Anda di halaman 1dari 10

1. Ir.

SOEKARNO

Dr.(HC) Ir. H. Soekarno (nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur,
6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden
Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting
dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17
Agustus1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya

Masa kecil dan remaja

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang
merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman
Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden
Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya,
RadenHardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,


mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan
Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.

Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi


Maeda bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama
Bung Hatta.
c. Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya
di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
2. Drs. MOH. HATTA

Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar, populer sebagai
Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat),Hindia Belanda, 12
Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, ekonom, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda
sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai
Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari jabatan wakil
presiden pada tahun1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal
sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Latar belakang

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang keturunan
aceh yang lama menetap di Sumatera Barat. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama
tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya berasal dari
keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12
Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia
merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah
dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama
Islam.

Pendidikan dan pergaulan

Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah
enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun,
pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang
(kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai
tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia
pernah belajar agama kepadaMuhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa
ulama lainnya.

Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai
berikut.

a. Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama
Bung Karno.
3. ACHMAD SOEBARJO

Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896
– meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah tokoh pejuang kemerdekaan
Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Menteri Luar
Negeri Indonesia yang pertama. Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten,
yang diperoleh di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.

Awal mula

Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23 Maret
1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari
Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah
Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri
Polisi di wilayah Teluk Jambe, Kerawang. Ibu Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia
keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.

Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya
nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah dewasa, saat
ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946".

Ia bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah
Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya diUniversitas Leiden,
Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana
Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.

Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo adalah sebagai berikut :

Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.
4. SUTAN SJAHRIR

Sutan Syahrir (ejaan lama:Soetan Sjahrir) (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret
1909 – meninggal di Zürich, Swiss, 9 April 1966 pada umur 57 tahun) adalah seorang
politikus dan perdana menteri pertama Indonesia Keturunan bugis. Ia menjabat sebagai
Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan
Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan
politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres nomor 76
tahun 1966 .

Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar
Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang,Agam, Sumatera Barat
[2] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan.
Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita yang
terkemuka.

Sekolah MULO di Medan (sekitar tahun 1925)

Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan,
dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda.
Malamnya dia mengamen di Hotel De Boer(kini Hotel Natour Dharma Deli), hotel khusus
untuk tamu-tamu kulit putih.

Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, sekolah
termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam Himpunan Teater
Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil
mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan,Tjahja Volksuniversiteit,
Cahaya Universitas Rakyat.

Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir menjadi seorang bintang.
Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan
pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di sekolahnya. Syahrir juga berkecimpung dalam
aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam
Tjahja Volksuniversiteit.

Adapun peran Sutan Sjahrir sebagai berikut :

a. Peran sutan syahrir yaitu sebagai pemimpin perlawanan bawah tanah tuk
menyerang atau melawan jepang
b. Peran Dr. Radjiman wedyaningrat yaitu sebagai ketua dari bpupki ( badan
persiapan usaha kemerdekaan Indonesia)
5. SAYUTI MELIK

Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir di Sleman,
Yogyakarta, 22 November 1908 – meninggal di Jakarta, 27 Februari 1989 pada umur 80
tahun), dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia. Dia adalah suami dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan
aktifis perempuan di zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.

Masa Muda

Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dari Abdul Mu'in alias Partoprawito,
seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya bernama
Sumilah. Pendidikan dimulai dari Sekolah Ongko Loro (Setingkat SD) di desa Srowolan,
sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat Ijazah di Yogyakarta.

Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti kecil. Ketika itu
ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang menggunakan sawahnya untuk
ditanami tembakau.

Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru sejarahnya
yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu, ia sudah tertarik
membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di Kauman, Solo, ulama yang
berhaluan kiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh Islam, memandang Marxisme
sebagai ideologi perjuangan untuk menentang penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar
Marxisme. Perkenalannya yang pertama dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.

Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh Belanda. Pada


tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke
Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936 ditangkap Inggris, dipenjara di Singapura selama
setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke
Jakarta, dimasukkan sel di Gang Tengah (1937-1938).

Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut :

Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah ia sempurnakan dari tulisan tangan Bung
Karno.
6. SUKARNI KARTODIWIRJO

Soekarni (EYD: Sukarni; lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – meninggal di Jakarta, 7
Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya adalah Soekarni Kartodiwirjo, adalah
tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional
Indonesia disematkan oleh Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan
keluarga di Istana Negara Jakarta.

Kelahiran dan masa kecil

Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar,
Jawa Timur. Namanya jika dijabarkan berarti "Su" artinya lebih sedangkan "Karni" artinya
banyak memperhatikan dengan tujuan oleh orangtuanya agar Sukarni lebih memperhatikan
nasib bangsanya yang kala itu masih dijajah Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari
sembilan bersaudara.

Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran
Diponegoro. Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan
berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka toko daging di pasar
Garum dan usahanya sangat laris.

Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang dibuat oleh Ki
Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai nasionalismemelalui Moh. Anwar
yang berasal dari Banyumas, pendiri Mardidiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia.

Sebagai anak muda, Sukarni terkenal kenakalannya karena sering berbuat onar. Dia sering
berkelahi dan hobi menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan 30-50 orang
teman-temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda untuk berkelahi.
Lokasinya di kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak Belanda menerima
tantangan itu dan terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni memenangkan perkelahian itu dan
anak Belanda yang kalah dicemplungkan ke kolam.

Peran Sukarni antara lain sebagai berikut :

Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.
7. B.M. DIAH

Burhanuddin Mohammad Diah (lahir di Kutaraja, yang kini dikenal sebagai Banda Aceh, 7
April 1917 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur 79 tahun) adalah seorang tokoh
pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan pengusaha Indonesia.

Masa kecil

Nama asli B.M. Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya adalah
Mohammad Diah, yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah seorang pegawai
pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah. Burhanuddin kemudian
menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.

Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu rumah tangga.
Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua orang saudara tiri dari
istri kedua ayahnya.

Melanjutkan sekolah

Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan Instituut
(sekarang Sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. E.E. Douwes Dekker. Burhanuddin
memilih jurusan jurnalistik, namun ia banyak belajar tentang dunia kewartawanan dari
pribadi Douwes Dekker.

Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun melihat tekadnya
untuk belajar, Dekker mengizinkannya terus belajar dan bahkan memberikan kesempatan
kepadanya menjadi sekretaris di sekolah itu.

Peran B.M. Diah sebagai berikut :

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

8. JUSUF KUNTO

Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tanggal 8 Agustus 1921. Jusuf Kunto sebenarnya bernama
asli Kunto. Namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937, diambil dari nama
depan keluarga kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suwondo. Jusuf Kunto merupakan salah satu
tokoh yang ikut menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
1945. Dia bersama Sukarni dan beberapa anggota PETA yang menjemput dan membawa
Soekarno dan Hatta menuju Rengasdengklok.

Peran Jusuf Kunto sebagai berikut :

Membawa Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.


9. LATIEF HENDRANINGRAT

Abdul Latief Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 14


Maret 1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang prajurit PETA berpangkat Sudanco
pengerek bendera Sang Saka Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan
Timur 56.

Pasukan PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di Kampung Jaga
Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.

Setelah bergabung dengan TNI, kariernya menanjak terus dan bahkan sempat menjadi Rektor
IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1964-1965.

Ia merupakan cucu dari Djojo Dirono, bupati Lamongan yang memerintah pada tahun 1885-
1937. Sehingga ia juga memiliki darah dari Ken Arok, Jaka Tingkir dan Mangkunegara I.

Peran Latief Hendraningrat sebagai berikut :

Pengibar sang bendera merah putih.

10. SUWIRJO

Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal di Jakarta,
27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan Indonesia. Ia juga
pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Ia juga pernah menjadi Wakil
Perdana Mentri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.

Pendidikan dan pekerjaan

Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat. Suwiryo
sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia bergiat di bidang
partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Menjadi
pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha
obat di Cepu.

Peran Suwirjo sebagai berikut.

Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.
11. FRANS SUMARTO MENDUR

Frans Soemarto Mendur (lahir tahun 1913 – meninggal tahun 1971 pada umur 57/58 tahun)
adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Frans Mendur bersama Alex Mendur,
Justus Umbas, Frans "Nyong" Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, kemudian
mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.

