSO.
MSC menginstruksikan Sub-Komite komunikasi radio, Search and Rescue (COMSAR 11)
untuk merumuskan kembali resolusi A.888 (21) Kriteria untuk penyediaan sistem komunikasi
bergerak-satelit di GMDSS, untuk mencerminkan keputusan dan untuk menyerahkan kepada
MSC 83 dengan maksud untuk adopsi oleh Majelis IMO ke-25 pada bulan Desember 2007. 11
COMSAR juga diundang untuk menyelesaikan setiap perubahan yang sesuai dengan SOLAS bab
IV. Latar Belakang implementasi penuh dari GMDSS adalah tanggal penting dalam sejarah
maritim, datang hampir persis 100 tahun setelah penggunaan pertama dari teknologi nirkabel
untuk membantu sebuah kapal dalam marabahaya. Italia insinyur Guglielmo Marconi
menemukan radio pada tahun 1895 dan penggunaan pertama nirkabel dalam berkomunikasi
perlunya bantuan datang pada tanggal 3 Maret 1899 ketika sebuah kapal barang menabrak
kapal suar Goodwin Timur yang berlabuh sepuluh mil lepas pantai dari Deal di Selat Dover dari
selatan timur pantai Inggris. Sebuah panggilan marabahaya ditularkan oleh nirkabel ke stasiun
pantai di tanjung Selatan dan membantu dikirim. Ia segera jelas betapa berharganya nirkabel
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 20
akan menyelamatkan nyawa di laut. Tapi nirkabel telah keterbatasan, terutama dalam hal jarak
yang bisa dijangkau. Pada tahun 1960, IMO mengakui bahwa satelit akan memainkan peranan
penting dalam operasi pencarian dan penyelamatan di laut dan pada tahun 1976 didirikan
Organisasi Maritim Internasional Satellite Organization, yang kemudian berganti nama menjadi
International Mobile Satellite Organization (Inmarsat) untuk memberikan maritim darurat
komunikasi. Pada tahun 1988, Negara Anggota IMO mengadopsi persyaratan dasar dari
marabahaya maritim global dan sistem keselamatan atau GMDSS sebagai bagian dari SOLAS,
dan sistem ini secara bertahap dari tahun 1992 dan seterusnya. Hari ini, GMDSS adalah sebuah
sistem komunikasi terpadu yang harus memastikan bahwa tidak ada kapal dalam marabahaya
bisa menghilang tanpa jejak, dan bahwa hidup lebih dapat disimpan di laut. Berdasarkan
persyaratan GMDSS, semua kapal harus dilengkapi dengan darurat satelit menunjukkan posisi-
rambu radio (EPIRBs) dan penerima NAVTEX, untuk secara otomatis menerima informasi
keselamatan pelayaran. Kapal yang dibangun pada atau setelah 1 Februari 1995 telah telah
diwajibkan untuk dilengkapi dengan semua peralatan GMDSS berlaku. Kapal yang dibangun
sebelum tanggal yang diberikan hingga 1 Februari 1999 untuk sepenuhnya mematuhi semua
persyaratan GMDSS. GMDSS sistem komunikasi bawah SOLAS melengkapi Konvensi
Internasional tentang Maritime Search and Rescue (SAR), 1979, yang diadopsi untuk
mengembangkan rencana SAR global, sehingga tak peduli di mana insiden terjadi, penyelamatan
orang-orang dalam kesusahan akan dikoordinasikan oleh sebuah organisasi SAR dan, dimana
perlu, melalui koordinasi antar negara SAR tetangga. tubuh senior teknis IMO, Komite
Keselamatan Maritim (MSC), telah membagi lautan dunia menjadi 13 pencarian dan
