Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PEMBAHARUAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN


PENDIDIKAN ISLAM

Mata kuliah : Manajemen Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing : Murjani,S.Pd.I,M.pd

Oleh :

Eka Noormaiti ( 2015121829)

Hermayanti (2015121832)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUL ULUM KANDANGAN

TAHUN AKADEMIK

2016/2017 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan hidayahnya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah dengan judul Pembaharuan dan pengembangan manajemen
pendidikan islam disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen pendidikan islam serta memberikan pengetahuan baru bagi penulis
dan pembaca.
Kami sampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
selaku dosen pembimbing bp Murjani,S,Pd.I,M.Pd mata kuliah manajemen
pendidikan islam . Semoga makalah ini dapat membawa manfaat khususnya bagi
kami dan orang lain yang telah membaca makalah kami.
Kami selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini
jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan sumber pustaka
yang penulis miliki, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan untuk penulisan makalah selanjutnya.

Kandangan, September 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam ………………………… 3
B. Pembaharuan dalam Pendidikan Islam………………………………6
C. Pola Pembaharuan dalam Manajemen Pendidikan Islam…………....8
D. Model Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam……………….9
E. Konsep Pembaharuan dan Pengembangan Manajemen Pendidikan di
Indonesia……………………………………………………………10
BAB. III PENUTUP
A. Kesimpun………………………………………………………………21
B. Saran……………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terdapat minat besar dalam manajemen pendidikan di bagian awal
abad 21. Hal ini karena kualitas kepemimpinan dipercaya secara luas
membuat perbedaan yang signifikan kepada sekolah dan siswa. Di banyak
bagian dunia, ada pengakuan bahwa sekolah membutuhkan pemimpin dan
manajer yang efektif jika ingin memberikan pendidikan yang terbaik
kepada para pelajar. Ketika ekonomi global mengalami resesi, pemerintah
lebih menyadari bahwa aset utama mereka adalah orang-orang yang
kompetitif dan semakin tergantung pada sebuah sistem pendidikan yang
menghasilkan tenaga kerja terampil. Hal ini memerlukan guru-guru yang
terlatih dan berkomitmen, dan pada gilirannya, memerlukan
kepemimpinan kepala sekolah yang sangat efektif dan dukungan lain
manajer senior dan menengah (Bush, in press).
Demikian pula pendidikan bagi aparatur Negara membutuhkan
manajemen pendidikan yang dirancang dengan tepat, dikelola oleh sumber
daya manusia yang kompeten dan berintegritas, selain tersedianya fasilitas
pendidikan yang memadai.
Bidang manajemen pendidikan adalah pluralis, dengan banyak
kekurangan perspektif dan kesepakatan yang tak terhindarkan mengenai
definisinya. Salah satu kunci perdebatan adalah apakah manajemen
pendidikan telah menjadi bidang yang berbeda atau hanya sebuah cabang
studi yang lebih luas dari manajemen. Sementara pendidikan dapat belajar
dari manajemen lain, manajemen pendidikan harus terpusat pada tujuan
pendidikan. Oleh karena itu harus ada pembaharuan dan pengembangan
2
dalam manajemen pendidikan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Manajemen Pendidikan Islam ?
2. Bagaimana Pembaharuan dalam Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Pola Pembaharuan dalam Manajemen Pendidikan Islam?
4. Bagaimana Model Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam?
5. Bagaimana Konsep Pembaharuan dan Pengembangan Manajemen
Pendidikan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Luther Gulick
memandang manajemen sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu
bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerja sama1 Sedangkan menurut Folet melihatnya sebagai kiat
karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang
lain menjalankan tugas.2 Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi
oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional
dituntut oleh suatu kode etik.
Meskipun cenderung mengarah pada suatu fokus tertentu, para ahli masih
berbeda pandangan dalam mendefenisikan manajemen dan karenanya belum
dapat diterima secara universal. Namun demikian terdapat konsensus bahwa
manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu. Untuk memahami istilah
manajemen, pendekatan yang digunakan di sini adalah berdasarkan pengalaman
manajer. Meskipun pendekatan ini mempunyai keterbatasan, namun hingga kini
belum ada perbaikan. Manajemen di sini dilihat sebagai suatu sistem yang setiap
komponenya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen
merupakan suatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi
(orang – struktur – tugas - tekhnologi) dan bagaimana mengaitkan aspek yang satu
dengan yang lain, serta bagaimana mengaturnya sehingga tercapai tujuan system.
Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan
oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu:
a) Perencanaan (Planning)
b) Pengorganisasian (Organizing)
c) Pimpinan (leading) 4
d) Pengawasan (Controling)3

Manajemen sering diartikan sebagai proses perencanaan, mengorganisasi,


memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar
tujuan organisasi tercapai secara efektif
3 dan efisien.

1
Luther Gulick , Dictionary of Education, (New York: McGraw-Hill Book Company, t.tp),
h. 145
2
Folet, Managerial Proses and Organisational Behavior, (Glenview: Scott, ttp), h. 39
Pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir.
Pada masa itu orang memakai catatan tertulis untuk perdagangan dan
pemerintahan.
Pada abad 3 masehi masyarakat Roma memanfaatkan komunikasi efektif
dan pengendalian terpusat untuk efektifitas dan efesiensi. Tahun 1500 M
Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 M Adam
Smith menyatakan bahwa pembagian kerja titik kunci badan usaha. 4 Kemudian
1841-1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi. Menurut
penulis manajemen biasa dikatakan sebagai ilmu jika teori-teorinya mampu
menentukan manajer dengan memberi kejelasan bahwa apa yang harus dilakukan
pada situasi tertentu dan memungkinkan mereka meramalkan akibat-akibat dari
tindakan-tindakanya.
Menurut Mary Parker Follet manajemen sebagai seni untuk melasanakan
pekerjaan melalui orang-orang. Defenisi ini perlu mendapat perhatian karena
berdasarkan kenyataan, manajemen mencapai tujuan organisasi dengan cara
mengatur orang lain.
Adapun interpretasi tentang pendidikan berbeda-beda menurut para pakar.
Perbedaannya tak lain hanya terletak pada sudut pandang. Di antara mereka ada
yang mendefinisikan dengan mengkonotasikan dengan peristilahan bahasa,
keberadaan, dan hakekat kehidupan manusia di dunia ini, dan ada pula yang
5
melihat dari segi proses kegiatan yang dilakukan dalam penyelenggarakan
pendidikan. Tetapi semua pendapat itu bertemu dalam pandangan bahwa
pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan generasi muda untuk menjalankan
kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu, pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental,
dan moral bagi individu-individu supaya mereka menjadi manusia yang
berbudaya. Sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi

3
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2001), Cet. Ke-8, h. 2
4
Adan Smith, Management System Analysis and Aplication, (Japan : Holt Saunders
International, 1982), Cet. Ke-1, h. 29
warga negara yang berguna. Inilah yang kelihatannya merupakan pandangan yang
kebanyakan dipegang oleh para ahli pendidikan terkemuka sepanjang zaman. John
Dewey, misalnya mengemukakan; bahwa pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan fundamental, secara intelektual dan emosional, ke arah alam sesama
manusia.
Adapun Mohammad Nasir menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbigan
jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti
kemanusiaan dengan arti sesungguhnya.5 Pengertian tersebut hampir sama dengan
pengertian yang dipublikasikan oleh Ahmad D. Marimba, bahwa pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dari beberapa pandangan ahlipendidikan di atas, jelaslah bahwa pendidikan
adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu secara terus-
menerus terhadap nilai-nilai budayadan cita-cita masyarakat.
Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen
pendidikan Islam adalah proses perencanaan, mengorganisasi, memimpin dan
mengendalikan pendidikan Islam dengan segala aspeknya agar tujuan pendidikan
tercapai secara efektif dan efisien
Tujuan utama manajemen pendidikan, Menurut Shrode dan Voich tujuan
utama manajemen adalah produktifitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini
tidak tunggal bahkan jamak, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusanya,
keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan
6
daerah/nasional tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan
syhberdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi,
seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.
Apabila produktivitas merupakan tujuan maka perlu dipahami makna
produktivitas itu sendiri. Sutermeister membataskan produktivitas sebagai ukuran
kuantitas dan kulaitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber
daya. Produktivitas itu sendiri dipengaruhi perkembangan bahan, teknologi, dan
5
Muhammad Natsir, Capita Selekta , (Bandung : Gravenhage, 1954), h. 87
kinerja manusia. Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian
teknis sampai dengan perilaku. Produktifitas dalam arti teknis mengacu kepada
derajat keefektifan, efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Sedangkan dalam
pengertian perilaku, produktifitas merupakan sikap mental yang senantiasa
berusaha untuk terus berkembang.

B. Pembaharuan dalam Pendidikan Islam


Terpuruknya nilai-nilai pendidikan pendidikan Islam, sebagaimana
diterangkan di muka—sesungguhnya lebih dilatarbelakangi oleh kondisi internal
Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan
ilmu yang harus diperhatikan. Sehingga pada proses selanjutnya Ilmu
pengetahuan lebih banyak diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komperehenship
oleh Barat yang pada waktu itu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Kecanggihannya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan telah
membuktikan Barat telah beberapa kali memenangkan perang melawan ummat
Islam. Bahkan beberapa wilayah Islam telah dikuasai Barat. Inilah awal mula
terjadinya kesadaran ummat Islam akan ketertinggalannya yang begitu jauh.
Interospeksi terus dilakukan oleh beberapa pembaharu Islam, untuk kemudian
bisa dicarikan apa yang harus kita perbuat dalam mengembalikan kejayaan Islam
di masa lalu.
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses
pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:
Pertama, Faktor kebutuhan pragmatis ummat Islam yang sangat
7
memerlukan satu sistem pendidikan Islam yang betul-betul bisa dijadikan rujukan
dalam rangka mencetak manusia-manusia muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan
beriman kepada Allah.
Kedua, agama Islam sendiri melalui ayat suci al-Qur’an banyak menyuruh
atau menganjurkan ummat Islam untuk selalu, berfikir dan bermetaforma :
membaca dan menganalisisis sesuatu untuk kemudian bisa diterapkan atau bahkan
bisa menciptakan hal yang baru dari apa yang kita lihat.
Kedua faktor di atas sesungguhnya lebih merupakan faktor-faktor yang bisa
dilihat secara internal. Adanya kebutuhan ummat akan kemajuan dan perbaikan
nasib dirinya bisa dikatakan sebagai faktor penentu timbulnya proses
pembaharuan pendidikan dalam Islam. Disamping agama Islam sendiri melalui
AlQur’an sebagai sumber ajarannya banyak menganjurkan kepada ummatnya
untuk selalu berinovasi, melakukan pembaharuan di segala bidang.
Ketiga, Adanya kontak Islam dengan Barat, juga merupakan faktor
terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah menggugah
dan membawa perubahan paradigmatik ummat Islam untuk belajar secara terus
menerus kepada Barat, sehingga ketertinggalan-ketertinggalan yang selama ini
dirasakan akan bisa terminimalisir.
Terjadinya kontak hubungan antara Islam dengan Barat merupakan faktor
eksternal pembaharuan pendidikan Islam karena ummat Islam dapat melihat
kemajuan Barat pada peralatan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendudukan atas Mesir oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 merupakan
tonggak sejarah bagi ummat Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan
kelemahan dan kemunduran mereka khususnya dalam bidang teknologi. Ekspedisi
Napoleon di Mesir bukan hanya menunjukan sepasukan tentara yang kuat dengan
peralatan militernya, bahkan juga membawa sepasukan ilmuan dengan
seperangkat peralatan ilmiah dua set peralatan.
Kondisi inilah yang melatarbelakangi kepada para tokoh pembaharuan
Islam akan kemunduran dan keterbelakangan yang selama ini dirasakan.Oleh
karenanya, adanya kontak Islam dengan Barat pada abad 20, setidaknya telah
memunculkan dua respon ummat Islam. Pertama, rasa simpatik ummat Islam akan
kemajuan yang dialami Barat, telah berimplikasi pada lahirnya suatu gerakan yang
mencoba melakukan pembaharuan melalui pengadopsian ilmu pengetahuan,
teknologi, dan nilai-nilai Barat ke dalam dunia Islam dengan tujuan
membangkitkan kembali Islam ke pentas dunia. Kedua, rasa keprihatinan dari
sebagian golongan ummat Islam akan kemunduran-kemunduran yang dialami
Islam. Kondisi demikian telah membawa pada satu gerakan yang melihat bahwa
8

kemunduran Islam disebabkan oleh ketidaksetiaan ummat Islam sendiri terhadap


ajaran-ajaran Islam yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu untuk memajukan Islam tidak ada jalan lain kecuali dengan
kembali kepada ajaran Islam yang murni berdasarkan ajaran al-Qur’an dan as-
Sunah. Gerakan inilah yang kemudian lebih dikenal sebagai kelompok
tradisionalis, satu kelompok gerakan pembaharuan dalam Islam yang lebih banyak
melihat kejayaan masa lalu, sehingga dalam proses pembaharuannya kelompok ini
selalu menganjurkan untuk mengembalikan segala persoalan kepada al-Qur’an
dan al-Hadis.

C. Pola Pembaharuan dalam Manajemen Pendidikan Islam


Dengan memperhatikan beberapa faktor yang menjadi sebab lahirnya
pembaharuan pendidikan Islam, maka --menurut penulis-- pada garis besarnya
telah terjadi dua pemikiran pembaharuan pendidikan Islam, kedua pola tersebut
adalah:
a) Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pendidikan
modern di Barat, yang kemudian kita kenal dengan gerakan modernis.
b) Pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian
kembali ajaran Islam.
Pertama, golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat
berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang diakui oleh
Barat adalah dengan jalan mendirikan sekolah-sekolah ala Barat, baik sistem
maupun isi pendidikannya. Di samping –dalam rangka memajukan sistem
pendidikan Islam banyak juga pelajar yang dikirim ke Eropa terutama Perancis,
untuk menguasai ilmu-ilmu sains dan teknologi modern. Kelompok ini telah
9
menyadari kalau kondisi pendidikan Islam telah mengalami kemunduran yang
sangat luar biasa, pendidikan Islam institusi Madrasah—tidak lagi bisa dipandang
sebagai institusi alternatif yang bisa mencetak para lulusan yang handal. Oleh
karenanya adanya usaha perbaikan sistem, tujuan, metodologhi, sarana dan
prasarana ke arah pendidikan yang lebih baik sudah menjadi satu kebutuhan bagi
para pembaharu Islam.
Dan bagi kelompok ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
bagaimana ummat Islam bisa belajar dari Barat –dalam pengertian menggali
segala ilmu pengetahuan yang mereka miliki--, tidak bosan menggali banyak
informasi dari manapun, sehingga ketertinggalan-ketertinggalan yang selama ini
kita rasakan –paling tidak-- akan bisa terminimalisir.
Kelihatannya inilah yang pernah dilakukan oleh Mohammad Ali Pasya
(1805-1848) sewaktu ia berkuasa di Mesir. Untuk tujuan ini ia banyak
mendatangkan guru-guru dari Barat untuk mengajar di sekolah-sekolah militer
dan teknik di Mesir. Dalam masa yang sama juga diusahakan penerjemahan buku-
buku Barat ke dalam Bahasa Arab, hal ini dimaksudkan agar umat Islam yang
Arabisme juga bisa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Barat.
Kedua, golongan yang berorientasi pada pembaharuan pendidikan Islam
yang berdasarkan sumber Islam yang murni. Bagi mereka terjadinya kemunduran
ummat Islam lebih disebabkan oleh ketidaktaatan kaum muslimin dalam
menjalankan ajaran Islam menurut semestinya. Pola ini berpandangan behwa
sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan
peradaban serta ilmu pengetahuan modern, dalam hal ini Islam telah
membuktikannya pada masa kejayaan di masa silam.
Bagi kelompok ini, adanya kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan yang
pernah dialami ummat Islam seharusnya menjadi referensi atau bahkan sandaran
kalau sesungguhnya Islam sendiri, melalui ajarannya yakni al-Qur’an dan Hadis
bisa memajukan ummatnya tanpa harus berkiblat pada Barat. Justeru kita harus
10
kembali menengok masa-masa silam kejayaan ummat Islam, bukannya malah
berbalik memalingkan atau tidak mau menengok sama sekali ke belakang.
Demikian pendapat kelompok tradisionalis.6