Peran Frans S. Mendur sebagai berikut :

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

12. JUSUF PONODIPURO

Moehammad Joesoef Ronodipoero atau hanya Yusuf Ronodipuro (lahir di Salatiga, Jawa
Tengah, 30 September 1919 – meninggal di Jakarta Selatan, 27 Januari 2008 pada umur 88
tahun) adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia dikenal sebagai penyiar kemerdekaan
Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia pernah menjadi Duta Besar luar biasa Indonesia
di Uruguay, Argentina, dan Chili. Yusuf Ronodipuro dianggap sebagai salah satu tokoh
pahlawan Indonesia karena perannya dalam menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
ke seluruh dunia saat dia bekerja di Radio Hoso Kyoku. Dia juga adalah salah satu pendiri
dari Radio Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945, yang berdiri sampai
sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati setiap tanggal 11 September.

Latar belakang

Yusuf Ronodipuro lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 30 September 1919.
Pasangannya bernama Siti Fatima Rassat, dan mempunyai tiga anak: Dharmawan, Irawan,
dan Fatmi. Dia meninggal dunia di RSAD Gatot Soebroto tanggal 27 Januari 2008 karena
penyakit komplikasi stroke dan kanker paru-paru yang disebabkan kebiasaannya sebagai
perokok berat. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta tanggal 28
Januari. Namun, pemakamannya tidak dihadiri banyak orang karena berbarengan dengan
peristiwa kematian dan pemakaman Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia.

Peran Jusuf Ponodipuro sebagai berikut :

Menyiarkan berita proklamasi Indonesia ke seluruh dunia dan rakyat Indonesia.


13. CHAERUL SALEH

Chaerul Saleh gelar Datuk Paduko Rajo (lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 13 September
1916 – meninggal di Jakarta, 8 Februari 1967 pada umur 50 tahun) adalah seorang pejuang
dan tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri, menteri,
dan ketua MPRS antara tahun 1957 sampai 1966. Ia juga menelurkan ide negara kepulauan
dengan batas teritorial 12 mil laut yang di-sahkan pada 13 Desember 1957. Atas jasa-jasanya
Chaerul dianugerahi pangkatJenderal TNI Kehormatan.

Latar belakang

Chaerul Saleh seorang putra Minangkabau yang lahir dari pasangan Achmad Saleh dan
Zubaidah binti Ahmad Marzuki. Ayahnya adalah seorang dokter yang sempat menjadi calon
anggota Volksraad. Pada usia dua tahun, orang tuanya bercerai dan ia dibawa pulang oleh
ibunya ke Lubuk Jantan, Lintau, Tanah Datar. Di usia empat tahun, ayahnya membawa
Chaerul ke Medan dan menyekolahkannya disana. Setelah ayahnya berpindah tugas, ia
bersekolah di Europeesche Lagere School,Bukittinggi. Lulus dari ELS ia pindah ke
Hogereburgerschool (HBS) di Medan.

Ketika sekolah di Medan ia sering pulang ke Bukittinggi. Dan disinilah ia bertemu dengan
Yohana Siti Menara Saidah, putri Lanjumin Dt. Tumangguang yang kelak menjadi istrinya.
Karena dialah Chaerul pindah sekolah ke Batavia. Di Batavia dia bersekolah di Koning
Willemdrie atau HBS 5 tahun di Jalan Salemba. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di
Fakultas Hukum, Jakarta (1937-1942).

Peran Chaerul Saleh sebagai berikut :

Ia menculik Soekarno dan Hatta dalam peristiwa Rangesdengklok. Mereka menuntut agar
kedua tokoh ini segera membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1946,
Chaerul bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka. Kelomok ini
menuntut kemerdekaan seratus persen dan berdiri sebagai pihak oposisi pemerintah. Oleh
karenanya pada tanggal 17 Maret 1946, beberapa tokoh kelompok ini ditangkap termasuk
diantaranya Chaerul. Pada tanggal 6 Juli 1948, Tan Malaka mendirikan Gerakan Rakyat
Revolusioner dan menunjuk Chaerul Saleh sebagai sekretaris pegerakan.

Anda mungkin juga menyukai