Anda di halaman 1dari 10

N73 Other female pelvic inflammatory diseases

Penyakit radang panggul wanita lainnya


Use additional code (B95-B98), If desired, to identify infectious agent.
 Definisi
Penyakit Radang Panggul (PRP) merupakan infeksi genitalia wanita yang
menggambarkan keadaan atau kondisi dimana organ pelvis (uterus, tuba/ovarium)
diserang oleh mikroorganisme patogen, biasanya bakteri yang multiplikasi dan
menghasilkan suatu reaksi peradangan. Bakteri yang biasa menyebabkan PRP adalah
Neisseria gonorrhea (N. gonorrhea) dan Chlamydia trachomatis (C. trachomatis) dapat
pula oleh organisme lain yang menyebabkan vaginosis bacteria. PRP merupakan
komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS) yang termasuk di dalamnya
endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses, dan peritonitis (Reyes,2010).
Penyakit tersebut menginfeksi saluran reproduksi bagian atas, termasuk uterus,
tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis.( Shepherd, 2010)

 Etiologi
Beberapa penyebab bakteri yang menyebabkan penyakit radang panggul
diantaranya ialah N gonorrhoeae, C trachomatis, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma
hominis, Mycoplasma genitalium, Ureaplasma urealyticum, Herpes simplex virus 2
(HSV-2), Trichomonas vaginalis, Cytomegalovirus (CMV), Haemophilus influenza,
Streptococcus agalactiae, gram negatif enterik (misalnya Escherichia coli),
Enterococcus, Spesies Peptococcus, dan Anaerob.
Beberapa faktor merupakan risiko untuk penyebab PRP antara lain hubungan
seksual, prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan AKDR, persalinan,
aborsi), aktivitas seksual, berganti-ganti pasangan seksual, riwayat PRP sebelumnya,
proses menstruasi, dan kebiasaan menggunakan pembersih kewanitaan, dan lain-lain.
(Aral, 1991)

 Patofisiologi
Sebagian besar kasus PID diduga terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama ialah akuisisi
infeksi vagina atau serviks. Infeksi ini sering ditularkan secara seksual dan mungkin
asimtomatik. Tahap kedua ialah infeksi asenden langsung mikroorganisme dari vagina
atau leher rahim ke saluran genital bagian atas. Mekanisme dimana mikroorganisme
naik dari saluran genital bawah masih belum jelas. Studi menunjukkan bahwa banyak
faktor mungkin terlibat. Meskipun lendir serviks memberikan penghalang fungsional
terhadap penyebaran ke atas, efektivitas penghalang ini dapat dikurangi oleh
peradangan vagina dan oleh perubahan hormonal yang terjadi selama ovulasi dan
menstruasi. Selain itu, pengobatan antibiotik infeksi menular seksual dapat
mengganggu keseimbangan flora endogen di saluran genital bawah, menyebabkan
organisme yang biasanya tidak patogen untuk tumbuh dan naik. Pembukaan serviks
selama menstruasi, bersama dengan aliran menstruasi retrograde, juga dapat
memfasilitasi naiknya mikroorganisme. Hubungan seksual dapat berkontribusi pada
infeksi asenden melalui kontraksi uterus ritmis yang terjadi selama orgasme. Bakteri
juga dapat dibawa bersama dengan sperma ke dalam rahim dan saluran tuba. Di saluran
atas, sejumlah faktor mikroba dan inang tampaknya mempengaruhi tingkat peradangan
yang terjadi, dengan demikian jumlah jaringan parut berikutnya akan berkembang.
Infeksi tuba fallopi pada awalnya mempengaruhi mukosa, tetapi peradangan bisa cepat
menjadi transmural. Peradangan ini tampaknya dimediasi oleh komplemen dan dapat
meningkatkan intensitas dengan infeksi berikutnya. Peradangan dapat meluas ke
struktur parametrium yang tidak terinfeksi, termasuk usus. Infeksi dapat meluas melalui
sekresi purulen dari tuba fallopii atau melalui penyebaran limfatik di luar panggul untuk
menghasilkan peritonitis akut dan perihepatitis akut (sindrom Fitz-Hugh−Curtis).

 Patologi
Beberapa tanda dan gejala yang hampir mirip dengan gejala penyakit radang panggul
diantaranya ialah tumor adneksa, radang usus buntu, kehamilan ektopik, endometriosis,
sistitis interstisial, kista ovarium, torsi ovarium.

