Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN

A. Konsep Dasar Nyeri


1. Pengertian
Nyeri merupakan masalah kesehatan yang kompleks, dan

merupakan salah satu alasan utama seseorang datang untuk mencari

pertolongan medis (Zacharoff et al., 2010; Young et al., 2013; AMA,

2013), oleh karenanya nyeri telah menjadi fokus perhatian umat manusia

sejak dahulu. Bukti menunjukkan bahwa manusia tidak pernah terlepas

dari penderitaan nyeri. Konsekuensi fisik dan emosional nyeri telah

dijabarkan oleh para ilmuan sejak lama. Sejak tahun 1999 nyeri telah

dikenal sebagai tanda vital kelima (fifth vital sign). Nyeri merupakan

keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyamanan dalam

merespon suatu rangsangan yang tidak menyenangkan (Lydall Juall,

2012).
Nyeri ada dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri yang

sering terjadi pada post operasi adalah nyeri akut (Potter & Perry, 2006).

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan, nyeri akut muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial. Menurut Potter dan Perry (2006) nyeri akut adalah nyeri

yang dirasakan secara mendadak dari intensitas ringan sampai berat dan

lokasi nyeri dapat diidentifikasi. Selain itu nyeri akut didefinisikan sebagai

pengalaman sensori dan emosional yang muncul akibat kerusakan jaringan


dengan gejala yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat

dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2015).


2. Epidemiologi
Hampir semua orang mengalami nyeri pada suatu waktu dalam

hidupnya (Zacharoff et al., 2010). Di Amerika Serikat, lebih dari 20%

kunjungan dokter dan 10% dari penjualan obat dikaitkan dengan nyeri.

Beberapa kondisi mungkin mengalami nyeri dan gejala terkait yang

muncul dari penyebab yang terpisah, seperti nyeri pasca operasi atau nyeri

terkait tekanan yang berhubungan dengan tumor. Terdapat juga kondisi di

mana nyeri merupakan masalah utama, seperti nyeri neuropatik atau nyeri

kepala (Zacharoff et al., 2010). Kebanyakan pasien melaporkan nyeri

pasca operasi sedang hingga berat, bahkan dengan menggunakan

penanganan dan teknik terkini (Zacharoff et al., 2010).


Menurut penelitian yang dilakukan Sommer et al (2008) prevalensi

pasien post operasi mayor yang mengalami nyeri sedang sampai berat

sebanyak 41% pasien post operasi pada hari ke 0, 30 % pasien pada ke 1,

19 % pasien pada hari ke 2, 16 % pasien pada hari ke 3 dan 14 % pasien

pada hari ke 4. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sandika et

al, (2015) yang menyatakan bahwa 50% pasien post operasi mengalami

nyeri berat dan 10% pasien mengalami nyeri sedang sampai berat.
3. Etiologi
Menurut SDKI (2017), nyeri dapat disebabkan oleh beberapa agen

diantaranya:
a. Agen pencedera fisiologis
1) Inflamasi
2) Iskemia
3) Neoplasama, dll.
b. Agen pencedera kimiawi
1) Terbakar

2
2) Bahan kimia iritan, dll.
c. Agen pencedera fisik
1) Abses
2) Amputasi
3) Mengangkat beban
4) Prosedur operasi
5) Trauma
6) Latihan fisik berlebihan.
4. Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor

nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap

stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga

nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nosiseptor) ada yang

bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf eferen.


Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut

saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah

satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna

abu-abu di medula spinalis. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks

serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses

informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi

kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri. Semua kerusakan selular,

yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik, kimiawi, atau stimulus

listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan nyeri.


Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang

berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan

didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua

komponen, yaitu:

3
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30

m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan

cepat hilang apalagi penyebab nyeri dihilangkan.


b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-

2m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri

biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi (Tamsuri, 2010).


5. Pathway

Trauma jaringan,
infeksi

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri Tekanan mekanisme,


(histamine, bradikinin, deformitas, suhu
prostaglandin, serotonin, ion ekstrim
kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihantarkan serabut
tipe A, dan serabut
tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi Sistem aktivasi


Area grisea
retikular retikular
peraikueduktus

Talamus Hipotalamus dan


sistem limbik Talamus

4
Otak
(korteks somatosensoarik)

Persepsi nyeri

NYERI AKUT NYERI KRONIS

GANGGUAN RASA KENYAMANAN

6. Klasifikasi
Menurut Hidayat 2009, nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam

beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri,

dan waktu lamanya serangan.


a. Nyeri berdasarkan tempatnya:
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan

tubuh misalnya pada kulit, mukosa.


2) Deep pain, yaitu nyeri yang tersa pada permukaan tubuh

yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.


