Anda di halaman 1dari 97

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA

Staf Pengajar
Departemen Kimia

Ed. Rev. 02 (Gasal 2018/2019)

LABORATORIUM KIMIA
PROGRAM PENDIDIKAN KOMPETENSI UMUM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
ii
JADWAL PRAKTIKUM
KIMIA (KIM101)

Klpk Minggu ke-/Materi/ Meja Praktikum1) /No.Asisten

I II2) III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV


2&3 5&6 7&8 10&11
A Prep PP 1/A/1 4/A/6 Res/A/4 9/G/8 12/A/5 13/E/7 14/G/2 Res/A/3
/F/5 /E/10 /C/9 /I/7
2&3 5&6 7&8 10&11
B Prep PP 1/B/2 4/B/7 Res/B/3 9/H/9 12/B/4 13/F/5 14/H/1 Res/B/2
/G/1 /F/6 /D/10 /J/8
2&3 5&6 7&8 10&11/
C Prep PP 1/C/3 Res/C/10 9/G/6 4/A/9 12/C/3 13/G/4 14/I/5 Res/C/1
/H/2 /E/8 /C/7 I/10
2&3 5&6 7&8 10&11/
D Prep PP 1/D/4 Res/D/1 9/H/7 4/B/10 12/D/2 13/D/3 14/J/4 Res/D/5
/I/3 /F/9 /D/8 J/6
2&3 7&8 10&11 5&6
E Prep PP 1/E/5 9/G/9 Res/E/6 4/A/7 13/E/1 14/H/2 12/A/3 Res/E/4
/J/4 /C/10 /I/8 /E/6
2&3 7&8 10&11 5&6
F Prep PP 1/A/10 9/H/5 Res/F/5 4/B/3 13/F/9 14/I/8 12/B/7 Res/F/8
/F/6 /D/1 /J/4 /F/2
2&3 10&11 5&6 7&8
G Prep PP 1/B/6 9/G/2 Res/G/8 4/A/5 13/G/10 14/J/10 12/C/6 Res/G/9
/G/7 /I/1 /E/4 /C/3
2&3 10&11 5&6 7&8
H Prep PP 1/C/7 9/H/3 Res/H/9 4/B/1 14/H/8 12/A/9 13/D/10 Res/H/6
/H/8 /J/2 /F/5 /D/4
2&3 10&11 5&6 7&8
I Prep PP 1/D/8 4/A/3 Res/I/2 9/G/5 14/I/7 12/B/6 13/E/9 Res/I/10
/I/9 /I/4 /E/2 /C/1
2&3 10&11 5&6 7&8
J Prep PP 1/E/9 4/B/4 Res/J/7 9/H/1 14/J/6 12/C/1 13/F/8 Res/J/7
/J/10 /J/5 /F/3 /D/2

Cara Baca Jadwal


Klpk : Kelompok praktikum
Angka Romawi (I, II, III, dst) : Minggu ke- 1, 2, 3, dst
6/G/9 : 6  Percobaan 6
G  Meja G di Laboratorium
9  No urut asisten yang bertugas
Laboratorium Kimia 1 : Meja A, B, C, D, E
Laboratorium Kimia 2 : Meja F, G, H, I, J
iii
Keterangan :
1)
Posisi meja bersifat tentatif, bisa berubah pada hari-H praktikum tanpa
pemberitahuan sebelumnya. Asisten dan praktikan harus senantiasa
mengecek apakah bahan dan alat yang terdapat pada meja laboratorium
sudah sesuai dengan materi yang akan dipraktikkan sebelum praktikum
dimulai
2)
Penjelasan praktikum dimulai minggu ke-2 perkuliahan sesuai dengan
jadwal praktikum masing-masing kelas.

Percobaan 1: Pengenalan Peralatan dan Keselamatan Kerja


Laboratorium (hal 8)
Percobaan 2: Pengenalan Bahan Kimia (hal 29)
Percobaan 3: Pembuatan Larutan (hal 34)
Percobaan 4: Sifat Koligatif (hal 38)
Percobaan 5: Ikatan Kimia: Ionik dan Kovalen (hal 43)
Percobaan 6: Polimer (hal 49)
Percobaan 7: Hukum Gas (hal 51)
Percobaan 8: Kesetimbangan Kimia (hal 57)
Percobaan 9: Asam Basa (hal 60)
Percobaan 10: Gerak Molekul (hal 67)
Percobaan 11: Model Molekul (hal 71)
Percobaan 12: Reaksi Redoks (hal 77)
Percobaan 13: Kinetika Kimia (hal 81)
Percobaan 14: Larutan Penyangga (Bufer) (hal 87)

Prep: Persiapan praktikum (kegiatan dilakukan oleh Tim Pengelola


Teaching Lab PPKU Kimia
PP: Penjelasan praktikum
Res: Responsi
iv
PRAKATA

Dengan kurikulum sistem mayor-minor di Institut Pertanian


Bogor dan menyesuaikan dengan Standar Kerangka Kerja Nasional
Indonesia (KKNI), mata kuliah Kimia dilengkapi dengan praktikum
diberikan kepada mahasiswa Tingkat Pertama di Program Sarjana S1 IPB
(Program Pendidikan Kompetensi Umum, PPKU).
Penuntun praktikum Kimia PPKU ini disusun berdasarkan pada
percobaan-percobaan yang mendukung pokok bahasan yang diberikan
dalam kuliah kimia. Isi penuntun praktikum terdiri atas materi
Pengenalan Peralatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium, Pengenalan
Bahan Kimia, Pembuatan Larutan, Ikatan Kimia: Ionik dan Kovalen,
Polimer, Hukum Gas, Kesetimbangan Kimia, Asam Basa, Gerak
Molekul, Model Molekul, Redoks, Kinetika Kimia, dan Larutan
Penyagga (Bufer)
Diharapkan penuntun praktikum ini dapat membantu dan
menjadi buku pegangan para mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah
Kimia.

Bogor, Agustus 2018


Koordinator Kimia PPKU
v
DAFTAR ISI

Halaman
JADWAL PRAKTIKUM .................................................................. ii
PRAKATA.........................................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................................. v
TATA TERTIB PRAKTIKUM .........................................................vi
PERCOBAAN 1 PENGENALAN PERALATAN DAN
KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM ......................... 8
PERCOBAAN 2 PENGENALAN BAHAN KIMIA ...................... 29
PERCOBAAN 3 PEMBUATAN LARUTAN ................................ 34
PERCOBAAN 4 SIFAT KOLIGATIF ............................................ 38
PERCOBAAN 5 IKATAN KIMIA: IONIK DAN KOVALEN .....43
PERCOBAAN 6 POLIMER ........................................................... 49
PERCOBAAN 7 HUKUM GAS ..................................................... 51
PERCOBAAN 8 KESETIMBANGAN KIMIA .............................. 57
PERCOBAAN 9 ASAM BASA ...................................................... 60
PERCOBAAN 10 GERAK MOLEKUL ......................................... 67
PERCOBAAN 11 MODEL MOLEKUL ........................................ 71
PERCOBAAN 12 REAKSI REDOKS ........................................77
PERCOBAAN 13 KINETIKA KIMIA ........................................... 81
PERCOBAAN 14 LARUTAN PENYANGGA (BUFER) ............. 87
vi
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Lima menit sebelum praktikum, praktikan harus sudah siap di


depan ruang praktikum dengan berpakaian rapi (baju berkerah
dan sepatu tertutup) dan sudah memakai jas laboratorium.
2. Bahan praktikum yang akan dikerjakan harus sudah dipelajari,
disiapkan rencana kerja pada sebuah buku tulis disertai skema
pembagian waktu kerja yang jelas.
3. Pertanyaan sebelum praktikum wajib dijawab pada buku rencana
kerja.
4. Praktikan yang tidak menyiapkan rencana kerja dan dinilai tidak
siap oleh Asisten/Penanggung Jawab Praktikum (PJP) tidak
diperkenankan mengikuti praktikum.
5. Data pengamatan dan catatan lain mengenai jalannya praktikum
dicatat pada buku tulis (butir 2).
6. Laporan dibuat pada bagian khusus untuk laporan yang
disediakan. Laporan dibuat pada saat praktikum berlangsung.
7. Praktikan hanya diperbolehkan mempergunakan ruang
praktikum/ruang timbang pada waktu praktikumnya sendiri,
kecuali mendapat izin dari Dosen/PJP.
8. Praktikan diharuskan membawa lap dan korek api.
9. Alat-alat gelas yang disediakan di atas meja praktikum menjadi
tanggung jawab praktikan, apabila terdapat alat yang pecah atau
hilang maka praktikan harus sudah menggantinya pada waktu
yang ditentukan.
10. Pemeriksaan alat harus dilakukan pada awal dan akhir setiap
kali praktikum dengan sepengetahuan asisten.
11. Harus diusahakan ketenangan dan kebersihan selama praktikum
berlangsung.
12. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruang praktikum
sebelum waktu praktikum habis, tanpa seizin dan sebelum
pemeriksaan alat-alat oleh asisten yang bertugas.
vii
13. Praktikum harus selalu dihadiri. Jika berhalangan secara sah,
praktikan dapat meminta waktu lain kepada Dosen/PJP, sedapat
mungkin pada hari-hari sebelum mengerjakan praktikum
berikutnya.
14. Pelanggaran dari ketentuan di atas dapat mengakibatkan sanksi
akademik (skorsing praktikum, tidak diperkenankan mengikuti
ujian, dsb).
8
PERCOBAAN 1

PENGENALAN PERALATAN DAN KESELAMATAN KERJA


LABORATORIUM

Pendahuluan
Pengetahuan mahasiswa mengenai keselamatan kerja di
dalam laboratorium kimia sangatlah penting. Hal ini disebabkan oleh
pekerjaan di dalam laboratorium ini umumnya menggunakan bahan-
bahan kimia dan perlatan gelas. Berbagai informasi mengenai prosedur
keselamatan kerja sebenarnya dapat dengan mudah diperoleh melalui
berbagai media. Penuntun ini tidak menjelaskan secara detail
mengenai prosedur keselamatan kerja di dalam laboratorium, akan
tetapi keselamatan kerja yang paling mendasar perlu diketahui agar
pekerjaan kita berjalan dengan lancar dan aman.
Peralatan laboratorium jenisnya beragam di dalam
laboratorium kimia, dari yang sederhana seperti misalnya alat-alat
gelas sampai kepada yang kepada yang cukup rumit seperti pH meter,
spektrofotometer sinar tampak (Spectronic 20D+), sampai alat-alat
yang canggih yang penggunaannya memerlukan keahlian tersendiri
seperti NMR, kromatografi gas, dll. Alat-alat sederhana di
laboratorium tersebut ada yang terbuat dari kaca, plastic, karet, kuarsa,
platina, logam, dan lain-lain. Peralatan tersebut ada yang berfungsi
sebagai wadah, alat bantu, dan pengukuran volume dengan berbagai
ukuran.
Pembakar merupakan alat bantu untuk memanaskam zat atau
larutan. Reaksi pemnbakaran akan terjadi apabila bahan bakar (gas
alam/LPG) bertemu dengan oksigen dengan bantuan panas. Api
dan suhu yang dihasilkan bergantung kepada perbandingan bahan
bakar dan oksigen yang akan memberikan warna nyala yang berbeda.
Peralatan wadah pengukur volume larutan, ada yang ditera
dengan teliti dan ada yang tidak perlu ditera dengan teliti.
Peneraan yang sangat teliti dilakukan terhadap alat ukur seperti pipet
9
volumetrik, pipet Mohr, labu takar, dan buret. Pengukuran dengan alat
tersebut akan mempengaruhi hasil secara kuantitatif.
Cara penggunaan, pemeliharaan, dan pembacaan meniskus
sangat penting. Sebelum digunakan alat tersebut harus bersih dari
pengotor-pengotor, dibilas dengan larutan yang akan diukur dan harus
digunakan dengan cara yang betul. Setelah digunakan haru dicuci, agar
larutan tidak menempel pada dinding kaca. Pembacaan minikus harus
sejajar dengan mata. Untuk larutan yang tidak berwarna atau
transparan dibaca meniskus bawahnya sedangkan larutan berwarna
dibaca minisku atasnya.
Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan berbagai jenis
peralatan keselamatan kerja dan peralatan laboratorium sederhana serta
kegunaannya sebagai pendahuluan bagi percobaan-percobaan
berikutnya.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah menyelesaikan praktikum ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan jenis dan fungsi alat keselamatan kerja di laboratorium,
(2) terampil menggunakan dan mampu menjelaskan alat pembakar gas,
dan (3) terampil menggunakan alat-alat gelas dan alat ukur volume
teliti (pipet dan buret) di laboratorium.

Latar Belakang
Hanya alat-alat terpenting yang akan dibicarakan disini, yaitu:
(1) Alat-alat pemanasan yaitu pembakar gas, kaki tiga, segitiga
porselin, kasa, gegep, pemanas air, alat-alat porselin (cawan,
pinggan); (2) Alat-alat gelas (2a) untuk wadah yaitu bermacam-macam
botol, (2b) untuk mereaksikan zat yaitu tabung reaksi, gelas piala, labu
Erlenmeyer, (2c) untuk mengukur volume yaitu gelas ukur (secara
kasar), pipet, buret, labu takar (secara teliti), (3) untuk keperluan lain-
lain yaitu neraca kasar, neraca analitik, sentrifusa, dan lemari asap.
10
I. Alat-alat pemanasan :
1. Pembakar gas (gas burner) bagian-bagian pentingnya :
(a) Pipa pemasukan gas (pada pembakar teklu, ada pengatur
banyaknya gas yang masuk; pada pembakar bunsen
pengatur ini tidak ada, maka pemasukan gas di atur dengan
kran pada saluran gas di meja praktikum)
(b) Lubang pemasukan udara
(c) Pipa pencampur gas dan udara

2. Macam-macam api gas


Dengan mengatur pipa pemasukan gas dan lubang pemasukan
udara, maka perbandingan pemasukan gas udara dapat diubah-
ubah. Api berwarna kuning, bercahaya terang dan berjelaga,
akan terbentuk jika banyak gas, sedikit udara. Api ini tidak
boleh dipergunakan untuk pemanasan/reaksi, sebab kurang
panas dan mengotori alat-alat yang di panaskan.
Bila gas sedikit dan udara banyak maka terbentuk Api tidak
bercahaya yang dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: kerucut luar
dan dalam
 Kerucut luar, merupakan api pengoksidasi, berwarna
violet dan hampir tidak tampak (Gambar 1.1)
 Kerucut dalam, merupakan api pereduksi, berwarna biru.
Pembakar hanya terjadi pada kerucut luar, sedangkan pada
kerucut dalam terdapat gas-gas yang belum semua terbakar
sehingga dingin.
11

Gambar 1.1 Pembakar gas bagian-bagian api dan cara pemanasan


cairan dalam tabung reaksi. (Jangan diarahkan pada
seseorang).

KAKI TIGA. Digunakan sebagai


tungku, dimana diatasnya terletak
wadah bahan-bahan yang
dipanaskan dan diantara ketiga
kakinya tempat api untuk
pemanasan.

KASA. Digunakan sebagai alat perata


panas, sehingga pemanasan zat-zat
dalam wadah seperti gelas piala akan
menyeluruh.

SEGITIGA PORSELIN. Digunakan


sebagai alat penopang wadah bahan-
bahan seperti cawan porselin yang
akan dipanaskan di atas kaki tiga.
12
GEGEP. Digunakan sebagai alat untuk
membantu pengambilan alat-alat yang
sukar/tidak boleh diambil dengan
tangan. Misalnya pengambilan botol-
botol timbang, alat-alat yang panas, dan
sebagainya

GEGEP TABUNG REAKSI. Digunakan


untuk memegang atau menjepit tabung
reaksi berisi cairan atau larutan apabila
sedang dipanaskan.

SUDIP (SPATULA). Digunakan sebagai


alat untuk mengambil kristal atau serbuk
bahan kimia.