D. Model Pengembangan Manajemen Pendidikan Islam


Pendidikan islam sebagian besar tumbuh dan berkembang dari kecil dan
kondisinya serba terbatas. Selanjutnya ada yang tubuh dan berkembang dengan
pesat atau mengalami continuous quality improvement, ada juga yang stagnant
(jalan di tempat) dan ada pula yang tidak bisa stagnant. Bagi yang terus
berkembang hingga mampu mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum dan

6
Ricky &Diah,”PemikirandanPolaPembaharuan”.2011 http.ricky-
diah.blogspot.co.id/2011/04/makalah-pemikiran-dan-pola-pembaharuan.html
perguruan tinggi, didukung oleh usaha-usaha lain yang bersifat profit seperti
pertanian, perdagangan, percetakan, industri jasa dan lain sebagainya.7
Sejak dekade 90-an, kesadaran umat untuk meningkatkan mutu lembaga
pendidikan Islam mulai bangkit dimana-mana dan beberapa di antaranya telah
mampu menjadi sekolah unggul atau sekolah yang efektif (effective school). Yang
menjadi persoalan adalah model manajemen yang bagaimana yang tepat bagi
pendidikan Islam yang memiliki mutu tinggi dan berkarakter islami?
Adapun model-modelnya yaitu sebagai berikut:
1) Model Manajemen Bernuansa Entrepreneurship.
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa sebagian besar pendidikan Islam
tumbuh dan berkembang dari bawah dan dari kecil. Manajemen yang tepat adalah
manajemen yang dapat memberikan nilai tambah. Manajemen yang dapat
memberi nilai tambah adalah manajemen yang bernuansa entrepreneurship.
Rhenald Kasali dalam “Paulus Winarto menegaskan bahwa seorang entrepreneur
adalah seorang yang menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang
membedakan dirinya dengan orang lain”, menciptakan nilai tambah, memberikan
manfaat bagi dirinya dan orang lain, karyanya dibangun berkelanjutan (bukan
ledakan sesaat) dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif11di
tangan orang lain. Seorang manajer yang sekaligus sebagai seorang entrepreneur
memiliki karakter sebagai berikut: memiliki keberanian mengambil resiko,
menyukai tantangan, punya daya tahan yang tinggi punya visi jauh ke depan dan
selalu berusaha memberikan yang terbaik.
Menjadi seorang entrepreneur diperlukan integritas yang kokoh, memiliki
etos kerja yang tinggi dan kesanggupan untuk menghadapi tantangan, hambatan
dan bahkan ancaman. Seorang entrepreneur adalah orang yang berani mengambil
keputusan “keluar dari zona nyaman dan masuk ke dalam zona ketidakpastian
(penuh resiko)”. Manajer yang biasa (konvensional) sebenarnya adalah orang
yang paling membutuhkan keamanan dan status quo, dan sebaliknya takut pada

7
Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam,(Ciputat: Ciputat Press, 2005), h.
126
perubahan. Hal ini wajar karena ia sedang berada di puncak piramida dalam
struktur organisasi dengan segala fasilitas, kedudukan dan kehormatan yang
melekat padanya.8
Seorang entrepreneur pada dasarnya adalah seorang pembaharu (innovator)
karena melakukan sesuatu yang baru, dianggap baru atau berbeda dari kondisi
sebelumnya. Apa yang dilakukan itu membawa perubahan ke arah yang lebih baik
dan memberi nilai tambah bagi diri maupun orang lain. Dalam upaya untuk
menciptakan nilai tambah seorang entrepreneur sangat mengutamakan kekuatan
brand, yaitu citra atau merek yang kuat atas apa yang dilakukannya. Dengan brand
yang baik jelas akan memberikan value yang tinggi. Brand image bagi sebuah
lembaga pendidikan merupakan aset yang paling berharga yang mampu
menciptakan value bagi stakeholder dengan meningkatkan kepuasan dan
menghargai kualitas dan akhirnya melahirkan kepercayaan. Seorang manajer yang
sekaligus entrepreneur bukan sekedar bisa membangun brand belaka, namun juga
memanfaatkan kekuatan brand untuk melipatgandakan akselerasi sebuah
perubahan.
Berikut kalimat singkat, menarik yang diucapkan oleh KH Ahmad Dahlan,
”Hidup-hidupi Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
12
Dapat ditafsirkan dalam konteks semangat entrepreneurship. Artinya setiap orang
yang bekerja di lembaga amal usaha Muhammadiyah harus mampu memberikan
nilai tambah bagi perkembangan lembaganya. Dengan cara inilah akan terjadi
penumpukan capital (capital development) sehingga amal usaha Muhammadiyah
dapat terus tumbuh dan berkembang.
Institusi yang memiliki nuansa entrepreneur, juga akan memikirkan
bagaimana cara melakukan manajemen ketahanan pangan. Artinya keungan yang
ada pada bendahara itu bisa terus berlangsung dan berkembang.
Manajemen ketahanan pangan, telah diberikan contohnya oleh Nabi Yusuf
as. yaitu sebagai berikut:
a) Mensyukuri dan mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya alam.