3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena

penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan

ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal

5
nyeriterlokalisasi,nyeriparietal terlokalisasi,nyeri alih

viseral dan nyeri alihparietal.


4) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena pemasangan

pada sistem saraf pusat, spinal cord,batang otak, talamus.


b. Nyeri berdasarkan sifatnya:
1) Incedental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu

lalu menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul akan menetap serta

dirasakan dalam waktu yang lama.


3) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas

tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap

±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.


c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:
1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
d. Nyeri berdasarkan waktu lamamnya serangan :
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang

singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan

daerah nyeri diketahui dengan jelas.


2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam

bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan berlangsung

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

7. Gejala Klinis
Menurut Hidayat (2009), gejala klinis nyeri adalah sebagai berikut:
a. Vakolasi
1) Mengaduh
2) Menangis
3) Sesak nafas
4) Mendengkur
b. Ekspresi wajah
1) Meringis
2) Mengeletuk gigi
3) Mengkerutkan dahi

6
4) Menutup mata, mulut dengan rapat
5) Menggigit bibir
c. Gerakan tubuh
1) Gelisah
2) Imobilisasi
3) Ketegangan otot
4) Peningkatan gerakan jari dan tangan
5) Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6) Gerakan melindungi bagian tubuh
d. Interkasi sosial
1) Menghindari percakapan
2) Fokus hanya pada aktivitas yang menghilangkan nyeri
3) Menghindari kontak sosial
4) Penurunan rentang perhatian.
8. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,

pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2008).


a. Skala Numerik (Numeric Rating Scale)
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien

menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak

merasa nyeri, angka 10 diartikan nyeri yang paling berat yang

pernah dirasakan (Prasetyo, 2010).

b. Skala Analog Visual


Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada

7
setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan pada pasien

untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia

rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan

nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi

setiap titik pada rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata

atau satu angka (Prasetyo, 2010).

c. Skala Nyeri Deskriptif


Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal

Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri

dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan

jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking

dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien

untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat

juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling

menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak

menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih

sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala

8
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

(Prasetyo, 2010).

d. Skala Nyeri Menurut Bourbannis

e. Wong Baker Faces Pain Rating Scale


Salah satu skala objektif nyeri yang sering digunakan di klinis

adalah Wong Baker Faces Pain Rating Scales dari jurnal

penelitian Wong dan Baker. Skala nyeri ini menggunakan dua

cara penilaian yaitu penilaian mimik wajah terhadap nyeri

(Faces Pain Rating Scale) untuk anak usia 3 tahun ke atas dan

penilaian verbal (Verbal Pain) untuk anak usia diatas 8 tahun

(Prasetyo, 2010).

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1–3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik


4-6 : Nyeri sedang, secara obyektif klien

mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan

9
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.


7–9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang

tidakdapat mengikuti perintah tapi masih respon

terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang

dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul.


9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dari kepala hingga

kaki untuk mengetahaui bagian tubuh mana saja yang mengalami nyeri.
10. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik atau penunjang yang dapat dilakukan

adalah pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk mengetahui apakah

ada perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat

menyebabkan timbulnya rasa nyeri.

11. Terapi / Tindakan Penanganan


Terapi nyeri atau tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri

yaitu terdiri dari terapi non – farmakologi dan farmakologi.


a. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Bangun dan Nur’aeni (2013),

merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara

mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam

pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang

obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun

10
banyak aktifitas keperawatan non farmakologi yang dapat membantu

menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki

resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan

merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2008). Terapi non

farmakologi terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang meliputi

tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis dan

sentuhan terapeutik/massage (Tamsuri, 2007). Menurut Nursing

Intervention and Classification/NIC (2013) peran perawat dalam

penatalaksanaan nyeri adalah:


1) Mengkaji nyeri seperti lokasi, karakteristik, durasi nyeri, frekuensi

nyeri, kualitas nyeri, intensitas nyeri dan faktor penyebab nyeri.


2) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3) Menanyakan pengetahuan pasien tentang nyeri.
4) Mengkaji pengaruh nyeri yang dialami pasien pada tidur, selera

makan, aktivitas, perasaan, hubungan, peran pada pekerjaan dan

pola tanggungjawab.
5) Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa

lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi ketidaknyamanan dari

prosedur.
6) Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.


7) Melakukan penanganan non-farmakologi seperti relaksasi, terapi

music, guided imagery, terapi akupresur, terapi aktivitas dan

massage.
8) Mengajarkan prinsip dari manajemen nyeri.
9) Menggunakan teknik pengontrolan nyeri/ antisipasi sebelum nyeri

berubah menjadi berat.


