Hasan Watae 1116013000076 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan hasan.uin16@gmail.com
1. Pendahuluan
CEFR merupakan singkatan dari Common European
Framework of Reference. CEFR berfungsi sebagai garis besar yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian para pembelajar bahasa asing di seantero Eropa. CEFR disusun oleh Council of Europe sebagai bagian utama dari proyek “Pembelajaran Bahasa untuk Kewarga Negaraan Eropa”, antara tahun 1989 dan 1996, yang tujuan utamanya adalah untuk menyediakan metode penilaian dan pengajaran yang dapat diaplikasikan untuk semua bahasa yang digunakan di Eropa. Kemudian, pada November 2001, European Union Council Resolution menggunakan CEFR untuk membentuk sistem validasi kemampuan bahasa. Akan tetapi, ternyata CEFR diterapkan tidak hanya di Eropa tetapi juga di negara-negara lainnya di luar Eropa. Hal tersebut terjadi karena CEFR memiliki beberapa keunggulan. Pertama, CEFR dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat profisiensi pembelajar bahasa asing. Kedua, CEFR dapat digunakan untuk membuat sistem pembelajaran bahasa asing menjadi lebih transparan dalam tataran internasional. Terakhir dan yang paling penting, CEFR dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di masyarakat multilingual. Oleh karena itu, CEFR dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di negara kawasan Asia Tenggara yang memiliki masyarakat multilingual. 2. Isi
2.1 Tingkatan Profisiensi Pembelajar Bahasa Asing
CEFR membagi kemampuan pembelajar bahasa asing ke
dalam 3 tingkatan besar, yaitu A,B dan C. Kemudian, masing- masing tingkatan tersebut dibagi dua lagi menjadi A1, A2, B1, B2, C1 dan C2. A B C Basic User Independent User Proficient User / \ / \ / \ A1 A2 B1 B2 C1 C2 Breakthrough Waystage Threshold Vantage Effective Mastery Level Operational Proficiency
Keenam tingkatan di atas mirip dengan istilah yang
digunakan dalam tingkatan pembelajar bahasa asing tradisional, yaitu pemula, madya dan lanjut. Akan tetapi, tingkatan pembelajar bahasa asing menurut CEFR lebih lengkap daripada tingkatan tradisional karena ketiga tingkatan tersebut dibagi lagi menjadi dua, yaitu tingkat dasar dan tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level A berarti termasuk pembelajar pemula. A1 berarti pembelajar pemula tingkat dasar dan A2 berarti pembelajar pemula tingkat tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level B berarti termasuk pembelajar madya. B1 berarti pembelajar madya tingkat dasar dan B2 berarti pembelajar madya tingkat tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level C berarti termasuk pembelajar lanjut. C1 berarti pembelajar lanjut tingkat dasar dan C2 berarti pembelajar lanjut tingkat tinggi. Pembagian tingkat pembelajar bahasa asing tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan profil kompetensi pembelajar karena model kompetensi CEFR mencakup empat keahlian, yaitu Mendengar, Berbicara, Membaca dan Menulis. Empat keahlian tersebut dapat memiliki tingkat yang berbeda. Sebagai contoh, seorang pembelajar bahasa memiliki tingkat B2 dalam Mendengar dan Membaca, dan tingkat B1 dalam Berbicara dan Menulis.