PENANGAS AIR. Digunakan untuk


pemanasan suatu zat dengan
menggunakan uap air.

CAWAN PORSELIN (Crucible). Untuk


mereaksikan zat dalam suhu
tinggi,mengabukan kertas saring,
menguraikan endapan dalam gravimetri
sehingga menjadi bentuk yang stabil
13
PINGGAN PORSELIN (evaporating dish)
Untuk menguapkan larutan sehingga
lebih pekat atau menjadi kering,
mengkristalkan zat dan untuk
menyublimasikan zat.

II. Alat-alat gelas


Alat gelas yang akan dipakai harus dipastikan bersih dan tidak
cacat. Kebersihan alat sangat penting agar dapat menghasilkan
data yang baik di laboratorium kimia. Data yang dihasilkan
kadang salah interpretasi bila percobaan dilakukan dalam wadah
yang terkontaminasi atau kotor. Alat yang cacat juga tidak dapat
dipergunakan karena riskan dengan validitas data dan bisa
membahayakan sekitarnya termasuk pengguna.
Bersihkan peralatan gelas dengan sabun dan air kran. Gunakan
sikat yang sesuai dalam hal ukuran dan kehalusan. Bilas peralatan
gelas mula-mula dengan air kran, kemudian satu atau dua kali
dengan air demineral. Kadang kala pipet atau buret perlu
direndam beberapa lama dalam air sabun atau campuran
K2Cr2O7 dan H2SO4 bila kotoran sulit dihilangkan. Balikkan
peralatan gelas yang ditera dengan teliti dalam oven atau di atas
api langsung. Bilaslah peralatan gelas dengan sedikit pelarut atau
larutan yang akan digunakan.
Mengeluarkan cairan dari pipet atau buret, jangan terlalu cepat
dan jangan terlalu lambat. Jika terlalu cepat, menyebabkan cairan
yang menempel di dinding tidak dapat mengimbangi (tertinggal)
dari meniskus yang terbaca. Sedangkan jika terlalu lambat
menyebabkan waktu percobaan lebih lama.

a. Gelas wadah
Botol sebagai wadah pereaksi dibedakan oleh warnanya yaitu
botol berwarna (gelap) untuk zat yang tidak tahan cahaya,
oksidasi. dll, dan botol tak berwarna. Tutup botol juga
14
bermacam-macam yaitu tutup pipih, datar, paruh dan tetes.
Tutup pipih tidak boleh ditaruh di atas meja, tutup paruh dan
pipet tidak boleh diambil. Selain itu mulut wadah juga
bermacam-macam yaitu mulut untuk zat yang mudah menguap
dan berasap, sedangkan bermulut besar untuk pereaksi selain
itu.

b. Alat-alat untuk mereaksikan zat

Tabung reaksi
Untuk mereaksikan cairan dalam jumlah
sedikit, jika dilakukan pengocokan: ke
samping, tabung diisi tidak lebih dari
setengahnya. Jika perlu pemanasan, harus
dilakukan hati-hati, tabung dipegang miring.

Gelas piala
Untuk mereaksikan cairan,
memanaskan/memasak cairan dan membuat
endapan dalam jumlah besar. Jika memasak
cairan gelas piala ditutup dengan gelas arloji.

Labu Erlenmeyer
Kegunaan seperti gelas piala, tetapi tidak
digunakan untuk membuat endapan yang
perlu disaring. Erlenmeyer terutama
digunakan untuk titrasi.
15

c. Alat-alat pengukur volume

Gelas ukur
Untuk mengukur cairan dengan tidak tepat.
Cara memakai: Dipegang dengan tangan dan
ibu jari menunjuk batas volume yang
dikehendaki. Gelas ukur di angkat sehingga
batas volume setinggi mata, dan cairan
dituangkan sampai batas volume.

Pipet
Dipergunakan untuk mengukur volume yang
harus teliti. Pipet ada dua macam yang satu
untuk mengambil sejumlah volume tertentu
(tengah. pipet volumetrik) dan yang lain
untuk mengambil bermacam-macam
volume (kanan. pipet Mohr).
Cara mengisi pipet :

 Pipet harus bersih/kering luar dan dalam.


 Peganglah bagian pipa kecil, lalu cairan
diisap sedikit dengan pipet, cairan ini
untuk membilas pipet, kemudian cairan
dibuang. Diisap lagi sampai cairan di
atas tanda tera, lalu di tutup dengan jari
telunjuk (gambar di samping)
16

 Sebelum menurunkan meniskus ke


tanda tera, ujung pipet luar yang basah
dikeringkan (dilap) dengan kertas saring.
 Meniskus diturunkan dengan
mengurangi tekanan jari pada mulut
pipet, pipet tegak lurus, lingkaran tera
setinggi mata, ujung pipet ditempelkan
pada dinding dalam botol.
 Masukkan cairan dalam pipet ke dalam
wadah dengan cara melepaskan telunjuk,
pipet tegak dan ujungnya menempel
pada dinding wadah (45°)
 Tunggulah beberapa detik (5-10 detik),
goreskan ujung pipet pada dinding dalam
wadah.

Labu takar
Merupakan alat pengukur volume yang teliti,
digunakan untuk membuat larutan dari
sejumlah zat padat/cairan menjadi
konsentrasi tertentu. Cara pemakaian zat
padat dilarutkan dalam gelas piala atau
cairan dimasukkan ke dalam labu takar dan
ditambah pelarut. Sebelum sampai tanda
tera, dinding dalam di atas tanda tera
dikeringkan dan penambahan pelarut
diteruskan dengan sangat hati-hati
(diteteskan dengan pipet) sampai meniskus
mencapai tanda tera. Labu takar ditutup dan
isinya dikocok dengan membalik labu
beberapa lama.
17

Buret
Digunakan untuk mengeluarkan cairan
dengan volume sembarang, tetapi tepat.
Lubang cerat terisi penuh. Setiap kali hendak
mencatat letak meniskus cairan dalam buret
sejajar mata supya tidak terjadi kesalahan
paralaks. Buret tidak perlu diatur supaya
meniskus awal 0 atau angka bulat lain.

d. Lain-lain

Pengaduk gelas
Digunakan untuk mengaduk, sebagai
perantara dan membersihkan endapan pada
dinding-dinding bejana.

Gelas arloji
Digunakan untuk menutup bejana lain pada
waktu pemanasan dan sebagainya dan untuk
menguapkan cairan.

Corong
Dipakai untuk menolong memasukkan
cairan ke dalam botol yang bermulut kecil,
buret dan lain-lain, atau untuk menyaring
endapan dengan kertas saring.
Memasukkan cairan: corong diangkat
sedikit atau sedikit diganjal, sehingga ada
jarak antara dinding corong dan dinding
wadah. Dengan demikian, udara dapat
keluar dan cairan dapat mengalir dengan
lancar.
18
Menyaring dapat mempergunakan kertas saring atau cawan
penyaring (Buchner funnel).

Pembuatan kertas saring


 Menyiapkan kertas saring: tidak semua
corong bersudut 60°, maka pelipatan
kertas disesuaikan dengan besar
kecilnya sudut tersebut. Sebelum
membuat lipatan kedua yang definitif,
cobalah memasukkan kertas saring itu
ke dalam corong dan periksalah apakah
kertas yang terbuka dengan kerucut itu
tepat menempel pada dinding corong,
tidak melipat-lipat dan juga kurang
besar.

 Setelah tepat, buatlah lipatannya:


jangan terlalu kuat menekannya,
supaya kertas tidak sobek atau menjadi
lemah. Sobeklah ujungnya yang akan
menempel pada dinding corong.

 Masukkan kertas saring ke dalam


corong terbuka. Corong di pegang
dengan tangan kiri dan ujung
tangkainya di tutup dengan kelingking.
Masukkan air sampai setengh penuh.
Setelah tangkai corong terisi air
seluruhnya, bukalah ujungnya dengan
hati- hati.
19

 Antara kertas saring dan gelas tidak boleh ada


gelembung-gelembung udara. Bila ada gelembung-
gelembung udara, dapat dihilangkan dengan
mendorongnya dengan jari ke arah atas dengan bagian
yang tebal sellu menempel pada dinding.
 Setelah semua gelembung udara hilang, pinggiran kertas
dengan halus ditekankan pada dinding, sehingga seluruh
keliling kertas menempel dengan baik.
 Jika anda melakukan hal tersebut dengan benar, udara
tidak akan masuk kembali diantara kertas saring dan gelas,
dan tangkai corong tetap penuh dengan air.
 Kalau perlu kertas saring dipotong, sehingga
pinggirannya tidak kurang dari 0.5 cm jaraknya dari
pinggir corong atas.
 Mengisi kertas saring dengan larutan dan endapan, tidak
boleh lebih dari 0.5 cm dari pinggir kertas bagian atas.
 Cara lain yang baik ialah ujung kertas saring yang akan
menempel pada dinding hanya disobek sebelah saja (yaitu
kertas yang terluar). Sobekan ini kemudian dilipatkan ke
arah yang berlawanan.

Botol semprot
 Untuk membersihkan dinding-dinding bejana dari sisa-sisa
endapan
 Untuk mengeluarkan air/cairan dalam jumlah terbatas.
 Tempat penyimpanan air.

Eksikator (botol pengering)


Digunakan untuk menyimpan zat supaya tetap kering atau
untuk mengeringkan zat. Dalam hal pertama, eksikator tidak
diisi bahan pengering, sedangkan dalam hal kedua, perlu
bahan pengering. Zat pengering yang dipakai adalah zat-zat
higroskopis, misalnya: CaO, CaCl2 anhidrida, PCl5, H2SO4
20
pekat.
Harus diperhatikan, supaya jangan memasukkan benda
yang terlalu panas ke dalam eksikator, karena akan
menyebabkan udara di dalamnya berkembang dan dapat
mengangkat tutup eksikator, sehingga eksikator terbuka atau
tutupnya jatuh. Di samping itu suhu benda/bahan dalam
eksikator akan lamban sekali turunnya, sehingga tidak dapat
lekas di timbang.
Jika memasukkan sesuatu ke dalam eksikator, tutup di angkat
dan sementara di letakkan terbalik di dekatnya supaya bagian
yang bervaselin tidak mengotori tempat di bawahnya.
Eksikator tidak boleh terbuka terlalu lama, untuk
menghindari masuknya uap air ke dalamnya.

e. Alat-alat lain

Sentrifusa
Sentrifusa digunakan untuk mempercepat pemisahan endapan
dari cairan induknya terutama, jika endapan itu menjonjot
atau terlalu halus, atau jumlahnya terlalu sedikit.
Jika menggunakan sentrifusa, harus diperhatikan:
1. Letak beban harus simetris terhadap poros yang berat
setiap beban sama. Jika hanya satu tabung yang
disentrifusa, ambil lah tabung kedua, dan diisi air biasa,
ditaruh berhadapan dengan tabung pertama.
2. Tabung jangan diisi terlalu penuh, sebab jika berputar
tabung akan sedikit horizontal letaknya. Kalau ada cairan
yang tercecer hendaklah dikeringkan (sebelum
menyerahkan sentrifusa kepada orang lain).
3. Kecepatan pemutaran sebanding dengan kecepatan
endapan terpisah dari cairan induk, tutup alat dapat rusak,
tabung dapat pecah dan sebagainya.
21
Lemari Asam
Digunakan untuk ruang pekerjaan yang menghasilkan asap-
asap/uap-uap yang merangsang/membahayakan kesehatan,
misalnya pemanasan HNO3 pekat, menggunakan H2S dari
alat Kipp, destruksi bahan-bahan organik dengan asam kuat
pekat. Jendela lemari asam harus diturunkan secukupnya, dan
alat penghisap udara di pasang.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Mengeringkan alat-alat
Gelas sesudah dicuci diletakkan terbalik. Hanya bagian luar yang
boleh di lap. Bagian dalam dan bagian-bagian lain yang
berhubungan dengan pereaksi-pereaksi, tidak boleh di lap. Bila
bagian dalam perlu lekas kering, alat dipanaskan sedikit (di atas
atau dalam oven).
2. Tutup botol
Pada tutup yang bagian atasnya datar, letakkan terbalik (bagian
datar di bawah). Bila tutup botol berbentuk paruh, tutup jangan di
cabut, membuka dan menutup botol ini dengan jalan mengatur
saluran pada botol dan tutup. Ini semua di atur untuk menjaga
kemurnian isi botol.
3. Menuang cairan dari botol yang beretiket
Etiket harus dipegang menghadap telapak tangan dan cairan
dialirkan dari sisi yang berjauhan dengan etiket, supaya cairan
yang mengalir pada dinding luar dari botol itu tidak dapat
merusak etiket, jadi isi botol dapat selalu diketahui dengan
mudah.
4. Dalam mereaksikan zat
Pakailah pereaksi sedikit demi sedikit, setelah setiap penambahan
lihatlah dulu hasilnya sebelum menambah pereaksi lebih banyak.
Kerapkali reaksi gagal, bukan karena kurang pereaksi, tetapi
sebaliknya. Misalnya pada reaksi zat amfoter: kalau ingin
mengendapkan Al(OH)3 dengan menambahkan NaOH pada
22
larutan AlCl3. Jika NaOH diberikan sedikit demi sedikit maka
endapan akan ada, tetapi jika NaOH diberikan sekaligus terlalu
banyak, maka endapan tidak terbentuk sama sekali, karena
endapan yang terbentuk akan larut kembali.
Kadang-kadang pereaksi perlu ditambahkan lebih banyak
daripada yang memang diperlukan oleh zat yang direaksikan,
misalnya pada NH4OH yang digunakan untuk melarutkan
endapan AgCl yang dibuat dengan menambahkan HCl pada
AgNO3. NH4OH dalam hal ini mula-mula bereaksi dengan
HNO3/kelebihan HCl, dan baru setelah asamnya dinetralkan,
maka AgCl mulai dilarutkannya.
5. Mencium isi botol
Jangan secara langsung, tetapi dengan mendekatkan hidung pada
mulut botol, lalu mengibaskan tangan di atas mulut botol itu,
menuju ke arah hidung. NH4OH pekat misalnya, membahayakan
sekali kalau dicium secara langsung, karena sangat menusuk
baunya.
6. Menimbang:
Bahan kimia yang ditimbang tidak boleh langsung ditaruh pada
piringan neraca, tetapi harus ditimbang dalam botol timbang,
gelas piala, gelas arloji, dan sebagainya. Jika bahan akan
dilarutkan/direaksikan di dalam wadah itu, maka berat wadah
kosong dicari sebelum bahan dimasukkan. Jika bahan akan
dipindahkan ke tempat lain, berat wadah kosong di cari sesudah
bahan dipindahkan.
7. Ketelitian pengukuran
Telah disebutkan di awal mengenai ketelitian pengukuran volume
cairan. Ternyata bahwa ketelitian bekerja ditentukan oleh (i)
tujuan pengukuran, (ii) alat yang tersedia, (iii) waktu yang
tersedia. Dalam pekerjaan yang lain, umumnya juga metode
menentukan batas-batas ketelitian bekerja.
23
Kita harus bekerja seteliti mungkin, sebersih mungkin, secepat
mungkin, dan seterusnya, tetapi semua itu tidak boleh melebihi
batas-batas yang ditentukan oleh faktor-faktor di atas (i) jika
menimbang bahan secara rutin, maka kita tidak menghiraukan
perbedaan antara 60 kg dan 60,25 kg, kita tidak berusaha
mengetahui dengan teliti, apakah berat kita 60,255 kg misalnya.
Tetapi jika kita membeli cincin emas, maka kita minta cincin itu di
timbang sampai sepersepuluh gram, dan kalau kita mencari berat
endapan AgCl, maka kita berusaha supaya ketelitian menimbang
dapat sampai 0,1 mg, (ii): jika hanya tersedia timbangan beras,
maka sudah jelas tidak ada gunanya kita mencoba menimbang
cincin emas itu seteliti mungkin, sebab timbangan beras tidak
dapat mencapai ketelitian yang kita inginkan untuk cincin.
8. Pembacaan skala dan mencatatnya
Bbanyaknya angka desimal menunjukkan ketelitian suatu
pencatatan. Tetapi banyaknya angka desimal itu ada batasnya,
yaitu oleh cara skala itu sendiri, kita hanya dapat menulis satu
angka desimal lebih banyak dari pada pembagian yang terhalus.
Angka terakhir menunjukkan bahwa nilai sebenarnya tidak
diketahui pasti, yaitu hanya suatu perkiraan dari letak penunjuk
(jarum, meniskus, dan sebagainya), sedangkan angka yang
mendahuluinya ialah angka yang pasti benar. Misalnya volume
sebuah buret antara 2 dan 3 ml dibagi 10 bagian, letak
meniskus harus dicatat dengan 2 angka desimal, yaitu 0,4
“sekian”. Angka 4 pasti benar, sebab letak meniskus di antara 4
dan 5; angka “sekian”- nya kita kira-kirakan. Seorang mungkin
mengatakan 3, sehingga mereka akan menulis 2,43 atau 2,44.
Tidak ada gunanya kita kira- kirakan 2,437 misalnya karena ingin
lebih teliti. Akan tetapi dalam perhitungan kita boleh menulis
missal 1,215 yaitu sebagai hasil pembagian 2,43.
24

(a) (b)
Gambar 1.2. Pembacaan skala pada buret (a) cara pembacaan
meniskus bawah (b) pembacaan skala dengan satuan 1 mL. 0,4
merupakan perkiraan.
Jika kita pertahankan satu angka kira-kira lebih banyak, sampai
perhitungan selesai. Yang dilaporkan sebagai hasil terakhir,
merupakan pembulatan dan hanya boleh memuat dua angka
desimal. Gambar 1.2.b, menunjukkan bahwa skala antara 0 dan 1
ml tidak dibagi lebih halus. Letak meniskus sama dengan pada
Gambar 1.2, tetapi menurut buret ini, kita hanya dapat menulis
satu angka desimal 0,4 atau 0,5.

Prosedur Percobaan
I. Cek p erlengkapan keselamatan kerja
1. Sebelum bekerja di laboratorium pakailah jas laboratorium
(warna putih) dan sepatu tertutup.
2. Perhatikan berbagai jenis sarung tangan, kacamata
pelindung (googles), dan masker.
3. Catat isi P3K dan tata cara penggunaan “Emergency Eye
Wash”.
4. Dimanakah letak lemari asam/asap (fume hood),
pemadam api (fire extinguisher) dan selimut kebakaran
(fire blanket)
25
II. Pembakar Gas
1. Telitilah bagian-bagian dari pembakar gas. (lihat Gambar
1.3).
2. Lepaskan bagian tabung pencampur gas dan udara
(barrel), dan perhatikan lubang kecil (spud) yang terdapat
pada bagian dasar (base) pembakar gas. (Tabung
pencampur gas dan udara ini hanya dilepaskan untuk
melihat hal tersebut di atas, kemudian tabung ini harus
dipasang kembali).
3. Pasanglah sekrup pengatur gas (needle valve) pada bagian
dasar pembakar gas, dan dapat dirasakan ujung sekrup ini
keluar/muncul pada “spud”. Sekrup pengatur ini berguna
untuk mengatur banyak sedikitnya gas yang keluar dari
lubang kecil dan masuk ke dalam tabung pencampur gas
dan udara.
4. Pasanglah kembali sekrup pengatur gas dan putarlah dua
putaran penuh untuk membuka sebagian dari “spud”.
5. Pasang kembali tabung pencampur gas dan udara, dan
taruhlah pembakar gas di atas sekeping asbes. Gunakan
selalu kepingan asbes sebagai ingin menaruh benda panas
di atas meja praktikum.
6. Tutuplah lubang tempat masuk udara dengan jalan
memutar terus tabung pencampur gas dan udara sampai
ke dasar (lihat Gambar 1.3). (PERINGATAN: Sebelum
menyalakan pembakar gas, letakkan pembakar
tersebut pada jarak yang cukup jauh dari muka,
rambut, dan pakaian).
7. Bukalah kran gas yang terdapat pada meja praktikum,
dengan jalan meluruskan pegangan dari kran tersebut.
Nyalakan pembakar gas tersebut dengan jalan
mendekatkan korek yang sudah menyala ke mulut tabung
pencampur gas dan udara. (Usahakan sedikit di bawah
mulut tabung dan didekatkan dari bagian sisi, jangan
26
dari bagian atas). Nyala api akan berwarna disebabkan
adanya partikel karbon yang terbentuk, dimana partikel
karbon ini akan bersinar pada suhu tinggi.
8. Aturlah tabung pencampur gas udara, sehingga lubang
udara setengah terbuka.
9. Jelaskan apa yang terjadi pada nyala api apabila
lubang pengatur udara ditutup dan di buka. Aturlah
sekrup pengatur gas dan amati perubahan yang terjadi
pada nyala api.
10. Aturlah lubang pengatur udara dan sekrup pengatur
gas sehingga didapatkan gambaran yang sama seperti
gambar a. Apabila pengatur udara dibuka, berapa daerah
yang terlihat pada nyala api? Apakah terlihat dua kerucut
yang tidak berwarna pada nyala api tersebut? Kerucut
bagian dalam mengandung campuran gas yang belum
terbakar dan udara. Kerucut bagian luar, gas dan udara
sudah tercampur dengan baik sehingga pembakaran
berlangsung dengan sempurna.
11. Dengan menggunakan gegep, letakkan pinggan porselin
di atas nyala api yang tak berwarna tersebut. Amati
perubahan yang terjadi.
12. Aturlah nyala api sehingga mencapai tinggi 4-5 inches
(10-12 cm) dengan jalan memutar sekrup pengatur gas.
13. Kemudian letakkan pinggan di atas nyala yang
berwarna tersebut. Amati perubahan yang terjadi. Apakah
bedanya jika pinggan porselin/gelas piala diletakkan
pada api berwarna dengan api tak berwarna.
14. Lubang tempat masuknya udara harus dibuat setengah
tertutup. Apabila terlalu banyak udara, maka nyala api
akan tertarik masuk ke dalam tabung pencampur gas dan
udara, untuk kemudian terbakar di sana (suara letupan
akan terdengar). Apabila ini terjadi, tutuplah kran gas.
27
(Catatan: Tabung pencampur gas dan udara akan menjadi
sangat panas dan akan tercium bau yang tidak enak).
Biarkan pembakar gas tersebut menjadi dingin sebelum
dinyalakan kembali.
15. Tentukan bagian yang terpanas dari nyala api tersebut
dengan meletakkan batang korek api secara melintang
pada empat daerah dari nyala api sampai batang korek
api tesebut menjadi hitam atau menyala. Perhatikan waktu
yang diperlukan menghanguskan batang korek tersebut
pada setiap daerah (zona). Ujilah nyala api ini pada bagian
dasar, tengah dan puncak.

Gambar 1.3 Bagian-bagian pembakar gas Tirril

III. Alat-alat Gelas


1. Pipetlah dengan benar air demineral ke dalam labu
Erlenmeyer 250 ml.
2. Isilah buret dengan air demineral pada sembarang angka.
Bacalah meniskus awalnya.
3. Isilah buret dengan larutan KMnO4 0.1 M. Baca
28
meniskus awalnya. Keluarkan cairan dengan lambat
sampai beberapa milliliter, tunggu beberapa menit dan lihat
lagi meniskus akhirnya. Hitung volume cairan yang keluar.
Keluarkan isi buret dengan cepat, baca meniskusnya.
Tunggu beberapa menit, baca lagi meniskusnya (adakah
perbedaan penurunan dengan cepat dan lambat)
4. Amati beda pembacaan meniskus pada air (larutan tak
berwarna)
5. dengan KMnO4 (larutan berwarna gelap).

Poin Utama Nilai Kerja


1. Keterampilan mengenali fungsi alat lab
2. Keterampilan menggunakan pipet dan buret
3. Tingkat kerjasama dalam praktikum
29
PERCOBAAN 2

PENGENALAN BAHAN KIMIA

Pendahuluan
Kebanyakan bahan kimia yang digunakan di laboratorium
kimia adalah bahan kimia yang berbahaya. Jadi bekerja di
laboratorium kimia harus berhati-hati untuk menghindari terjadinya
bahaya atau kecelakaan yang tidak diinginkan.
Pengenalan bahan kimia sangat diperlukan bagi mahasiswa
yang akan melakukan praktikum kimia. Bahan kimia yang umum
digunakan di laboratorium kimia antara lain bahan kimia yang
mudah terbakar, dapat meledak, bersifat racun, dapat menyebabkan
korosif, iritasi, dan ada yang merusak lingkungan. Demi untuk
keselamatan kerja perlu diketahui bahaya yang mungkin terjadi,
bagaimana pencegahannya, dan bila terjadi bagaimana
mengatasinya.
Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan berbagai jenis
bahan kimia serta bahayanya dan sebagai pendahuluan bagi
percobaan- percobaab berikutnya sama halnya dengan pengenalan
alat-alat laboratorium.

Kemampuan akhir yang diharapkan


Setelah menyelesaikan praktikum ini, Praktikan: (1) terampil
mengenali simbol bahaya bahan kimia, (2) terampil mengenali sifat
bahaya bahan kimia, dan (3) mampu menjelaskan reaksi-reaksi
kimia berbahaya.

Latar Belakang
Pemberian simbol pada jenis bahan kimia diperlukan untuk
dapat mengenal dengan cepat dan mudah sifat bahaya suatu bahan
kimia. Pengenalan dengan simbol ini sangat penting untuk
penanganan, transportasi, serta penyimpanan bahan kimia.
30
Cara penyimpanan bahan kimia memerlukan pengetahuan
dasar akan sifat bahaya serta kemungkinan interaksi antar bahan dan
kondisi yang mempengaruhinya. Simbol bahaya bahan kimia serta
cara penanganan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
 Explosive/Meledak (E)
Bahaya: Meledak pada kondisi tertentu
Contoh: Amonium dikromat, nitroselulosa
Pencegahan: Hindari dari benturan,
tabrakan, guncangan. Gesekan, percikan,
api dan panas.

 Oxiding/ fire-promoting/Oksidator (O)


Bahaya: Dapat membakar bahan lain,
penyebab timbulnya api, atau penyebab
kesulitan dalam pemadaman api.
Contoh: Natrium peroksida, kalium
perklorat
Pencegahan: Hindari panas dan kontak
dengan bahan mudah terbakar atau yang
bersifat reduktor, resiko percikan.

 Flammable/Mudah Terbakar (F)
Bahaya : Mudah terbakar
Bahan mudah terbakar masih dapat
dibagi lagi menjadi 4 kelompok:
1. Zat terbakar langsung
Contoh: Aluminium alkil fosfor
Pencegahan: Hindari campuran
dengan udara
2. Gas amat mudah terbakar
Contoh: Butana, propanA
Pencegahan: Hindari campuran
dengan udara
31
3. Zat yang sensitif terhadap air, yakni zat
yang membentuk gas mudah terbakar bila
terkena uap air atau air.
Contoh: Litium aluminium hidrida
Pencegahan: Hindari campuran dengan air
4. Cairan mudah terbakar: titik nyala (flash
point) di bawah 21 °C
Contoh: Aseton, benzenA, dietil eter
Pencegahan: Jauhkan dari api, sumber api
dan loncatan api

 Toxic/Beracun (T)
Bahan beracun berbahaya bagi kesehatan bila
terisap, tertelan, atau kontak dengan kulit.
Bahan ini juga dapat mematikan pada
konsentrasi tertentu.
Contoh: Arsen triklorida, dimetil sulfat
Pencegahan: Kontak dengan tubuh harus
dihindari. Perhatian khusus perlu jika bekerja
dengan bahan kimia yang bersifat karsinogenik,
teratogenik, atau mutagenik.

 Corrosive/Korosif (C)
Bahaya: Merusak jaringan tubuh
Contoh: Asam sulfat, brom
Penanganan: Hindari kontak dengan mata, kulit
atau pakaian, jangan menghirup uapnya pada
saat bernapas.
32
 Harmful/Membahayakan (Xn)
Bahaya: Menimbulkan kerusakan kecil pada
tubuh
Contoh: Piridin, trikloroetilena
Penanganan: Hindari kontak dengan tubuh atau
hindari menghirup uapnya.

 Dangerous for environmental (U)


Bahaya: Perusakan lingkungan
Contoh: Karbon tetraklorida
Pencegahan: Tidak boleh dibuang ke tanah
maupun perairan. Dibuang pada tempat tertentu
(pengolahan limbah beracun).

 Iritant/Iritasi (Xi)
Bahaya: Terjadinya iritasi pada kulit, mata,
saluran pernapasan
Contoh: Amonia, benzyl klorida
Pencegahan: Hindari kontak dengan mata, kulit,
menghirup uapnya.

Prosedur Percobaan
I. Simbol bahaya bahan kimia
1. Amati label botol bahan kimia yang terdapat di laboratorium
2. Catat nama senyawa serta bobot molekulnya.
3. Gambarlah simbol bahan kimia berbahaya
4. Catat apa bahayanya dan petunjuk pencegahannya

II. Pengenalan bahan kimia berbahaya


1. Sebelum melakukan percobaan gunakan sarung tangan
2. Letakkan selembar kertas tissue di atas “petri dish” lalu
teteskan 1 tetes asam sulfat pekat pada salah satu sisi kertas.
Amati.
33
3. Pada sisi lain dari kertas teteskan 1 tetes larutan jenuh
kalium bikromat. Amati.
4. Teteskan kembali 1 tetes kalium bikromat dan diikuti dengan
1 tetes H2SO4 pekat di tempat bekas kalium bikromat. Amati
5. Sediakan sebuah gelas piala 150 mL berisi 50 mL air dan
satu tetes indikator fenolftalen.
6. Amati apa yang terjadi (gunakan googles) apabila sebutir
kecil logam natrium dimasukkan ke dalam gelas piala berisi
air.
7. Ulangi dengan logam kalium, bandingkan hasilnya dengan
logam natrium. Beri komentar

Poin Utama Nilai Kerja


1. Keterampilan mengenali simbol dan sifat bahan berbahaya.
2. Keterampilan dan pengetahuan mengendalikan potensi bahaya
dari simbol bahan.
3. Tingkat kerjasama dalam praktikum.
34
PERCOBAAN 3

