Anda di halaman 1dari 63

TUGAS KKPMT 4

CONGENITAL MALFORMATIONS, DEFORMATIONS AND


CHROMOSOMAL ABNORMALITIES
“CONGENITAL MALFORMATIONS OF THE CIRCULATORY SYSTEM Q20 –
Q28”

MAKALAH

Disusun Oleh :

1. Bunga Adina Pramesti (G41171752)


2. Luluk Aisyah (G41171840)
3. Desnia Sindi Damayanti (G41171968)
4. Sri Mahahayu Bimantari N (G41172179)

GOLONGAN C

PROGRAM STUDI D-IV REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................. 1
1.3. Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
2.1. Q20 Congenital malformations of cardiac chambers and connections .......... 3
2.2. Q21 Congenital Malformations Of Cardiac Septa ......................................... 8
2.3. Q22 Congenital Malformations of Pulmonary and Tricuspid Valves .......... 21
2.4. Q23 Congenital Malformations of Aortic And Mitral Valves ..................... 25
2.5. Q24 Other Congenital Malformations of Heart ........................................... 35
2.6. Q25 Congenital Malformations of Great Arteries ........................................ 40
2.7. Q26 Congenital Malformations of Great Veins ........................................... 50
2.8. Q27 Other Congenital Malformations of Peripheral Vascular System ........ 54
2.9. Q28 Other Congenital Malformations of Circulatory System ..................... 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 59

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi.Menurut World HealthOrganization (WHO) ,
kelainan kongenital adalah suatu keadaan yang umum. Dengan keberhasilan
penanggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi, masalah yang akan
muncul ke permukaan adalah masalah genetik (termasuk di dalamnya kelainan
bawaan). WHO memperkirakan adanya 260.000 kematian (7% dari seluruh kematian
neonatus) yang disebabkan oleh kelainan kongenital di tahun 2004. Di negara maju,
30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita
dengan kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya (Prasodjo, 2005).
Sistem sirkulasi darah merupakan salah satu sistem yang penting sebagai alat
perfusi jaringan. Gangguan sistem sirkulasi cukup banyak terjadi dalam masyarakat
seperti congenital malformations of cardiac chambers and connectios, congenital
malformations of cardiac septa,congenital malformations of pulmonary and tricuspid
valves, congenital malformations of aortic and mitra valves, congenital
malformations of heart, congenital malformations of great arteries, congenital
malformations of great veins, congenital malformations of peripheral vascular
system, dan penyakit cacat bawaan lain yang menyangkut system sirkulasi.

1.2. Tujuan
a. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of cardiac chambers and connections.
b. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of cardiac septa.

1
c. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of pulmonary and tricuspid valves.
d. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of aortic and mitral valves.
e. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Other congenital malformations of heart.
f. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of great arteries
g. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Congenital malformations of great veins.
h. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Other congenital malformations of peripheral vascular system.
i. Menganalisis patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan Other congenital malformations of circulatory system.

1.3. Manfaat
a. Mengetahui kode penyakit pada Congenital malformations of the
circulatory system
b. Mengetahui patologi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan penyakit – penyakit Congenital malformations of the circulatory
system

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Q20 Congenital malformations of cardiac chambers and connections


a. Q20. Congenital Malformations Of The Cardiac Chambers and Connections
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah masalah struktural pada anatomi
jantung dari pembuluh besar jantung dan abnormalitas pembentukan jantung
(Baan, Jim, Joseph, Eropa, & As, 2016). Penyakit jantung bawaan ditemukan
pada dekade keempat dengan kelima, karena pada anak gejalanya bisa
asimptomatik atau ringan sehingga tidak terdiagnosis, sehingga pada dewasa
terjadi gejala yang signifikan disertai dekompensasi jantung dan hipertensi
pulmonal (Baan et al., 2016).
 Patofisiologi penyakit jantung bawaan (Paruhito, 2013)
Penyakit jantung bawaan secara umum merupakan delapan kelainan pada
jantung dari setiap 1000 kelahiran bayi dan merupakan cacat jantung karena
adanya malformasi struktur anatomis jantung. Secara klinis dibagi dalam
kelainan yang “non-sianotik” (tidak biru), artinya terdapat “shunt dari kiri ke
kanan” (L  R shunt) dan sianotik (bayi biru), yaitu terdapat “shunt dari
kanan ke kiri” (R  L shunt), yang didasarkan pada arah dari shunt yang
ada, terkait kelainan marfologi jantung. Secara kasar berdasarkan statistic
kejadian, urutan kelainan jantung bawaan dapat dilihat di bawah ini:

3
Yang tergolong kelainan jantung bawaan non sianotik (L R) adalah:
1. Defek septum atrium (ASD)
2. Defek septum ventrikel (VSD)
3. Patent ductus arteriosus (PDA)

4. Obstruksi terhadap aliran darag: Stenosis katub pulmonal, stenosis


katub aorta, koarktasio aorta dan regurgutasi mitral bawaan.

4
Yang termasuk kelainan jantung bawaan sianotik (bayi biru) (RL)
adalah:
1. Tetralogy of fallot (TOF)
2. Transpotition of the great vessels (TGA)
3. Tricuspid atresia (TA)
4. Total anomalous pulmonary venous return (TAPVR)
5. Truncus arteriosus
6. Hypoplastic left heart syndrome (HLH)
7. Pulmonary atresia (PA)
8. Double outlet right ventricle (DORV)

b. Q20.0 Common arterial trunk Persistent truncus arteriosus


Penyakit jantung bawaan didefinisikan sebagai abnormalitas penyesuaian
pembentukan jantung atau pembuluh darah yang terbentuk selama kehidupan
fetus (3-6 minggu kehamilan), sehingga jantung atau pembuluh darah besar tidak
dapat berkembang sempurna setelah lahir. Abnormalitas meliputi arteri, katup
jantung, pembuluh darah koroner dan pembuluh darah besar jantung yang dapat
sederhana atau kompleks. Persistent truncus arteriosus termasuk penyakit jantung
bawaan sianotik. Persistent truncus arteriosus adalah malformasi kardiovaskular
kongenital, hanya terdapat satu pembuluh arteri utama yang keluar dari basis
jantung dan mengalirkan darah ke arteri koroner, pulmonal dan sitemik, serta
hanya terdapat satu katup (trunkus) semilunar. Komplikasi PJB sianotik dapat
berupa polisitemia, jari tabuh, komplikasi susunan saraf pusat,
gangguanperdarahan, hypoxic spell, menurunnya intelligent quotient,skoliosis,
hiperurisemia (Kurnia, Ali, Tobing, Hardiansyah, & Abdillah, 2017).

c. Q20.1 Double outlet right ventricleTaussing-Bing Syndrome


d. Q20.2 Double outlet left ventricle

5
TAB dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan tipe tranposisi, yaitu
transposisi komplet dan parsial. Transposisi komplet aorta keluar dari ventrikel
kanan dan arteri pulmonal keluar dari ventrikel kiri. Transposisi parsial apabila
hanya satu saja arteri besar yang berpindah melewati septum, sedangkan arteri
besar yang lain tetap berada di tempat semula, sehingga kedua arteri besar akan
keluar dari ventrikel kanan (double outlet right ventricle), atau dari ventrikel kiri
(double outlet left ventricle)Transposisi arteri besar (TAB) merupakan salah satu
penyakit jantung bawaan (PJB) tipe sianotik yang bermanifestasi pada periode
bayi baru lahir. Kelainan ini ditemukan + 5–7% dari seluruh penyakit
jantungbawaan, dan terutama pada laki-laki. 1,3 Insiden TAB diperkirakan
1:3.500–5.000 kelahiran hidup. TAB berhubungan dengan terjadinya gangguan
embriologi pada saat pembentukan trunkus arterial. Faktor genetik diduga
berperan pada terjadinya TAB. Tanpa terapi koreksi bedah, 30% akan meninggal
pada minggu pertama kehidupan dan 90% pada usia satu tahun. Survival rate 5
tahun pascakoreksi bedah lebih dari 80% (Rahayuningsih, 2016).

Pada TAB terjadi perubahan tempat keluarnya arteri besar, yakni aorta
keluar dari ventrikel kanan dan terletak di sebelah anterior arteri pulmonalis,
sedangkan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri, terletak posterior terhadap
aorta. Akibatnya, aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava, atrium
kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik serta darah
dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri, dan diteruskan ke
arteri pulmonalis dan paru. Dengan demikian, maka kedua sirkulasi sistemik
serta paru tersebut terpisah dan kehidupan hanya
dapat berlangsung apabila ada komunikasi antara 2 sirkulasi ini (Rahayuningsih,
2016).

e. Q20.3 Discordant Ventriculoarterial connection Dextrotransposition of aorta


Transposition of great vessels (complete)

6
Transposition of great vessels (complete) termasuk penyakit jantung bawaan
sianotik dengan aliran ke paru meningkat. Transposition of great vessels
(complete) terdapat kelainan pada letak pembuluh darah arteri besar yaitu aorta
keluar dari ventrikel kanan dan arteripulmonalis dari ventrikel kiri
(Rahayuningsih, 2016).

f. Q20.4 Double inlent ventricle Common ventricle Cor triloculare biatriatum


Single Ventricle
Single ventricle merupakan kelainan jantung kongenital kompleks, dan
seseorang yang
hidup dengan kelainan ini akan disertai dengan sejumlah keterbatasan. Single
ventricle merupakana keadaan dimana percampuran komplet darah dari vena
pulmonal dan vena sistemik yang terjadi pada tingkat atrium atau ventrikel dan
ventrikel kemudian didistribusikan keluar menuju jaringan sistemik dan
pulmonal. Pada beberapa contoh single ventricle terjadi hubungan langsung
antara aorta dan arteri Pulmonal melalui Patent Ductus Arteriosus (PDA) sebagai
sumber tunggal aliran darah sistemik atau dari aliran darah pulmonal
(Rahayuningsih, 2016).

g. Q20.5 Discordant atrioventricular connection Corrected transposition


Laevotransposition Ventricular inversion
Corrected transposition merupakan malformasi yang terdiri atas hubungan
atrio ventrikel diskordan dan transposisi arteri – arteri besar. Darah vena sistemik
desaturasi kembali ke atrium kanan yang posisinya normal, kemudian dari
atrium, darah ini melewati katup artio ventrikel bikuspid kedalam ventrike sisi
kanan yang mempunyai arsitektur dan morfologi dinding halus ventrikel kiri
normal. Karena ada juga transposisi, darah desaturasi diejeksikan dari ventrikel
kiri masuk ke arteria fumonalis yang mengalir ke paru – paru. Darah vena
pulmonal teroksigenasi kembali keatrium kiri yang posisinya normal, lewat
melalui katup atrioventrikuler trikuspit kedalam sisi kiri, yang mempunyai

7
morfologi ventrikel kanan normal dan kemudian diejeksikan kedalam aorta yang
transposisi. Arteria pulmonalis terletak diposisi medial dan aorta asendens
terletak disebelah kiri (karenanya disebut transposisi L atau Levo ) dan lateral,
hampir pada bidang horizontal yang sama. Hubungan atrio ventrikuler dan
ventrikulo arterial inversi ganda menyebabkan darah atrium kanan yang
desaturasi mencapai paru – paru, dan darah ven pulmonal yang teroksigenasi
dengan tepat mengalir ke aorta. Dengan demikian, sirkulasi secara fisiologis
”benar” (Hashim, 2015).

h. Q20.6 Isomerism of atrial appendages Isomerism of atrial appendages with


asplenia or polysplenia
Isomerism of atrial appendages disebut juga heterotaxy yang merupakan
perakitan abnormal dari organ dada dan perut dari pengaturan normal yang
dikenal sebagai "situs solitus." Hal ini disebabkan oleh gangguan orientasi sumbu
kiri-kanan selama perkembangan embrionik awal. Malformasi jantung adalah
komponen utama dari sindrom heterotaxy dan dapat dikaitkan dengan morbiditas
dan mortalitas yang cukup besar (Hashim, 2015). Asplenia merupakan keadaan
tanpa limpa dan polysplenia merupakan keadaan banyak limpa (Dorland, 1998).

i. Q20.8 Other congenital malformations of cardiac chambers and connections


j. Q20.8 Other congenital malformations of cardiac chambers and connections,
unspecified

2.2. Q21 Congenital Malformations Of Cardiac Septa


a. Q21.0 Ventricular septal defect
 Patologi
Ventricular septal defect merupakan defek yang terjadi pada septum
ventricularis, dinding yang memisahkan ventriculus dextra dengan sinistra.
Defek ini muncul secara kongenital akibat septum interventriculare tidak