2.2 Sistem Pembelajaran Bahasa
Sistem pembelajaran bahasa asing berdasarkan CEFR
berbeda dengan sistem pembelajaran bahasa asing tradisional berbeda dalam beberapa hal. Perbedaan pertama dapat dilihat pada fokus pengajaran bahasa asing. Pengajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR menggunakan model kompetensi komunikatif sehingga pengajaran bahasanya berfokus pada aktifitas komunikatif yang melibatkan konteks dan situasi. Dalam aktivitas tersebut, pengajar menciptakan situasi dan konteks tertentu bagi para pembelajar bahasa. Lalu, pengajar memberikan tugas tertentu sehingga mereka dapat mempraktekkan kemampuan bahasa mereka dalam situasi dan konteks tersebut. Sebaliknya, pengajaran bahasa asing tradisional berfokus pada aturan grammar dan perkembangan belajar grammar serta penerjemahan. Perbedaan kedua adalah tujuan pembelajaran bahasa asing. Pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR memiliki tujuan agar para pembelajar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dalam situasi sehari-hari di negara yang menggunakan bahasa sasaran. Hal tersebut berbeda dengan tujuan pembelajaran bahasa asing tradisional, yaitu para pembelajar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam bidang grammar dan penerjemahan bahasa sasaran. Ketiga, silabus pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR berbeda dengan silabus pembelajaran bahasa asing tradisional. Silabus pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR menekankan pada fungsi bahasa (maksud komunikatif) dan aspek umum bahasa lainnya seperti grammar dan kosakata yang diperlukan dalam situasi sehari-hari agar dapat berkomunikasi dengan topik yang beragam. Salah satu hal yang menarik dalam silabus tersebut adalah penggunaan Can do-statement (pernyataan- bisa melakukan). Dengan adanya Can do-statement tersebut, maka tidak hanya pengajar tetapi juga pembelajar bahasa dapat mengetahui target apa atau hal apa yang harus mereka capai dalam suatu tahap pembelajaran bahasa yang mereka lalui. Selain itu, keberadaan Can do-statement tersebut memudahkan penggambaran kompetensi dan perkembangan kompetensi dalam setiap tingkatan pembelajaran bahasa. Sebaliknya, silabus pembelajaran bahasa asing tradisional lebih menekankan pada penguasaan struktur bahasa sasaran. 2.3 Penggunaan CEFR untuk kawasan Asia Tenggara
CEFR dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di
kawasan Asia Tenggara karena beberapa hal. Pertama, kawasan Asia Tenggara merupakan masyarakat multilingual. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki beberapa bahasa yang berbeda termasuk bahasa nasional, bahasa lokal dan bahasa asing. Sebagai contoh, penutur asli Indonesia menguasai minimal dua bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan pula bahwa seorang penutur dapat memiliki lebih dari satu bahasa lokal karena faktor keluarga atau lingkungan sekitar. Selain itu, seorang penutur biasanya menguasai minimal satu bahasa asing, yaitu Inggris. Jadi, pada umumnya, orang Indonesia menguasai tiga bahasa. Menurut CEFR, pengajaran bahasa asing di suatu masyarakat multilingual harus disesuaikan dengan konsep plurilingualisme. Plurilingualisme berbeda dengan multilingualisme. Plurilingualisme adalah pengalaman bahasa seorang individu dalam suatu konteks budaya yang terus meluas sedangkan multilingualisme adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa bahasa atau keberadaan beberapa bahasa berbeda dalam suatu masyarakat. Konsep plurilingualisme sesuai dengan fakta yang ada bahwa seorang individu yang tinggal di suatu masyarakat multilingual akan berinteraksi dengan individu-individu lain dalam beragam situasi. Hal tersebut menyebabkan individu tersebut tidak bisa hanya menggunakan bahasa tertentu untuk situasi tertentu saja. Oleh karena itu, individu tersebut harus dapat menggunakan bahasa, terutama bahasa asing dalam berbagai konteks dan situasi yang mungkin dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, CEFR dapat diadopsi dan diterapkan di sekolah- sekolah dan universitas- universitas di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa aspek, yaitu (1) pembentukan sistem validasi kemampuan bahasa dan standar penilaian profisiensi bahasa per individu, (2) penyediaan alat praktis untuk menetapkan standar jelas yang dapat dicapai dalam urutan tahapan pembelajaran bahasa dan pengevaluasian hasil pembelajaran bahasa yang dapat dibandingkan dalam tataran internasional, dan (3) penyediaan dasar untuk pengenalan kualifikasi bahasa yang saling menguntungkan. Selain itu, CEFR telah dikembangkan melalui riset penelitian dan semakin banyak digunakan dalam kurikulum- kurikulum nasional di negara- negara lain tidak hanya di Eropa. Di Indonesia, kurikulum CEFR telah digunakan oleh universitas-universitas yang dulu dikenal sebagai IKIP, yaitu Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Negeri Manado (UNIMA), dan Universitas Pattimuta Ambon (UNPATTI). Universitas-universitas tersebut bekerja sama dengan Goethe Institute untuk menggunakan kurikulum CEFR dalam pengajaran bahasa asing, yaitu Bahasa Jerman. Penutup Pada 20 Oktober 2010, SEAMEO QITEP in Language telah menjadi pelopor dalam mengeksplorasi standar pembelajaran bahasa asing di Asia Tenggara dengan mengadakan satu hari simposium. Dalam simposium tersebut, disimpulkan bahwa CEFR dapat digunakan sebagai salah satu standar pembelajaran bahasa asing di kawasan Asia Tenggara.