PEMBUATAN LARUTAN

Pendahuluan
Reaksi kimia di alam dan di laboratorium kebanyakan
berlangsung tidak dalam bentuk senyawa murni melainkan dalam
bentuk larutan. Pada percobaan ini, saudara akan mencoba membuat
larutan dari larutan yang pekat (dengan pengenceraN) dan padatan
murni. Larutan yang anda buat harus bisa dinyatakan konsentrasinya
dengan beberapa satuan yang berbeda. Saudara juga akan menentukan
konsentrasi suatu larutan yang belum diketahui melalui titrasi dengan
larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya.
Larutan ideal akan terjadi bila gaya antar molekul antara
molekul sejenis maupun bukan sejenis kurang lebih sama kuat.
Bila gaya antar molekul yang tidak sejenis lebih besar dari gaya antar
molekul sejenis maka terbentuk larutan non ideal dan proses pelarutan
bersifat eksoterm (H<0), dan bila sebaliknya maka bersifat endoterm
(H>0). Hal ini menunjukkan pada pembuatan larutan, sering kali
melibatkan kalor, baik diserap atau dilepas. Pada percobaan ini pula,
saudara akan mengamati kalor yang terlibat dalam proses
pelarutan, yaitu dilepas atau diserap.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) terampil
membuat larutan dari padatan dan dari larutan lainnya, (2) terampil
menghitung konsentrasi larutan dengan beberapa satuan yang berbeda,
(3) terampil menggunakan alat gelas khususnya pipet, dan (4) terampil
melakukan penimbangan massa menggunakan neraca.
35
Latar Belakang
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan
pelarut. Pelarut yang umum digunakan adalah air. Banyaknya zat
terlarut dan pelarut dalma suatu larutan biasanya dikenal istilah
konsentrasi. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan beberapa
cara seperti: persen bobot (b/b), persen volume (v/v), persen
bobot/volume (b/v), molaritas, molalitas, ppm, fraksi mol dan lain-
lain. Persen berat (b/b) menyatakan banyaknya gram zat terlalu dalam
100 gram larutan. Persen volume (v/v) menyatakan mol zat terlarut
dalam 100 ml larutan. Persen (b/v) menyatakan gram zat terlarut
dalam 100 ml larutan. Molaritas menyatakan mol zat terlarut dalam 1
liter larutan. Sedangkan molalitas menyatakan banyaknya mol zat
terlarut dalam 1 kg pelarut. Part per million (ppm) menyatakan mg
zat terlarut dalam 1 kg atau 1 liter larutan. Fraksi mol menyatakan
mol zat terlarut per mol total.
Untuk pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu harus
diperhatikan:
1. Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu satuan yang
diinginkan. Berapa volume atau massa larutan yang akan dibuat
Contoh: Berapa gram NaOH (Mr = 40 g/mol) yang harus
ditimbang untuk membuat 2 liter larutan NaOH 0.1 M.
NaOH 0.1 M artinya 0.1 mol NaOH terlarut dalam 1 liter
larutan, sehingga untuk membuat 2 liter dibutuhkan NaOH
sebanyak = (2 liter/1 liter) x 0.1 mol = 0.2 mol NaOH yang
setara dengan 0.2 mol x (40 g/L mol) = 8 gram.
2. Apabila dari larutan yang lebih pekat, sesuaikan satuan
konsentrasi larutan yang diketahui dengan satuan yang
diinginkan. Jumlah zat terlarut dan setelah pengenceran adalah
sama, memenuhi persamaan:
V1M1 = V2M2
V1 = volume atau massa larutan sebelum diencerkan
M1 = konsentrasi larutan sebelum diencerkan.
V2 = volume atau massa larutan setelah diencerkan
36
M2 = konsentrasi larutan sebelum diencerkan

Contoh: Buatlah larutan H2SO4 0.1 M sebanyak 500 mL dari


larutan H2SO4 96%, densitas =1.8 g/ml.
Jawab:
Molaritas H2SO4 =
(96 g H2SO4/100 g larutan) x (1.8 g larutan/1 ml larutan) x
(1 mol/98 g) x (1000 ml/1 liter) = 17.6 M
V1 = x ml; M1 = 17.6 M; V2 = 500 ml; M2 = 0.1 M
V1 = (V2 x M2)/M1 = (500ml x 0.1 M)/17.6 M = 2,8 ml
Jadi, 2.8 ml H2SO4 96% diencerkan dengan air sampai 500 ml dalam
labu takar 500 ml.

Cara penentuan sifat pelarutan suatu senyawa dapat diketahui


dari perubahan suhu air sebelum dan setelah pelarutan. Bila suhunya
naik, maka pelarutan tersebut bersifat eksoterm (melepas panas)
sedangkan bila suhunya turun, maka pelarutannya bersifat endoterm
(menerima panas).

Prosedur Percobaan
I. Pembuatan Larutan KCl dari KCl 1 M
1. Ambil labu takar 50 ml kosong
2. Ambil volume larutan KCl (tepat 10 mL) dan masukkan
ke dalam labu takar.
3. Tepatkan labu takar dengan aquades sampai 50 ml, lalu
kocok agar homogen.
4. Tentukan konsentrasinya dalam molaritas (M).
5. Keterampilan anda dalam membuat larutan sangat
diutamakan di bagian ini.
37
II. Pembuatan Larutan Urea, (NH2)2CO, (Mahasiswa yang
sudah membuat larutan dari Fosfat tidak perlu membuat
larutan urea)
1. Timbang labu takar 50 mL kosong (tutup juga disertakan)
2. Timbang sekitar 3 gram padatan (massa tidak harus tepat)
3. Larutkan dengan 20–30 mL air pada gelas piala,
kemudian rasakan perubahan panas yang terjadi dengan
menyentuh bagian bawah gelas piala tersebut.
4. Masukkan larutan pada labu takar 50 mL lalu tepatkan
volumenya, dan kocok agar homogen
5. Timbang larutan tersebut
6. Hitung konsentrasi urea dalam satuan M, m, dan % b/b

III. Pembuatan Larutan Fosfat, (NH4)H2PO4 atau (NH4)2HPO4


(Mahasiswa yang sudah membuat larutan dari urea tidak
perlu mebuat larutan Fosfat)
1. Timbang labu takar 50 mL kosong (tutup juga disertakan)
2. Timbang sekitar 3 gram padatan (massa tidak harus tepat)
3. Larutkan dengan 20–30 mL air pada gelas piala, kemudian
rasakan perubahan panas yang terjadi dengan menyentuh
bagian bawah gelas piala tersebut.
4. Masukkan larutan pada labu takar 50 mL lalu tepatkan
volumenya, dan kocok agar homogen
5. Timbang larutan tersebut
6. Hitung konsentrasi urea dalam satuan M, m, dan % b/b

Poin Utama Nilai Kerja


1. Keterampilan memipet
2. Keterampilan menimbang
3. Keterampilan dalam membuat larutan
4. Kebenaran hasil perhitungan konsentrasi
5. Tingkat kerjasama dalam parktikum
38

PERCOBAAN 4

SIFAT KOLIGATIF

Pendahuluan
Identifikasi jenis suatu zat dapat dilakukan dengan menentukan
nilai massa molarnya. Beberapa teknik dapat digunakan untuk tujuan
tersebut (misalnya: spektrofotometer massa, elektroforesis, dan lain-
lain). Adapun cara sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan
massa molar suatu zat adalah teknik yang berdasarkan sifat koligatif,
sifat yang hanya tergantung dari jumlah partikel (jumlah mol).
Terdapat empat sifat koligatif yaitu penurunan titik beku, kenaikan titik
didih, penurunan tekanan uap jenuh, dan tekanan osmosis. Pada
percobaan ini akan ditentukan massa molar dari suatu zat terlarut yang
larut dalam pelarut tertentu berdasarkan pada penurunan tiitk beku.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) terampil
menggunakan alat gelas penentuan titik beku pelarut dan larutan; (2)
terampil menentukan massa molar suatu zat

Latar Belakang
Suatu zat terlarut dalam pelarut cair akan menurunkan tekanan
uap, menurunkan titik beku dan menaikan titik didih. Semua itu
tergantung hanya dari banyaknya mol partikel dan jumlah dari pelarut
yang ada. Sifat ini disebut sebagai sifat koligatif dari pelarut dan dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul dari zat terlarut contoh.
Suatu ukuran konsentrasi yang menyatakan jumlah partikel zat
terlarut yang terdapat dalam satu kg pelarut disebut molal, m.
39
m = jumlah mol zat terlarut …. .…….…. (1)
Kg pelarut

Penurunan titik beku dari suatu larutan, Tb berbanding lurus


dengan konsentrasi molal dari larutan, m. Tiap pelarut mempunyai
konstanta tertentu yang spesifik. Konstanta ini disebut tetapan
krioskopik atau tetapan penurunan titik beku, Kb.

Tb = Kb . m …………………………..(2)

Tb = Kb . jumlah mol zat terlarut …………..(3)


Kg pelarut

Nilai dari Kb ini sangat bervariasi. Kb air = 1.86 °C/m;


Kb benzena = 5.10 °C/m; Kb sikloheksana = 20.0 °C/m.

Untuk menetapkan massa moalr, Mr, dari suatu zat terlarut anu,
maka jumlah mol harus diubah menjadi gram zat terlarut/Mr.

Tb = Kb × m zat terlarut/Mr …………………..(4)


Kg pelarut
Mr Mr = Kb × g zat terlarut/Mr ………….(5)
Tb × kg pelarut
Sebagai contoh, pada suatu percobaan seorang mahasiswa
menggunakan 18.00 g sikloheksana (Kb = 20.0 °C/m). Tb dari
sikloheksana 3.9 °C. Selanjutnya, ke dalam pelarut ini
ditambahkan 0.433 g zat terlarut X dan didapatkan titik bekunya
menjadi 0.8 °C. Maka massa molar dapat dihitung dengan cara:
Mr = (20.0 oC/m)(0.433 g) = 155.2 g/mol
(3.9 oC-0.8 oC)(0.01800 kg)
40
Prosedur Percobaan
I. Menentukan titik beku pelarut
Siapkan tabung reaksi yang besar, termometer, pengaduk dan
penutup karet yang mempunyai dua lubang. Satu lubang untuk
termometer, yang satu lagi untuk pengaduk. Keringkan semuanya
dengan tisu dan timbanglah tabung reaksi tersebut. Masukkan
kira-kira 20 ml pelarut ke dalam tabung reaksi dan timbang
kembali tabung reaksi tersebut (gunakan gelas piala untuk
membantu penimbangan tabung reaksi).

Gambar 4.1. Susunan alat percobaan

Siapkan es batu di dalam gelas piala dan tambahkan garam untuk


menurunkan titik cair es. Tinggi dari kepingan es ini harus lebih
tinggi dari permukaan pelarut di dalam tabung. Setelah semuanya
siap, maka tabung reaksi, termometer, dan pengaduk diatur
seperti Gambar 4.1. Sambil tetap diaduk perlahan-lahan, catatlah
suhu setiap 15 detik selama 8 menit, kemudian buatlah kurva
antara waktu dan suhu dari data yang anda peroleh (Gambar
4.2).
41
II. Penentuan bobot molekul senyawa contoh
Timbanglah tabung reaksi besar yang masih kosong. Ambilah
masing-masing 20 ml larutan A dan B dan masukkan ke dalam
tabung reaksi besar, lalu timbang kembali. Dengan cara yang
sama seperti prosedur I, catatlah masing-masing perubahan
suhunya. Hitunglah bobot molekul dari senyawa tersebut dengan
memakai nilai rata-rata.
Catatan: Gunakan tabung reaksi dengan label yang sama
dengan larutan yang akan digunakan!

Gambar 4.2. Kurva hubungan antara suhu dengan waktu

Cara mendapatkan titik beku dari grafik:


Grafik yang dihasilakn akan memperlihatkan penurunan suhu
yang curam pada awal percobaan (1-2 menit pertama) dan
perubahan suhu yang relatif kecil pada sisa waktu percobaan
42
(penurunan suhu yang landai).Untuk penentuan titik beku pelarut
atau larutan, tarik garis lurus (plot garis regresi) pada daerah
curam (garis pertama) dan landai (garis kedua) sehingga garis
pertama tersebut membagi titik-titik suhu dengan jarak yang
sama. Perpotongan antara kedua garis tersebut merupakan titik
beku pelarut/larutan.

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan penggunaan alat
2. Kebenaran dalam urutan logika penentuan titik beku
3. Kebenaran dalam urutan logika penentuan massa relatif
4. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
43
PERCOBAAN 5

IKATAN KIMIA: IONIK DAN KOVALEN

Pendahuluan
Ikatan kimia adalah gaya yang memegangi atom atau ion untuk
membentuk molekul atau kristal. Jenis ikatan dalam molekul akan
menentukan gaya antar molekul. Jenis ikatan kimia yang dipelajari
dalam percobaan ini adalah ikatan ion dan kovalen. Pada percobaan ini
saudara akan bekerja dengan bermacam-macam senyawa ion dan
kovalen. Selain itu saudara akan menentukan sifat-sifat untuk
membedakan kedua senyawa tersebut.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) Terampil
membedakan senyawa ionik dengan senyawa kovalen dan (2) Mampu
menjelaskan kaitan jenis ikatan dan struktur molekul terhadap sifat
senyawa.

Latar Belakang
Bidang Kimia dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu kimia
organik dan kimia anorganik. Kimia anorganik memiliki cakupan yang
lebih luas dibandingkan dengan kimia organik karena kimia organik
hanya mencakup senyawa yang mengandung karbon. Namun, kimia
organik diperluas dengan membahas juga senyawa yang mengandung
atom N, O, dan P.
Ikatan yang terbentuk dalam senyawa organik sebagian besar,
bahkan seluruhnya, merupakan ikatan kovalen, seperti H2O, CH4, NH3,
sedangkan ikatan yang terbentuk dalam senyawa anorganik lebih
bervariatif. Disebabkan oleh cakupan kimia anorganik yang membahas
atom-atom selain karbon, ikatan dalam senyawa-senyawanya dapat
berupa ikatan logam, ikatan ionik, dan juga ikatan kovalen. Ikatan
logam terbentuk dari atom-atom logam, ikatan ionik dalam senyawa
44
anorganik dapat dijumpai dalam senyawa MgSO4, NaCl, KI, dll,
sedangkan ikatan kovalennya dapat dijumpai pada BF3, BeCl2, SF4,
XeF4.
Ikatan ionik merupakan ikatan yang terbentuk dari unsur logam
dan nonlogam dengan prinsip serah terima elektron, sedangkan ikatan
kovalen merupakan ikatan yang umumnya terbentuk dari unsur
nonlogam dan nonlogam dengan prinsip pemakaian bersama elektron.
Perbedaan prinsip pembentukan kedua ikatan tersebut menyebabkan
perbedaan sifat fisik senyawa-senyawa dengan ikatan-ikatan tersebut.
Perbedaan sifat fisik yang paling menonjol di antara senyawa
ionik dan kovalen adalah titik leleh, titik didih, kelarutan, dan daya
hantar (Tabel 5.1). Perbedaan tersebut disebabkan oleh kekuatan
ikatan yang terbentuk. Senyawa ionik memiki kekuatan jauh lebih
kuat dibandingkan dengan senyawa kovalen.

Tabel 5.1 Perbedaan sifat senyawa kovalen dan senyawa ion


Senyawa Ionik Senyawa Kovalen
Umumnya memiliki titik leleh Umumnya memiliki titik leleh
tinggi (350 – 1000 °C) rendah (< 350 °C)
Semua padatan pada suhu kamar Dapat berupa padatan, cairan,
gas
Konduktor yang baik dalam bentuk Konduktor yang lemah dalam
larutan bentuk cairan/larutan, bahkan
sebagian tidak dapat
menghantarkan listrik
Hampir tidak terbakar Umumnya terbakar
Sedikit yang berbau Kebanyakan berbau
45
Titik leleh suatu senyawa juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor lainnya, antara lain massa molekul, panjang ikatan dan
keelektronegatifan atom-atom penyusunnya, dan bentuk senyawa
tersebut. Perbedaan kelektronegatifan atom-atom dalam senyawa
kovalen menyebabkan adanya perbedaan kepolaran. Hal ini yang
membuat interaksi antar molekul bervariatif. Interaksi senyawa
kovalen ada 3 jenis, yaitu ikatan hidrogen, interaksi dwikutub-
dwikutub, dan gaya London. Ikatan hidrogen merupakan ikatan
yang terbentuk saat atom H berada di antara 2 atom yang memiliki
keelektronegatifan tinggi (N, O, F). Ikatan hidrogen dapat terbentuk
pada senyawa kovalen yang memiliki atom H yang terikat langsung
pada ketiga atom tersebut, seperti H2O, NH3, HF (Gambar 5.1).
Interaksi dwikutub-dwikutub terjadi pada senyawa kovalen polar,
seperti HCl, sedangkan Gaya London merupakan interaksi yang
terjadi pada senyawa nonpolar, seperti CH 4, PF5, BF3. Kedua
interaksi termasuk ke dalam gaya Van der Waals.