N73.0 Acute parametritis and pelvic cellulitis


Abscess of :
- Broad ligament : Bagian dari parietal peritoneum, juga memiliki dua lapisan yang
melipat dan berikatan dengan ovarium, disebut mesovarium.
- Parametrium : jaringan renggang yang ditemukan di sekitar uterus
Pelvic cellulitis, female
Parametritis akut dan selulitis panggul
N73.1 Chronic parametritis and pelvic cellulitis
Parametritis kronik dan selulitis panggul
N73.2 Unspesified parametritis and pelvic cellulitis
Parametritis dan selulitis panggul yang tidak ditentukan
Parametritis
 Definisi
Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah jaringan renggang
yang ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke sisi-sisi serviks
dan ke pertengahan lapisan-lapisan ligamen besar.
Dimana infeksi jaringan ini dapat terjadi beberapa jalan yaitu :
· Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.
· Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum.
· Penyebaran sekunder dari tromboflebitis
Proses ini dapat tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar
ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding
perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka dan mencapai
uterus.
 Etiologi
Penyebab yang paling banyak terdapat adalah infeksi partus. Ada 3 hal yang menjadi
penyebab parametritis yaitu :
1. endometritis dengan 3 cara yaitu:
- Percontinuitatum : endometritis → metritis → parametitis
- Lymphogen
- Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
2. Dari robekan serviks
3. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

 Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau tromboflebitis → Infeksi
menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan
limfe/tromboflebitis → Parametritis terjadi reaksi :
1. Kalor
2. Dolor
3. Nyeri hebat
4. Nafsu makan berkurang
5. Asam lambung meningkat
6. Reaksi mual
7. Vasodilatasi
8. Syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas

 Patologi
Parametritis akut terjadi apabila kuman jalan limfe melewati batas uterus dan sampai
ke jaringan ikat di paremetrium. Infeksi ini sering di sebabkan oleh streptokokus dan
stafilokokus. Kejadian ini muncul karena infeksi puerpera atau postabortum, akan tetapi
dapat ditemukan pula sebagai akibat tindakan intrauterin dan sebagainya. Radang ini
berlokasi paling banyak di parametrium bagian lateral atau ( parametritis lateralis ) akan
tetapi bisa juga ke dapan ( parametritis anterior ) dan kebelakang ( parametritis posterior
) dan radang ini bisa juga menjadi abses.

Cellulitis
 Definisi
Selulitis (Cellulitis) merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan pada orang-
orang yang dengan immunitas normal, biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pyrogenes. Erisipelas adalah istilah untuk selulitis streptokokus yang superfisial dimana
tepinya berbatas tegas. Selulitis biasanya terjadi pada tungkai, walaupun bisa terdapat
pada bagian tubuh lainnya, seperti panggul. Erisipelas biasanya terjadi di daerah muka.
Organisme penyebab bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet ringan atau retakan
kulit.
 Etiologi
Kebanyakan penyebab dari penyakit selulitis ialah dialibatkan oleh streptococcus
pyrogenes. Haemophilus influenze merupakan penyebab penting dari selulitis fasial
pada anak-anak, yang sering berhubungan dengan otitis media ipsilateral. Pada orang-
orang yang imunokompromasi, berbagai macam bakteri mungkin menyebabkan
sellulitis.

 Patofisiologi
Daerah yang terkena menjadi eritema, terasa panas dan bengkak, serta terdapat lepuhan-
lepuhan dan daerah nekrosis. Pasien menjadi demam dan merasa tidak enak badan. Bisa
terjad kekakuan, dan pada orang tua dapat terjadi penurunan kesadaran. Bila diduga
selulitis disebabkan oleh streptokokus, yang hanya dapat diobati dengan penisilin, maka
mulailah dengan memberikan benzilpenisilin intravena.

 Patologi
Setelah bakteri masuk ke dalam kulit, infeksi menyebar karena adanya hyalurodinase,
fibrinolisis, lecithinase yang merusak jaringan sekitar. Respons imun tubuh teraktivasi
dan menyebabkan reaksi inflamasi di tempat bakteri berada.