8
Ibid., h. 137
Penyelenggara institusi pendidikan Islam, hanya mempunyai dua pilihan
dalam menjalani proses tersebut. Pilihan itu ialah syukur ataukah kufur. Syukur
akan makmur, dan kufur akan kecebur (artinya berada pada posisi terendah dan
hina). Juga mampu memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah disediakan
oleh alam.
b) Etos bercocok tanam dan memproduksi pangan.
Poin ini meniscayakan adanya manajemen perencanaan pembenihan,
pengolahan lahan, penanaman dan perawatan. Maksudnya lembaga pendidikan
diharapkan bisa melaksanankan rekrutment dengan baik, proses pembelajaran
yang pengajarnya tidak hanya cerdas, tetapi transformatif dan memberikan
pelayanan (service) yang maksimal kepada warga dalam institusi tersebut.
c) Prinsip swasembada pangan dalam jangka panjang, minimal tujuh tahun.
Prisnsip swasembada ialah prinsip usaha mencukupi diri sendiri. Artinya
institusi jangan hanya mengharapkan bantuan pemerintah. Tetapi ada usaha lain
yang dilakukan dengan kerja keras. Sehingga apabila pemerintah mungkin
menghentikan bantuannya, tidak ada kekhawatiran yang tinggi. Apabila mau
mencontoh nabi Yusuf as. tentunya hal itu dilakukan minimal selama tujuh tahun.
d) Berorientasi futuristik.
Yaitu etos menyimpan atau menabung dan mengelola stok pangan yang
13
memadai untuk jangka panjang. Setelah berhasil melakukan ketiga proses diatas,
apabila bendahara mempunyai budget yang cukup, tidak kemudian budget itu
digunakan dengan seenaknya, tetapi diharapkan bisa diinvestasikan.9

2) Model Manajemen Berbasis Masyarakat (Management Based Society)


Yaitu manajemen yang dapat menjaga hubungan baik dengan masyarakat
sekitar. “Data EMIS Departemen Agama menunjukkan 90% madrasah berstatus
swasta dan 100 % pesantren adalah swasta”. Ini berarti bahwa lembaga

9
MuhbibAbdulWahab,”ManajemenPanganAlaNabiYususf.as”.2014http://www.republika.co
.id/berita/dunia-islam/hikmah/2014/02n0dtpt-manajemen-pangan-ala-nabi-yusuf-as. Diakses
pendidikan Islam adalah lembaga milik masyarakat, atau bisa dikatakan “dari,
oleh dan untuk masyarakat”.
Manajemen pendidikan Islam yang tepat adalah manajemen yang dapat
mendekatkan pendidikan Islam dengan masyarakat, diterima, dimiliki dan
dibanggakan oleh masyarakat, dan dapat mendayagunakan potensi-potensi yang
dimiliki masyarakatnya. Konsep Manajemen berbasis sekolah (Management
Based School) dan pendidikan berbasis masyarakat (Society Based Education)
dalam konteks otonomi daerah, lahir karena dilandasi oleh kesadaran bahwa
masyarakat punya peran dan tanggung jawab terhadap lembaga pendidikan di
daerahya disamping sekolah dan pemerintah.
Bagi lembaga pendidikan Islam yang memang “dari, oleh dan untuk
masyarakat”, maka mengembalikan pendidikan Islam kepada masyarakat
merupakan sebuah keniscayaan apabila pendidikan Islam ingin mengambil dan
mendayagunakan kekuatannya. Dengan kata lain, masyarakat adalah kekuatan
utama pendidikan Islam. Mencabut pendidikan Islam dari grass root nya
(masyarakat) justru akan memperlemah pendidikan Islam itu sendiri. Pondok
pesantren yang mampu menjaga hubungan baiknya dengan basis sosialnya
terbukti dapat terus berkembang, dan sebaliknya akan mengalami surut ketika
14
ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara maju terutama yang
berstatus privat pada umumnya terdapat lembaga semacam Dewan Sekolah,
Majlis Madrasah, Dewan Penyantun, Majlis Wali Amanah dan lain sebagainya
yang antara lain bertugas memperhatikan hubungan, kedekatan dan aspirasi
masyarakat serta siap mendayagunakan potensi masyarakat dan memberikan
layanan pengabdian (langsung maupun tidak langsung) kepada masyarakat. Di
Stanford University misalnya ada The Board of Trustees yang berwenang
mengelola dana hibah dan hadiah (grand), sumbangan (endowment) dan lain
sebagainya yang dihimpun dari dana masyarakat untuk pengembangan Stanford
University.10
10
Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Op. Cit.., h. 57
Di beberapa universitas luar, seperti di University of London United
Kingdom dan McGill University Canada misalnya terdapat lembaga yang
namanya Board of Governor. Anggota lembaga ini sebagian besar dari luar
universitas yang pada umumnya memiliki tugas dan peran sebagaimana The
Board of Trustees pada Stanford University. McGill University misalnya, lembaga
ini dapat berkembang karena semangat amal dari masyarakatnya.
Diawali dari hibah James McGill yang menghibahkan sebagian
kekayaannya berupa uang 10.000 pound sterling dan tanah 40 hektar beserta real
estat yang ada di dalamnya, lembaga ini didirikan dan berkembang dengan terus
menggali dana dari masyarakat sampai sekarang.
Di McGill, semangat beramal itu tidak hanya dalam pengertian materi
terutama dari para dermawan dan hartawan, tetapi juga perbuatan dengan
kontribusi tenaga maupun pikiran. Dosen, karyawan dan pimpinan McGill rela
bekerja keras karena dilandasi oleh semangat amal, semangat beribadah.
Semangat beramal untuk membangun lembaga pendidikan dalam tradisi
iman umat Islam sebenarnya bukan sesuatu yang baru, bahkan umat Islam pernah
menjadi pelopor (avant-garde) dalam komitmennya mengembangkan lembaga
pendidikan melalui semangat amal. Yang menjadi persoalan sekarang adalah,
bagaimana upaya rekonstruksi semangat beramal ini dalam mengembangkan
pendidikan Islam? Pertama, adanya lembaga semacam Board of Trustees atau
semacam Majlis Wali Amanah yang anggotanya dari wakil masyarakat yang
memiliki integritas dan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan Islam. Kedua,
perlu dibangkitkan kembali semangat juang (jihad), etos kerja semua komponen
stake holder internal sebagai wujud amal (perbuatan) nyata. Ketiga, perlu
diterapkan manajemen mutu terpadu (total quality management) dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam. 11