Gambar 5.1 Ikatan hidrogen dalam molekul air

Kemampuan senyawa ionik dalam menghantarkan listrik jika


dalam bentuk larutan disebabkan oleh prinsip pelarutan yang terjadi.
Senyawa ionik ketika dilarutkan dalam suatu pelarut akan terpisah
46
antarion-ionnya. Ion-ion tersbeut masing-masing dikelilingi oleh
molekul pelarut dengan sisi yang sesuai. Proses pelarutan ini
biasanya disebut solvasi. Khusus untuk pelarutan dalam air,
prosesnya disebut hidrasi (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Proses hidrasi senyawa ionik

Prosedur Percobaan
I. Perbandingan titik leleh
1. Senyawa Ionik
Titik leleh senyawa ionik tidak dapat ditentukan dengan alat-
alat laboratorium sederhana. Hal ini disebabkan oleh tingginya
titik lelehnya. Oleh karena itu, anda hanya diminta
membandingkan titik leleh senyawa ionik dengan kovalen.
Berikut diberikan data titik leleh beberapa senyawa ionik, yaitu
KCl = 770 °C, CaCl2= 772°C, MgSO4 = 1124 °C.
2. Senyawa Kovalen
Rangkailah alat pengukuran titik leleh dan tentukanlah titik
leleh urea, (NH2)2CO, dan Sukrosa C12H22O11. Metode
sederhana dalam penentuan titik leleh adalah sebagai berikut:
i. Siapkan sampel yang akan ditentukan titik lelehnya
dengan cara menekan bagian ujung terbuka dari pipa
kapiler pada sampel.
47
ii. Balikan pipa kapiler dan ketuk-ketukan agar contoh
bergerak ke dasar kapiler. Anda memerlukan sampel
setinggi 2 mm dalam kapiler.
iii. Ikat pipa kapiler pada termometer dengan benang (lihat
Gambar 5.3) dan sejajarkan ujung kapiler dengan ujung
termometer.
iv. Siapkan gliserin dalam alat Tiele. Perkirakan tinggi
gliserin agar nantinya pipa kapiler tidak tenggelam.
v. Panaskan penangas gliserin sedemikian agar kenaikan
suhunya 10 °C per menit. Amati contoh dari dekat.
Catatlah kisaran suhu mulai dari sampel meleleh hingga
meleleh seluruhnya. Anda perlu mengulangi pengamatan
titik leleh jika suhu penangas Tiele naik terlalu cepat untuk
mendapatkan pembacaan yang teliti. Bandingkan kisaran
titik leleh sampel yang anda amati dengan titik leleh yang
tercantum pada buku acuan. Titik leleh urea =132 °C, dan
sukrosa = 186 °C.

Gambar 5.3 Pemanasan dengan tabung Tiele


48
II. Wujud
Amati wujud dari senyawa urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2,
dan MgSO4.

III. Perbandingan kelarutan


Isi 6 buah tabung reaksi dengan 1 mL air. Selanjutnya, masukkan
sedikit senyawa urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4
(kira-kira seujung sudip kecil) ke dalam masing-masing tabung
reaksi. Amati dan catat kelarutan tiap senyawa tersebut di dalam
air. Lakukan hal yang sama untuk pelarut n-heksana.

IV. Daya hantar


Siapkan 6 buah gelas piala 100 mL dan masukkan masing-
masing ke dalamnya 80 mL air. Tambahkan sampel senyawa
urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4 dalam masing-
masing gelas piala (kira-kira 2 sudip atau 1 mL). Selanjutnya,
masukkan elektrode karbon yang telah dihubungkan dengan arus
listrik dan lampu. Amati perubahan yang terjadi.

V. Kemudahan terbakar
Letakkan beberapa tetes atau padatan urea, sukrosa, alkohol, KCl,
CaCl2, dan MgSO4 pada sudip, kemudian bakar dengan api. Jika
api semakin besar artinya sampel tersebut terbakar.

VI. Uji bau


Identifikasi bau dari senyawa urea, sukrosa, alkohol, naftalena,
KCl, CaCl2, dan MgSO4

Poin Utama Penilaian Praktikum


1. Kemampuan membedakan jenis suatu senyawa.
2. Keterampilan dan kebenaran hasil penentuan titik leleh senyawa
kovalen
3. Kerjasama tim dalam kelompok
49
PERCOBAAN 6

POLIMER

Pendahuluan
Dewasa ini polimer telah banyak digunakan dalam semua aspek
kehidupan. Dalam industri, pertanian, rumah tangga tidak terlepas dari
penggunaan polimer. Polimer menurut asalnya dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu polimer alami dan sintetik. Kedua jenis polimer ini memiliki sifat
yang berbeda. Polimer alam pada umumnya lebih mudah terurai
dibandingkan dengan polimer sintetik.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu
mengenali sifat fisik dan ciri utama polimer alam; (2) terampil menguji
secara sederhana polimer alam

Latar Belakang
Salah satu contoh polimer alam adalah karet alam. Karet alam
merupakan polimer yang tersususn dari monomer stirena melalui
reaksi adisi. Sifat mekanik karet alam biasanya diperbaiki dengan
vulkanisasi, yaitu penambahan ikatan taut silang dengan atom-atom
sulfur. Adanya ikatan silang pada karet, menyebabkan struktur karet
menjadi 3 dimensi dengan ruang-ruang kosong. Ruang-ruang kosong
ini dapat ditempati oleh molekul-molekul yang lebih kecil. Hal inilah
yang menyebabkan karet ketika dimasukkan ke dalam minyak tanah
akan mengembang.
Polimer alam lain yang mudah untuk dikarakterisasi adalah
protein. Protein merupakan polimer dengan monomer asam amino
dengan ikatan peptida sebagai penghubung antar monomer. Protein
dapat dengan mudah mengalami denaturasi baik oleh pH, suhu, dan
logam berat.
50
Prosedur Percobaan
I. Karet Alam
1. Ambil 5 potong karet alam, ukur panjang, lebar, dan tebal serta
timbang bobotnya. (beri label dan jangan tertukar)
2. Siapkan 50 mL minyak tanah ke dalam gelas piala 100 mL
3. Masukkan 5 potong karet tersebut ke dalam minyak tanah
sampai terendam semua.
4. Ambil 1 potong karet setiap 10 menit (sesuai urutan dan
label di prosedur no. 1). Tiriskan minyak tanah dengan kertas
tissue agar tidak ada minyak tanah pada permukaan luar karet
tersebut.
5. Ukur kembali panjang, lebar, tebal dan timbanglah potongan
karet alam yang diambil
6. Lakukan hal yang sama untuk potongan karet alam lainnya.

II. Protein
1. Ambil larutan putih telur (albumin) yang tersedia sebanyak 2 ml
dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Siapkan larutan ini
untuk tiga tabung reaksi.
2. Tambahkan larutan asam kuat beberapa tetes di tabung pertama.
Amati
3. Panaskan di air mendidih untuk tabung kedua. Amati.
4. Tambahkan Larutan Cu2+/Fe3+ sebanyak 0.5 mL ke dalam
tabung ketiga. Amati.

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan dalam pencirian polimer alam
2. Keterampilan dalam penggunaan alat praktikum
3. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
51
PERCOBAAN 7

HUKUM GAS
HUKUM CHARLES
(Suatu pandangan dari salah satu hukum gas)

Pendahuluan
Pada tahun 1780, ahli fisika Perancis, Jacques Charles
menemukan hubungan antara pengembangan gas dan kenaikan
suhunya. Charles menemukan, untuk setiap kenaikan suhu 1 °C, suatu
gas pada 0°C mengandung 1/273 dari volume awalnya, dan jika suhu
diturunkan 1°C, gas tersebut menyusust 1/273 dari volume awalnya.
Ia mendasarkan semua perhitungan dalam kondisi tekanan gas yang
tetap. Dalam percobaan ini, anda akan membuktikan hubungan yang
ditemukan oleh Charles tersebut.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah menyelesaikan percobaan ini, Praktikan: (1) Terampil
memasang alat percobaan Hukum Charles, (2) Terampil melakukan
perhitungan menggunakan rumus dari Hukum Charles.

Latar Belakang
Jika kita mengambil 1 Liter gas pada 0 °C dan mendinginkannya
pada tekanan tetap sampai suhu gas mencapai -273°C, secara teoritis
volumenya akan menyusut sampai 0 mL. (Catatan: pernyataan ini
adalah secara teoritis, karena semua zat yang diketahui, mencair
sebelum suhu ini dicapai).
Suhu -273°C disebut nol mutlak. Suhu ini sebagai dasar skala
suhu baru yang disebut skala Kelvin, diberi nama dari Lord Kelvin,
ahli fisika yang mengusulkannya. Satu Kelvin mempunyai interval
suhu yang sama dengan derajat Celcius. Hubungan antara dua
skala suhu tersebut adalah K = oC + 273.
Jika menggunakan skala Kelvin, kita dapat menyatakan hukum
52
Charles sebagai berikut: volume dari gas, akan berbanding langsung
dengan suhu dalam Kelvin, pada tekanan tetap. Secara matematika,
Hukum Charles dinyatakan sebagai:

Keterangan: T = suhu dalam Kelvin; V= volume gas; i dan f adalah


awal dan akhir. Hukum Charles memungkinkan untuk meramalkan
jumlah gas yang berubah terhadap suhu tanpa melakukan percobaan
yang sebenarnya.
Contoh: Suatu gas memungkinkan volume 1000 mL pada 27 °C.
Tentukan volumenya jika suhu dinaikkan menjadi 127 °C.
(Dianggap tekanan tetap).
Penyelesaian: Susunlah semua data tersebut dan ubahlah derajat Celcius
menjadi Kelvin.
Vi = 1000 ml; Vf = ?
Ti = Ti + 273 = 27 + 273 = 300 K
Tf = Tf + 273 = 127 + 273 = 400 K

Jadi anda dapat melihat bahwa kenaikan suhu gas menyebabkan volume
gas bertambah.
53
Dalam percobaan yang akan dilakukan, anda dapat
membuktikan hukum Charles. Anda dapat memulai dengan
menggunakan labu Erlenmeyer yang berisi udara dengan volume
labu Erlenmeyer. Anda akan memanaskan labu tersebut. Pemanasan
akan menyebabkan udara dalam tabung mengembang, tetapi karena
dinding tabung tidak dapat mengembang, udara tersebut terdorong
keluar dari tabung. Anda dapat menghitung volume udara pada suhu
yang baru dan lebih tinggi tersebut, berdasarkan penjumlahan dari
volume Erlenmeyer dan volume udara yang keluar dari Erlenmeyer.
Sekarang, anda dapat menggunakan hukum Charles untuk
menghitung berapakah volume akhir yang seharusnya menurut hukum
ini, dan membandingkannya dengan hasil yang diperoleh dalam
percobaan.
Bagaimana kita dapat mengukur volume udara yang keluar dari
labu Erlenmeyer? Anda dapat mengerjakannya dengan memasang
suatu pipa penghubung dari Erlenmeyer ke dalam gelas ukur yang
berisi air. Udara yang keluar dari labu Erlenmeyer akan mengganti air
dalam gelas ukur. Volume udara yang terbaca pada gelas ukur (Vg)
merupakan volume gas yang basah yang berarti tidak hanya berasal
dari volume udara yang keluar dari labu Erlenmeyer, melainkan juga
mengandung volume air uap air. Dengan demikian, anda dapat
menentukan volume udara yang mengembang tersebut dengan
menghilangkan kesalahan awal yang disebabkan oleh uap air
berdasarkan data volume udara basah, tekanan barometer dan
tekanan uap air.
Tekanan udara pada gelas ukur (Pm) merupakan selisih tekanan
udara pada barometer (P) dengan tekanan uap air (Pw). Pm = P - Pw.
Tekanan uap air didapat dari tabel tekanan uap. Sedangkan
volume udara yang mengembang dalam gelas ukur (Vm) ditentukan
dengan hukum Boyle maka volume udara akhir (Vf)
merupakan penjumlahan volume awal dalam labu Erlenmeyer (Vi)
dengan volume udara yang mengembang dalam gelas ukur (Vm).
54
Prosedur Percobaan
1. Pasanglah alat seperti Gambar 7.1.a

Gambar 7.1. Alat untuk percobaan hukum Charles

2. Susun alat seperti pada Gambar 7.1.b (di Laboratorium


digunakan penangas air elektrik). Isilah gelas ukur dengan
air sampai penuh dan letakkan dalam keadaan terbalik)
3. Panaskan gelas piala dan isinya
4. Setelah air dalam gelas piala dan dalam gelas ukur
mencapai suhu 45 °C, pemanasan dihentikan.
5. Ukur suhu udara dalam labu Erlenmeyer awal (Ti).
Masukkan labu Erlenmeyer, bagian bawah ke dalam gelas
piala dan pipa gelas J ke dalam gelas ukur Gambar 7.1.c.
6. Panas dari air akan memanaskan udara dalam tabung
Erlenmeyer.
7. Udara akan mengembang dan mendorong air dalam gelas
ukur.
8. Bila tidak ada lagi udara yang mendorong air dalam
gelas ukur, berarti udara tidak mengembang lagi. Suhu air
sekarang sama dengan suhu udara dalam labu Erlenmeyer
(Tf).
55
9. Untuk mengukur volume udara dalam gelas ukur, angkat
gelas ukur dalam pipa J.
10. Volume udara awal dihitung sebagai berikut: Erlenmeyer
di isi air sampai penuh, tempatkan penyumbang karet
(dengan thermometer, tetapi tanpa piala gelas). Air akan
tumpah. Ambil penyumbang karet, dan volume air diukur
(V).
11. Volume akhir sama dengan volume awal ditambah
volume udara kering.
12. Catatlah semua data yang anda peroleh, sesuai tabel yang
ada pada bagian laporan.

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan dalam menyusun alat
2. Ketepatan dalam membaca skala/unit skala
3. Kebenaran urutan kerja dan hasil perhitungan
4. Kerjasama tim dalam praktikum
56

Tabel 7.1. Tekanan uap air pada suhu 40-60°C


Suhu °C 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
40 55.324 56.91 57.11 57.51 57.72
41 58.34 56.96 59.58 60.22 60.86
42 61.50 62.14 62.80 63.46 64.12
43 64.80 65.48 66.16 66.86 67.56
44 68.26 68.97 69.69 70.41 71.14
45 71.88 72.62 73.36 74.12 74.88
46 75.65 76.43 77.21 78.00 78.80
47 79.60 80.41 81.23 82.05 82.67
48 83.71 84.56 85.42 86.28 87.14
49 88.02 88.90 89.79 90.69 91.59
50 92.51 93.5 94.4 95.30 96.30
51 97.20 98.2 99.1 100.1 101.1
52 102.90 103.1 104.1 110.4 106.2
53 107.20 108.2 109.3 105.1 111.4
54 112.51 113.6 114.7 115.8 116.9
55 118.04 119.1 120.3 121.5 122.6
56 123.80 125.0 126.2 127.4 128.6
57 129.82 131.0 132.3 133.5 134.7
58 138.08 137.3 138.5 139.9 141.2
59 142.60 143.9 145.2 146.6 148.0
60 149.63 150.7 152.1 153.5 155.0
61 156.43 157.8 159.3 160.8 162.3
62 163.77 165.2 155.8 168.3 169.8
63 179.38 172.9 174.5 176.1 177.7
64 179.31 180.9 182.5 184.2 185.8
65 187.54 189.2 190.9 192.6 194.3
Sumber : Handbook of Chemistry and Physic 61st ed. CRC Press,
1981.
Satuan : mmHg
57
PERCOBAAN 8

KESETIMBANGAN KIMIA: VOLUME DAN KONSENTRAS

Pendahuluan
Pergeseran kesetimbangan kimia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu konsentrasi zat, volume, tekanan, dan suhu. Bila
konsentrasi pereaksi diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke
arah produk, begitu pula sebaliknya. Fenomena pergeseran dapat
diamati dengan berubahnya warna bila warna pereaksi atau warna
produk berbeda. Semakin pekat warna produk artinya pergeseran
berlangsung ke arah produk.
Konsentrasi larutan berwarna dapat diukur dengan
Spektrofotometer 20D+ (Gambar 8.1), dalam hal ini konsentrasi
larutan sebanding dengan absorbans (jumlah cahaya yang diserap)
pada panjang gelombang tertentu. Semakin pekat warna suatu larutan,
maka semakin banyak jumlah cahaya yang diserap oleh zat artinya
semakin besar absorbansnya.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan pengaruh konsentrasi dan volume terhadap
kesetimbangan kimia; dan (2) terampil menggunakan alat Spektronik
20D+

Latar Belakang
Dalam keadaan setimbang, konsentrasi masing-masing
komponen sistem tidak berubah terhadap waktu. Jika besi(III) klorida
dicampurkan dengan kalium tiosianat (KSCN), maka akan terbentuk
kesetimbangan dengan reaksi sebagai berikut:
Fe3+(aq) + 6KSCN(aq) ⇌ Fe(SCN)63-
Kekuningan Tak Berwarna Merah darah
58
Terjadinya reaksi dapat diamati dengan perubahan warna yang terjadi.
Begitu pula dengan pergeseran kesetimbangan, dapat diamati melalui
perubahan warna dan kekelamannya.
Pada reaksi kesetimbangan di atas, dengan penambahan salah
satu pereaksi, warna larutan akan bertamnah merah. Hal ini
3-
menunjukkan bahwa Fe(SCN)6 bertambah, berarti kesetimbangan
bergeser kearah kanan (produk). Sebaliknya, jika warna kuning
3+
semakin kelam, artinya Fe bertambah dan kesetimbangan bergeser
ke arah kiri (pereaksi).