penyelamatan daerah, di masing-masing negara yang bersangkutan telah pencarian dibatasi
dan daerah penyelamatan yang mereka bertanggung jawab. Sementara pencarian dan rencana
penyelamatan untuk semua bidang ini telah selesai, dengan luas akhir, Samudera Hindia,
diselesaikan pada konferensi yang diselenggarakan di Fremantle, Australia Barat pada bulan
September 1998. Dengan selesainya rencana SAR dan implementasi penuh, pelaut dan
penumpang kapal GMDSS 'harus merasa lebih aman dan lebih aman di laut. Dalam arti, semua
hardware sekarang di tempat. Semua kapal yang dibutuhkan untuk melakukannya harus sesuai
dengan GMDSS dan untuk itu kita dapat mengucapkan terima kasih kepada para pelopor yang
pertama kali melihat kemungkinan yang ditawarkan oleh komunikasi satelit untuk
menyelamatkan nyawa di laut, dan kemudian harus visi dan imajinasi untuk mengembangkan
marabahaya maritim kohesif dan koheren global dan keamanan sistem. Namun software ini
juga penting - orang-orang yang mengoperasikan kapal, dan orang-orang darat yang akan
memantau dan bertindak atas panggilan marabahaya. Kita harus memastikan bahwa orang-
orang yang akan bertanggung jawab untuk mengoperasikan peralatan GMDSS cukup terlatih,
untuk menghindari tanda marabahaya palsu.
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 21
Setelah semua peralatan yang benar di kapal dalam situasi darurat mungkin
menggunakan sedikit jika orang di atas kapal belum melalui latihan darurat yang diperlukan.
Sebelum kedatangan dari komunikasi nirkabel, kapal terputus di laut, tergantung pada lewat
kapal untuk membantu dalam keadaan darurat. Sekarang kita dapat berkomunikasi dengan
kapal di mana saja di dunia dalam keadaan darurat.
Gambar 4-2 Concept of The Maritime Traffic Safety System Development Plan in The Republik Indonesia
Pada Studi Master Plan tahun 2002 yang dilakukan JICA telah dikembangkan konsep
Keselamatan Maritim dan rencana pengembangannyan untuk di Indonesia, yang terlihat pada
gambar di atas.
4. 7. KESIMPULAN
Dalam rangka mewujudkan Keselamatan Pelayaran maka fungsi kegiatan Kenavigasian
yang meliputi kegiatan yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP),
Telekomunikasi Pelayaran (Telkompel), Hidrografi, Alur dan Pelintasan, Bangunan atau
lnstalasi, Pemanduan, penanganan kerangka kapal dan Salvage, dan atau Pekerjaan Bawah Air
(PBA) untuk kepentingan Keselamatan Pelayaran serta harus didukung dengan seperangkat
hukum yang memadai
Untuk menjamin kepentingan Nasional di perairan maka semua fungsi keselamatan
pelayaran harus dapat berjalan dengan tertib, terarah dan mempunyai landasan hukum yang
mantap.
Kecenderungan masing-masing instansi menerbitkan produk hukum yang tidak
terintegrasi yang mengakibatkan terjadi kesimpang-siuran dan tumpang tindih dalam
melaksanakan pemanfaatan laut
Bahwa sesungguhnya penetapan alur pelayaran merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tata ruang Nasional secara keseluruhan khususnya di perairan sehingga
merupakan satu dimensi yang tidak terpisahkan dari dimensi-dimensi yang lain yang
membentuk tataruang nasional.