N73.3 Female acute pelvic peritonitis


Peritonitis panggul akut wanita
N73.4 Female chronic pelvic peritonitis
Peritonitis panggul kronik wanita
N73.5 Female pelvic peritonitis, Unspecified
Peritonitis panggul wanita, tidak ditentukan
 Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada lapisan tipis dinding dalam perut
(peritoneum), yang berfungsi melindungi organ di dalam rongga perut. Peradangan ini
umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Jika tidak ditangani, peritonitis
dapat menyebabkan infeksi menyebar ke seluruh tubuh dan membahayakan nyawa.
Nyeri panggul adalah nyeri yang muncul di panggul atau bagian terbawah dari
perut. Nyeri yang dialami dapat terasa tumpul atau tajam, dan bisa muncul pada
momen-momen tertentu, seperti ketika buang air kecil dan berhubungan seksual.
Pada wanita, nyeri panggul dapat menjadi tanda adanya gangguan pada organ
reproduksi. Meski demikian, nyeri panggul juga dapat dirasakan oleh pria. Nyeri
panggul secara umum dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, antara lain adalah
infeksi saluran kemih, peradangan pada usus, hingga hernia.

 Etiologi
Peradangan pada peritneum ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur. Berdasarkan asal infeksinya, peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu peritonitis
primer dan peritonitis sekunder. Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi yang
memang bermula pada peritoneum. Kondisi ini bisa dipicu oleh gagal hati dengan
asites, atau akibat tindakan CAPD pada gagal ginjal kronis.
Sedangkan peritonitis sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi dari saluran
pencernaan. Kedua jenis peritonitis tersebut sangat berbahaya dan mengancam nyawa.
Pada penderita sirosis, kematian akibat peritonitis bisa mencapai 40%.
Pada nyeri panggul akut, beberapa kondisi yang dapat menyebabkan nyeri panggul
antara lain:

 Kista ovarium
 Penyakit radang panggul
 Penyakit usus buntu
 Radang rongga perut (peritonitis)
 Infeksi saluran kemih
 Konstipasi

Sedangkan pada nyeri panggul kronis, kondisi yang dapat menyebabkannya, antara
lain:

 Endometriosis
 Radang panggul kronis
 Irritable bowel syndrome
 Hernia
 Kerusakan atau terhimpitnya saraf panggul
 Miom
 Adenomyosis

 Patofisiologi
- Pecahnya organ dalam, seperti usus buntu yang pecah pada penyakit usus buntu
atau lambung yang pecah akibat tukak lambung,
- Radang panggul.
- Penyakit saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn dan diverkulitis.
Pankreatitis.
- Pasca pembedahan rongga perut.
- Luka pada perut akibat tusukan pisau atau tembakan.

 Patologi
Selain menanyakan gejala yang dirasakan, dokter juga akan menanyakan
riwayat kesehatan pasien. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik,
dengan menekan lembut dinding perut pasien. Pasien akan merasa sakit saat perut
ditekan. Pada pasien yang menjalani CAPD, dokter dapat memastikan pasien menderita
peritonitis dengan melihat cairan yang keluar dari peritoneum.
Namun bila diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang seperti:
- Tes darah. Sampel darah akan diperiksa di laboratorium untuk menghitung
jumlah sel darah putih. Pemeriksaan kultur (biakan) darah juga bisa dilakukan
untuk mengetahui apakah terdapat bakteri yang sudah menyebar ke dalam
darah.
- Uji pencitraan. Dokter akan merekomendasikan penderita untuk menjalani
foto Rontgen atau CT scan perut guna memeriksa adanya lubang atau robekan
lain pada saluran pencernaan.
- Analisis cairan peritoneum (paracentesis). Dokter akan mengambil sampel
cairan peritoneum untuk melihat apakah ada infeksi atau peradangan. Kultur
cairan juga bisa dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri.

N73.6 Female Pelvic Peritoneal Adhesions


Adhesi Peritoneum Panggul Wanita
 Definisi
Adhesi peritoneal adalah perlengketan abnormal antara jaringan dan organ, biasanya
antara omentum, lengkung usus, dan dinding abdomen. Perlengketan ini bisa berupa
lapisan tipis dari jaringan ikat, atau suatu jaringan fibrosa yang tebal berisi pembuluh
darah dan jaringan saraf, maupun kontak langsung antara dua permukaan organ.