Gambar 8.1 Spektrofotometer 20D+


59
Prosedur Percobaan
1. Sebanyak 80 mL air ke dalam gelas piala 100 mL, lalu
tambahkan 4 tetes KSCN 1 M dan 4 tetes FeCl3 1M dan
diaduk.
2. Siapkan 5 buah tabung reaksi dan isi masing-masing dengan
10 mL campuran di atas kecuali tabung ke-5 isi dengan 5
mL campuran.
3. Tabung 1 biarkan sebagai control, tabung kedua
ditambahkan 1 tetes KSCN, tabung ketiga ditambahkan 1 tetes
FeCl3, tabung 4 tambahkan 1 tetes NaOH, dan tabung kelima
tambahkan 5 mL air.
4. Pilihlah mode transmitans untuk mengukur tingkat kekelaman
dan atur panjang gelombang 490 nm.
5. Koreksi Spektronik20D+ dengan menggunakan akuades
yang sama untuk membuat campuran. Atur transmitans
hingga bernilai 0.
6. Ukur masing-masing larutan.
7. Catat nilai transmitans yang terukur dan hitung nilai
absorbansnya.

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan dalam menggunakan spektrofotometer 20D+
2. Kebenaran urutan logika analisis dalam praktikum
3. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
60
PERCOBAAN 9

ASAM BASA

Pendahuluan
Pada percobaan ini saudara akan bekerja dengan indikator
asambasa. Setiap indikator berubah warna pada kisaran pH yang kecil.
Saudara akan mendapatkan tugas untuk menentukan kisaran pH dari
perubahan warna yang terjadi untuk dua indikator. Anda juga akan
mengamati hubungan antara perubahan warna indikator dan
kesetimbangan asam-basa. Lebih lanjut, anda akan menguji
kemampuan suatu bahan alam untuk dijadikan sebagai indikator asam-
basa.
Pada bagian lain, anda akan menentukan pH suatu larutan asam
lemah, garam basa, dan campuran keduanya yang berfungsi sebagai
campuran penahan (bufer) (pembuatan larutan buffer akan
dipraktikumkan pada Percobaan 14). Selain itu, anda akan mencoba
menentukan konsentrasi suatu larutan basa melalui titrasi.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan prinsip deteksi asam dan basa dengan indikator; (2)
terampil dalam penggunaan pH meter; (3) terampil dalam menentukan
kisaran warna indikator; (4) terampil membuat larutan bufer dan
mengetahui sifatnya; dan (5) mampu menjelaskan sifat larutan asam
lemah dan garam hidrolisis.

Latar Belakang
I. pH meter
Seperti telah diketahui bahwa pH merupakan ukuran keasaman
suatu larutan. Nilai pH di bawah 7 menunjukkan bahwa suatu
larutan bersifat asam, sedangkan jika lebih besar dari 7
menunjukkan basa. pH suatu larutan secara sederhana dapat
61
dilakukan dengan menggunakan indikator asam-basa. Namun
dengan berkembangnya teknologi, pengukuran pH kini dapat
dilakukan dengan praktis dan tepat menggunakan pH meter. pH
meter adalah suatu sel elektrokimia, serupa dengan batu baterai
+
(Gambar 9.1). Reaksi kimia yang terjadi melibatkan ion H3O .
Tegangan sel atau potensial sel bergantung pada konsentrasi ion-
ion tersebut. Voltmeter pada pH meter dihitung dengan satuan pH
sebagai penggantu satuan volt.

Gambar 9.1 Contoh pH meter digital dengan elektrode kombinasi dan


termometer.

Hubungan potensial sel dengan pH adalah sebagai berikut:

Terdapat dua buah elektrode pada pH meter, yaitu elektrode


pembanding perak/perak klorida (Ag/AgCl) atau kalomel jenuh
(SCE) dan elektrode indikator (elektrode kaca). Elektrode
62
pembanding akan menunjukkan potensial yang sama disetiap
keadaan, hal ini disebabkan karena adanya larutan KCl jenuh yang
selalu menjaga konsentrasi Cl- selalu konstan di elektrode
pembanding. Elektrode indikator akan menunjukkan perubahan
potensial bila keaadaan keasamaan, [H+] berubah dalam larutan

II. Indikator
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warna jika pH
lingkungan berubah. Indikator asam-basa merupakan asam atau
basa lemah. Kegunaan dari suatu indikator tergantung pada
kenyataan bahwa indikator dalam bentuk asam, Hind,
mempunyai warna yang berbeda saat dalam bentuk basa
konjugasinya Ind-, sebagai contoh indikator fenolftalein (PP)
memiliki warna Hind tidak berwarna, dan Ind - merah muda. Hal
itu berarti bahwa fenolftalein di dalam suasana asam tidak
berwarna dan dalam suasana basa berwarna merah muda.
Konsentrasi Hind atau Ind- berhubungan dengan
-
kesetimbangan yang melibatkan Hind dan Ind , dan tergantung
pada:
a. Keasaman atau kebasaan
Dalam larutan asam kesetimbangan indikator adalah
Ind- + H3O+ ⇌ Hind + H2O
Warna 1 Warna 2

Letak kesetimbangan dapat digeser ke arah kanan dengan


penambahan asam. Jika basa ditambahkan, konsentrasi akan
berkurang dan kesetimbangan bergeser ke arah kiri. Ini akan
menyebabkan bertambahnya konsentrasi dan warna Ind-.

b. Kekuatan relatif dari asam Hind dan basa konjugasi Ind-


Warna larutan pada setiap nilai pH tergantung pada kekuatan
relatif Hind sebagai asam dan Ind- sebagai basa. Jika Hind
merupakan asam yang relatif kuat, warna larutan akan menjadi
63
warna dari basa lemah Ind- sampai larutan menjadi agak asam
dan sebaliknya.
Ind- + H3O+ ⇌ Hind + H2O
Warna 1 Warna 2

Jika Hind merupakan asam kuat, kesetimbangan akan bergeser


ke kiri hingga H3O+ cukup tinggi untuk menggeser
kesetimbangan ke kanan. Selama konsentrasi Ind- lebih besar
dibandingkan dengan Hind, maka larutan akan menjadi warna
Ind-, begitu pulan sebaliknuya.

Jika alasan di atas dimengerti, dengan mudah pula dapat


dipahami bagaimana suatu indikator berubah warna pada nilai pH
tertentu atau kisaran pH yang kecil. Hal ini merupakan pH saat
konsentr H3O+ atau OH- cukup tinggi untuk menggeser
kesetimbangan dari kiri ke kanan atau sebaliknya.

Prosedur Percobaan
I. Kalibrasi pH meter
Hubungkan kabel pH meter ke stopkontak 220 V AC, nyalakan
pH meter dengan menekan tombol POWER ke arah ON dan
biarkan selama 5 menit. Sebelum digunakan, pH meter harus
dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan bufer
standar yang telah diketahui pH-nya secara pasti. Suhu bufer
standar pun perlu disamakan dengan suhu ruang atau larutan
yang akan ditentukan pH-nya.
1. Siapkan larutan bufer standar pH 7.00 dan 4.01 (atau
10.02) masing-masing ke dalam gelas piala 150 mL. Siapkan
pula gelas piala besar untuk penampungan saat pembilasan
elektrode.
2. Bersihkan elektrode dengan cara menyemprotkannya
menggunakan akuades hingga bersih kemudian seka dengan
lembut menggunakan kertas tisu. Hati-hati dalam menyeka
64
bagain ujung elektroda karena lapisan gelasnya sangat
tipis.
3. Celupkan elektrode beserta termometer ke dalam larutan
bufer standar pH 7.00 kemudian siapkanlah larutan bufer
yang berikutnya yaitu 4.01 atau 10.02. Ikuti petunjuk asisten
4. Angkat elektrode dan termometer, bilas, dan keringkan
dengan tisu. pH meter telah siap digunakan untuk
pengukuran.

PERHATIAN: JANGAN MEMBUANG LARUTAN BUFER


STANDAR!! SETELAH SELESAI DIGUNAKAN UNTUK
KALIBRASI pH METER, KEMBALIKANLARUTAN BUFER
STANDAR KE DALAM WADAHNYA

II. Indikator
1. Sebelum menentukan kisaran pH indikator, kita perlu
memerikasa perubahan warna indikator tersebut. Siapkan tiga
buah tabung reaksi yang bersih. Masukkan larutan HCl 0.1
M, akuades, dan NaOH 0.1 M ke dalam masing-masing
tabung reaksi hingga volume kira-kira seperlima tabung
reaksi.
2. Tambahkan ke dalam tiap tabung tersebut 2 tetes indikator
dan catat perubahan warnanya. Berdasarkan pengamatan
anda, dapat ditentukan letak perubahan warna indikator
apakah dalam keadaan asam atau basa.
3. Siapkan 80 mL akuades ke dalam gelas piala 100 mL, lalu
tambahakanlah indikator yang sudah anda periksa perubahan
warnanya sebanyak 5-7 tetes.
4. Tambahkanlah HCl jika warna basa sama dengan warna air
atau tambahahkan NaOH jika warna asam sama dengan
warna air tetes demi tetes sampai mulai timbul warna 2, lalu
catat pHnya menggunakan pH meter.
65
5. Lanjutkan penetesan HCl atau NaOH sampai warna 1
hilang, lalu tentukan pHnya. Jika dengan penambahan HCl
atau NaOH perubahan warna mulai dari warna 2 muncul
hingga warna 1 hilang sangat cepat, maka encerkan
terlebih dahulu HCl atau NaOH yang digunakan.
6. Ulangi tahap 1–5 untuk indikator lainnya dan bandingkan
kisaran perubahan indikator-indikatornya.
7. Periksalah kisaran pH indikator yang digunakan teman
anda, dan bandingkan hasil penentuan nilai pH yang
diperoleh anda dengan teman anda.
8. Anda diminta memeriksa kemampuan bahan alam untuk
menjadi indikator asam-basa. Ambil sepotong bahan alam,
kemudian geruslah dengan mortar sampai halus. Selanjutnya,
tuangkan 20 mL akuades ke dalam mortar tersebut dan aduk.
9. Ambil cairan berwarnanya dengan dekantasi atau
penyaringan.
10. Tentukanlah kisaran pH cairan tersebut dengan cara yang
sama dengan tahap 1–5.
11. Dari hasil yang anda peroleh, apakah contoh bahan alam
tersebut bersifat asam atau basa. Tentukan pH cairan
berwarna tersebut untuk dicocokan dengan dugaan anda.

II. Titrasi Asam Basa


1. Pipet 10 ml larutan asam HCl 0.1 M ke dalam Erlenmeyer
2. Masukkan larutan NaOH 0.1 M ke dalam buret, penuhi cerat
buret, dan catat meniskus awal
3. Tambahkan indikator brom timol biru (BTB) 3 tetes ke dalam
larutan HCl 0.1 M di Erlenmeyer
4. Catat warna awal indikator
5. Titrasi dengan NaOH sampai warna berubah permanen
6. Catat meniskus akhir dan amati perubahan warna yang terjadi
66
Poin Utama Penilaian Kerja
1. Keterampilan dalam penggunaan alat pH meter
2. Keterampilan dalam menggunakan alat gelas
3. Kebenaran dalam urutan logis praktikum
4. Kebenaran dalam hasil analisis
5. Kerja sama dalam pelaksanaan praktikum
67
PERCOBAAN 10

GERAK MOLEKUL

Pendahuluan
Pada dasarnya, terdapat 3 wujud materi, yaitu padat, cair, dan
gas. Perbedaan ketiga fasa tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan jenis ikatan dan interaksi yang dijalani molekul tersebut.
Perubahan wujud suatu molekul di antara 3 wujud tersebut juga
dipengaruhi oleh kekuatan ikatan dan interaksi tersebut.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) terampil
dalam menguji dan membedakan fase-fase senyawa gas, cair,
padat; (2) mampu menjelaskan teori gerak molekul untuk
menjelaskan gejala umum yang terjadi dalam wujud padat, cair,
dan gas; dan (3) mampu menghubungkan energi dengan
perubahan fase yang terjadi

Latar Belakang
Seperti yang dijelaskan dalam materi percobaan ikatan kimia
bahwa ikatan kimia mempengaruhi wujud suatu senyawa. Begitu pun
dengan interaksi antarmolekul yang dijalaninya. Senyawa dalam
wujud padatan biasanya memiliki ikatan dan interaksi yang lebih
kuat. Selain itu keteraturan penyusun-penyusunnya sangat tinggi
dengan jarak yang berdekatan. Namun, tidak sema keteraturan
mempengaruhi kekuatan suatu padatan. Keteraturan yang lebih
rendah dapat menyebabkan suatu padatan bersifat amorf atau rapuh.
Bagaimana pun, semua senyawa dalam bentuk padatan dapat
mempertahankan bentuknya.
Tidak seperti padatan, cairan memiliki keteraturan yang jauh
lebih rendah dibandingkan dengan padatan dengan jarak antar
penyusunnya yang cukup berjauhan. Namun, adanya gaya
68
antarmolekul yang masih cukup kuat dalam cairan, maka suatu cairan
masih lebih dapat mempertahankan volumenya dibandingkan dengan
senyawa dalam bentuk gas.
Adanya pengaruh suhu dan tekanan terhadap suatu senyawa
akan mengakibatkan perubahan gaya-gaya antarmolekul di dalamnya.
Gaya antarmolekul yang melemah dan menguat dapat menyebabkan
suatu senyawa dapat berubah wujud (Gambar 10.1).

Gambar 10.1 Diagram fasa air


69
Prosedur Percobaan
I. Penguapan suatu cairan
Tempatkanlah 2 mL alkohol/etanol di atas gelas arloji. Kipas-
kipaslah gelas arloji tersebut sampai semua alkohol menguap.
Tentukanlah suhu awal wadah (bisa diperkirakan dari suhu
ruangan) dan suhu akhir dari wadah yang digunakan serta waktu
yang dibutuhkan etanol untuk menguap seluruhnya (densitas
etanol = 0.789 g/ml, kalor jenis etanol = 0.52 kal/g.°C; 2.17
J/g.°C, kalor uap etanol = 854.8 J/g). Hitunglah perkiraan energi
yang menyertai perubahan fase etanol, yang terjadi di percobaan.