4. 1. Persiapan
4. 2. Survey Instansi ( Survey I)
4. 3. Survei Lapangan ( Survey II)
4. 4. Penyusunan Rancangan Rencana Pengembangan
4. 5. Master Plan Navigasi Distrik (Master Plan) hingga 20 tahun
PEMANTAPAN
Tujuan, Sasaran dan Maksud
Kegiatan
ISU TERKINI
PENGEMBANGAN SDM DAN
SARANA PRASARANA NAVIGASI
KAJIAN KEBIJAKAN
DATA
PENGEMBANGAN
SEKUNDER
SARANA PRASARANA NAVIGASI
Lokasi “sample”
Kajian :
DATA PRIMER
a. Wilayah
b. Fisik
c. Teknis
Evaluasi Kinerja
a. Wilayah kerja
a. SOP Distrik Navigasi b. Sarana
Evaluasi Faktor Hambatan
b. Penyusunan program c. Prasarana
Evaluasi Tata Cara
c. Pelaksanaan program d. Manajemen
Penyelenggaraan Kenavigasian
d. Monitoring evaluasi kinerja e. Sumber Daya Manusia
f. Operasional
FGD Formulasi
Stakeholders Pedoman
A. TAHAP PERSIAPAN
Pekerjaan ini dilaksanakan sebelum tim turun ke lapangan yang meliputi kegiatan
penyusunan rencana kerja dan metode pendekatan studi format-format yang diperlukan dalam
hal pengumpulan data dan analisa.
STUDI LITERATUR
Beberapa hipotesa awal tentang kendala pengembangan Distrik Navigasi adalah sebagai
berikut:
a) Data Primer
Pengumpulan data primer mencakup
Pekerjaan survei pengukuran
Penyelidikan lapangan
Hasil dari survei lapangan ini digunakan sebagai input data dalam analisa kondisi
eksisting dan perencanaan pengembangan kenavigasian. Pada bab ini hanya akan dibahas
secara garis besarnya saja, lebih jauh mengenai detail hasil pekerjaan akan dijelaskan pada
laporan tersendiri.
Data yang harus dikoleksi untuk analisis dan perencanaan pengembangan Distrik
Navigasi meliputi data kebijaksanaan pengembangan Wilayah dari Pemerintah Daerah Provinsi
Lokasi Kegiatan , tata guna lahan dan prasarana fisik yang sudah ada, data potensi ekonomi
daerah, data fisiografi, topografi dan meteorologi serta data lalu lintas angkutan serta data
terkait dengan Distrik Navigasi Kelas I Lokasi Kegiatan termasuk literatur yang ada.
a. Kebijaksanaan Pengembangan Wilayah
Merupakan studi yang telah dilakukan sebelumnya yang terkait dengan kenavigasian,
sehingga diharapkan akan adanya masukan-masukan yang positif untuk referensi
pembangunan lebih lanjut.
Analisa adalah kegiatan telaahan data dalam proses Penyusunan Rencana Master Plan
Distrik Navigasi. Analisis yang tepat dan memadai adalah analisis yang sesuai dengan tujuan
dan sasaran perencanaan yaitu meliputi :
1) Inventarisasi fungsi dan peran navigasi dalam kemaritiman dan keselamatan pelayaran;
2) Inventarisasi dan evaluasi Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Kenavigasian dan Distrik
Navigasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut ;
a. Wilayah kerja
b. Sarana
c. Prasarana
d. Manajemen
e. Sumber Daya Manusia
f. Operasional
5) Evaluasi tata cara penyelenggaraan kenavigasian Distrik Navigasi, terkait :
RENCANA
PENGEMBANGAN
KOLEKSI DATA
KESIMPULAN DAN
ANALISA ANALISA REKOMENDASI
AWAL AKHIR
1. Jangka Pendek
- Kecukupan 2. Jangka
1. Penyiapan Tim - Kebutuhan
- SWOT Menengah
2. Penyusunan
- Priotitas 3. Jangka Panjang
Metodologi Sekunder
3. Penyusunan Desai Sarana Prasana Umum (Identitas,
Survey Kualitas, Kuantitas dan Kondisi )
4. Persiapan Survey 1. Permasalahan
Primer (Khusus)
5. Pelaksanaan dan Strategi
1. Fasilitas Pengamatan Laut. 1. Traffic Kapal
Survey. (SWOT)
2. Pangkalan Navigasi 2. Kebutuhan Fasilitas
Pertimbangan 2. Kelembaga-an
(Kantor, gudang, bengkel dan
3. Analisa Pengembangan dan SDM
peralatannya, lapangan penumpukkan 1. Standar Kebutuhan
• Proyeksi 2. Urgensi
dan dermaga kenavigasian).