8
menutup dengan sempurna selama perkembangan embrio. Defek ini
menyebabkan aliran darah dari ventriculus sinistra akan masuk ke dalam
ventriculus dextra. Darah yang kaya akan oksigen akan dipompa ke paru - paru
yang menyebabkan jantung bekerja lebih berat (Sadler, 2012).
 Etiologi
VSD berkembang ketika ada kelainan perkembangan atau gangguan
pembentukan septum interventrikular selama morfogenesis jantung embriologis
kompleks. VSD sering terisolasi; Namun, mereka dapat terjadi dalam hubungan
dengan cacat jantung bawaan lainnya seperti cacat septum atrium, paten ductus
arteriosus, lengkungan aorta kanan dan stenosis pulmonik. Mereka juga
ditemukan dalam kasus koarktasio aorta dan stenosis sub-aorta, dan mereka
sering menjadi komponen penyakit jantung bawaan kompleks seperti Tetralogy
of Fallot dan transposisi arteri besar. Beberapa faktor genetik telah
diidentifikasi menyebabkan VSD termasuk kromosom, gen tunggal dan
pewarisan poligenik. Mutasi TBX5 baru-baru ini ditemukan menyebabkan
defek septum pada pasien dengan Sindrom Holt-Oram. Faktor-faktor risiko
yang tidak diwariskan telah terlibat dalam pengembangan VSD; ini termasuk
infeksi ibu (rubella, influenza, dan penyakit demam), diabetes mellitus dan
fenilketonuria ibu. Paparan racun seperti alkohol, ganja, kokain, dan obat-
obatan tertentu seperti metronidazole dan ibuprofen juga terkait dengan VSD.
 Patofisiologi
Septum interventrikular adalah struktur melengkung asimetris karena
perbedaan tekanan dalam ruang ventrikel. Komponen interventrikular terdiri
dari 5 bagian yaitu membran, muscular (sering disebut sebagai trabecular),
infundibular, atrioventrikular dan inlet. Kegagalan perkembangan salah satu
atau beberapa komponen selama morphogenesis dari embrionik jantung akan
mengakibatkan terbentuknya VSD .Mekanisme patofisiologi utama pada VSD
adalah pembentukan pertukaran aliran darah di antara ventrikel kiri dan kanan.

9
Sejumlah darah dialihkan dan darah tesebut diarahkan aliran darahnya secara
signifikan pada VSD. Faktor – faktor ini ditentukan berdasarkan ukuran, lokasi
VSD dan resistensi pembuluh darah paru. Selain didasarkan pada letak VSD,
juga didasarkan pada ukuran yaitu perbandingam diameter dari aorta. Dikatakan
berukuran kecil ketika rata – rata ukurannya ≤ 25% dari diameter aorta dan
berukuran besar ketika ukurannya > 75% dari diamter aorta.
 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis VSD ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaa penunjang berupa pemeriksaan radiologi thorax dan
electrokardiogram. Namun ekokardiografi sekarang berperan sangat
penting dalam membantu menegakkan diagnosis. Apa yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik tergantung dari ukuran defek dan perubahan pada tahan
vaskular paru. Pada VSD dengan defek yang besar precordium hiperaktif
karena overloadnya volume dan tekanan pada ventriculus dextra (Spicer et al.,
2014). Pemeriksaan X-Ray sangat membantu mengestimasi aliran darah ke
paru-paru. Jika ditemukan adanya tanda-tanda meningkatnya vaskular
paru maka terjadi left to right shunt. Begitu juga dengan adanya
hiperinflasi paru menunjukkan adanya udara yang terperangkap di saluran
nafas bawah juga menunjukkan adanya left to right shunt yang memerlukan
tindakan operasi segera. Pada pemeriksaan ekokardiogram ditemukan
adanya hipertropi pada ventriculus dextra ataupun sinistra, namun
biasanya hipertropi biventricular. Pemeriksaan kokoardiografi inilah yang
menjadi dasar dalam melakukan tindakan terapi terhadap pasien-pasien
VSD (Minnete & Shan, 2006; Spicer et al., 2014).
 Penatalaksanaan
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak
menimbulkan gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak
perlu diberikan terapi khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan

10
gangguan pada pertumbuhan bayi, kesulitan pada waktu makan,
berkeringat, tachipnea maka pemberian diuretik menjadi pilihan pertama
dengan terus mengawasi terjadinya hipokalemia. atau untuk mencegah
terjadinya hipokalemia bisa diberikan diuretik hemat kalium (Spicer et al.,
2014). Pemberian ACE inhibitor berguna untuk menurunkan afterload
jantung yang berguna menurunkan left to right shunt (Momma, 2006).
Digoxin juga dapat diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek
inotropik (Kimbal et al., 1991). Obat seperti milrinon secara intravenus
memiliki khasiat inotropik dan menurunkan afterload jantung. Jika terapi
medikamentosa tidak memberikan banyak perubahan dapat
dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan (Spicer et al., 2014).
b. Q21.1 Atrial septal defect
 Patologi
Merupakan kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang
memisahkan antrium kiri dan kanan, sehingga darah dari serambi kiri yang
seharusnya dialirkan ke bilik kiri kembali berputar ke serambi kanan dan
paru-paru. Atrial septal defect (ASD) atau defek septum atrium merupakan
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dimana terdapat kebocoran pada sekat
serambi jantung sehingga darah dari serambi kiri yang seharusnya dialirkan ke
bilik kiri kembali berputar ke serambi kanan dan paru-paru. Kebocoran ini
terjadi akibat perkembangan abnormal proses penyekatan yang tidak
sempurna pada saat pembentukan jantung di dalam kandungan pada trimester
awal kehamilan. ASD lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan
frekuensi 1 diantara 1500 lahir hidup atau 10% dari seluruh PJB. Berdasarkan
lokasi kebocorannya dibagi menjadi ASD sekundum, ASD primum, ASD
sinus venosus, dan ASD sinus koronarius.
 Etiologi

11
Meskipun cacat septum atrium terjadi sebagai cacat tunggal, ASD
dikaitkan dengan warisan Mendel, aneuploidi, kesalahan transkripsi, mutasi,
dan paparan ibu. Cacat septum atrium dicatat pada pasien dengan sindrom
Down, sindrom Treacher-Collins, sindrom radius absen Thrombocytopenia,
sindrom Turner, dan sindrom Noonan; sindrom-sindrom ini terjadi sebagai
akibat dari warisan Mendel. Paparan ibu terhadap rubela dan obat-obatan,
seperti kokain dan alkohol juga dapat mempengaruhi janin yang belum lahir
untuk mengalami ASD. Selain itu, ASD telah dikaitkan dengan kelainan
genetik keluarga dan cacat konduksi. Faktor transkripsi penting
selama septasi atrium termasuk GATA4 , NKzX2-5 , dan TBX5. Sindrom Holt-
Oram (sindrom "tangan-tangan") umumnya ditandai dengan kelainan jantung
bawaan (ASD pada 58% pasien atau VSD pada 28% pasien), disritmia, dan
malformasi tungkai atas yang biasanya melibatkan tangan dikaitkan
dengan mutasi TBX5 . [3] Mutasi pada gen NKX2-5 telah dikaitkan dengan
penyakit jantung bawaan (ASD dan Tetralogy of Fallot), blok AV, dan
kematian jantung mendadak pada remaja.
 Patofisiologi
DSA kecil menyebabkan pirau kecil dan tidak menyebabkan gangguan
hemodinamik. Defek yang lebih besar menyebabkan pirau
besar,menyebabkan overload di atrium kanan,ventrikel kanan,dan
a.pulmonalis. Puncak pirau kiri ke kanan tergantung ukuran DSA, komplains
relative kedua ventrikel, dan resistensi vaskular paru dan sistemik. Apabila
dibiarkan tanpa pengobatan, terjadi hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan,
komplains ventrikel kanan menurun dan potensial terjadi pirau kanan ke kiri.
Namun sindrom Eishenmenger berkaitan dengan DSA jarang pada populasi
dewasa (5%).

12
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik, auskultasi, EKG, pemeriksaan radiologi thorax dan
echocardiografi sebagai alat diagnostik ASD. Kateterisasi jantung dapat
merupakan teknik yang berguna, tidak hanya untuk diagnosis yang akurat
tetapi juga untuk menilai fungsi jantung. Pemeriksaan jantung konsisten
dengan overload jantung kanan. Impuls ventrikel kanan atau a.pulmonal dapat
dirasakan dengan palpasi. Bunyi jantung I normal. Bunyi jantung II terpisah
menetap. Terdapat murmur / bising sistolik akibat meningkatnya aliran

13
melalui katup pulmonal. Pirau melalui DSA tidak menyebabkan bising. Pada
DSA primum dengan cleft mitral bising regurgitasi mitral dapat terdengar di
apeks jantung. Dengan adanya hipertensi pulmonal menyebabkan
penyempitan bunyi jantung II yang terpisah dan peningkatan komponen
pulmonal. Intensitas bising sistolik menurun dan bising diastolic regurgitasi
pulmonal dapat terdengar. Timbulnya pirau kanan ke kiri (sindrom
Eishenmenger) menyebabkan sianosis dan jari tabuh.
 Penatalaksanaan
Pada umur sebelum 18 bulan. DSA yang tetap ada sampai umur 3 tahun
biasanya tidak dapat menutup dengan sendirinya.
- Operasi jantung terbuka : DSA umumnya ditutup dengan cara operasi
jantung terbuka. Ahli bedah menutup secara langsung lubang DSA
dengan menjahit lubang.
- Amplatzer Septal Occluder : Banyak DSA dapat ditutup dengan
amplatzer septal occluder (ASO) saat kateterisasi jantung,.tergantung
ukuran dan letaknya. Alat ini telah disetujui olh FDA tahun
2001,dimasukkan melalui kateter. Keuntungan penutupan DSA dengan
amplatzer antara lain jantung tidak diberhentikan/tidak menggunakan
mesin jantung paru,tidak ada trauma psikis berkaitan dengan operasi
jantung terbuka,tidak ada scar operasi.

c. Q21.2 Atrioventricular septal defect


 Patologi
Merupakan kelainan berupa defek pada septum atrioventrikular (AV) di
atas atau bawah katup AV, disertai kelainan katup AV; terjadi akibat
pertumbuhan yang abnormal dari endokardial cushion pada masa janin.
Klasifikasi AVSD yaitu parsial bila hanya ada atrial septal defect (ASD)
primum tanpa ventricular septal defect (VSD), dengan dua katup AV (mitral

14
dan trikuspid) yang tidak menutup dengan sempurna sehingga terdapat mitral
regurgitasi. Komplit bila ada defek atau lubang pada septum atrium dan
ventrikel. Patologi :
1) In-complete AVSD meliputi defek septum primum ASD, common
atrium, cleft mitral dan defek AV septum yang menimbulkan pirau dari
ventrikel kiri ke atrium kanan.
2) complete AVSD tidak ada bagian inferior septum atrium dan bagian
posterior septum ventrikel. Terdapat common AV valve, sehingga seluruh
bagian sentral jantung hilang.
3) Intermediate atau transitional AVSD terdiri dari defek septum primum
ASD, VSD restriktif, tapi terdapat 2 ring complete AV valve.
 Etiologi
Sampai saat ini mekanisme terjadinya AVSD masih belum diketahui
dengan pasti. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat faktor familial atau
genetik yang berperan terhadap terjadinya AVSD karena AVSD sering
terjadi berulang dalam satu keluarga, dan pernikahan di antara anggota
keluarga juga berperan meningkatkan risiko terjadinya DSA. Faktor familial
dapat disebabkan karena kelainan kromosom atau mutasi gen. Sedangkan
faktor nongenetik yang berpengaruh terhadap terjadinya AVSD adalah
penyakit pada ibu yaitu infeksi, kelainan metabolik, kelainan imunologik,
obesitas, penggunaan obat-obatan selama hamil, ras, dan usia pada saat hamil.
 Patofisiologi
Patofisiologi defek septum atrioventrikular lengkap bergantung pada
besarnya aliran darah melalui defek septum ventrikel (VSD) dan jumlah
regurgitasi katup atrioventrikular. Pasien dengan regurgitasi katup
atrioventrikular yang kecil dan resistensi pembuluh darah paru yang tinggi
(asymptomatic pulmonary resistance) yang tinggi tidak menunjukkan gejala di
awal kehidupan, dan kondisi mereka mungkin sulit untuk didiagnosis.

15
 Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi
- Deviasi sumbu QRS ke arah "superior" atau ke kiri
- PR interval yang memanjang
- Hipertrofi ventrikel kanan dan RBBB
- Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri
Foto thorax
- Kardiomegali yang meliputi keempat ruang jantung
- Peningkatan corakan vaskular paru
- Segmen arteri pulmonalis menonjol.
- Gambaran corakan vaskular paru yang berkurang di daerah tepi pada
hipertensi pulomonal yang sudah terjadi penyakit vaskular paru
 Penatalaksanaan
1) Terapi medikamentosa
2) Terapi gagal jantung
Jika terdapat infeksi paru, terapi infeksi paru dengan antibiotik
Pencegahan terhadap endokarditis infektif. Perencana terapi intervensi
bedah, indikasi untuk pembedahan tergantung dari bentuk AVSD,
tetapi jika tanda dan gejala gagal jantung kongestif muncul, koreksi
pembedahan harus dilakukan sesegera mungkin tanpa
mempertimbangkan jenis defek. Untuk complete AVSD, bila
memungkinkan usia yang dianjurkan untuk operasi elektif adalah
antara 3 sampai 6 bulan. Bayi usia kurang dari 3 bulan jaringan
katupnya masih sangat halus sehingga reparasinya lebih sulit,
sedangkan bila lebih dari 6 bulan bahaya hipertensi pulmonal sudah
mengancam. Tatalaksana dibedakan berdasarkan ada tidaknya gagal
jantung dan tipe AVSD :

16
complete AVSD tanpa gagal jantung  Operasi koreksi dilakukan
pada usia 5-8 bulan sebelum terjadinya penyakit vaskuler paru (PVP)
tanpa melakukan kateterisasi jantung labih dahulu. Katerisasi
dilakukan apabila usia sudah lebih dan 6 bulan karena pada usia
tersebut diduga sudah mulai terjadi penyakit vaskular paru (PVP).
complete AVSD dengan gagal jantung  Bila ada gagal jantung
harus diberikan obat-obat gagal jantung dahulu (digitalis, diuretik. dan
vasodilalor). Bila gagal jantung tak teratasi dan keadaan umum pasien
buruk, maka dilakukan pulmonary artery banding (PAB) terlebih
dahulu dan oparisi koreksi dilakukan setelah usia 5-9 bulan. PAB tidak
dianjurkan bila terdapat regurgitasi katup AV yang bemakna karena
akan memperberat derajat ragurgitasi,
incomplete atau parsial AVSD  Tatalaksana sama seperti ASD
dan VSD

d. Q21.3 Tetralogy of Fallot


 Patologi
Tertalogu of fallot (TOF) merupakan
penyakit jantung bawaan sianotik yang terdiri dari empat kelainan khas, yaitu
defek septum ventrikel (ventricular septal defect VSD), stenosis
infundibulum ventrikel kanan atau biasa disebut stenosis pulmonal, hipertrofi
ventrikel kanan, dan overriding aorta.
 Etiologi

Pengembangan tetralogy of Fallot bersifat multifaktorial; telah dikaitkan


dengan diabetes ibu yang tidak diobati, asupan asam retinoat, fenilketonuria,
anomali kromosom ibu (trisomi 21, 18, 13), mikrodelesi kromosom 22q11.2
dan sindrom Alagille dengan mutasi JAG1 / NOTCH2. Kelainan genetik
lainnya dengan kecenderungan tetralogy of Fallot termasuk mutasi pada faktor

17
transkripsi NKX2.5, metilenetetrahidrofrofat reduktase polimorfisme, dan
mutasi pada TBX1 dan ZFPM2.

 Patofisiologi
Sirkulasi darah penderita ToF berbeda dibanding pada anak normal.
Kelainan yang memegang peranan penting adalah stenosis pulmonal dan
VSD. Tekanan antara ventrikel kiri dan kanan pada pasien ToF adalah sama
akibat adanya VSD. Hal ini menyebabkan darah bebas mengalir bolak-balik
melalui celah ini. Tingkat keparahan hambatan pada jalan keluar darah di
ventrikel kanan akan menentukan arah aliran darah pasien ToF. Aliran darah
ke paru akan menurun akibat adanya hambatan pada jalan aliran darah dari
ventrikel kanan; hambatan yang tinggi di sini akan menyebabkan makin
banyak darah bergerak dari ventrikel kanan ke kiri. Hal ini berarti makin
banyak darah miskin oksigen yang akan ikut masuk ke dalam aorta sehingga
akan menurunkan saturasi oksigen darah yang beredar ke seluruh tubuh, dapat
menyebabkan sianosis. Jika terjadi hambatan parah, tubuh akan bergantung
pada duktus arteriosus dan cabang-cabang arteri pulmonalis untuk
mendapatkan suplai darah yang mengandung oksigen. Gejala Tetralogy of
Fallot muncul pada masa awal kehidupan, biasanya ditandai dengan sianosis.
 Pemeriksaan penunjang
Studi yang berguna untuk membantu dengan diagnosis dan evaluasi
termasuk radiografi dada, elektrokardiogram, dan ekokardiogram. Radiografi
thoraks biasanya menunjukkan siluet jantung ukuran normal, dengan apeks
terbalik dan segmen arteri pulmonalis utama cekung, umumnya dikenal
sebagai "berbentuk boot." Pada elektrokardiogram, biasanya terlihat tanda-
tanda pembesaran atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan
deviasi sumbu kanan, gelombang R menonjol di anterior dan gelombang S di
posterior, gelombang T tegak di V1 (tidak normal setelah 7 hari kehidupan
hingga usia 10 tahun) dan pola qR pada sadapan prekordial kanan. Di antara

18
studi pencitraan, ekokardiogram adalah standar emas, menangani anatomi dan
keparahan obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, lokasi dan jumlah defek
septum ventrikel, dan menilai anomali terkait atau varian dengan arteri
koroner dan lengkung aorta. Pencitraan resonansi magnetik jantung dapat
digunakan dan sangat berguna pada orang dewasa dengan perbaikan tetralogy
of Fallot.
 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk TF adalah operasi koreksi, yakni dengan cara
operasi jantung terbuka stenosis pulmonal diperlebar sedangkan defek septum
ventrikel ditutup. Bila ukuran a. pulmonalis terlalu kecil, maka sebagai
tindakan paliatif perlu dilakukan pembuatan pintasan, biasanya pintasan
Blalock-Taussig ataupun modifikasinya. Tindakan pencegahan serangan
sianotik yang pertama harus dilakukan adalah mencegah anemia relatif,
dengan mempertahankan kadar Hb 16-19 g/dl dan Ht 50-60 vol%. Pada bayi
yang pernah mengalami serangan sianotik perlu diberi propranolol 1-2
mg/kg/hari. Serangan sianotik berulang menunjukkan bahwa pasien
memerlukan tindakan bedah, baik paliatif atau korektif.

e. Q21.4 Aortopulmonary septal defect


 Patologi
Dikenal juga Jendela aortopulmonary (APW) adalah anomali kongenital
yang sangat jarang terjadi akibat kegagalan pemisahan dari batang
aortikopulmoner selama lima hingga delapan minggu pembangunan.
Kerusakan terletak antara aorta asenden dan arteri paru-paru.
 Etiologi
Cacat AP window terhitung kurang dari 0,5% dari semua cacat jantung
bawaan. Ini dapat dikaitkan dengan sekitar 50% dari waktu dengan cacat
jantung bawaan lainnya seperti cacat konotruncal lainnya (misalnya, tetralogy

19
of Fallot, lengkungan aorta terganggu, D-transposisi arteri besar), koarktasio
aorta, defek septum ventrikel, dan atresia trikuspid. Asosiasi genetika
teridentifikasi yang mendasari dapat ditemukan, seperti penghapusan 22q11
(sindrom DiGeorge).
 Patofisiologi
Jendela AP terjadi selama masa embrionik ketika ada pemisahan yang
tidak lengkap dari batang arteri yang umum, memungkinkan hubungan
abnormal antara aorta asenden dan arteri pulmonalis. Dua katup semilunar
(aorta dan paru) biasanya terbentuk secara normal. Lokasi kerusakan jendela
adalah antara katup semilunar dan arteri paru-paru cabang. Tiga jenis jendela
AP adalah tipe I (proksimal), terjadi antara dinding posterior aorta asendens
dan dinding lateral arteri pulmonalis utama; tipe II (distal), terjadi antara
dinding posterior aorta asendens dan dinding anterior asal arteri pulmonalis
kanan; dan tipe III, yang merupakan kombinasi dari tipe I dan II. Tipe I adalah
tipe jendela AP yang paling umum. Ukuran koneksi bervariasi tetapi biasanya
besar, tidak terbatas, dan signifikan secara hemodinamik. Dalam kurang dari
10% kasus, jendela AP kecil dan tekanan terbatas.
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis penyakit Aortopulmonary
window yaitu:
- Angiocardiography : pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan
pembuluh darah besar dengan sinar rontgen (fluoroskopi atau
rontgenografi), dengan menggunakan suatu bahan kontras radioopaque,
misalnya Hypaque 50% dimasukkan dalam salah satu ruang jantung
melalui kateter secara intravena.
- Echocardiography : salah satu alat penunjang medis untuk menilai fungsi
dan anatomi jantung. Cara kerjanya menggunakan gelombang suara

20
dengan frekuensi tinggi yang dicitrakan ke layar monitor untuk kemudian
dinilai.
- Cardiac catheterization : prosedur yang dilakukan untuk melihat kondisi
kesehatan jantung
 Penatalaksanaan
Secara umum, perawatan untuk jendela AP adalah operasi, meskipun
penutupan alat kateterisasi telah dijelaskan dalam laporan kasus. Obat
anticongestive seperti diuretik (misalnya, furosemide dan chlorothiazide) dan
digoxin dapat memberikan perbaikan gejala sementara tetapi tidak boleh
secara signifikan mengubah perjalanan penyakit. Pengurangan afterload dapat
dipertimbangkan dengan penghambatan ACE. Terapi medis harus didekati
dengan hati-hati, karena dapat terjadi perfusi ginjal abnormal. Pembedahan
harus dipertimbangkan pada saat diagnosis karena kemungkinan akan ada
sedikit pertumbuhan dengan fisiologi ini, dan ada risiko mengembangkan
hipertensi paru yang ireversibel dari waktu ke waktu.
Beberapa prosedur operasi yang dapat dilakukan pada pasien yang
menderita Aortopulmonary window:
- Transplantation of anom RCA (Anomalous Right Coronary Artery)
- Pulm artery approach (direct)
- Pulm artery approach (patch)
- resection of PS (pulmonary stenosis)
- reconstruction of RVOT (right ventricular outflow tract)
- ligation of PDA (patent ductus arteriosus)

2.3. Q22 Congenital Malformations of Pulmonary and Tricuspid Valves


a. Q22.0 Pulmonary valve atresia

21
Atresia pulmonal didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas lumen atau
tidak ada aliran darah langsung dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dimana
katup pulmonal tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Atresia paru adalah
kelainan jantung saat lahir (bawaan) yang biasanya didiagnosis setelah lahir.
Pada atresia paru, katup yang memungkinkan darah keluar dari jantung menuju
ke paru-paru bayi (katup paru) tidak terbentuk dengan benar. Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yaitu foto toraks, elektrokardiografi, dan ekokardiografi (Supit & Kaunang,
2013).

b. Q22.1 Congenital pulmonary valve stenosis (Supit & Kaunang, 2013)


Seorang bayi, laki-laki, usia 2 hari dirujuk oleh dokter spesialis anak
konsultan untuk dilakukan tindakan PTBV. Alloanamnesis dari orangtua
didapatkan keterangan bayi lahir cukup bulan dengan bedah kaisar atas indikasi
bayi besar, detak jantung yang tidak teratur. Berat lahir 4200 gram dan panjang
lahir 55 cm segera menangis. Setelah lahir bayi tidak sesak, namun jika menangis
bayi tampak biru. Pada pemeriksaan fisis terdengar bising ejeksi sistolik di sela
iga-2 garis parasternal kiri. Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dengan
kesimpulan stenosis pulmonal kritis (SPK), defek septum atrium sekundum
sedang dengan pirau kanan ke kiri dan duktus arteriosus persisten sedang yang
panjang. Disarankan untuk dilakukan percutaneus transcatheter balloon
valvuloplasty (PTBV) secepatnya untuk menyelamatkan jiwa pasien.
Valvuloplasti balon transkateter perkutan/ percutaneous transcatheter
balloon valvuloplasty pulmonal adalah tindakan non bedah (PTBV) pada stenosis
untuk mengatasi obstruksi jalan keluar dan mengurangi beban sistolik ventrikel
kanan akibat stenosis katup pulmonal dengan menggunakan balon. Metode ini
berkembang sejalan dengan berkembangnya intervensi kardiologi dan
menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan operasi, antara lain

22
menghindari torakotomi dan jaringan parut di dada, berkurangnya lama rawat
dan biaya perawatan di rumah sakit.
Stenosis pulmonal kritis (SPK) merupakan stenosis pulmonal berat terjadi
pada neonatus yang menyebabkan obstruksi jalan keluar ventrikel kanan atau
aliran ke arteri pulmonalis yang memerlukan intervensi dini. Obstruksi ini terjadi
karena fusi daun katup pulmonal sehingga katup berbentuk kerucut dengan
jaringan fibrosa di tengah atau dapat juga berupa lubang yang lebih kecil dari
annulus pulmonal.

c. Q22.2 Congenital pulmonary valve insufficiency Congenital pulmonary valve


regurgitation
Congenital pulmonary valve insufficiency adalah gangguan fungsi katup
pulmonal , disertai penutupan tidak sempurna yang menyebabkan regurgitasi
pulmonal yang telah ada saat dan sudah ada saat kelahiran (Dorland, 1998).
Congenital pulmonary valve regurgitation adalah aliran balik darah dari
arteri pulmonalis ke dalam ventrikel kanan akibat insufisiensi katup seminular
pulmonalis yang telah ada saat dan sudah ada saat kelahiran (Dorland, 1998).

d. Q22.3 Other congenital malformations of pulmonary valve Congenital


malformations of pulmonary valve NOS
Pembentukan katup pulmonalis yang cacat atau abnormal yang di dapat pada
saat masa perkembangan, telah ada saat dan sudah ada saat kelahiran (Dorland,
1998).

e. Q22.4 Congenital tricuspid stenosis Tricuspid atresia


Congenital tricuspid stenosis adalah penyempitan pada katup trikuspidalis
yang telah ada saat dan sudah ada saat kelahiran dan tricuspid atresia Katup
trikuspidalis tidak terbentuk dengan benar (Dorland, 1998).

f. Q22.5 Ebstein’s anomaly

23
Ebstein’s anomaly adalah defek katup trikuspid kongenital yang jarang. Pada
malformasi katup trikuspidalis ini, lembaran katup trikuspid tidak melekat
normal pada anulus katup trikuspid. Letak daun posterior dan daun septum katup
trikuspidalis berpindah tempat ke arah lebih rendah ke dalam ventrikel kanan
sehingga ruangan ventrikel kanan menjadi kecil, ruangan atrium kanan menjadi
sangat besar karena bergabung dengan ruang atrialisasi ventrikel kanan , dan
katup trikuspid menjadi inkompeten atau stenotik. Bayi EA berat dapat
meninggal beberapa hari sesudah lahir karena gagal jantung kongestif tetapi
dengan EA ringan–sedang dapat hidup sampai dewasa biasanya disertai penyulit
antara lain endokarditis bakterial, abses otak, emboli paradoksikal, serangan
iskemik transien,
atau stroke. Pada kelaianan ini selalu disertai paten foramen ovale atau DSA.
Insufisiensi katup trikuspid atau stenosis menyebabkan aliran darah inefektif
melalui jantung kanan. Tekanan atrium kanan menjadi meningkat dan timbulnya
pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale atau DSA yang menyebabkan sianosis
(Adinda, 2017).

g. Q22.6 Hypoplastic right heart syndrome


Hypoplastic right heart syndrome adalah tidak berkembangnya jantung
kanan yaitu hipoplasia ventrikel kiri, atresia katup mitral dan/atau katup aorta,
hipoplasia dan stenosis aorta ascendend. DAP dan DSA juga dapat ditemukan
pada kelainan ini. Akibatnya aliran darah pulmoner mengalir menuju atrium
kanan karena adanya DSA dan ventrikel kanan bekerja lebih keras memompa
darah menuju arteri pulmonalis. Sehingga ventrikel kanan berdilatasi dan
hipertrofi. Suplai darah sistemik didapatkan dari aliran darah menuju aorta
melalui DAP. Kelangsungan hidup bayi tergantung oleh DAP untuk
mempertahankan sirkulasi sistemik (Adinda, 2017).

h. Q22.8 Other congenital malformations of tricuspid valve

24
Pembentukan katup trickuspidalis yang cacat atau abnormal yang didapat
pada saat masa perkembangan, telah ada saat dan sudah ada saat kelahiran
(Dorland, 1998).
2.4. Q23 Congenital Malformations of Aortic And Mitral Valves
a. Q23 Congenital Malformations Of aortic and mitral valves
Stenosis Ini merupakan kondisi dimana katup jantung menjadi tebal dan
kaku sehingga katup menyempit, mengakibatkan aliran darah yang melalui katup
berkurang. Atresia Ini merupakan kondisi dimana katup jantung tidak terbentuk
dan jaringan lain menghalangi aliran darah antar bilik jantung. Stenosis katup
aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Pada orang
dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau sebagai akibat dari
endokarditis rematik atau klasifikasi kuspis dengan penyebab yang tidak
diketahui.
Penyakit Katup Jantung disebabkan oleh penyakit demam rheuma, ataupun
secara kelainan (yaitu stenosis atau regurgitasi) karena proses degenerative (Prof.
Dr. Med. Puruhito, Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak dan Vaskular,
262 – 263)
Pada kasus – kasus penyakit katup jantung stenosis berat dan regurgitasi
berat memerlukan penanganan segera yang tidak boleh diabaikan. Angka
survival rate dalam 2 tahun dari seseorang dengan diagnosa aorta stenosis berat
adalah 50 persen, sedangkan survival rate untuk 5 tahun adalah 20 persen. (AHA
Guidelines, May 2016)
Penyakit katup kantung kongenital adalah kelainan katup jantung yang
biasanya terjadi pada katup aorta atau pulmonal. Kelainan ini bisa berupa katup
yang berukuran tidak normal, mengalami malformasi, atau lembar katup yang
tidak menempel secara tepat. Masalah katup jantung bawaan ini bisa terjadi
sendiri atau dengan cacat jantung bawaan lainnya. (Perhimpunan Dokter
Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016)

25
b. Q23.0 Congenital Stenosis of Aortic Valve
 Stenosis katup aorta bawaan

Stenosis aorta adalah gangguan pada pembukaan katup aorta jantung


yang tidak terbuka secara penuh atau menyempit, sehingga membuat aliran
darah dari jantung tidak lancar.Katup berfungsi seperti pintu, dan katup aorta
merupakan salah satu dari empat katup yang mengontrol aliran darah di dalam
jantung. Katup aorta normal memiliki tiga helai penutup. Jantung mengirim
darah kaya oksigen ke tubuh melalui katup ini.(Djer & Madiyono, 2016)

Stenosis Ini merupakan kondisi dimana katup jantung menjadi tebal dan
kaku sehingga katup menyempit, mengakibatkan aliran darah yang melalui
katup berkurang. Congenital aortic :

o Atresia
Atresia Ini merupakan kondisi dimana katup jantung tidak terbentuk dan
jaringan lain menghalangi aliran darah antar bilik jantung
o Stenosis
Penyempitan.
 Etiologi
Penyebab utama dari stenosis aorta adalah menyempitnya katup aorta.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan sempitnya katup aorta. Faktor
tersebut diantaranya:
- Cacat jantung bawaan: beberapa anak dilahirkan dengan katup aorta yang
tidak terbentuk sempurna. Biasanya katup aorta normal memiliki tiga
helai penutup. Katup aorta yang cacat kemungkinan hanya memiliki 1
helai penutup (unicuspid), 2 helai penutup (bicusbid) atau 4 helai penutup
(quadricuspid). Hal ini tidak akan menimbulkan masalah hingga anak-
anak tumbuh dewasa.

26
- Tumpukan kalsium pada katup: Katup aorta dapat mengumpulkan deposit
kalsium dari darah. Seiring bertambahnya usia, tumpukan kalsium akan
menyebabkan katup aorta mengeras dan kaku, yang memicu penyempitan
katup. Hal ini umum pada pria berusia lebih dari 65 tahun dan wanita
berusia lebih dari 75 tahun.
- Demam rematik: Salah satu komplikasi dari demam rematik adalah
menyebabkan luka jaringan berkembang pada katup aorta. Luka jaringan
ini dapat menyempitkan katup dan membuat tumpukan deposit kalsium
lebih mudah. Stenosis aorta dapat terjadi di masa mendatang.

 Penatalaksanaan
Pengobatan dengan obat-obatan: tidak ada obat yang dapat menghentikan
stenosis aorta. Tetapi dokter dapat menentukan obat-obatan untuk membantu
meringankan gejala yang dialami. Obat-obat ini akan membantu mengontrol
penyimpanan cairan dalam jantung, menurunkan satuan detak jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Hal ini akan memperlambat perkembangan
stenosis. Ketika gejala bertambah berat, satu-satunya pilihan adalah untuk
memperbaiki katup. Cara-caranya berupa:
- Balon valvuloplasty: pengobatan ini merupakan pilihan yang jarang untuk
stenosis aorta berat. Kerusakan katup aorta dapat digantikan dengan katup
mekanik atau jaringan. Risiko memiliki katup mekanik adalah
meningkatnya gumpalan darah beku. Anda mungkin membutuhkan
antikoagulan. Katup jaringan terbuat dari sapi, babi, atau donor dari orang
lain. Risiko dari katup jaringan adalah stenosis aorta dapat kambuh.
- Penggantian katup aorta transcatheter: merupakan pengobatan paling
umum untuk stenosis aorta. Selama proses, katup prosthesis (terbuat dari
jaringan Anda sendiri) akan dimasukan ke sebuah gelembung kateter.
Jaringan yang digunakan untuk membuat katup prosthesis ini biasanya
diambil dari kaki atau bilik jantung sebelah kiri. Cara ini biasanya

27
merupakan cadangan bagi pasien dengan stenosis aorta akut dengan
komplikasi dan harus menghindari operasi.

c. Q23.1 Congenital Insufficiency of Aortic Valve


 Insufisiensi bawaan katup aorta

Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk


bilah katup aorta, sehingga masing masing bilah tidak bisa menutup lumen
aorta dengan rapat selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran
balikdarah dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini bisa disebabkan oleh
endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnyaan
eurisma yang menyebabkan dilatasi

 Bicuspid aortic valve

Bicuspid aortic valve (BAV) adalah kelainan jantung kongenital tersering


dengan perkiraan prevalensi 1-2% [1]. Ini hampir 3 kali lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita [2]. Hasil kardiovaskular yang merugikan pada
pasien dengan BAV lebih umum dari yang diperkirakan sebelumnya [3], oleh
karena itu diberikan tingkat prevalensi yang tinggi yang berpotensi dibebani
dengan perawatan kardiovaskular. (Mordi & Tzemos, 2012)

patogenesis yang tepat dari pembentukan katup aorta bikuspid belum


sepenuhnya dipahami. Diperkirakan ada komponen genetik, terutama
mengingat hubungan BAV dengan kelainan bawaan lainnya seperti koarktasio
aorta. Singkatnya, BAV dibentuk oleh fusi cusps aorta selama
valvulogenesis.(Mordi & Tzemos, 2012)

 Congenital aortic insufficiency

Quadricuspid aortic valve (QAV) adalah kelainan jantung bawaan langka


yang menyebabkan regurgitasi aorta biasanya pada dekade ke lima sampai
keenam kehidupan. Sebelumnya, diagnosis sebagian besar selama postmortem

28
atau intraoperatif, tetapi sekarang dengan munculnya teknik pencitraan yang
lebih baik seperti transthoracic echocardiography, transesophageal
echocardiography (TEE), dan pencitraan resonansi magnetik jantung, lebih
banyak kasus yang didiagnosis pada pasien tanpa gejala. Kami menyajikan
kasus seorang pria berusia 39 tahun yang ditemukan memiliki QAV, dengan
bantuan TEE, saat menjalani evaluasi untuk murmur diastolik. Pasien
ditemukan memiliki QAV tipe B dengan regurgitasi aorta sedang. Kami juga
menyajikan tinjauan singkat tentang klasifikasi, patofisiologi, dan dasar
embriologis dari kelainan bawaan yang langka ini. Pentingnya mendiagnosis
QAV terletak pada kenyataan bahwa mayoritas pasien ini akan memerlukan
pembedahan untuk regurgitasi aorta dan tindak lanjut dekat sehingga
penggantian / perbaikan katup aorta dilakukan sebelum dekompensasi
ventrikel kiri terjadi. (Vasudev, Shah, Bikkina, & Shamoon, 2016)

d. Q23.2 Congenital mitral stenosis

Congenital mitral stenosis entitas langka, mengambil beberapa bentuk. Ini


termasuk hipoplasia annulus katup mitral, fusi komisura katup mitral, katup
mitral orifice ganda, tendon chordae pendek atau menebal dan katup mitral
parasut. Malformasi terkait yang paling umum adalah koarktasio aorta, stenosis
aorta valvular, dan stenosis aorta subvalvular. Asosiasi beberapa tingkat
obstruksi saluran masuk dan keluar sisi kiri disebut "Kompleks Shone" (1-3). Di
sini, kami menggambarkan neonatus dengan stenosis mitral bawaan yang
terisolasi. (Venkatesh, Taksande, & Prabhu, 2009)

 Etiologi
Etiologi tersering adalah endocarditis reumatica , akibat reaksi progresif
dari demam reumatik oleh infeksis streptokokus. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga karena stenosis oleh infeksi kongenital , deformitas parasut
mitral, vegetasi SLE , karsinosis sistemik, deposit amyloid akibat obat

29
fenfluranin phentermine, RA (rheumatoid arthritis), serta klasifikasi anullus
maupun daun katup pada usis lanjut akibat proses degenerative . Beberapa
keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri
seperti cor atrium, miksoma atrium serta trombus sehingga menyerupai
stenosis mitral. Dari pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan
riwayat demam reumatik, sisanya menyangkal. Selain daripada itu 50% pasien
dengan karditis reumatik akut tidak berlanjut sebagai penyakit katup jantung
secara klinik.