II. Sublimasi
Timbang massa dari iodin sebesar biji kacang hijau dan
tempatkan kistal iodin tersebut ke dalam labu Erlenmeyer, lalu
tutup dan letakkan di atas kasa dan kaki tiga. Panaskanlah labu
Erlenmeyer. Perhatikan perubahan yang terjadi. Perhatikan juga
dinding-dinding labu pada saat pemanasan. Adakah
kesetimbangan padat-gas. (Lakukanlah di dalam ruang asam dan
jangan buka tutupnya selama pemanasan). Hitunglah perkiraan
energi yang diperlukan untuk perubahan fase iodin tersebut.
(entalpi peleburan iodin = 15.52 kJ/mol)

III. Perbandingan kecepatan difusi HCl dan NH3


Pasanglah alat seperti Gambar 10.2. Tempatkan 5 tetes HCl dan
NH3 pekat secara bersamaan pada cekungan di masing-masing
bagian ujungnya. Tutup dengan cepat ujung-ujung pipa.
Amatilah awan yang terbentuk di dalam tabung. Awan yang
terbentuk merupakan hasil reaksi yang terjadi dari HCl dan NH3.
Lebih dekat ke HCl atau NH3 awan yang terjadi dalam tabung?
Jelaskan fenomena yang terjadi.
70

Gambar 10.2 Alat percobaan kecepatan difusi HCl dan NH4OH

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan dalam membedakan karakater senaywa gas, cair,
dan padat
2. Kemampuan menjelask teori gerak molekul
3. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
71
PERCOBAAN 11

MODEL MOLEKUL

Pendahuluan
Atom-atom bergabung menjadi senyawa yang lebih stabil
dengan mengeluarkan energi. Atom-atom bergabung karena ada
gaya tarik menarik. Gaya tarik menarik antara dua atom itulah yang
disebut ikatan kimia. Jenis ikatan kimia yang akan dipelajari disini
adalah ikatan ion, ikatan kovalen serta pengaruh gaya antar molekul
terhadap sifat fisik suatu senyawa.
Ahli-ahli kimia sering menggunakan model-model molekul
sebagai alat bantu untuk lebih memperjelas struktur suatu molekul
yang kompleks yang sedang mereka pelajari. Kita biasanya sudah
terbiasa mengenal rumus kimia, tetapi ketika akan menuliskan rumus
struktur yang telah berkembang maka penulisan dua dimensi
dirasakan keterbatasannya. Keterbatasan ini dapat menyebabkan
gambaran penting dari suatu struktur menjadi tidak jelas, terutama
bagi mereka yang tidak berpengalaman dalam menangani model-
model molekul tiga dimensi.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melaksanakan praktikum, Praktikan: (1) mampu
mengenal model molekul-molekul yang sederhana; (2) mampu
menjelaskan hubungan antara bentuk molekul dengan momen dipol
(kepolaran)

Latar Belakang
Setiap atom yang dibuat sebagai model molekul memiliki warna
dan jumlah lubang tertentu yaitu antara satu sampai enam lubang
dengan sudut-sudut yang tepat, yaitu 109.5° untuk karbon dan
nitrogen, 105° untuk oksigen, 90° untuk atom S, dan P mempunyai
dua sudut 90° dan 120°.
72
Tabel 11.1. Komponen-komponen dalam perangkat model molekul

Diameter Jumlah
Warna Atom Simbol
(mm) dalam satu set

Putih Hidrogen H 17 38
Hitam Karbon C 24 14
Merah Oksigen O 20 12
Biru Nitrogen N 24 6
Hijau Klorin Cl 17 12
Jingga Bromin Br 17 2
Ungu Iodin I 17 2
Coklat Fosfor & Boron P dan B 17 dan 24 2
Perak Sulfur S 20 2

Tabel 11.2. Jenis-jenis ikatan di moel molekul


Jumlah
Tipe Kegunaan Panjang (mm) dalam satu
set
Putih pendek Ikatan tunggal,
15 40
model pengisi ruang
Abu-abu sedang Ikatan tunggal,
30 60
model rantai terbuka
Abu-abu panjang Ikatan ganda dua
45 18
dan ganda tiga

Ikatan abu-abu sedang biasanya digunakan untuk ikatan-ikatan


tunggal pada model rantai terbuka, di mana atom-atom terpisah dengan
baik satu dengan lainnya. Hal ini akan mempermudah melihat posisi
relatif suatu atom dan membandingkan model senyawaan tersebut
dengan rumus strukturnya.
Pengikat abu-abu panjang digunakan untuk mencerminkan ikatan
ganda dua dan tiga. Selain itu dapat juga digunakan sebagai
model pengikat abu-abu sedang, jika kita akan membuat model
senyawaan yang lebih besar. Selengkapnya di Tabel 11.1 dan Tabel
73
11.2.
Pengikat putih pendek dapat digunakan untuk membuat model-
model pengisi ruang, yang dapat memperkirakan keadaan bentuk
sebenarnya dari molekul organik yang jenuh, dan untuk membuat
model rantai terbuka lebih ringkas dengan mengurangi ukuran radikal-
radikal yang biasa ada yaitu gugus metil dan etil.
Ukuran atom-atom utama (H, C, O, dan N) mempunyai ukuran
yang mirip dengan ukuran nyata dari atom-atom tersebut. Model
pengisi ruang dibuat dengan skala 1.7 cm per 1 unit Angstrom (100
ppm). Sedangkan pada model rantai terbuka 2.8 cm/angstrom.
Untuk membuat model molekuler dari suatu senyawa pilihlah
atom-atom dan ikatan-ikatan seperti pada rumus struktur dari senyawa
sebanyak jumlah atom dan ikatannya. Kemudian gunakan pengikat
yang tepat untuk menghubungkan satu atom terhadap atom lain seperti
yang terdapat pada rumusnya. Untuk tujuan ini akan lebih
membantu bila menulis rumus struktur dari senyawa tersebut. Sebagai
contoh untuk etanol (etil alkohol).
H H

H C H O H
CH3CH2O C
H H
Rumus mampat Rumus struktur

Sebagai contoh untuk membuat model dari molekul etanol, pilih


dua atom karbon (hitam), enam atom hidrogen (putih), dan satu atom
oksigen (merah). Hubungan mereka seperti rumus struktur di atas,
dengan menggunakan 8 pengikat abu-abu sedang sebagai ikatan
tunggal yang ditunjukkan oleh garis pada rumus tersebut. Untuk
mengurangi kemungkinan rusak dari model yang dipakai, selalu
memasukkan pengikat dengan mendorong lurus ke dalam lubangnya
dan waktu membuka model tariklah dengan lurus pula. Gunakan
alat pencabut ikatan untuk pengikat putih pendek. Taruh pada
74
pengikat dan dorong hati-hati.
Ikatan kovalen ganda dua dan tiga dibuat dengan dua atau tiga
pengikat abu-abu panjang. Sebagai contoh untuk model O2 (gas
oksigen), dapat dibuat dengan memasukkan dua pengikat tadi ke
dalam dua lubang dari satu atom oksigen (warna hitam), masukkan
ujung satunya lagi ke dalam lubang pada atom oksigen kedua, dan
pada dua lubang lainnya yang tidak terdapat ikatan menggambarkan
dua pasang elektron bebas pada masing-masing atom tersebut.

O=O
Gas oksigen

Selain itu anda dapat melihat bentuk geometris suatu senyawa


berdasarkan pengetahuan anda mengenai notasi VSPER. Contoh
membuat model molekul CH4, NH3, dan H2O. Ketiga molekul tersebut
memiliki bentuk tetrahedral jika pasangan elektron bukan ikatan juga
dianggap sebagai satu ikatan yaitu dengan notasi VSPER AX4.
Senyawa CH4 merupakan contoh senyawa dengan notasi VSPER
AX4 dimana atom pusatnya (A) adalah karbon dan atom keliling adalah
hidrogen (sebanyak empat). NH3 memiliki notasi VSPER AX3E
dengan atom pusat (A) yaitu atom nitrogen, tiga atom hidrogen sebagai
atom keliling dan terdapat satu pasang elektron bebas (E). Sedangkan
H2O memiliki atom pusat O dengan dua atom keliling yaitu H dan dua
pasang elektron bebas, sehingga memiliki notasi VSPER AX2E2.
Karena pasangan elektron bebas merupakan pasangan elektron
bukan ikatan maka dalam menentukan bentuk geometri ikatan
pasangan elektron bebas tidak diikutsertakan tetapi menentukan bentuk
geometri. Sehingga CH4 tetap memiliki geometri tetrahedral, sedang
NH3 dan H2O geometrinya bukan tetrahedral melainkan segitiga
piramida untuk NH3 dan “V” untuk H2O. Untuk menunjukkan
adanya pasangan elektron bukan ikatan pada ketiga senyawa tersebut
gunakan warna hitam untuk atom C, N, dan O. Bentuk molekul
75
merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan momen dipol. Beberapa hubungan antara momen dipol
dengan bentuk senyawa yang memiliki atom-atom dengan pembedaan
keelektronegatifan di antara keduanya (atom A dan X) seperti terdapat
pada Tabel 11.3.

Tabel 11.3. Hubungan momen dipol dengan bentuk molekul


Notasi VSPER Bentuk Molekul Momen Dipol Kepolaran
AX Linier Tidak nol Polar
AX2 Linier Nol Nonpolar
AX3 Segitiga planar Nol Nonpolar
AX2E Angular (bentuk V) Tidak nol Polar
AX4 Tetrahedral Nol Nonpolar
AX3E Segitiga piramida Tidak nol Polar

Prosedur Percobaan
1. Isilah tabel pada lembar laporan berdasarkan sifat-sifat
geometris dari atom pusat dalam perangkat model molekular.
2. Buatlah model molekul CH4, CHCl3, NH3, dan H2O dengan
menggunakan atom pusat hitam untuk C, N, dan O. Pengikat
abu-abu panjang untuk ikatan antara dua atom dan pengikat
pendek untuk menunjukkan adanya pasangan elektron bukan
ikatan. Jelaskan kenapa sudut ikatan H-C-N > H-N-H > H-O-
H. Manakah yang memiliki momen dipol  0? Gambarkan
struktur senyawa tersebut secara tiga dimensi.
3. Buatlah model untuk molekul-molekul berikut dengan
menggunakan atom pusat yang tepat dan pengikat abu-abu
sedang untuk menunjukkan ikatan.
a. BaCl2 b. BF3 c. PF5 d. SF6
4. Buatlah model molekul CO 2-, NO -, dan SO 2-, pindah-
3 2 4
pindahkan ikatan gandanya, sehingga menunjukkan adanya
76
beberapa kemungkinan struktur molekul yang benar.
5. Ikatan ganda dua. Buat molekul O2 dan N2 dengan
menggunakan model pengikat abu-abu panjang.
6. Buatlah model molekul untuk menunjukkan persamaan reaksi
CH4 + 2O2  CO2 + 2H2O

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan menyusun model molekul
2. Keterampilan dalam menentukan geometri tiga dimensi molekul
3. Keterampilan dalam menentukan hubungan struktur tiga dimensi
dengan tingkat kepolaran relatif sutau molekul.
4. Kerjasama dalam praktikum
77
PERCOBAAN 12

REAKSI REDOKS

Pendahuluan
Pada percobaan ini akan dipelajari bermacam-macam logam
yang direaksikan dengan air, asam dan garam. Selanjutnya, zat
mengalami oksidasi dan reduksi.
Pada bagian lain dari percobaan ini akan dipelajari pengaruh
arus listrik pada korosi besi. Setelah itu, anda akan menentukan anode
dan katode yang baik untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan reaksi oksidasi dan reduksi sederhana; (2) terampil
mengidentifikasi zat yang teroksidasi dan tereduksi; (3) terampil
mengidentifikasi logam yang berguna sebagai anode dan katode
untuk mencegah korosi

Latar Belakang
Beberapa logam dapat bereaksi baik dengan air, larutan asam,
maupun larutan garam. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi oksidasi
dan reduksi (redoks). Jika suatu logam dimasukkan dengan ke dalam
larutan yang mengandung ion logam lain, maka ada kemungkinan
reaksi redoks dapat terjadi. Hal ini bergantung pada ponsial reduksi
ion logam tersebut (E0). Jika ion logam dalam larutan memiliki E0
lebih besar daripada ion logam yang akan terbentuk dari sampel
logam, maka reaksi redoks dapat terjadi.
Contoh: Ni (p) + Cu2+ (aq) → Ni2+ (aq) + Cu (p)
Demikian pula reaksi redoks tersebut terjadi pada logam lain,
seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung
oksigen akan mengalami korosi. Dalam kehidupan sehari-hari,
peristiwa korosi dikenal dengan istilah pembentukan karat. Karat besi
78
merupakan senyawaan oksida besi Fe2O3·nH2O. Proses kimia korosi
pada dasarnya merupakan proses elektrokimia. Saat terjadi korosi, besi
bertindak sebagai anoda dengan reaksi sebagai berikut:
Fe → Fe2+ + 2e-
sedangkan reaksi reduksi yang terjadi bersamaan dengan oksidasi
adalah reduksi air:
2H2O + 2e- → 2OH- + H2

Prosedur Percobaan
I. Reaksi logam dengan air dan asam klorida
Tersedia potongan logam aluminium (Al), tembaga (Cu), besi
(Fe), magnesium (Mg), dan seng (Zn).
1. Ambil lah masing-masing dua potong sampel logam dan
bersihkan dengan amplas.
2. Sediakan 6 tabung reaksi dan masukkan sepotong sampel
masing-masing ke dalamnya, kemudian tambahkan air kira-
kira 3 mL. Amati perubahan yang terjadi jika ada.
3. Lakukan hal yang sama pada tabung reaksi yang berbeda
untuk larutan pereaksi HCl 4 M kira-kira 3 mL.

II. Reaksi larutan ion logam dengan aluminum


Tersedia larutan garam tembaga (II) sulfat 0.1 M, besi (II) sulfat
0.1 M, magnesium sulfat 0.1 M, natrium klorida 0.1 M, dan seng
sulfat 0.1 M.
1. Siapkan 7 potongan aluminium dan bersihkan dengan
amplas.
2. Sediakan 7 tabung reaksi dan isi masing-masing dengan
3 mL larutan-larutan garam di atas.
3. Masukkan ke dalam setiap tabung reaksi sepotong
logam aluminium yang telah dibersihkan. Amati apa yang
terjadi. Apakah aluminum bereaksi dengan semua larutan
garam?
79
III. Korosi Besi
1. Susunlah alat-alat sebagai berikut:

2. Siapkan elektrode karbon dan elektrode besi yang sudah


dibersihakan dengan amplas (jangan sampai ada sisa korosi
pada elektrode besi).
3. Isi 3 buah pipa U dengan air sampai kira-kira hampir penuh.
(jangan penuh)
4. Masukkan ke dalam masing-masing alat larutan fenolftalein 2
tetes dan K3Fe(CN)6 5 tetes. Perhatikan bahwa fenolftalein
hanya diteteskan pada mulut pipa yang akan dimasukkan
elektrode karbon dan K3Fe(CN)6 diteteskan pada mulut pipa
yang akan dimasukkan elektrode besi.
5. Amati perubahan-perubahan yang terjadi.

IV. Aplikasi Redoks Sederhana


1. Siapkan 1-2 tablet vitamin C (asam askorbat) dan hancurkan
sampai menjadi serbuk
2. Larutkan dalam air suling 50 mL
3. Teteskan ke dalam larutan sebanyak 2-3 tetes larutan povidone
iodin (Betadine®)
4. Amati apa yang terjadi dengan larutan povidone iodin yang
ditambahkan ke dalam larutan vit C.
80
Poin Utama Penilaian Kerja
1. Keterampilan menentukan reaksi redoks
2. Keterampilan dalam menggunakan alat praktikum
3. Keterampilan dalam penentuan reaksi korosi besi
4. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
81
PERCOBAAN 13

KINETIKA KIMIA

Pendahuluan
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang
membahas hubungan antara perubahan kimia dengan waktu. Hubungan
tersebut dapat diamati dengan menentukan laju reaksi. Laju reaksi
adalah laju hilangnya suatu pereaksi atau bertambahnya produk dalam
satu satuan waktu. Laju reaksi bergantung pada beberapa faktor, antara
lain konsentrasi, suhu, jenis zat, tekanan, katalis, luas permukaan, dan
beberapa pada cahaya. Dalam percobaan ini, anda akan mengamati
pengaruh konsentrasi, suhu, dan katalis terhadap beberapa reaksi.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah menyelesaikan praktikum ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan pengaruh konsentrasi, suhu, dan katalis terhadap laju
reaksi; (2) terampil dalam identifikasi perubahan yang terjadi dalam
campuran sebagai bukti adanya reaksi.