3. SBNP • Rencana dan Alokasi 3. Kemampuan
(Menara Suar, Pelampung Suar, 4. Analisa SDM dan 4. Aspirasi
Rambu Suar) Organisasi
4. Kapal Negara
5. Telekomunikasi Pelayaran
LAPORAN LAPORAN FAKTA LAPORAN LAPORAN
PENDAHULUAN DAN ANALISA DRAFT AKHIR AKHIR
Gambar 4-3 Metodologi Pelaksanaan Kegiatan Master Plan Distrik Navigasi PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 30
Yaitu merupakan tahapan pembuatan laporan akhir yang berisi penyempurnaan dari
draft rencana yang merupakan hasil dari masukan/koreksi dan usulan dari Instansi terkait.
PERSIAPAN
(Desain Survei)
KOMPILASI DATA
PELAPORAN
TEMATIK DATA
PELAKSANAAN
SURVEI
Sebelum melakukan survei lapangan dilakukan pekerjaan persiapan yaitu kegiatan awal
untuk menentukan aktifitas yang akan dicapai untuk menunjang program kerja, termasuk
didalamnya penugasan personil, pemeriksaan alat (kalibrasi) dan data/material penunjang
lainnya.
a) Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan dimaksudkan untuk pengenalan lebih jauh tentang kondisi area)
survei, mengumpulkan berbagai informasi tentang keadaan lapangan yang akan disurvei
beserta perubahan-perubahan yang ditemui di lapangan sebagai masukan dalam
penyempurnaan peta rencana kerja. Di dalam survei lapangan ini termasuk pengumpulan data
sekunder (survei instansional) dan data primer melalui penyebaran kuesioner terhadap
responden potensial pengguna jasa angkutan laut. Survei dengan metode sampling ini terutama
dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik responden potensial pengguna jasa angkutan
laut, termasuk referensi mereka terhadap moda angkutan laut dan kemungkinan adanya
perilaku pengalihan moda angkutan laut ke moda angkutan darat dan sebaliknya.
A. Mengumpulkan data mengenai sarana prasarana yang dimiliki dan karakteristik
wilayah kerja masing-masing Distrik Navigasi serta melakukan analisa SWOT.
B. Menilai kondisi kelayakan sarana prasarana yang dimiliki oleh Distrik Navigasi yang
meliputi :
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA 31
a) Pangkalan Kenavigasian (Kantor, gudang, bengkel dan peralatannya,
lapangan penumpukkan dan dermaga kenavigasian).
b) Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) tetap (Menara Suar, Rambu Suar
dan Pelampung Suar).
c) Kapal Negara Kenavigasian.
d) Sarana Telekomunikasi Pelayaran.
e) Peralatan pengamatan laut.
C. Melaksanakan survey alur pelayaran pada jalur pelayaran pada wilayah kerja Distrik
Navigasi untuk menyusun rekomendasi area lay up, labuh jangkar dan dumping area
serta untuk menyusun kebutuhan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran berdasarkan
peta laut edisi terbaru.
D. Melaksanakan survey traffic pelayaran pada wilayah kerja Distrik navigasi yang
menuju ke pelabuhan-pelabuhan yang berada di wilayah kerja Distrik Navigasi dan
mengidentifikasi kebutuhan SBNP di traffic-traffic pelayaran kapal yang dianggap
krusial berdasarkan peta laut edisi terbaru.
E. Menyusun rencana pengembangan dan pembangunan Distrik Navigasi untuk 20
tahun kedepan.