10) Melakukan penanganan farmakologi yaitu pemberian analgesic

11
Menurut Susanti (2012) perawat mengkaji nyeri pasien untuk

merencanakan tindakan apa yang harus diberikan selanjutnya untuk

pasien yaitu dengan menggunakan instrumen QRST (Provocating,

Quality, Region, Severity, Treatment).

a. Terapi Farmakologi
Keputusan perawat dalam penggunaan obat-obatan dan

penatalaksanaan klien/pasien yang menerima terapi farmakologi

membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin

dilakukan (Potter & Perry, 2006).


1) Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi

nyeri. Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk

menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2006).Ada tiga jenis analgesik

menurut Potter dan Perry (2006) yaitu:

a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).

b) Analgesik narkotik atau opiat.

c) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik

2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)


Sistem pemberian obat yang disebut ADP merupakan metode yang

aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post operasi dan

nyeri traumatik. Klien/pasien menerima keuntungan apabila ia

mampu mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2006).


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Klien mengungkapan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan

isyarat.
b. Data Objektif

12
1) Wajah pasien tampak pucat, lemas dan meringis
2) Terdapat nyeri tekan pada bagian tubuh yang nyeri
3) Nadi > 100 x/menit
4) Pernafasan > 20 x/menit
c. Kaji nyeri yang berhubungan dengan:
1) Propocatif/ paliatif: Adanya riwayat trauma (mengangkat atau

mendorong benda berat).


2) Quality/ Quantity: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti

disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-

menerus. Kaji penyebaran nyeri, apakah bersifat radikular atau

nyeri acuan (refered pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang

timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat

karena adanya faktor pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang

batuk atau mengedan, berdiri atau duduk atau jangka waktu yang

lama dan nyeri berkurang bila dibuat istirahat atau berbaring. Sifat

nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat

dan menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ketungkai bawah.

Nyeri bertambah bila ditekan didaerah L5-S1 (garis antara dua

krista iliaka).
3) Region: Letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri

dengan setempat-tempatnya sehingga letak nyeri dapat diketahuai

dengan cermat.
4) Saverity: Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan

dengan aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat

meredakan rasa nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang

menimbulkan nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu,

13
dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum

seperti analgesik, berapa lama klien menggunakan obat tersebut.


5) Time: Sifatnya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap,

bersifat menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri.

Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu

sampai beberapa tahun)


2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan untuk pasien yang mengalami

nyeri adalah:
a. Nyeri akut
1) Berhubungan dengan:
 Agen cedara fisik (luka post operasi)
2) Ditandai dengan:
 Klien mengeluh nyeri
 Tampak meringis, gelisah dan bersikap proaktif
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Bersikap protektif
b. Nyeri kronis
1) Berhubungan dengan:
 Kondisi pasca trauma

2) Ditandai dengan:
 Mengeluh nyeri
 Merasa depresi
 Tampak meringis
 Merasa takut mengalami cedera berulang
 Tidak mampu menuntaskan aktivitas
 Pola tidur berubah
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil


Intervensi Rasional
Keperawatan keperawatan
Gangguan rasa NOC: Tingkat a. Tidak NIC: 1. Mengurangi
kenyamanan Nyeri menunjukan Menejemen stressor yang
(nyeri) yang tanda– tanda nyeri dapat
berhubungan Tujuan: Pasien nyeri mempengaruhi
dengan agen tidak b. Nyeri 1. Berikan nyeri
cedera fisik mengalami menurun pereda nyeri 2. Mengurango

14
(prosedur nyeri, antara sampai dengan nyeri
pembedahan) lain penurunan tingkat yang manipulasi 3. Meminimalkan
nyeri pada dapat lingkungan nyeri
tingkat yang diterima (misal 4. Mengurangi rasa
dapat diterima ruangan nyeri yang
tenang, dirasakan pasien
batasi
pengunjung)
2. Berikan
analgesia
sesuai
ketentuan
3. Cegah
adanya
gerakan
yang
mengejutkan
seperti
membentur
tempat tidur
4. Cegah
peningkatan
TIK

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.Ukuran intervensi

keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,

pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-

keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul

dikemudian hari.

5. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai

kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya:

15
a. Hilangnya perasaan nyeri
b. Menurunnya intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yanga baik
c. Pasien mampu melakukan aktifitas sehari – hari tanpa keluhan nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J.(2012).Diagnosis keperawatan : Bukusaku / Lynda juall

Carpenitomoyet; alih bahasa, Fruriolina Ariani, Estu Tiar; editor edisi

bahasa Indonesia, Ekaanisa Mardela … [et al] – Edisi 13 – Jakarta : EGC

Hidayat, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik. Analisis Data.

Jakarta: Salemba Medika

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10

editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktik (Fundamental of nursing: concept, process, and practice)

Edisi 4. Jakarta: EGC

Tamsuri, A. (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Tamsuri, A. (2008). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

16
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai