Anda di halaman 1dari 6

A.

Sejarah LOW OF CONFIDENCE ATAU RAHASIA DAGANG

Di negara Anglo Sexon informasi yang dimilik pihak tertentu dapat dianggap merupakan
miliknya yang berharga sehingga mendapat perlindungan hukum yang agak khusus. Berbeda
dengan negara-negara yang menganut sistem hukum sipil, perbuatan seperti itu hanya
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang biasa saja.

Menurut David I. Bainbridge, Ph.D., akar dari the law of confidence didasarkan pada
keadilan (equity) yang berkembang dari kasus-kasus hukum. Perkembangan sekarang ini law
of confidence tidak hanya mengatur pelanggaran dalam lingkup ekonomi perusahaan, tetapi
juga meluas pada bidang politik dan informasi pribadi, dan yang terakhir menyangkut bidang
persenjataan dan politik. Dalam ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka law cof
confidence dibatasi hanya meligkupi informasi yang berkaitan dengan ekonomi perdagangan
dan industri.

B. RUANG LINGKUP LAW OF CONFIDENCE


Hukum yang berkembang sebagai suatu sistem untuk melindungi hal-hal yang dirahasiakan
(confidence) disebutlah sebagai law of cofidence. Segi kekhususan yang melekat pada
objeknya, yaitu terutama mengenai yang disebut Breach of confidence yaitu yang berkaitan
dengan pelanggaran kerahasiaan sesuatu yang dalamhal ini berupa informasi yang dirahasiakan
(undisclosed information) atau dikenal pula dengan Rahasia Dagang (Trade Secret).
1. Materi Pokok yang dilindungi
Objek materi pokok yang menjadi sorotan hukum mengenai confidence ini adalah
informasi, baik itu informasi ketehnikan, ketataniagaan, pribadi, maupun informasi lain yang
sangat erat hubungannya dengan sipemiliknya, baik pribadi perorangan maupun badan hukum.
TRIPS mencantumkan kriteria Rahasia Dagang dalam Part II Section 7 Pasal 39 ayat (2)
dengan (tiga) kriteria, yaitu :
 Rahasia atau tidaknya suatu informasi menyangkut konfigurasi dan komponen-
komponennya, dilihat dari mudah tidaknya diakses oleh kalangan tertentu;
 Memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya; dan
 Telah dilakukan langkah yang wajar pleh orang yang secara sah menguasai informasi
tersebut, dalam rangka menjaga kerahasiaannya.

Kriteria tersebut di Indonesia telah diambil alih dan dijadikan norma yang dipakai dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
Rahasia Dagang berarti informasi, termasuk formula, pola, komplikasi, program,
perangkat, metode, tehnik, atau proses yang menghasilkan nilai ekonomi secara mandiri, nyata,
dan potensial. Memperhatikan pengertian atau definisi diatas, kita dapat melihat diantara yang
menjadi pokok persoalan kerahasiaan itu karena ide tersebut baru, dan dapat dimanfaatkan
untuk meraih keuntungan ekonomis.

Melihat pada pokok persoalan kerahasiaan informasi tersebut terutamanya yang


menyangkut ide dan konsep, maka sangat erat hubungannya dengan bidang Hak Cipta.
Meskipun demikian, bisa dibedakan permasalahannya. Menurut David I. Bainbridge
berpendapat bahwa :

Di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,


diatur bahwa yang menjadi lingkup Rahasia Dagang, yaitu meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain dibidang teknologi
dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Lingkup Rahasia Dagang sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU NO.30
THN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG “Rahasia Dagang adalah Informasi yang tidak
diketahui oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang”.

Adapun persyaratan informasi tersebut diklasifikasikan bersifat rahasia dan memiliki nilai
ekonomi, kriterianya sebagaimana ditentukan pada UU NO.30 THN 2000 TENTANG
RAHASIA DAGANG Pasal 3 ayat (2) “ Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi
tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh
masyarakat”. Pasal 3 ayat (3) “informasi memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasian
informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat
komersial atau dapat meningkatkan kauntungan secara ekonomi”. Pasal 3 ayat (4) “informasi
dianggap dijaga kerahasiaan nya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah
melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.