Ruang Lingkup kegiatan yang dijabarkan dalam KAK secara umum memang telah
mewakili substansi dan tahapan kegiatan ini, namun secara sistematis kami memahami bahwa
ruang lingkup kegiatan dapat dipandang dalam 3 Tahap substansi :
1. Persiapan
2. Survei Lapangan
3. Analisis Awal Kebutuhan
4. Penyusunan Kebutuhan Prasarana SBNP
PENGEMBANGAN
DISTRIK NAVIGASI KELAS
I BITUNG
ASPEK SBNP ASPEK ASPEK ASPEK KAPAL
TELKOMPE PANGKALAN NEGARA
L
ANALISIS ASPEK ASPEK SDM dan
SARANA PRASARANA Organisasi
LAINNYA
ANALISIS TINGKAT
KECUKUPAN,
KEHANDALAN
KESIMPULAN
TENTANG
Disamping itu proyeksi lalu lintas angkutan laut terutama difokuskan pada proyeksi
jumlah penumpang sebagai titik awal pokok kegiatan angkutan laut. Selanjutnya akan dilakukan
proyeksi pada aspek yang lain dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan jumlah
penumpang serta mempertimbangkan faktor lain yang relevan. Berikut akan diuraikan
beberapa teknik proyeksi yang akan digunakan dalam studi ini. Metode Proyeksi dilakukan
dengan memanfaatkan data historis yang bersifat kuantitatif dan relevan dengan kegiatan
pelayaran.
Dimana
Y : jumlah penumpang (variabel dependen)
A : konstanta
b1 : koefisien jumlah penduduk
X1 : jumlah penduduk
b2 : koefisien PDRB
X2 : besar PDRB
b3 : koefisien wisatowan
X3 : jumlah wisatawan
Metode proyeksi deret waktu menaksir nilai ramalan atas dasar besarnya nilai-nilai
pada tahun-tahun sebelumnya. Besarnya nilai pada variabel tersebut diasumsikan akan
mengikuti pola yang terjadi sebelumnya menurut skala waktu. Dengan kata lain metode ini
menggunakan model trend tinier dalam meramalkan besarnya nilai yang akan datang. Metode
ini tidak memperhitungkan pengaruh berbagai variabel terhadap perubahan tingkat nilai
variabel yang dihitung.
Secara formulatif trend linier mengambil model Sebagai berikut :
Y=a0+Bx
Dimana
Y : besar nilai pada variabel independen
a0 : nilai trend periode dasar
B : pertambahan trend tahunan secara rata-rata
X : jumlah unit tahunan yang dihitung dari periode dasar
C. Metode Proyeksi Kemungkinan Pengalihan Pilihan Angkutan Laut
Mengingat karakteristik perjalanan penumpang angkutan laut yang ada selama ini, maka
penumpang angkutan laut pada asal-tujuan yang sama (dalam hal ini Buru) ada kemungkinan
untuk saling beralih moda angkutan dengan berbagai pertimbangan yang diambil oleh para
pelaku perjalanan.
Untuk mengukur seberapa besar pengalihan yang terjadi pada moda angkutan laut
akibat adanya kompetitor lain (moda angkutan darat dan udara) digunakan metoda proyeksi
dengan alat analisis Modal Split. Dengan alat analisis Modal Split dapat diketahui porsi dan
kecenderungan pilihan penumpang angkutan udara untuk mengalihkan pilihannya pada moda
lain akibat pertimbangan-pertimbangan tertentu. Beberapa pertimbangan yang diperkirakan
mengakibatkan adanya pengalihan pilihan moda angkutan antara lain
Perbandingan waktu tempuh
Perbandingan biaya angkutan
Perbandingan kenyamanan
Perbandingan lain seperti keselamatan, frekuensi pelayanan dsb
NxCxL
KL dan atau
CT
CT
H
n
Dimana ;
Sehingga formula untuk mengetahui kebutuhan kapal dapat dituliskan seperti dibaawah ini
;
CT
N
NxKL
dan atau N
CxL H
Kebutuhan armada kapal ini secara sederhana dapat dipahami dengan membandingkan
beban kerja dan kapasitas yang dimiliki oleh kapal atau armada yang akan dioperasikan, dalam
arti lain dapat dihitung dengan metode perhitungan yang lebih sederhana/ pencacahan
sederhana.