3) Model Manajemen Berbasis Masjid (Management Based Mosque)


Embrio pendidikan Islam adalah Masjid. Manajemen pendidikan Islam yang
berbasis masjid adalah manajemen yang dijiwai oleh nilai dan semangat spiritual,
semangat berjamaah, semangat ihlas lillahi ta’ala (ihlas karena Allah) dan
semangat memberi yang hanya berharap pada ridlo Allah. Proses pembelajaran
yang integratif dengan masjid memberikan nuansa religius yang kental dalam

11
Ibid., h. 59
penanaman nilai-nilai religius maupun praktek langsung pengalaman beragama.
Dimulai dari pembiasaan shalat sunah, shalat dzuhur berjamaah dan shalat ashar
berjamaah bagi yang full day school.
Sampai saat ini pun, sebagian besar institusi pendidikan Islam itu
mempunyai masjid atau mushalah yang menjadi pusat kegiatan spiritual pelajar
maupun pengajar. Kata kuncinya menjadi bagaimana mengaplikasikan konsep
manajemen masjid kepada institusi pendidikan Islam. 15
Mengapa belajar dari manajemen masjid, berikut tulisan spektakuler Dr. H.
Muhbib Abdul Wahab, MA yang dimuat pada harian Republika Online (ROL)
bahwa alasannya karena “Masjid adalah pusat dan sumber inspirasi dalam segala
hal, karena di masjid semua Muslim hanya mengabdi dan memohon pertolongan
kepada Allah SWT (QS Al-Fatihah [1]: 5). Ayat ini oleh para mufassir, antara lain,
dimaknai ayat pembebasan manusia dari ketergantungan kepada makhluk menuju
tauhid sejati. Shalat berjamaah di masjid tidak hanya melambangkan persatuan
dan kebersamaan, tetapi juga persamaan (equality), egalitarianisme, dan anti-
diskriminasi. Yang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, penguasa dan pengusaha
16
dapat berdiri dalam shaf yang sama. Tidak ada masjid hanya dikhususkan para
penguasa, pengusaha, atau pejabat. Masjid, seperti halnya kemerdekaan, adalah
hak semua. Masjid mendidik kita untuk mandiri, mengembangkan semangat
kebersamaan, nasionalisme, dan patriotisme sejati”.
Lembaga pendidikan Islam hendaknya tidak tebang pilih dalam membuat
kebijakan. Apabila pelajar terlambat masuk gerbang, pelajar langsung
mendapatkan hukuman, sekalipun murid mempunyai alasan yang kuat atas
keterlambatannya. Tetapi apabila guru yang terlambat, tidak mendapatkan
hukuman. Itulah yang kebanyakan terjadi, karena tidak belajar dari
antidiskriminasinya manajemen masjid.