 Patofisiologi
Normalnya lubang katup mitral adalah 4-5 cm2, yang menciptakan ruang
di antara atrium kiri dengan ventrikel kiri dalam diastol. Dalam diastol paling
awal terdapat jarak kecil, singkat antara atrium kiri dan ventrikel kiri dimana
cepat menghilang sehingga tekanan dalam dua bilik seimbang untuk sebagian
besar pengisian. Saat lubang mitral menyempit pada mitral stenosis, hal ini
membataasi darah dari atrium kiri yang masuk ke ventrikel kiri, dan gradient
tekanan berkembang antara 2 ruang. Gradien tekanan ini ditambahkan pada
tekanan diastolik ventrikel kiri, yang menghasilkan peningkatan tekanan
atrium kiri yang akhirnya mengarah ke atrium kiri pembesaran dan kongesti
paru. Saat stenosis makin memburuk, aliran menurunkan output ventrikel.
Kongesti paru dan menurunan cardiac output sama dengan kegagalan
ventrikular kiri. Walaupun pada umumnya hampir pada semua kasus MS
didapatkan kontraktilitas ventrikel kiri dalam batas normal, isu tentang faktor
miokard yaitu kerusakan ventrikel kiri oleh karena demam rematik. Meskipun
indeks fungsi fase ejeksi ventrikel kiri berkurang di sekitar sepertiga dari
pasien dengan MS, penurunan preload dari gangguan pengisian dan
peningkatan afterload sekunder vasokonstriksi reflex (sekunder untuk
pengurangan curah jantung) biasanya merupakan penyebab dari penurunan
fungsi ventrikel kiri daripada gangguan kontraktilitas. Namun di negara-

30
negara berkembang dimana inflamasi rematik tampaknya agresif, penurunan
kontraktil mungkin ditemukan. Karena itu terutama ventrikel kanan yang
menghasilkan lebih tinggi terpaksa mendorong darah di seluruh stenosis katup
mitral, MS menyebabkan tekanan di ventrikel kanan berlebih. Pada MS berat,
hipertensi atrium meghasilkan pulmonal berat, yang mengarah ke gagal
jantung kanan.

 Pemeriksaan Penunjang

- EKG
Memperlihatkan gambaran P mitral berupa takik (notching)
gelombang P dengan gambaran QRS yang masih normal dan Right Axis
Deviation. Pada stenosis mitral reumatik, sering dijumpai adanya fibrilasi
atau flutter atrium.

31
- Pemeriksaan Foto Thorax
Gambaran klasik yang dijumpai pada foto adalah pembesaran atrium
kiri serta pembesaran arteri pulmonalis (terdapat hubungan bermakna
antara besarnya ukuran pembuluh darah dan resistensi vaskuler
pulmonal), aorta yang relatif kecil, pembesaran ventrikel kanan,
perkapuran di daerah katup mitral atau perkardium, pada paru-paru
terlihat tanda-tanda bendungan vena.
Edema interstisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien
dengan tekanan atrium kiri < 20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium
kiri > 20 mmHg.
- Ekokardiografi Doppler
Merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Sebelum era ekokardiografi, kateterisasi jantung
merupakan suatu keharusan dalam diagnosis. Dengan ekokardiografi
dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup,
ukuran dari area katup dengan planimetri (‘mitral valve area’), struktur
dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel.
Sedangkan dengan Doppler dapat ditentukan gradien dari mitral,
serta ukuran dari area mitral dengan cara mengukur ’pressure half time’
terutama bila struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga
pengukuran dengan planimetri tidak memungkinkan. Selain dari pada itu
dapat diketahui juga adanya regurgitasi mitral yang sering menyertai
stenosis mitral.
Derajat berat ringannya stenosis mitral berdasarkan eko Doppler
ditentukan antara lain oleh gradient transmitral, area katup mitral, serta
besarnya tekanan pulmonal. Selain itu dapat juga ditentukan perubahan
hemodinamik pada latihan atau pemberian beban dengan dobutamin,
sehingga dapat ditentukan derajat stenosis pada kelompok pasien yang
tidak menunjukkan beratnya stenosis pada saat istirahat.

32

Ekokardiografi Transesofageal
Merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan
transduser endoskop, sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas,
terutama untuk struktur katup, atrium kiri atau apendiks atrium.
Ekokardiografi transesofagus lebih sensitif mendeteksi trombus pada
atrium kiri atau terutama apendiks atrium kiri. Selama ini eko
transesofageal bukan merupakan prosedur rutin pada stenosis mitral,
namun ada prosedur valvulotomi balon atau pertimbangan antikoagulan
sebaiknya dilakukan.
- Kateterisasi Jantung

Seperti disebutkan di atas dulu kateterisasi merupakan standar baku


untuk diagnosis dan menentukan berat ringannya stenosis mitral.
Walaupun demikian pada keadaan tertentu masih dikerjakan setelah suatu
prosedur eko yang lengkap. Saat ini kateterisasi jantung dipergunakan
secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah
yaitu valvulotomi dengan balon.

33
e. Q23.3 Congenital Mitral Insufficiency

Regurgitasi mitral (MR) adalah insufisiensi katup mitral yang tidak menutup
dengan sempurna pada saat sistolik, sehingga menyebabkan aliran balik ke
atrium kiri. MR dapat disebabkan oleh proses rematik atau penyebab lain
misalnya : - Prolaps katup mitral (MVP) yaitu abnormalitas penutupan katup
mitral pada saat sistolik, dimana salah satu atau kedua daun katup terdesak lebih
superior ke ruang atrium; MVP berawal tanpa regurgitasi. - Ruptur
chordatendinae atau rupture muskulus papilaris sebagai komplikasi infark
miokard akut MR rematik sering terjadi bersama-sama dengan stenosis mitral
(MS) rematik.

 Etiologi

Berdebar, Batuk-batuk, Sesak napas saat aktivitas, Ortopnoe, Paroxysmal


nocturnal dyspnoe, Cepat lelah, Beberapa gejala yang tidak khas
(Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016)

f. Q23.4 Hypoplastic left heart syndrome

34
Sindrom jantung kiri hipoplastik adalah ketika sisi kiri jantung tidak
sepenuhnya berkembang. Ini adalah cacat lahir yang jarang terjadi dan serius.
(Djer & Madiyono, 2016).

 Patologi
Pada anak-anak, ventrikel kiri tidak dapat memompa cukup darah ke
tubuh, ventrikel kanan harus melakukan semua pekerjaan. Darah yang kaya
oksigen dari paru-paru dan darah yang rendah oksigen dari tubuh datang ke
sisi kanan jantung. Pada bayi baru lahir, ventrikel ini dapat bekerja untuk
waktu yang singkat karena bayi memiliki lubang yang menghubungkan atrium
kanan dan kiri mereka (disebut foramen ovale).

g. Q23.8 Other congenital malformations of aortic and mitral valves

KoarktasioAorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada aorta desendens yang


terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus (Fyler, 1996). Gejala
dapat hilang timbul mendadak. Tanda klasik KoAadalah nadi brakhialis yang
teraba normal atau meningkat, nadi femoralis serta dorsalis pedis teraba kecil
atau tidak teraba sama sekali dan harus ditekankan pemeriksaan tekanan darah
pada keempat ekstremitas (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994).

h. Q23.9 Congenital Malformation Of aortic and mitral valves, unspecified

Malformasi Kongenital Katup aorta dan mitral, tidak spesifik.

2.5. Q24 Other Congenital Malformations of Heart


a. Q24 Malformasi Jantung Bawaan Lainnya
Malformasi Jantung Bawaan Lainnya
b. Q24.0 Dextrocardia

35
Malposisi ini disebabkan oleh jantung itu sendiri dan bukan karena kelainan
ekstrakardiak. Kelainan dekstrokardia harus dibedakan dengan dekstroposisi.
Dekstroposisi merupakan perubahan letak jantung ke kanan secara sekunder
karena penyebab ekstrakardiak seperti hipoplasia paru kanan, pasca
pneumonektomi kanan atau hernia diafragmatika. Penyebabnya, alami dari dalam
organ vital tubuh atau faktor dari luar jantung. Misalnya, desakan tumor ke
rongga dada yang membuat letak jantung akhirnya miring ke kanan.

Terdapat 2 jenis dextrocardia yaitu isolated dextrocardia (posisi jantung


berada di sisi kanan tubuh dan organ lainnya berada pada posisi normal) dan situs
inversus totalis dextrocardia (posisi jantung berada di sisi kanan tubuh dan posisi
organ lainnya merupakan pencerminan dari posisi organ normal). Untuk jenis
isolated dextrocardia, karena yang berbeda hanya posisi jantung yang berada di
posisi sebaliknya, maka beberapa organ lainnya harus menyesuaikan dengan
posisi jantung ini. Misalkan, jantung yang seharusnya berada di posisi kiri,
namun berada di posisi kanan akan membutuhkan ruang lebih di sisi kanan.
Untuk mengakomodasi jantung, paru-paru sebelah kanan akan lebih kecil
dibandingkan paru-paru sebelah kiri, dimana hal ini merupakan kondisi terbalik
dari keadaan normal.

c. Q24.1 Laevocardia

Levocardia adalah keadaan dimana jantung berada di sisi kiri (normal),


tetapi organ lainnya berada pada posisi terbalik

36
d. Q24.2 Cor Triatrium

Cor triatriatum merupakan kelainan bawaan yang sangat langka. Pada


kelainan ini jaringan ikat fibrus akan membagi atrium kanan atau kiri menjadi 2
bagian. Yang paling umum sekitar 54% adalah cor triatriatum kiri. Atrium kiri
dibagi menjadi ruang atas yang menerima vena paru dan ruang bawah yang
berhubungan dengan pelengkap atrium kiri dan mitral lubang katup.

e. Q24.3 Pulmonary Infundibular Stenosis

Stenosis paru infundibular biasanya merupakan bagian dari tetralogi Fallot


atau berhubungan dengan defek septum ventrikel. Stenosis paru infundibular
terisolasi jarang terjadi. Pasien mungkin asimptomatik terlepas dari stenosis yang
signifikan. Dyspnea, nyeri dada, dan presinkop atau sinkop adalah gejala umum
dalam obstruksi yang signifikan.

f. Q24.4 Congenital Subaortic Stenosis

Stenosis aorta subvalvular (AS) adalah kelainan jantung bawaan yang langka
di mana ventrikel kiri menyempit di bawah tingkat katup aorta yang
mengakibatkan obstruksi aliran darah keluar dari jantung. Kondisinya juga

37
dikenal sebagai stenosis subaortik. Stenosis aorta subvalvular adalah kelainan
jantung bawaan yang terjadi selama perkembangan janin. Tepatnya penyebabnya
tidak diketahui, tetapi genetika mungkin berperan. Stenosis subaortik juga telah
dikaitkan dengan beberapa sindrom bawaan. Biasanya, darah melewati katup
aorta dalam perjalanan ke aorta. Pada stenosis aorta subvalvular, area yang
menyempit di bawah katup aorta membatasi aliran darah, meningkatkan beban
kerja untuk ventrikel kiri ini dapat menyebabkan ventrikel kiri membesar dan
gagal.