A. ANALISA KEBUTUHAN
UU 17 2008 tentang Pelayaran “ Sarana bantu navigasi Pelayaran adalah peralatan atau
sistem yang berada diluar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan
keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan atau lalulintas kapal”.
Untuk melakukan estimasi kebutuhan Fasilitas SBNP, sebagai contoh SBNP tetap
bersuar adalah sebagai berikut;
Panjang Garis Pantai
Kebutuhan SBNP Tetap Bersuar
Jarak Penempatan Antar SBNP Tetap Bersuar
Sesuai standar yang dipakai dalam master plan sebelumnya, formula tingkat kecukupan
saat ini 100 nM/ 8 Unit SBNP atau 1 unit/12 NM.
Untuk mendapatkan Jumlah kebutuhan SBNP tetap bersuar diperlukan dara Panjang
Garis Pantai Distrik yang akan dilakukan pada Koleksi dataprimer ataupun sekunder pada
tahap kegiatan lanjutan.
Sedangkan analisa untuk kebutuhan luasan pangkalan navigasi (Bengkel, Dermaga,
Gudang dan perlatannya, Lapangan Penumpukan). Mengikuti standard Untuk distrik Navigasi
Kelas I dibawah ini;
Pangkalan Navigasi
𝛼𝑇𝑝
𝛾𝑇𝑝 = 𝑥 100%
𝛽𝑇𝑝
DERMAGA
B. ANALISA KEHANDALAN
Jumlah Fasilitas akan dilakukan estimasi dan terkait kehandalannya didasarkan pada
kelompok fasilitas seperti yang diamanatkan oleh KAK, yaitu terdiri dari 5 kelompok fasilitas :
1. Fasilitas SBNP (Menara Suar, Rambu Suar dan Pelampung Suar)
2. Pengamatan Laut
3. Kapal Negara
4. Pangkalan Kenavigasian (bengkel, Kantor, Gudang dan Peralatannya, Lapangan
Penumpukan dan Dermaga).
5. Telekomunikasi Pelayaran (TELKOMPEL)
Kehandaan Fasilitas secara umum
Dengan Arti lain bahwa kecukupan SROP adalah prosentase perbandingan antara SROP
A1 terpasang dengan kebutuhan ideal.
SROP terpasang x Jam Jaga Dengar Nyata
Keandalan Sarana TelkomPel x100%
Kebutuhan SROP Ideal x 24 jam
Gap/kesenjangan antara
kondisi yang dibutuhkan
dengan kondisi yang ada
SUBBAGIAN SUBBAGIAN
KEUANGAN KEPEGAWAIAN DAN
UMUM
BIDANG BIDANG
OPERASI LOGISTIK
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan KM No. 30 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi
Tenaga Ahli
Jumlah
No Klasifikasi Kualifikasi / Pengalaman Profesional Bln
(orang)
Persyaratan ; pendidikan minimal S2 Transportasi
dengan pengalaman dibidangnya minimal selama 15
tahun.
Ahli Perencana Team leader adalah sebagai penanggungjawab
1 Transportasi / Team pekerjaan secara keseluruhan, menyusun program 3 1
Leader dan rencana kerja serta jadwal penugasan tenaga
ahli, memberi arahan kepada anggota tim, memantau,
mengevaluasi dan menyelesaikan seluruh kegiatan
studi.
Persyaratan ; pendidikan minimal Ahli Nautis Tingkat
I (ANT-I) dengan pengalaman dibidangnya minimal
selama 15 tahun.