 Etiologi
Adhesi peritoneal dapat terjadi akibat adanya trauma pada peritoneum. Pada operasi
trauma pada peritoneum dan stimulasi respon inflamasi dapat disebabkan oleh trauma
operasi, Iskemia jaringan, Infeksi, reaksi alergi dan darah, Benda Asing Iritatif,
Pencegahan Adhesi Peritoneal pada Pembedahan, Minimalisasi Cedera Jaringan,
Jahitan Peritoneal, Mencegah Timbulnya Infeksi Melalui Tindakan Asepsis dan
Antiseptik, serta Antibiotika Profilaksis dan Menghindari Benda Asing dan Jaringan
Nekrotik.

 Patofisiologi
 Peritoneum
Peritoneum berperan untuk memperkecil gesekan antara organ dalam abdomen,
sehingga memungkinkan untuk bergerak bebas. Dengan luas yang setara dengan
luas kulit, organ ini merupakan membran serosa terluas pada manusia. Lapisan
membrana serosa dari rongga peritoneal, pleural, dan perikardial, secara
embryologis memiliki asal yang sama, dibagi menjadi dua bagian secara histologis
yaitu jaringan ikat atau submesothel dan mesothel. Lapisan submesothel terdiri dari
extracellular matrix (ECM) yang tersusun dari beberapa tipe kolagen, glikoprotein,
glikosaminoglikan dan proteoglikan. Struktur vaskuler dan limfatik ditemukan di
lapisan subserosa. Difusi dan resorpsi cairan berlangsung antara stroma mesotelium
dan submesotelial. Lapisan mesothel terdiri dari jaringan mesenkim longgar yang
dibatasi oleh membrana basalis.
Sel-sel mesothelial mensekresi IL-1, IL-6, IL-8, TNF-α dan TGF-β. Intracellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1), asam hyaluronat dan prostaglandin juga
diproduksi oleh sel-sel ini. Sel-sel mesothelial juga berperan dalam proses
fibrinolisis dengan mensekresi tissue plasminogen activator (tPA) dan plasminogen
activator inhibitor (PAI). Sel-sel mesothel dan submesothel mengekspresikan
protease dan protease inhibitor seperti matriks metalloproteinase (MMP) yang
dapat mempengaruhi proses fibrinolisis dan remodeling. Ditemukan juga adanya
vascular endothelial growth factor (VEGF) yang terlibat dalam proses angiogenesis
lokal oleh karena hipoksia.
 Cairan Peritoneum
Cairan peritoneum normal terdiri dari sejumlah kecil eksudat serous (rata-rata 10
cc), yang variasinya tergantung dari kondisi fisiologis (siklus menstruasi) atau
kondisi patologis (ascites, baik eksudat maupun transudat tergantung kepada
penyebabnya).4 Cairan ini berperan menjaga fungsi normal dari saluran
pencernaan, kandung empedu, serta pada saluran genital wanita memainkan peran
penting bagi motilitas saluran fallopi dan oosit.8 Cairan peritoneum bersirkulasi
secara kontinyu dalam rongga abdomen dengan cairan pleura dan sistem vaskuler
melalui sistem limfatik.4,8 Cairan peritoneum normal mengandung protein plasma,
protein aktif seperti sitokin dan khemokin, interleukin (IL), TGF-β, TNF-α, sel-sel
makrofag, sel-sel free floating mesothel, limfosit, sel polimorfonuklear serta
sejumlah besar fibrinogen. Sel-sel mediator pada cairan peritoneum ini berperan
aktif dalam proses penyembuhan peritoneum.
 Penyembuhan Peritoneum
Penyembuhan pada kerusakan peritoneum berbeda dengan penyembuhan kulit,
dimana reepitelisasi kulit akan melalui tahapan proliferasi sel-sel epitel dari tepi
menuju ke bagian tengah luka, sebaliknya pada seluruh permukaan peritoneum
yang rusak akan terjadi epitelisasi secara simultan, dan tidak tergantung pada
besarnya luka, dengan sel mesothel baru yang tumbuh dari pulau-pulau sel mesothel
yang kemudian akan berproliferasi membentuk lapisan-lapisan sel, sehingga luka
kecil maupun besar pada peritoneum akan mengalami reepetelisasi dengan waktu
yang sama cepatnya. Dibutuhkan waktu 5-7 hari untuk penyembuhan peritoneum
parietal dan peritoneum viseral.