Anak-anak yang memiliki stenosis aorta subvalvular mungkin tidak


memiliki gejala, tetapi kondisinya dapat memburuk seiring bertambahnya usia.
Pada kasus yang lebih parah pada bayi, gejalanya meliputi:

- Napas cepat
- Detak jantung yang cepat
- Ketidakmampuan untuk makan
- Gagal jantung

Pada kasus yang lebih parah pada anak yang lebih besar, gejalanya
meliputi:

- Kelelahan
- Pingsan
- Sakit dada
g. Q24.5 Malformation of Coronary Vessels
 Congenital Coronary (Artery) Aneurysm.
Aneurisma arteri koroner kongenital adalah malformasi arteri koroner
kongenital yang jarang terjadi didefinisikan sebagai lebih dari 1,5 kali lipat
dilatasi ukuran normal dari segmen arteri koroner tidakteridentifikasinya
inflamasi jaringan ikat. Itu mungkin terjadi tanpa gejala atau dapat timbul

38
angina pektoris, infark miokard, jantung mendadak kematian, pembentukan
stula, tamponade perikardial, kompresi struktur di sekitarnya, atau gagal
jantung kongestif.
h. Q24.6 Congenital Heart Block

Congenital heart block, juga disebut blok atrioventrikular (AV), adalah


gangguansistem impuls saraf listrik yang rumit yang mengatur aksi pemompaan
jantung. Ini mencegah sinyal listrik berasal dari ruang atas jantung (atria) dari
mencapai bagian bawah (the ventrikel). Ini mengganggu laju dan irama
pemompaan jantung yang normal. Gangguan ini dapat memperlambat atau
mengganggu detak jantung, sehingga sulit untuk memompa darah ke bagian yang
lain tubuh.

Congenital Heart Block bukan merupakan penyumbatan arteri atau aliran


darah. Congenital Heart Block dikategorikan sebagai blok jantung derajat
pertama, kedua dan ketiga tergantung pada derajat penurunan nilai. Derajat
pertama adalah yang paling parah dan derajat ketiga adalah penyumbatan jantung
lengkap.

Congenital Heart Block adalah kelainan langka yang terjadi pada sekitar
satu dari 22.000 kelahiran hidup. Itu muncul sama sering pada pria dan wanita.
Congenital Heart Block biasanya berkembang antara 18 dan 30 minggu
kehamilan. Dalam kebanyakan kasus, penyebabnya adalah tidak diketahui, tetapi
bayi dari ibu dengan lupus atau penyakit autoimun lainnya, atau bayi dengan
bawaan gangguan jantung, beresiko lebih tinggi. Juga, tumor pada jantung bayi
dapat menyebabkan penyumbatan jantung. Ini kehamilan harus dipantau secara
ketat.

i. Q24.8 Other Specified Congenital Malformations of Heart


 Diverticulum of Left Ventricle

39
Divertikulum ventrikel kiri didefinisikan sebagai struktur outpouching
yang mengandung endokardium, miokardium, dan perikardium serta
menampilkan kontraksi normal.

 Malformation of :
- Myocardium
- Pericardium
j. Q24.9 Congenital Malformations of Heart, unspecified

Malformasi Jantung Bawaan, tidak spesifik. Congenital :

 Anomaly of heart
 Disease of heart

2.6. Q25 Congenital Malformations of Great Arteries


a. Q25.0 Patent Ductus Arteriosus
 Patent Ductus Arteriosus
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan dimana
duktus arteriosus tidak menutup sehingga terdapat hubungan antara aorta dan
arteri pulmonalis (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia,
2016).
1) Patofisiologi
Pada bayi normal, duktus arteriosus secara fungsional menutup dalam
waktu 12-24 jam setelah lahir dan mengalami penutupan sempurna dalam
waktu tiga minggu.2 Kelainan ini sering dijumpai pada bayi prematur
dengan insidens 8 per 1000 kelahiran sedangkan insidens pada bayi aterm
lebih kecil yaitu 1 per 2000 kelahiran (Gunawan et al., 2010).
2) Pendekatan diagnosis

40
Pendekatan diagnosis dilakukan dengan menemukan tanda klinis
seperti murmur kontinyu pada sela iga 2-3 sisi kiri sternum, prekordium
yang hiperaktif, peningkatan tekanan nadi dengan nadi yang keras
(bounding pulses), hipotensi, edema paru (takipnea, suara ronki, apnea),
dan gagal jantung (Gunawan et al., 2010).
3) Tata laksana

Tata laksana DAP meliputi tata laksana kegawatan pernafasan,


pembatasan cairan, pemberian diuretik, dan penutupan DAP melalui
pengobatan farmakologis maupun pembedahan. Pada bayi prematur,
pengobatan farmakologis guna memicu penutupan DAP masih merupakan
pilihan utama karena efektifitasnya cukup tinggi. Terapi yang umum
digunakan adalah pemberian indometasin, suatu penghambat
siklooksigenase (COX) (Gunawan et al., 2010).

4) Anamnesis (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia,


2016):
 Infeksi saluran nafas berulang.
 Gagal jantung kongestif (bila PDA besar): sesak nafas, kesulitan
mengisap susu dan gagal tumbuh kembang.
5) Pemeriksaan fisik (Perhimpunan Dokter Spesialis
KardiovaskularIndonesia, 2016):
 Takipnoe.
 Pulsus Celler.
 Auskultasi jantung:
o P2 akan mengeras pada hipertensi pulmonal (HP).
o Bising kontinu sistolik dan diastolic (continuous atau machinery
murmur) di sela iga 2 parasternal kiri menjalar infra klavikula kiri.
o Bising diastolic memendek atau bahkan menghilang pada PH.

41
 Sianosis bila sudah terjadi aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri
akibat PH (sindroma Eisenmenger).
 Tanda-tanda gagal jantung kongestif pada PDA yang besar.
6) Pemeriksaan penunjang (Perhimpunan Dokter Spesialis
KardiovaskularIndonesia, 2016):
 EKG 12 minimal 2 kali
 Foto Thoraks
 Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi postoperatif
 Sadap jantung pada kasus dengan kecurigaan PVD
 MRI pada kasus PDA dengan pirau kecil untuk menentukan flow ratio
 Pemeriksaan Lab, kultur darah, urinalisa pada kasus dicurigai infektif
endokarditis, gizi buruk dan sindrom tertentu.
7) Terapi (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016):
 Neonatus / bayi dengan gagal jantung kongestif (GJK)
Pada neonatus, terutama prematur dengan PDA besar akan terjadi
GJK.
o Perbaiki keadaan umum
o Atasi hipoglikemi serta hipokal semi yang sering dijumpai pada
bayi prematur, yang dapat memperburuk kondisi miokard sehingga
mempermudah terjadinya GJK.
o Berikan obat anti gagal jantung seperti digitalis, diuretika dan
vasodilator. Pada bayi prematur, bila tidak perlu sebaiknya
pemberian diuretika dan vasodilator dihindari karena akan
menghambat penutupan PDA secara spontan.
 Bayi premature dengan GJK dan usia <10 hari.
o Berikan obat anti gagal jantung
o Berikan Indometasin intravena atau peroral dengan dosis 0,2
mg/kgBB sebanyak 3x interval 12 jam untuk menutup PDA.

42
Kontra indikasi pemberian Indometasin:

o Gangguan fungsi ginjal, perdarahan intracranial atau gastro-


intestinal,
o Necrotizing Entero Colitis (NEC),
o Gangguan fungsi hati dan
o Sepsis.

Bila PDA gagal menutup, pemberian Indometasin dapat diulangi. Tetapi


bila tetap tidak menutup atau bahkan terbuka kembali maka harus
dilakukan operasi ligasi PDA.

 Bayi cukup bulan dengan GJK.


o GJK diatasi dulu dengan obat-obat anti gagal jantung.
o Bila berhasil, maka operasi ligasi PDA dapat ditunda sampai usia
12–16 minggu, karena ada kemungkinan PDA menutup spontan.
o Bila GJK tak teratasi, maka ligasi PDA harus segera dilakukan.
 Bayi tanpa GJK.
Tindakan penutupan PDA secara bedah (ligasi PDA) atau punnon
bedah dengan pemasangan device dilakukan elektif pada usiad iatas
12-16 minggu, tanpa didahului pemeriksaan sadap jantung.
Syarat pemasangan device lihat bab pemasangan ADO.
 Anak dan orang dewasa tanpa PH.
Bila klinis tidak ada tanda-tanda PH dan ekokardiogram memper-
lihatkan aliran pirau melalui PDA yang kontinu dari kiri ke kanan,
maka intervensi non bedah atau bedah dapat dilakukan tanpa
pemeriksaan sadap jantung.
 Anak atau orang dewasa dengan PH.
Pada anak atau orang dewasa jarang disertai GJK. Bila PDA cukup
besar maka dengan bertambahnya usia kemungkinan terjadi PH

43
dengan PVD semakin besar. Pemasangan device tidak dianjurkan bila
ada PH. - Bila ada PH tetapi pada ekokardiogram aliran pirau melalui
PDA masih kontinu dari kiri ke kanan, maka operasi ligasi PDA perlu
segera dilakukan. - Bila ada PH tetapi aliran pirau sudah dua arah,
maka perlu dilakukan pemeriksaan sadap jantung untuk menilai
reaktifitas vaskuler paru. Apabila perhitungan PARi <8 U/m2 setelah
PDA dioklusi dengan kateter balon dan dilakukan test O2 100%, maka
operasi ligase PDA dapat dilakukan. Operasi tidak dianjurkan lagi
pada PH dengan vaskuler paru yang sudah tidak reaktif
 Patent Ductus Botalli
 Persisten Ductus Arteriosus
b. Q25.1 Coarctation Of Aorta
 Coarctation Of Aorta
Coartation of aorta adalah penyakit jantung bawaan berupa penyempitan
pada arkus aorta distal atau pangkal aorta desendens torakalis. Umumnya
dibawah arteri subklavia kiri dekat dengan insersi duktus arteriosus.
Penyempitan dapat berbentuk discrete, segmen yang panjang atau disertai
hipoplasi segmen isthmus atau arkus aorta bagian distal. Sering ditemukan pada
kelainan kromosom 22 (sindrom Turner) dan PJB lain (Perhimpunan Dokter
Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016). Klasifikasi :
1. Di atas duktus arteriosus (pre-ductal): diperlukan PDA untuk kelangsungan
hidupnya.
2. Di depan duktus arteriosus (juxta ductal)
3. Di bawah duktus arteriosus (post ductal)
1) Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah sistolik di ekstremitas atas (biasanya di lengan
kanan); tekanan darah sistolik normal pada ekstremitas bawah; dengan henti
denyut radial ke femoral (Rampengan, 2014).

44
2) Anamnesis (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016):
 Gagal jantung kongestif (GJK) pada neonatus/bayi dengan CoA yang berat
atau dengan PJB berat: sulit menyusu (feeding difficulty) dan gagal
tumbuh kembang (failure tothrive).
 Pada anak lebih besar/dewasa umumnya terdapat hipertensi ekstremitas
atas yang asimptomatik
 Sianosis pada Co.A dengan kelainan intra kardiak kompleks dimana ada
pirau dari kanan ke kiri.
3) Pemeriksaan fisik (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia,
2016):
 Tanda dan gejala GJK: takikardia, takipnoea dan hepatomegali. Distres
pernafasan, asidosis metabolic dan syok sirkulasi ditemukan pada
neonatus/ bayi dengan CoA berat. - Pulsasi arteri femoralis tak teraba, atau
lemah dan terlambat bila dibandingkan dengan arteri radialis atau
brakhialis.
 Tekanan darah ditungkai tidak terukur atau lebih rendah dari pada lengan.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) pada ekstremitas atas. Kecuali pada CoA
preduktal dengan PDA besar, perabaan pulsasi arteri femoralis kuat dan
tidak ada perbedaan tekanan darah tungkai dan lengan.
 Sianosis di tungkai dan lengan kiri bila lokasi CoA preduktal dengan PDA
besar (aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens)/differential
cyanosis.
 Sianosis pada yang dengan kelainan intra kardiak kompleks (penyakit
jantung bawaan biru)
 Auskultasi: S-2 tunggal dan keras, irama gallop, pada bayi dengan Co.A
berat bising sering tidak terdengar atau terdengar bising sistolik yang tidak
spesifik di parasternal kiri dan kadangkadang di daerah skapula kiri.