Ahli Nautika bertanggungjawab terhadap pembuatan
pedoman penyusunan Rencana Induk Kenavigasian
2 Ahli Nautika 1 1
yang terkait dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP), alur pelayaran (bersama dengan Ahli
Geodesi), sarana telekomunikasi pelayaran dan Kapal
Negara Kenavigasian (bersama dengan Ahli
Perkapalan).
Persyaratan ; pendidikan minimal Sarjana Teknik
Sipil (S1) dengan pengalaman dibidangnya minimal
selama 15 tahun.
Ahli Teknik Sipil bertanggungjawab terhadap
3 Ahli Geodhesi pembuatan pedoman terkait konstruksi bangunan 3 1
sarana prasarana kenavigasian, dengan output
berupa pedoman penyusunan standar teknis
konstruksi bangunan berupa standar desain dan
biaya dalam Rencana Induk Kenavigasian.
Minimal S1 Teknik Informatika, diutamakan
4 Ahli Sipil berpengalaman minimal 4 tahun sebagai tenaga ahli 2 1
dibidang-nya.
Tenaga Pendukung
Jumlah
No Klasifikasi Kualifikasi / Pengalaman Profesional Bln
(orang)
Minimal D3 Teknik Sipil, diutamakan berpengalaman
1 Estimator 3 1
minimal 4 tahun dibidang-nya.
Pengelolaan dan koordinasi yang baik diperlukan agar dalam pelaksanaan pekerjaan berjalan
dengan lancar sesuai dengan rencana dan tujuan yang diharapkan. Sesuai dengan petunjuk pada
kerangka acuan kerja (KAK) dan menyadari pentingnya keberhasilan kegiatan Kajian Tatanan
Kepelabuhanan maka selain pengelolaan dan koordinasi yang baik juga ditunjang oleh tenaga-
tenaga ahli profesional yang berpengalaman dibidangnya.
Tenaga ahli tersebut diantaranya ahli Transportasi yang juga bertindak sebagai Team Leader,
Ahli Nautika, Ahli Geodesi, Ahli Sipil, Ahli Perkapalan, Ahli Mesin, Ahli Hukum, Asisten Tenaga
Ahli dan tenaga Drafter, Administrasi, Surveyor dan staf ahli lainnya jika diperlukan.
Struktur organisasi Kajian Tatanan Kepelabuhanan dapat dilihat pada gambar F-1 berikut ini:
TIM TEKNIS
DISHUB
FORUM
DISKUSI STAKE HOLDER
MANAJEMEN
PEMERINTAH
-Formal
MASYARAKAT
- Informal
SWASTA
KETUA TIM
AHLI
TRANSPORTAS
I
Tenaga Penunjang
AHLI Drafter
Administrasi
NAUTIKA, GEODESI
SIPIL, PERKAPALAN
PENUTUP (ORGANISASI DAN JADUAL) JADUAL
45
MESIN, HUKUM
Struktur Organisasi Pelaksanaan Kegiatan
Komposisi Tim
Kebutuhan tim pada kegiatan “Kegiatan Penyusunan Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Kenavigasian Ini” berdasarkan kerangka kerja sebanyak 4 tenaga ahli dan 12 tenaga pendukung.
Secara detail alokasi ahli dijabarkan secara kuantitaif dalam penawaran biaya yang
konsultan berikan pada dokumen biaya, apabila ada perbedaan nilai pada RAB yang dijadikan
acuan. Sehingga penawaran teknis dan biaya sudah merupakan tanggung jawab kami sebagai
konsultan untuk melakukan optimalisasi keahlian demi tercapainya tujuan dari Kegiatan
Penyusunan Pedoman Penyusunan Rencana Induk Kenavigasian Ini.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CV) TENAGA AHLI
Pada bagian ini akan membahas tentang riwayat hidup masing masing tenaga ahli dan
tenaga pendukung dalam Kegiatan Penyusunan Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Kenavigasian.
Daftar riwayat hidup masing masing tenaga ahli dan tenaga pendukung akan di
lampirkan pada halaman berikutnya ;