E. Konsep Pembaharuan dan Pengembangan Manajemen Pendidikan di


Indonesia
Apabila mengamati gagasan modernisasi Islam pada awal abad 20 pada
lapangan pendidikan direalisasikan dengan pembentukan lembaga-lembaga
pendidikan modern yang diadopsi dari sistem pendidikan kolonial Belanda dan
kehadiran organisasi-organisasi modernis Islam, seperti Jami'at Khair, Al-Irsyad,
Muhammadiyah, dan lain-lain, sebagai pelopor modernis, walaupun pada awal
perkembangan organisasi-organisasi ini mengadopsi sistem dan lembaga
pendidikan modern secara hampir menyeluruh. Artinya, titik tolak modernisme
pendidikan Islam di sini adalah sistem dan kelembagaan pendidikan modern
(Belanda) bukan sistem dan lembaga pendidikan Islam Tradisional.
Dalam mencermati konsep pembaruan pendidikan Islam di atas, Jusuf Amir
Faisal dalam bukunya "Reorientasi Pendidikan Islam" menyebutkan bahwa
"pembaruan pendidikan merupakan suatu usaha multidimensional yang kompleks,
dan tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang
dirasakan, tetapi terutama merupakan suatu usaha penelaahan kembali atas aspek-
aspek sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru", dan
selalu berorientasi pada perubahan masyarakat.
Upaya pembaruan pendidikan tidak akan memiliki ujung akhir sampai
kapan pun. Mengapa demikian, karena persoalan pendidikan selalu saja ada
selama peradaban dan kehidupan manusia itu sendiri masih ada, pembaruan
17
pendidikan diakhiri, apalagi dalam abad informasi seperti saat ini, tingkat
obselescence dari program pendidikan sangat tinggi. Tetapi, yang lebih penting
lagi dalam upaya pembaruan ialah keikutsertaan dan didukung secara mental
kemampuan profesional pengelola pendidikan, dan para pengelola perlu memiliki
semacam a common mission pada setiap upaya pembaruan pedidikan dan agar
upaya pembaruan menjadi lebih efektif. Selain itu, juga perlu menyadari terhadap
adanya misi umum yang ingin dicapai oleh pembaruan itu dan indikator adanya
kesadaran terhadap common mission suatu pembaruan.
Pembaruan pendidikan terjadi karena adanya tantangan kebutuhan
masyarakat pada saat itu dan pendidikan itu sendiri diharapkan dapat menyiapkan
produk manusia yang mampu mengatasi kebutuhan masayarakat tersebut,
sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan lebih bersifat konservatif.
Misalnya, pada masyarakat agraris pendidikan di desain agar relevan dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat pada era tersebut, begitu juga apabila
perubahan masyarakat menjadi masyarakat industrial dan informasi, pendidikan
juga di desain mengikuti irama perkembangan masyarakat industri dan informasi
dan seterusnya.
Sebagaimana kondisi pendidikan di Indonesia, kondisi pendidikan Islam di
Indonesia pun menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai
aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa persoalan dikotomi pendidikan,
kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya
perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja.
Usaha pembaruan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat
sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar
sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Usaha
pembaruan pendidikan Islam secara mendasar selalu dihambat berbagai masalah,
mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli, sehingga "Pendidikan Islam dewasa
18
ini terlihat orientasinya yang semakin kurang jelas".
Dengan kenyataan ini maka sebenarnya "sistem pendidikan Islam haruslah
senantiasa mengorientasi diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang
muncul dalam masyarakat sebagai konsekuensi logis dari perubahan".12
Pada saat ini, pemerintah telah memiliki 7 poin arah kebijakan program
pendidikan nasional, yaitu:
a) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi,
b) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional,
c) Melakukan pembaruan sistem pendidikan termasuk kurikulum,
d) Memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah,
e) Melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan Nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen,
f) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik
masyarakat maupun pemerintah, dan
g) Mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin secara terarah. Dengan
ketujuh strategi ini, sebenarnya dapat meyakinkan bahwa pendidikan
nasional dan pendidikan Islam kita secara makro cukup menjanjikan bagi
penyediaan SDM yang benar-benar memililki unggulan kompetitif.