45
4) Pemeriksaan penunjang (Perhimpunan Dokter Spesialis
KardiovaskularIndonesia, 2016):
 EKG 12 lead minimal 2 kali
 Foto Thoraks
 Ekokardiografi untuk diagnosis dan evaluasi postoperatif
 Cardiovascular CT dan MRI scan untuk memastikan anatomi arkus aorta
apabila tidak jelas tervisualisasi dengan ekokardiografi
 Sadap jantung pada kasus yang akan dilakukan PBA
 Lab: Kultur darah, urinalisa pada kasus dengan kecurigaan infektif
endocarditis
 Pemeriksaan laboratorium pada kasus dengan gizi buruk dan kecurigaan
sindroma Turner
5) Terapi (Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016):
 CoA tanpa kelainan intra kardiak lain
 CoA dengan VSD tunggal
 CoA dengan VSD besar atau multiple
 CoA dengan HLHS
 CoA dengan kelainan intra kardiak kompleks (TGA, DORV, AVSD)
 Coarctation Of Aorta Preductal
Pra-duktus (lebih sering pada bayi)
 Coarctation Of Aorta Postductal
Pasca-duktus (lebih umum pada populasi yang lebih tua)
c. Q25.2 Artesia Aorta
Atresia katup aorta adalah gambaran umum dari sindrom jantung kiri
hipoplastik, yang terdiri dari berbagai derajat keterbelakangan kompleks aorta
ventrikel kiri; namun demikian juga dapat dikaitkan dengan defek septum
ventrikel besar (VSD) dan ventrikel kiri yang agak berkembang. Atresia katup
aorta mencegah aliran darah anterior dari ventrikel kiri ke aorta asendens,

46
sehingga perfusi arteri koroner, aorta asenden, dan lengkung aorta disediakan
oleh duktus arteriosus dengan cara retrograde (Careddu, Oppido, Ialonardi, &
Gargiulo, 2015).

d. Q25.3 Stenosis Aorta


 Stenosis Aorta
Stenosis aorta adalah adalah obstruksi katup aorta yang menyebabkan
aliran darah dari ventrikel kirike aorta terganggu (Perhimpunan Dokter
Spesialis KardiovaskularIndonesia, 2016).
1) Anamnesis:
 Cepat lelah
 Nafas pendek/ sesak nafas
 Gangguan peredaran darah otak sepintas
 Sakit dada
2) Pemeriksaan fisik:
 Palpasi: thrill sistolik
 Auskultasi: s2 lemah bising ejeksi sistolik di area aorta menjalar ke leher
bruit pada arteri karotis
3) Pemeriksaan penunjang:

47
 EKG
 Rontgen
 Lab: Hb, Ht, Leukosist, Tormbosit, Albumin, dsb.
4) Terapi:
 Pengolahan medika mentosa
 Pencegahan
 Tindakan intervensi bedah dan non bedah
 Supravalvular Aortic Stenosis
e. Q25.4 Other Congenital Malformations Of Aorta
 Absence Of Aorta
 Aplasia Of Aorta
 Congenital Aneurysm Of Aorta
 Congenital Dilatation Of Aorta
 Aneurysm Of Sinus Of Valsava (Ruptured)
 Double Aortic Arch (Vascular Ring Aorta)
 Hypoplasia Of Aorta
Lengkungan aorta hipoplastik dan pseudokarkasio aorta adalah dua
anomali aorta yang kurang diketahui yang mungkin keliru dengan lesi
koarktasio yang lebih dikenal. Kesalahan diagnosis ini dapat menyebabkan
kecemasan yang tidak perlu bagi pasien dan keluarga mereka, sambil
menambahkan biaya dan kemungkinan bahaya dari penyelidikan invasif yang
tidak perlu. Lengkungan hipoplastik sebagian besar terlihat pada kelompok usia
anak dan jarang dilaporkan sebagai temuan yang terisolasi (Singh et al., 2015).
 Persistent Convolutions Of Aorta Arch
 Persistent Right Aortic Arch
f. Q25.5 Atresia Of Pulmonary Artery
Atresia arteri pulmonari adalah kelainan jantung saat lahir (bawaan) yang
biasanya didiagnosis segera setelah lahir. Katup yang memungkinkan darah

48
keluar dari jantung menuju ke paru-paru (katup paru) tidak terbentuk dengan
benar. Alih-alih membuka dan menutup untuk memungkinkan darah melakukan
perjalanan dari jantung ke paru-paru, selembar bentuk jaringan yang solid. Jadi
darah tidak dapat melakukan perjalanan dengan rute normal untuk mengambil
oksigen dari paru-paru. Sebagai gantinya, sebagian darah mengalir ke paru-paru
melalui saluran alami lain di dalam jantung dan pembuluh nadi.
g. Q25.6 Stenosis Of Pulmonary Artery
 Stenosis Of Pulmonary Artery
Stenosis arteri pulmonalis adalah penyempitan (stenosis) yang terjadi pada
arteri pulmonalis, arteri besar yang mengirimkan darah miskin oksigen ke paru-
paru untuk diperkaya dengan oksigen. Penyempitan dapat terjadi di arteri
pulmonalis utama dan / atau di cabang arteri pulmonalis kiri atau kanan.
Penyempitan ini membuat darah sulit mencapai paru-paru untuk mengambil
oksigen. Tanpa oksigen yang cukup, jantung dan tubuh tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Dalam upaya untuk mengatasi penyempitan, tekanan di
ventrikel kanan (ruang yang memompa darah ke arteri pulmonalis) naik ke
tingkat yang dapat merusak otot jantung.
 Suprevalvular Pulmonary Artery
h. Q25.7 Other Congenital Malformations Of Pulmonary Artery
Identifikasi Malformasi Kongenital arteri besar pada sianotik bayi biasanya
membutuhkan kateterisasi jantung dan studi angiografi. Investigasi invasif seperti
itu membutuhkan pengeluaran tenaga kerja yang besar dan, lebih banyak lagi
penting, menimbulkan risiko yang signifikan bagi pasien. Teknik non-invasif
seperti ekokardiografi konvensional (satu dimensi) telah digunakan dalam
diagnosis penyakit jantung bawaan, tetapi malformasi anatomi yang rumit
seringkali sulit dilakukan mengidentifikasi dengan teknik ini. Di sisi lain,
ekokardiografi dua dimensi tampaknya mampu manfaat besar untuk diagnosis
jantung pada penyakit parah bayi (Maron et al., 1975).

49
 Aberrant Pulmonary Artery
 Agenesis Of Pumlonary Artery
 Aneurysm, Congenital Of Pumlonary Artery
 Anomaly Of Pumlonary Artery
 Hypoplasia Of Pumlonary Artery
 Pulmonary Arteriovenous Aneurysm
i. Q25.8 Other Congenital Malformatons Of Great Arteries
j. Q25.9 Congenital Malformations Of Great Arteries, Unspecified

2.7. Q26 Congenital Malformations of Great Veins


a. Q26.0 Congenital stenosis of vena cava
Congenital stenosis of vena cava (inferior)(superior)
Sindroma vena cava superior bawaan (SVC) adalah penyebab yang
sangat jarang (laporan kasus tunggal) untuk hidrops fetalis nonimun (NIHF).
Obstruksi vena meningkatkan tekanan hidrostatik dan menghalangi drainase
limfatik yang menyebabkan akumulasi cairan dalam distribusi SVC (Behrle &
Divekar, 2018).
b. Q26.1 Persistent left superior vena cava
Vena cava superior kiri persisten (PLSVC) adalah malformasi kongenital
yang paling umum dari kembalinya vena toraks dan terdapat pada 0,3 hingga
0,5% individu pada populasi umum dengan jantung normal, dan 4,5% pada
individu dengan penyakit jantung bawaan. PLSVC terjadi bersama dengan
vena cava superior kanan pada 80 hingga 90% kasus, 2 dan juga dapat disertai
dengan kelainan jantung lainnya, seperti koneksi anomali pembuluh darah
paru, koarktasio aorta, tetralogi Fallot, transposisi pembuluh darah besar serta
dextroversion.1,3,4 Selain itu, gangguan irama jantung tentang pembentukan
dan konduksi impuls telah diamati (Tyrak et al., 2017).
PLSVC biasanya mengalir ke atrium kanan (pada 80-92%) melalui
dilatasi sinus koroner (CS), 5,6 tetapi dalam sekitar 10 hingga 20% kasus, itu

50
terkait dengan drainase atrium kiri (LA). 8 PLSVC dapat mengalir langsung
melalui atrium kiri atau melalui CS yang tidak tertutup, yang merupakan
penyebab pirau jantung kanan-ke-kiri. Sebagian besar pasien dengan PLSVC
tidak menunjukkan gejala. Secara umum, hanya pasien dengan drainase yang
tidak biasa dan pirau kanan-ke-kiri yang signifikan secara klinis.
Pengembalian vena anomali melalui PLSVC dapat menjadi penyebab aritmia
jantung, penurunan toleransi olahraga, kelelahan progresif, ketidaknyamanan
dada, palpitasi, sinkop atau sianosis (Tyrak et al., 2017).
Implikasi dari PLSVC yang ada dapat menjadi penting bagi dokter yang
terlibat dalam penempatan alat akses vena sentral.9 Akses ke sisi kanan
jantung atau pembuluh darah paru melalui vena subklavia kiri jauh lebih sulit
pada pasien dengan PLSVC. Penempatan garis sentral atau lead terapi
sinkronisasi jantung dan implantasi alat pacu jantung pada kasus-kasus yang
tidak terdiagnosis dengan PLSVC dapat menyebabkan posisi yang salah.
Dalam kasus-kasus tersebut, akses ke jantung kanan dan sinus koroner harus
dilakukan melalui vena subklavia kanan, memungkinkan untuk lebih mudah
rute. Kehadiran PLSVC juga merupakan kontraindikasi relatif terhadap
pemberian retrograde cardioplegia selama operasi jantung (Tyrak et al., 2017).
c. Q26.2 Total anomalous pulmonary venous connection
Vena Paru, yang membawa darah kembali ke jantung setelah bersirkulasi
melalui paru-paru, tidak terhubung ke atrium kiri. Sebaliknya mereka
terhubung ke salah satu vena dari sirkulasi utama sehingga darah yang
kembali dari paru-paru mengalir kembali ke sisi kanan jantung. Bayi yang
terkena mungkin berwarna biru atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung.
Sebagian besar dari mereka memerlukan perbaikan bedah pada periode bayi
baru lahir.

51
d. Q26.3 Partial anomalous pulmonary venous connection
Koneksi vena paru anomali parsial (PAPVC) adalah kelainan jantung
bawaan yang jarang terjadi. Seperti namanya, dalam PAPVC, aliran darah dari
beberapa vena paru kembali ke atrium kanan alih-alih dari atrium kiri.
Biasanya, satu vena paru adalah anomali. Jarang, semua vena dari satu paru
anomali. Dengan demikian, beberapa aliran vena paru memasuki sirkulasi
vena sistemik. Secara embriologis, PAPVC mirip dengan koneksi vena paru
total anomali (TAPVC); Namun, TAPVC berbeda karena semua atau
sebagian besar pembuluh vena paru terhubung ke sisi kanan jantung di
TAPVC (Gupta, 2015).