2. Kepemilikan Tread Secret/Technical Know How atau Rahasia Dagang


Ketentuan Pasal 53 dan 55 dari Model Law of Developing Countries on Invention dari
BIRPI secara tersurat menunjuk bahwa pemilik dari know how adalah orang yang pertama
mengembangkannya. Akan tetapi, Pasal 55 juga menentukan bahwa “how know” tersebut dapat
dimiliki secara bebas jika : “Siapa saja yang telah mengembangkan dengan sarananya sendiri
proses-proses manufaktur atau pengetahuan yang menyangkut penggunaan dan penerapan
keteknikan industri, juga siapa saja orang yang menguasai secara sah proses-proses dan
pengetahuan seperti itu dari pendahulunya, sekalipun pendahulunya tersebut telah menyimpan
rahasia proses-proses, dan pengetahuan tersebut, maka orang itu bebas memakainya,
mengungkapkan, dan mengomunikasikan”.
Sebagai suatu kekayaan maka Rahasia Dagang dapat dialihkan dan dilisensikan. Pengalih
tanganan tersebut dapat melalui hibah, pewarisan, wasiat, ataupun dengan cara perjanjian
dalam bentuk akta notaris atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang. Dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang hal tersebut diatur dalam
ketentuan Pasal 5 ayat (1)
Pemanfaatan atas Rahasia Dagang selain karena peralihan hak, juga dapat dilakukan
melalui lisensi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU NO.30 THN 2000 TENTANG
RAHASIA DAGANG “pemegang Hak Rahasia Dagang berhak memberikan lisensi kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, kecuali jika perjanjikan lain”.
Isi Perjanjian Lisensi diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU NO.30 THN 2000 TENTANG
RAHASIA DAGANG “perjanjian Lisensi dilarang memuat kekuatan yang dapat
menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau membuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
3. Tanggung Jawab Kerahasiaan
Secara nyata tanggung jawab kerahasiaan timbul serentak saat ditanda tanganinya suatu
perjanjian. Seorang buruh atau pekerja setelah bekerja pasti banyak pengalaman atau
pengetahuan yang dapat ditimba dari temapat bekerjanya dan mungkin saja bisa menyangkut
hal-hal yang dikelompokkan sebagai bagian dari trade secret. Informasi demikian bisa saja
oleh si pekerja digunakan jika ia kemudian pindah tempat kerjanya, misalnya, pada perusahaan
pesaing majikan lamanya atau juga untuk membuka usaha sendiri yang sejenis atau hampir
sejenis. Jika demikian sikap dari pihak pekerja (bekas pekerja) diperbolehkan secara bebas
tidak terkendali, mungkin akan dapat merugikan pihak bekas majikannya itu, untuk itu hukum
mengaturnya.
4. Pelanggaran Menyangkut Trade Secret/Know How/Rahasia Dagang
Setiap tindakan berupa penggunaan, pengungkapan, atau pengomunikasian tanpa
persetujuan pemiliknya oleh seseorang yang mengetahui bahwa hal tersebut dirahasian, maka
perbuatan tersebut adalah tindakan pelanggaran hukum. Namun demikian, ada juga tindakan
yang ingin mendapatkan informasi yang dirahasiakan tersebut, tetapi dapat dikategorikan
bukan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UU NO.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
Pemegang Hak Rahasia Dagang mempunyai suatu hak monopoli atau eksludif. Artinya, ia
dapat mempergunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya serta memberikan lisensi
kepada pihak lain atau melarang siapa pun untuk menggunakan Rahasia Dagang atau
Mengungkapkan Rahasia Dagang kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat
komersial. Jadi, dia mempunyai kedudukan kuat sekali terhadap pihak lain. Apabila ada pihak
yang melakukan pelanggaran terhadap hak nya, ia dapat melakukan aksi hukum baik
kepidanaan, maupun keperdataan.
Bentuk pelanggaran terhadap Rahasia Dagang dapat berubah :
 Seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang;
 Seseorang dengan sengaja mengingkari kesepakatan, tertulis atau tidak tertulis,
untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan;
 Seseorang dengan sengaja mengingkari kewajiban, tertulis atau tidak tertulis,
untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan, dan
 Seseorang memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 13 dan 14 UU NO.30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang, pelanggaran terhadap Rahasia Dagang juga terjadi apabila:

a. Seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan


atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang
yang bersangkutan.
b. Seseorang memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Perbuatan dalam poin a diatas menurut ketentuan Pasal 15 dapat dianggap bukan merupakan
pelanggaran Rahasia Dagang apabila:

 Tindakan pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan Rahasai Dagang tersebut


didasarkan pada kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, atau keselamatan
masyarakat; dan
 Tindakan rekayasa ulng atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagang
milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih
lanjut produk yang bersangkutan

Adapun ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada si pelaku pelanggaran Rahasia
Dagang diatur pada Pasal 17 UU NO.30 THN 2000 Tentang Rahasia Dagang “barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00”. Oleh karena
itu, tindak pidana tersebut merupakan delik aduan.

5. Penyidik Tindak Pidana Terhadap Rahasia Dagang


Guna memastikan adanya tindak pidana dibidang Rahasia Dagang, diperlukan peran penyidik.
Sesuai UU NO.8 THN 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berwenang melakukan
penyidik tindak pidana Rahasia Dagang adalah pejabat polisi negara, serta pejabat pegawai
negeri tertentu dilingkungan departemen yang lingkup tugas dan tangggung jawabnya meliputi
pembinaan Rahasia Dagang. Penyidik sipil tersebut berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana dibidang Rahasia Dagang;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap yang diduga telah melakukan tindak pidana dibidang
Rahasia Dagang
c. Meminta keterangan, dan bahan bukti dari para pihak sehubung dengan peristiwa tindak
pidana dibidang Rahasia Dagang;
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan,pencatatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana dibidang Rahasia Dagang;
e. Melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
f. Melakukan penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara pidana dibidang Rahasia Dagang; dan/atau
g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik tindak pidana dibidang
Rahasia Dagang.

Sebelum dimulainya penyidikan, PPNS tersebut perlu memberitahukan dimulainya


penyidikan, begitu pula setelahnya melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat
Polisi Negara. Dalam hal penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi dengan mengingat ketetntuan Pasal 107 Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

DAFTAR PUSTKA

 Djumhana Muhammad dan Djubaedillah, 2012, Hak Milik Intelektual, Bandung : Citra
Aditya Bakti
 Azed Abul Bari, 2004, Komplikasi Undang-Undang Republik Indonesia dibidang Hak
Kekayaan Intelektual, Tangerang : Diktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan
International Copoperation Agency
 Hira Jhamtani, Memahami Rejim Hak Kekayaan Intelektual Terkait Perdagangan
(TRIPS), Institusi Keadilan Global, Jakarta, h. 3, cetakan ke-empat Cambridge University
Press.

Anda mungkin juga menyukai