Latar Belakang
1. Konsentrasi sebagai faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Jika natrium tiosulfat dicampur dengan asam kuat encer, maka akan
timbul endapan halus putih.

Na2S2O3 (aq) + 2H+ (aq) → 2Na+ (aq) + H2S2O3 (aq) (cepat)


H2S2O3 (aq) → H2SO3 (aq) + S (s) (lambat)

Reaksi ini terdiri atas dua buah reaksi yang konsekutif (sambung-
menyambung). Dalam reaksi demikian, reaksi yang berlangsung
paling lambat menentukan laju reaksi keseluruhan.
82
2. Suhu sebagai faktor laju reaksi
Peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan energi kinetik
molekul yang pada akhirnya akan meningkatkan laju reaksi.

3. Katalis sebagai faktor laju reaksi


Reaksi antara asam oksalat dengan kalium permanganat dapat
dipercepat dengan penambahan ion Mn2+ yang bertindak sebagai
katalis. Katalis adalah zat yang dapat menurunkan energi aktivasi
suatu reaksi dengan ikut terlibat dalam reaksi dan terbentuk
kembali seperti keadaan awal. Dalam reaksi tersebut sebenarnya
juga dihasilkan ion Mn2+ sebagai produk. ion atau molekul
yang dihasilkan di dalam suatu reaksi dan dapat mempercepat laju
reaksi disebut dengan autokatalis.

Prosedur Percobaan
I. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Pengaruh konsentrasi HCl
(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang
bercampur tepat saling bersentuhan, bukan ketika endapan
mulai terbentuk)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
Na2S2O3 1.0 N (mL) 5 5 5 - - -
HCl 1.0 N (mL) - - - 5 - -
HCl 0.5 N (mL) - - - - 5 -
HCl 0.1 N (mL) - - - - - 5
a. Siapkan 6 tabung reaksi dan isi dengan pereaksi seperti
tabel di atas.
b. Tuangkan larutan pada tabung ke-6 ke dalam tabung
ke-1, lalu tuang kembali dengan cepat campuran ke
dalam tabung ke-6.
83
c. Amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang
dibutuhkan dari awal pencampuran hingga kekeruhan
mulai terjadi.
d. Lakukan hal yang sama dengan mencampurkan tabung
ke-5 dengan ke-2 dan tabung ke-4 dengan tabung ke-3.

2. Pengaruh konsentrasi natrium tiosulfat (Na2S2O3)


(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang
bercampur tepat saling bersentuhan, bukan ketika endapan
mulai terbentuk)
Tabung reaksi ke-
Pereaksi
1 2 3 4 5 6
HCl 1.0 N (mL) 5 5 5 - - -
Na2S2O3 1.0 N (mL) - - - 5 - -
Na2S2O3 0.5 N (mL) - - - - 5 -
Na2S2O3 0.1 N (mL) - - - - - 5

Kerjakanlah seperti yang dilakukan pada percobaan I.1

II. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi


1. Pengaruh suhu terhadap reaksi HCl + Na2S2O3
(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang
bercampur tepat saling bersentuhan, bukan ketika endapan
mulai terbentuk)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
HCl 0.5 N (mL) 5 5 5 - - -
Na2S2O3 0.5 N (mL) - - - 5 5 5
Suhu (°C) 90 50 ruang ruang 50 90
84
Kerjakan seperti yang dilakukan pada percobaan I.1.
Perhatikan bahwa pengondisian suhu 50 dan 90°C dilakukan
dengan merendam tabung reaksi selama 5-10 menit dalam
penangas air bersuhu tersebut sebelum pencampuran.

2. Pengaruh suhu terhadap reaksi (COOH)2 + KMnO4 dalam


suasana asam
(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan KMnO4
yang bercampur tepat masuk ke dalam campuran)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
(COOH)2 0.1 N (mL) 8 8 8 - - -
H2SO4 1.0 N (mL) - - - 2 2 2
Suhu (°C) 90 50 ruang ruang 50 90

a. Siapkan 6 tabung reaksi dan isilah dengan larutan seperti


pada tabel di atas.
b. Kondisikan suhu 50 dan 90 °C dengan merendam tabung
reaksi selama 5-10 menit dalam penangas air bersuhu
tersebut sebelum pencampuran.
c. Campurkan isi tabung 1 dengan 6, 2 dengan 5, dan 3
dengan 4.
d. Teteskan KMnO4 sebanyak 3 tetes ke dalam masing-
masing campuran dan mulailah hitung waktunya.
e. Catat waktu yang dibutuhkan mulai dari penetesan kalium
permanganat hingga larutan menjadi tidak berwarna.
(bandingkan dengan akuades untuk menghentikan
perhitungan waktu).
85
III. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi
1. Adanya penambahan katalis MnSO4 dari luar

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3
(COOH)2 0.1 N 6 6 6
H 2SO4 1.0 N (mL)
(mL) 2 2 2
MnSO4 1.0 N (mL) 4 1 -
Air (mL) - 3 4

a. Masukkan tiap pereaksi dengan jumlah seperti tabel dan


kocok setiap tabung reaksi.
b. Teteskan KMnO4 sebanyak 3 tetes ke dalam masing-
masing campuran dan mulailah hitung waktunya.
c. Catat waktu yang dibutuhkan mulai dari penetesan kalium
permanganat hingga larutan menjadi tidak berwarna.
(bandingkan dengan akuades untuk menghentikan
perhitungan waktu).

2. Adanya autokatalis

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2
(COOH)2 0,1 N 5 5
H 2SO4 1,0 N (mL)
(mL) 1 1
Air (mL) 3 -

Kerjakanlah seperti pada poin III.1


86
Poin Utama Penilaian Kerja
1. Keterampilan dalam identifikasi pengaruh suhu, konsentrasi,
dan katalis terhdapa laju reaksi
2. Keterampilan dalam penggunaan alat praktikum
3. Kebenaran dalam logika urutan praktikum
4. Kebenaran dalam hasil analisis
5. Kerjasama dalam pelaksanaan praktikum
87
PERCOBAAN 14

LARUTAN PENYANGGA (BUFER)

Pendahuluan
Sistem larutan penyangga (bufer) adalah suatu campuran asam
lemah atau basa lemah dan garamnya (berturut-turut basa
konjugasinya atau asam konjugasinya), yang memungkinkan larutan
bufer untuk menahan perubahan nilai pH terhadap penambahan
konsentrasi ion H+ atau ion OH- dalam jumlah yang sedikit. Larutan
bufer membantu menjaga nilai pH yang hampir tetap (konstan)
terhadap penambahan sejumlah kecil ion H+ atau OH- ke dalam
larutan.
Contoh suatu larutan penyangga asam yang mengandung asam
lemah asam asetat (CH3COOH) dan basa konjugasinya (CH3COO-)
akan memiliki suatu reaksi kesetimbangan:

CH3COOH(aq) ⇌ CH3COO−(aq) + H+(aq)

Nilai konstanta disosiasi asam lemah (Ka) dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan berikut:

Sehingga nilai pH dapat ditentukan:


88
Penataan ulang persamaan di atas menghasilkan Persamaan
Henderson-Hasselbalch yang menunjukkan hubungan antara larutan
bufer dan pH sebagai berikut:

pH = pKa + log [basa konjugasi]/[asam lemah]


atau
pH = pKa + log [A-]/[HA]

Jika ingin menentukan disosiasi asam asetat, maka persamaan


Henderson-Hasselbalch menjadi:

pH = pKa + log [CH3COO-]/[CH3COOH]

Persamaan Henderson-Hasselbalch dapat digunakan untuk


menentukan jika suatu larutan berair dari pasangan asam-basa
konjugasi berfungsi sebagai bufer. Jika konsentrasi asam lemah sama
dengan basa konjugasinya, maka rasio dari kedua komponen tersebut
bernilai 1. Pada kasus seperti ini, persamaan Henderson-Hasselbalch
dapat disederhanakan menjadi:

pH = pKa
karena nilai log 1 = 0

Ketika pH larutan sama dengan nilai pKa nya, maka bufer


dikatakan memiliki kapasitas bufer maksimum (best buffer). Suatu
larutan berairan dari suatu pasangan asam-basa konjugasi dikatakan
sebagai good buffer ketika nisbah basa konjugasi terhadap asam
lemah berkisar dari 1:9 hingga 9:1. Substitusi nilai nisbah ini pada
persamaan Henderson-Hasselbalch, maka kita bisa menentukan
bahwa suatu larutan penyangga dikatakan sebagai bufer yang baik
(good buffer) jika pH nya berada dalam kisaran 1 unit pH dari nilai
pKa asam lemah:
pH = pKa ± 1
89
karena log (1/9) adalah -0.999 dan log (9/1) adalah +0.999.

Contoh penggunaan persamaan Henderson-Hasselbalch untuk


membuat larutan bufer dengan konsentrasi dan pH tertentu:
Contoh 14.1:
Suatu sistem bufer dua komponen yang terdiri atas asam lemah dan
basa konjugasinya ditambahkan secara terpisah.
Bagaimanakah membuat 10 mL bufer fosfat 0.01 M pH 7.4 dari
larutan stock KH2PO4 0.10M dan K2HPO4 0.25M?
pKa KH2PO4 = 7.20.

Untuk membuat 10 mL bufer dengan konsentrasi 0.01 M dan nilai pH


7.4, dari larutan stock yang disediakan bisa mengikuti langkah-langkah
berikut:

A- = basa konjugasi = K2HPO4


HA = asam lemah = KH2PO4

Langkah 1: Gunakan persamaan Henderson-Hasselbalch untuk


menentukan nisbah [A-] terhadap [HA]

pH = pKa + log [A-]/[HA]


7.40 = 7.20 + log [A-]/[HA]
0.2 = log [A-]/[HA]
[A-]/[HA] = 1.5849  [A-]/[HA] = 1.5849/1

Langkah 2: Hitung fraksi (bagian/keseluruhan) dari masing-masing


komponen bufer

Fraksi A- = 1.5849/(1.5849 + 1) = 1.5849/2.5849 = 0.6131


Fraksi HA = 1/(1.5849 + 1) = 1/2.5849 = 0.3869
90
Langkah 3: Tentukan molaritas (M) masing-masing komponen dalam
bufer dengan mengalikan molaritas bufer yang ingin dibuat dengan
fraksi masing-masing komponen

Molaritas bufer yang ingin dibuat = 0.01 M


MA- = 0.01 M x 0.6131 = 6.131 x 10-3 M
MHA = 0.01 M x 0.3869 = 3.869 x 10-3 M

Langkah 4: Hitung mol masing-masing komponen bufer

Volume larutan bufer yang akan dibuat = 10 mL = 0.01 L


Mol A- = MA- x Vol = 6.131 x 10-3 M x 0.01 L = 6.131 x 10-5 mol
Mol HA = MHA x Vol = 3.869 x 10-3 M x 0.01 L = 3.869 x 10-5 mol

Langkah 5: Hitung volume masing-masing larutan stock yang


dibutuhkan untuk membuat bufer

Vol larutan stock = mol/konsentrasi larutan stock


Vol A- = 6.131 x 10-5 mol/0.25 M = 2.4524 x 10-4 L = 245 μL
Vol HA = 3.869 x 10-5 mol/0.10 M = 3.869 x 10-4 L = 387 μL

Langkah 6: Buat dengan memipet masing-masing larutan stock yang


telah dihitung ke dalam labu takar 10 mL dan menepatkan volumenya
menggunakan akuades

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu
menjelaskan prinsip sistem penyangga pada larutan bufer; (2)
mengaplikasikan penggunaan persamaan Handerson-Hasselbalch
untuk membuat larutan bufer dengan konsentrasi dan pH tertentu dari
larutan stock yang disediakan; (3) terampil dalam penggunaan pH
meter; (4) mampu menjelaskan pengaruh pengenceran terhadap
perubahan pH larutan bufer; dan (5) mampu menentukan kapasitas
91
bufer terhadap penambahan asam atau basa kuat.

Prosedur Percobaan
I. Pembuatan Larutan Bufer Fosfat dari Padatan Amonium
Dihidrogen Fosfat dan Diamonium Hidrogen Fosfat
1. Timbang (NH4)H2PO4 sebanyak 0.09 g.
2. Timbang (NH4)2HPO4 sebanyak 0.16 g.
3. Campur dan larutkan kedua padatan tersebut ke dalam 200
mL akuades (gunakan labu takar).
4. Setelah homogen, ukur dan catat nilai pH-nya menggunakan
pH meter.
5. Hitung ketepatan antara nilai pH hasil pengukuran dan
teoritis (perhitungan).
Mr: (NH4)H2PO4 = 115.02 g/mol; (NH4)2HPO4 = 132.06
g/mol

II. Pembuatan 200 mL Larutan Bufer Fosfat 0.01 M pH 7.8 dari


Larutan Stock (NH4)H2PO4 0.01 M dan (NH4)2HPO4 0.01M
1. Menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch, hitung
berapa volume masing-masing larutan stock yang
dicampurkan untuk membuat larutan bufer fosfat 0.01 M pH
7.8. (Kerjakan perhitungan pada rencana kerja sebelum
praktikum)
Data: pKa = 7.20
2. Masukkan ke dalam labu takar 200 mL larutan stock
sebanyak volume yang diperoleh pada perhitungan poin II.1.
3. Tepatkan volumenya hingga 200 mL menggunakan akuades,
kocok hingga homogen.
4. Ukur dan catat nilai pH-nya menggunakan pH meter.
5. Hitung ketepatan antara nilai pH hasil pengukuran dan
teoritis (perhitungan).
92
III. Penentuan Kapasitas Bufer
a. Pengaruh Pengenceran
1. Dari larutan bufer yang telah Anda buat pada prosedur I,
ukur dan catat pH awal.
2. Ambil larutan bufer sebanyak 1 mL dan 10 mL, dan
masukkan ke dalam 2 labu takar 100 mL yang berbeda.
3. Tepatkan volume masing masing hingga 100 mL dengan
akuades, kocok hingga homogen.
4. Ukur pH akhir masing larutan bufer setelah diencerkan.
5. Apakah terjadi perubahan pH yang signifikan pada
pengenceran 10x dan 100x?

b. Pengaruh Penambahan Asam Kuat atau Basa Kuat


1. Dari larutan bufer yang telah Anda buat pada prosedur II,
pindahkan 100 mL ke dalam gelas piala, ukur dan catat
pH awal.
2. Tambahkan HCl 0.25 M atau NaOH 0.25 M tetes demi
tetes ke dalam larutan bufer. Setelah setiap penetesan HCl
atau NaOH, aduk hingga homogen, dan ukur nilai pH-nya.
3. Lanjutkan penetesan hingga nilai pH turun 1 satuan (pada
penambahan HCl) atau naik 1 satuan (pada penambahan
NaOH).
4. Hitung volume (jumlah tetesan) HCl atau NaOH yang
ditambahkan (1 tetes setara dengan 0.05 mL).
5. Hitung nilai kapasitas bufer.
6. Tentukan nilai ketepatan kapasitas bufer antara nilai
percobaan dengan perhitungan

Poin Utama Penilaian Kerja


1. Keterampilan dalam penggunaan alat pH meter
2. Keterampilan dalam menggunakan alat gelas
3. Kebenaran dalam urutan logis praktikum
4. Kebenaran dalam hasil analisis
93
5. Kerja sama dalam pelaksanaan praktikum
92

Anda mungkin juga menyukai