 Patologi
Jika ada kecurigaan adanya proses adhesi pascaoperasi, pasien diberi satu set
pemeriksaan yang berbeda. Diagnosis adhesi setelah operasi terdiri dari:
- Anamnesis dan pemeriksaan visual.
- Analisis keluhan pasien.
- Kompleks penelitian laboratorium (darah, urine).
- Diagnostik instrumental (ultrasound, MRI, CT, radiografi, laparoskopi).
Hasil pemeriksaan medis yang komprehensif dapat menentukan adanya untai,
lokalisasi, ketebalan dan bentuknya. Evaluasi pekerjaan organ dalam dan identifikasi
pelanggaran yang ada. Berdasarkan hasil diagnosis, rencana perawatan disusun.

N73.8 Other Specified Female Pelvic Inflammatory diseases


Penyakit Radang Panggul Perempuan Tertentu Lainnya
N73.9 Female Pelvic Inflammatory disease, Unspesified
Penyakit Radang Panggul Wanita, Tidak spesifik
 Definisi
Penyakit radang panggul (PID) didefinisikan sebagai sindrom klinis akut yang terkait
dengan infeksi endometrium, saluran tuba dan / atau struktur yang berdekatan dari
mikroorganisme naik dari serviks dan / atau vagina.1 Diagnosis dapat bervariasi dari
kombinasi dari:
• endometritis
• salpingitis
• ooforitis
• peritonitis panggul, dan
• abses panggul, untuk
• infeksi yang diam secara klinis atau tanpa gejala.
Karena variasi luas dalam presentasi klinis, diagnosis seringkali sulit. 'Standar emas'
untuk diagnosis adalah laparoskopi. Karena bersifat invasif, mahal dan tidak praktis
dalam lingkungan praktik umum, banyak dokter mengandalkan pemeriksaan klinis
dengan kepekaan dan spesifisitas sekitar 50%. Panjang Istilah sisa gejala infeksi yang
tidak diobati adalah signifikan untuk kesehatan publik dan swasta, membuat cepat
diagnosis dan perawatan penting.

 Etiologi
o Penyakit radang panggul (PRP) biasanya terjadi infeksi naik dari penyebab
endoserviks endometritis, salpingitis, parametritis, ooforitis, abses tuboovarian dan
/ atau peritonitis panggul.
o Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis telah diidentifikasi sebagai agen
penyebab, 1 Mycoplasma genitalium kemungkinan merupakan penyebab2 dan ana-
jubah juga terlibat. Mikroorganisme dari flora vagina termasuk streptokokus,
stafilokokus, Escherichia coli dan Haemophilus influenzae dapat terkait dengan
peradangan saluran genital atas. Infeksi campuran sering terjadi.
o Kepentingan relatif dari patogen yang berbeda bervariasi antara berbagai negara
dan wilayah di Eropa.
Sejumlah faktor dikaitkan dengan PID:
• Faktor yang terkait dengan perilaku seksual : usia muda, banyak mitra mitra, baru
baru-baru ini (dalam tiga bulan sebelumnya), riwayat infeksi menular seksual masa
lalu (IMS) pada pasien atau pasangannya
• instrumentasi uterus / gangguan pada penghalang serviks
• terminasi kehamilan
• penyisipan alat kontrasepsi dalam enam masa lalu minggu
• histerosalpingografi
• histeroskopi
• sonografi infus saline
• fertilisasi in vitro