12
http://ulashoim.blogspot.co.id/201/3/06/urgensi-manajemen-pendidikan -islam.html
Apabila melihat kenyataan kondisi pendidikan sekarang, ada dua alasan
pokok yang perlu dilakukan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, yaitu:
pertama, konsepsi dan praktik pendidikan Islam sebagaimana tercermin pada
kelembagaannya dan isi programnya didasarkan pada konsep atau pengertian
pendidikan Islam yang sempit yang terlalu menekankan pada kepentingan akhirat,
kedua, lembaga-lembaga dan isi pendidikan Islam yang dikenal sekarang ini,
seperti madrasah dan pesantren tidak atau kurang mampu memenuhi kebutuhan
umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern. Terutama masyarakat dan
bangsa Indonesia bagi pembangunan di segala bidang di masa sekarang dan di
masa yang akan datang.
Untuk menghadapi dan membangun masyarakat madani di Indonesia
19
diperlukan usaha pembaruan pendidikan Islam secara mendasar, yaitu :
 Perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul
didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia, terutama pada fitrah atau
potensi,
 Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu
umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu
bukan agama, karena dalam pandangan Islam bahwa Ilmu pengetahuan
adalah satu yaitu berasal dari Allah SWT,
 Pendidikan di desain menuju tercapainya sikap dan perilaku "toleransi",
lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama toleran dalam
perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam tanpa melepaskan pendapat
atau prinsipnya yang diyakini,
 Pendidikan yang mampu menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan
mandiri dalam kehidupan,
 Pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja,
disiplin dan jujur,
 Pendidikan Islam perlu di desain untuk mampu menjawab tantangan
masyarakat untuk menuju masyarakat madani serta lentur terhadap
perubahan zaman dan masyarakat.
Dari pembahasan di atas, ada beberapa indikator sebagai usaha pembaruan
pendidikan Islam, yaitu: setting pendidikan, lingkungan pendidikan, karekteristik
tujuan. Perlu diketahui bahwa suatu usaha pembaruan pendidikan terarah dengan
baik apabila didasarkan pada kerangka dasar filsafat dan teori pendidikan yang
mantap. Filsafat pendidikan hanya dapat dikembangkan berdasarkan asumsi-
asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan lingkungan, alam
semesta, akhiratnya, dan hubungannya dengan Maha Pencipta, sedangkan teori
pendidikan dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara pendekatan filosofis
dan pendekatan empiris.
Dengan demikian, kerangka dasar pertama pembaruan pendidikan Islam
20
adalah "konsepsi filosofis" dan "teori pendidikan" yang didasarkan pada asumsi-
asumsi dasar tentang manusia yang hubungannya dengan masyarakat lingkungan
dan ajaran Islam.
Langkah awal yang dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan
adalah merumuskan "kerangka dasar filosofis pendidikan" yang sesuai dengan
ajara Islam, kemudian mengembangkan secara "empiris prinsip-prinsip" yang
mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan (sosial dan kultural)
tanpa kerangka dasar "filosofis" dan 'teoritis" yang kuat, maka pembaruan
pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah
yang pasti. Kemudian langkah selanjutnya adalah mengembangkan kerangka
dasar sistemik, yaitu kerangka dasar filosofis dan teoritis pendidikan Islam harus
ditempatkan dalam konteks supra - sistem masyarakat, bangsa dan negara serta
kepentingan umat di mana pendidikan itu diterapkan. Apabila terlepas dari
konteks ini, pendidikan akan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia dalam menghadapi tuntutan perubahan menuju
"masyarakat madani" Indoensia.13
Untuk mengakhiri pembahasan ini, mengutip Johar dalam bukunya
Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan" menyatakan
bahwa pendidikan harus berdasarkan paradigma kebangsaan yang religius.
Artinya kepemilahaan kita dalam melaksanakan pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa yang religius. Konsekuensi dari itu maka pendidikan kita harus
harus dilaksanakan dengan cara:

13
http://tarbiyyah-blog.blogspot.co.id/2013/05/manajemen-pendidikan-islam.html
a) Pendidikan untuk membangun integritas ilmu dan agama
b) Pendidikan kita dilaksanakan dengan Iqra', mengkaji ciptaan Tuhan utuk
memperoleh ilmu Tuhan
c) Pendidikan kita dilaksanakan untuk mengamalkan ajaran Tuhan
d) Pendidikan kita dilaksanakan dengan misi tugas hidup di bumi sebagai
wakil Tuhan
e) Pendidikan kita seharusnya mengkaji realita
f) Pendidikan harus mampu membangun tauhid vertikal dan tauhid sosial
g) Harus mampu membangun tauhid vertikal, yang mengaku Tidak Ada Tuhan
Selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah.14

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Luther
Gulick memandang manajemen sebagai ilmu karena manajemen
H.djohar, Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan,
14

(yogyakarta:grafika indah,2006)h.
dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik
berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama
Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang
ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu:
a. Perencanaan (Planning)
b. Pengorganisasian (Organizing)
c. Pimpinan (leading)
d. Pengawasan (Controling)
Secara garis besarnya telah terjadi dua pemikiran pembaharuan
pendidikan Islam, kedua pola tersebut adalah:
a. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola
pendidikan modern di Barat, yang kemudian kita kenal dengan gerakan
modernis.
b. Pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian
kembali ajaran Islam
Adapun model-modelpengembangan manajemen yaitu sebagai berikut:
a. Model Manajemen Bernuansa Entrepreneurship.
b. Model Manajemen Berbasis Masyarakat (Management Based Society)
c. Model Manajemen Berbasis Masjid (Management Based Mosque

21
22

B. Saran
Demikian makalah ini dibuat. Penulis sadar akan banyaknya kekurangan
dan jauh dari sempurna. Penulis juga membutuhkan kritik dan saran agar bisa
menjadikan motivasi bagi penulis agar kedepan bisa lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA

Fattah Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya, 2001

Folet, Managerial Proses and Organisational Behavior, Glenview: Scott.

Gulick Luther, Dictionary of Education, New York: McGraw-Hill Book Company.

H.djohar, Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa


Depan,yogyakarta:grafika indah,2006

Natsir Muhammat, Capita Selekta , Bandung : Gravenhage, 1954

Smith Adan, Management System Analysis and Aplication, Japan : Holt Saunders
International, 1982

Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam Ciputat: Ciputat Press,


2005.

http://tarbiyyah-blog.blogspot.co.id/2013/05/manajemen-pendidikan-islam.html

http://ulashoim.blogspot.co.id/201/3/06/urgensi-manajemen-pendidikan
-islam.html

MuhbibAbdulWahab,”ManajemenPanganAlaNabiYususf.as”.2014http://www.rep
ublika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/2014/02n0dtpt-manajemen-
pangan-ala-nabi-yusuf-as. Diakses

Ricky &Diah,”PemikirandanPolaPembaharuan”.2011 http.ricky-


diah.blogspot.co.id/2011/04/makalah-pemikiran-dan-pola-
pembaharuan.html

Anda mungkin juga menyukai