52
e. Q26.4 Anomalous pulmonary venous connection, unspecified
f. Q26.5 Anomalous portal venous connection
Anomalous portal venous connection menggambarkan secara langsung
atau kembalinya vena visceral tidak langsung ke vena inferior cava sebagai
akibat embriogenesis portal abnormal. Menggunakan ultrasound, untuk
mendeteksi portal vena memotong hati ke vena inferior suprahepatik cava
pada bayi dengan kardiomiopati kongenital fatal dan hiperammonemia, dan
menghubungkan ini menemukan dengan hasil otopsi (Bellah, Hayek, & Teele,
1989).
g. Q26.6 Portal vein-hepatic artery fistula
Fistula vena arteri hepatika adalah komunikasi abnormal antara arteri
hepatik dan portal atau vena hepatika dan biasanya terjadi sekunder akibat
iatrogenik seperti biopsi hati, drainase bilier transhepatik, kolangiogram
transhepatik dan operasi, atau mekanis seperti trauma tumpul atau trauma
langsung. Fistula kongenital jarang terjadi. Pengobatan oklusi fistula bedah
dan endovaskular dengan membawa morbiditas intra dan pasca prosedur yang
rendah. Pengobatan endovaskular sebagai pilihan perawatan yang minimal
invasif yang dapat diandalkan pada individu. Teknik-teknik endovaskular saat
ini membentuk pilihan-pilihan perawatan yang kurang invasif dan lini
pertama dalam fistula arterioportal / vena, pembedahan hanya dilakukan untuk
embolisasi yang tidak berhasil / fistula kompleks (Kumar et al., 2012).
h. Q26.8 Other congenital malformations of great veins
 Absence of vena cava (inferior)(superior)
Superior vena cava (SVC) mengalirkan darah dari kepala dan atas
ekstremitas ke jantung. Saat aliran darah menjadi terbatas dengan kompresi
ekstraluminal atau obstruksi intraluminal, SVC sindrom dapat terjadi. Ketika
obstruksi SVC berlanjut, darah tekanan dalam sistem vena meningkat dan
pembuluh kolateral melebarkan. Tingkat keparahan gejala terkait dengan

53
kecepatan dan derajat penyempitan SVC) Tidak adanya SVC bilateral adalah
etiologi SVC yang jarang dilaporkan sindrom, dan sering ditemukan dengan
jantung bawaan lainnya anomali dan / atau kelainan konduksi. 2) Di sini, kami
melaporkan a kasus pasien dengan tidak adanya SVC, tetapi tanpa tanda
sindrom SVC dan gangguan listrik
 Azygos continuation of inferior vena cava
Kelanjutan Azygos dari vena cava inferior (juga dikenal sebagai tidak
adanya segmen hepatik dari IVC dengan kelanjutan azygos) adalah anomali
vaskular yang tidak umum dan merupakan penyebab dari pelebaran pembuluh
darah. Pemeriksaan penunjang yaitu radiography, CT Scan, MRI, treatmen
dan prognosis (Tatco & Radswiki, 2017).
 Persistent left posterior cardinal vein
 Scimitar syndrome
i. Q26.9Congenital malformation of great vein, unspecified

2.8. Q27 Other Congenital Malformations of Peripheral Vascular System


a. Q27.2 Other congenital malformations of renal artery
 Patologi
Arteri ginjal multipel merupakan temuan umum pada angiogram ginjal
dan lebih sering terjadi pada aorta dan pembuluh ginjal pada populasi donor
yang mengalami angiografi tetapi tidak menimbulkan risiko serius atau
kontraindikasi terhadap donasi ginjal.

54
b. Q27.4 Congenital phlebectasia
 Patologi
Jugular vein phlebectasia (JVP), juga dikenal sebagai kista kongenital
vena, aneurisma vena, ektasia vena, atau dilatasi vena esensial. Tampak
sebagai massa lunak dan kompresif di leher selama mengejan, batuk,
menangis, dan bersin.
 Patofisiologi
Flebektasia jugularis interna kongenital berhubungan dengan dilatasi
kongenital vena. Dilatasi ini memiliki beberapa faktor penyebab asal:
hipertensi selama sistem vena cava superior inspirasi dan distribusi katup
khusus dalam sistem vena cava superior, serta anomali dinding vena.
Kemungkinan penyebab JVP adalah kelainan anatomi yang berat, kompresi
mekanis atau trauma leher, cacat struktural bawaan, dan penyebab idiopatik.

55
VP sebagian besar terlihat pada anak-anak dan terjadi pada pria dua kali lebih
sering daripada wanita.

2.9. Q28 Other Congenital Malformations of Circulatory System


a. Q28.2 Arteriovenous malformation of cerebral vessels
 Patologi
Arteriovenous malformations (AVMs) merupakan perkembangan tidak
normal pada sistem vaskular yang terdiri dari bentuk pembuluh darah yang
tidak beraturan yang mana suplai arteri yang langsung berhubungan dengan
jaringan vena tanpa perantara pembuluh kapiler.
 Etiologi
Penyebab AVM otak belum diketahui, namun, mungkin multifaktorial;
mutasi genetik dan stimulasi angiogenik (proses fisiologis pembentukan
pembuluh darah baru dari pembuluh yang sudah ada sebelumnya) memainkan
peran dalam pengembangan AVMs.
 Patofisiologi
Beberapa percaya bahwa AVMs berkembang dalam rahim. Malformasi
arteriovenosa terdiri dari nidus vaskular sentral yang merupakan gabungan
dari arteri dan vena. Tidak adanya intevensi kapiler sehingga suplai arteri
mengalir langsung ke vena oleh satu atau beberapa fistula. Arteri ini tidak
memiliki lapisan muskularis normal dan vena sering tampak melebar karena
aliran darah arteri berkecepatan tinggi yang masuk melalui fistula. AVMs
menyebabkan disfungsi neurologis melalui tiga mekanisme patofisiologis
yaitu pertama pembuluh darah abnormal cenderung menyebabkan perdarahan
yang terjadi pada ruang subarachnoid, ruang intraventricular dan pada
umumnya terjadi pada parenkim otak. Kedua, seizure dapat terjadi sebagai
akibat dari efek massa AVM atau hipertensi vena dalam aliran vena. Ketiga,
perkembangan neurologis yang lambat sebagai akibat dari tidak adanya nutrisi

56
dan oksigen karena darah yang seharusnya melewati kapiler normal namun
mengalir ke saluran arteriovenosa yang cacat.
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis AVMs yaitu angiogram.
Pencitraan tambahan diperoleh sesuai kebutuhan, sehingga setiap pasien
memiliki computed tomography (CT), pencitraan resonansi magnetik (MRI),
dan angiogram kateter.
 Penatalaksanaan
- Stereotactic Radiosurgery : Radiosurgery merupakan modalitas klinik
yang makin banyak digunakan dalam tatalaksana berbagai kelainan
intracranial. Pengobatan yang telah dipelajari dengan baik untuk
malformasi arteriovenous serebral. Equivalent technologies, such as a
gamma knife, cyber knife, and proton beam, deliver focused, high-dose
radiation to the arteriovenous malformation, which induces gradual
sclerosis of the blood vessels and thrombosis of the lesion. Teknologi
yang setara, seperti pisau gamma, pisau cyber, dan balok proton,
memberikan fokus, radiasi dosis tinggi ke malformasi arteriovenosa, yang
menginduksi sklerosis bertahap pembuluh darah dan trombosis lesi.
Keberhasilan penghapusan malformasi arteriovenosa dapat diprediksi
berdasarkan ukuran lesi dan dosis radiasi yang diberikan ke margin
malformasi.
- Endovascular Embolization Therapy : Perawatan endovaskular dari
malformasi arteriovenosa dilakukan dengan pengiriman mikrokateter
agen seperti N-butyl-2-sianoakrilat atau kopolimer alkohol etilena
nonadhesif. Prosedur ini membutuhkan kateterisasi superselektif dari
arteri yang menutrisi malformasi arteriovenosa, dengan tujuan mengisi
nidus dan menutup pembuluh makanan sambil menjaga pembuluh darah
kolateral ke otak yang berdampingan normal.

57
- Microsurgical Approaches

58
DAFTAR PUSTAKA

Adinda. (2017). Perbedaan Pertumbuhan Anak Penyakit Jantung Bawaan dengan


Kelainan Simpleks dan Kelainan Kompleks pada Usia 2-5 Tahun. Karya Tulis
Ilmiah, 7(1), 13–19. https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2018.01.013

Baan, J., Jim, E. L., Joseph, V. F. F., Eropa, D., & As, D. (2016). Gambaran Kelainan
Katup Jantung Pada Pasien Penyakit Jantung Rematik Dan Pasien Penyakit
Jantung Bawaan Pada Orang Dewasa Di Rsup Prof Kandou. Jurnal Kedokteran
Klinik, 1(1), 109–115.

Behrle, N., & Divekar, A. (2018). CONGENITAL SUPERIOR VENA CAVA


SYNDROME: A RARE CAUSE OF NONIMMUNE HYDROPS FETALIS.
Journal of the American College of Cardiology, 71(11), A2485.
https://doi.org/10.1016/S0735-1097(18)33026-2

Bellah, R. D., Hayek, J., & Teele, R. L. (1989). Anomalous portal venous connection
to the suprahepatic vena cava : sonographic demonstration. Pediatr Radiol, 20,
115–116.

Careddu, L., Oppido, G., Ialonardi, M., & Gargiulo, G. (2015). Aortic atresia with
interrupted aortic arch : a combination incompatible with life ? †. 21(May),
272–273. https://doi.org/10.1093/icvts/ivv077

Djer, M. M., & Madiyono, B. (2016). Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari
Pediatri, 2(3), 155. https://doi.org/10.14238/sp2.3.2000.155-62

Dorland, W. . (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Gunawan, H., Kaban, R. K., Ilmu, D., Anak, K., Mangunkusumo, R. S. C., &
Universitas, F. K. (2010). Terapi Farmakologis Duktus Arteriosus Paten pada
Bayi Prematur: 11(6), 401–408.

59
Gupta, M. (2015). Partial Anomalous Pulmonary Venous Connection.

Hashim, H. (2015). Mutational Screening of Exon 1 of SMAD7 In Malay Patients


with Ventricular Septal Defect by Dr Hashima Hashim Dissertation Submitted in
Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree of Master of Pathology (
Medical Genetics ) UNIVERSITI SAINS MALA.

Kumar, A., Ahuja, C. K., Vyas, S., Kalra, N., Khandelwal, N., Chawl, Y., & Dhiman,
R. K. (2012). Hepatic Arteriovenous Fistulae: Role of Interventional Radiology.
Springer US, 57(10), 2703–2712. https://doi.org/https://doi.org/10.1007/s10620-
012-2331-0

Kurnia, S., Ali, M., Tobing, T. C. L., Hardiansyah, R., & Abdillah, H. Z. (2017).
Hubungan Antara Penyakit Jantung Bawaan Sianotik dan Kejadian Proteinuria.
Majalah Kedokteran Nusantara The Journal Of Medical School, 47(1).

Maron, B. B. J., Henry, W. L., Griffith, J. M., Freedom, R. M., Kelly, D. T., &
Epstein, S. E. (1975). Identification of Congenital Malformations of the Great
Arteries in Infants by Real-time. 52(Circulation), 671–677.

Mordi, I., & Tzemos, N. (2012). Bicuspid aortic valve disease: A comprehensive
review. Cardiology Research and Practice, 1(1).
https://doi.org/10.1155/2012/196037

Paruhito. (2013). Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular.
Surabaya: Airlangga University Press.

Perhimpunan Dokter Spesialis KardiovaskularIndonesia. (2016). Panduan praktik


klinis (ppk) dan clinical pathway (cp) penyakit jantung dan pembuluh darah.
Jakarta: PERKI.

Prasodjo. (2005). Kelainan Kongenital. 141–169.

Rahayuningsih, S. E. (2016). Transposisi Arteri Besar: Anatomi, Klinik, Kelainan

60
Penyerta, dan Tipe. Sari Pediatri, 14(6), 357.
https://doi.org/10.14238/sp14.6.2013.357-62

Rampengan, S. H. (2014). Buku praktis kardiologi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Singh, S., Hakim, F. A., Sharma, A., Roy, R. R., Panse, P. M., Chandrasekaran, K.,
… Mookadam, F. (2015). Hypoplasia , Pseudocoarctation and Coarctation of the
Aorta – A Systematic Review. Heart, Lung and Circulation, 24(2), 110–118.
https://doi.org/10.1016/j.hlc.2014.08.006

Supit, A. I., & Kaunang, E. D. (2013). Tetralogi Fallot Dan Atresia Pulmonal. Jurnal
Biomedik (Jbm), 4(3), 152–158. https://doi.org/10.35790/jbm.4.3.2012.1205

Tatco, D. V., & Radswiki. (2017). Azygos continuation of the inferior vena cava.

Tyrak, K. W., Hołda, J., Hołda, M. K., Koziej, M., Pi, K., & Klimek-, W. (2017).
Case Report Persistent left superior vena cava. 28(3), 28–31.
https://doi.org/10.5830/CVJA-2016-084

Vasudev, R., Shah, P., Bikkina, M., & Shamoon, F. (2016). Quadricuspid Aortic
Valve: A Rare Congenital Cause of Aortic Insufficiency. Journal of Clinical
Imaging Science, 6(1). https://doi.org/10.4103/2156-7514.179417

Venkatesh, S., Taksande, A., & Prabhu, S. S. (2009). Isolated congenital mitral
stenosis. JK Science, 11(1), 53–54. https://doi.org/10.1161/01.cir.15.3.358

Mitchell, B., & Mhlongo, M. (2018). The diagnosis and management of congenital
pulmonary valve stenosis. SA Heart, 15(1), 36–45. https://doi.org/10.24170/15-1-
2903

Stojanović, M., Deljanin-Ilić, M., Vuković, A., & Petrović, D. (2017). Pulmonary
Valve Insufficiency as a Complication of Radical Surgical Treatment of
Tetralogy of Fallot. Acta Facultatis Medicae Naissensis, 34(2), 179–188.

61

Anda mungkin juga menyukai