 Patofisiologi
Sebagian besar kasus PID dianggap terjadi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah
akuisisi infeksi vagina atau serviks. Infeksi ini sering ditularkan secara seksual dan
mungkin tanpa gejala. Tahap kedua adalah pendakian langsung mikroorganisme dari
vagina atau leher rahim ke saluran genital bagian atas, dengan infeksi dan peradangan
pada struktur ini. Mekanisme (atau mekanisme) dimana mikroorganisme naik dari
saluran genital bawah tidak jelas. Studi menunjukkan bahwa banyak faktor mungkin
terlibat. Meskipun lendir serviks memberikan penghalang fungsional terhadap
penyebaran ke atas, kemanjuran penghalang ini dapat dikurangi oleh peradangan
vagina dan oleh perubahan hormon yang terjadi selama ovulasi dan menstruasi. Selain
itu, pengobatan antibiotik untuk infeksi menular seksual dapat mengganggu
keseimbangan flora endogen di saluran genital bawah, menyebabkan organisme yang
biasanya nonpathogenik tumbuh terlalu cepat dan naik. Pembukaan serviks selama
menstruasi, bersama dengan aliran menstruasi retrograde, juga dapat memfasilitasi
pendakian mikroorganisme. Hubungan seksual dapat berkontribusi pada peningkatan
infeksi melalui kontraksi uterus ritmik yang terjadi selama orgasme. Bakteri juga dapat
dibawa bersama dengan sperma ke dalam rahim dan saluran tuba. [7] Pada saluran
genital atas, sejumlah faktor mikroba dan inang tampaknya mempengaruhi derajat
peradangan yang terjadi dan, dengan demikian, jumlah jaringan parut selanjutnya yang
berkembang. Infeksi saluran tuba awalnya mempengaruhi mukosa, tetapi peradangan
dapat dengan cepat menjadi transmural. Peradangan ini, yang tampaknya dimediasi
oleh komplemen, dapat meningkatkan intensitas infeksi berikutnya. Peradangan dapat
meluas ke struktur parametrium yang tidak terinfeksi, termasuk usus. Infeksi dapat
meluas melalui tumpahan bahan purulen dari tuba falopii atau melalui penyebaran
limfatik di luar panggul untuk menghasilkan peritonitis akut dan perihepatitis akut
(sindrom Fitz-Hugh) Curtis).

 Patologi
• Pengujian untuk gonore, Chlamydia dan M. genita- lium di saluran genital bagian
bawah dianjurkan sejak hasil positif mendukung diagnosis PID. Namun, tidak adanya
infeksi dari endocer- vix atau uretra tidak mengecualikan PID.1–4
• Tidak adanya sel nanah vagina endoserviks atau vagina nilai prediksi negatif yang
baik (95%) untuk nosis PID tetapi kehadirannya tidak spesifik (buruk nilai prediksi
positif - 17%) 11
• Protein ESR atau C-reaktif tinggi mendukung diagnosis12 tetapi tidak spesifik dan
sering normal pada PID ringan / sedang.
• Peningkatan jumlah sel darah putih dapat terjadi pada wanita dengan PID tetapi
biasanya normal dalam kasus-kasus ringan.
• Laparoskopi dapat sangat mendukung diagnosis PID tetapi tidak dibenarkan secara
rutin berdasarkan terkait morbiditas, biaya dan potensi kesulitan Mereka
mengidentifikasi radang intra tuba ringan atau endometritis.1,3,4,13
• Pemindaian ultrasound mungkin berguna untuk mengkonfirmasi a abses panggul saat
dilakukan computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) dapat
membantu mengesampingkan penyebab peritonitis lainnya. Namun, rutinitas ultra
pemindaian suara tidak disarankan untuk semua wanita dengan dugaan PID.
• Biopsi endometrium juga dapat membantu ketika ada kesulitan diagnostik tetapi tidak
ada bukti yang cukup Untuk mendukung penggunaan rutinnya.
• Tes kehamilan harus dilakukan untuk membantu tidak termasuk kehamilan ektopik.
DAFTAR PUSTAKA

Sinta. (2015). Pemakaian Kontrasepsi dalam Rahim sebagai Faktor Risiko Penyebab Kejadian
Penyakit Radang Panggul di Poliklinik Kebidanan dan Kandungan RS Bethesda Yogyakarta.
Skripsi : Poltekkes Yogyakarta.

Thomas Addis Emmet, M. D. (2015). Pelvic Inflammations or Cellulitis Versus Peritonitis. Volume
XI. Gynecological Transactions 1886. New York.

Ross, J., Guaschino, S., & Jensen, J. (2017). European guideline for the management of pelvic
inflammatory disease. International Journal of STD & AIDS 0(0), 1–7.
Ooi, C., Dayan, L. (2003). Pelvic inflammatory disease. Australian Family Physician, 32(5), 305-
309.
Binswanger IA, Kral AH, Bluthenthal RN, Rybold DJ,Edlin BR.High prevalence of abscesses and
cellulitisamong community-recruited injection drug users in SanFrancisco.

Clin Infect Dis 2000;30: 579–581.13.Ginsberg MB.Cellulitis: analysis of 101 cases andreview of the
literature. South Med J 1981;74: 530–533

Fine J, Frank HA, Seligman AM (1946) The treatment of acute renal failure by peritoneal irrigation. Ann
Surg 124: 857–878

Anda mungkin juga menyukai