Analisis BTP Unpak PDF
Analisis BTP Unpak PDF
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Hipotesis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang
dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi
(Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang
dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh terutama untuk membangun dan
memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman
yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan atau restoran. Makanan jajanan menurut FAO didefisinikan
sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki
lima di jalanan dan di tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008).
Makanan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan
dan minuman yang dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan
lebih lanjut. Ragam pangan jajanan antara lain: bakso, mie goreng, snack, burger,
dan ragam pangan jajanan lainnya (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2006).
Jenis makanan jajanan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
dalam Mariana (2006) dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
Makanan jajanan yang berbentuk panganan, seperti kue kecil-kecil, pisang
goreng dan sebagainya.
Makanan jajanan yang diporsikan seperti bakso dan sebagainya.
Makanan jajanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur dan
sebagainya
4
Makanan yang dikonsumsi di pagi hari akan mengganti zat tenaga dan zat-
zat lainnya yang telah digunakan semalaman oleh tubuh. Disamping sebagai
cadangan makanan yang disimpan dalam tubuh selama jam sekolah kandungan
zat gizi yang diperoleh dari makanan pagi tersebut akan menurun. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan jajanan.
Bagi anak sekolah makanan memegang peranan penting dalam memenuhi
kecukupan gizi, terutama energi.
Peranan makanan jajanan bagi anak sekolah antara lain
Merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik
di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi).
Pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan
penganekaragaman pangan sejak kecil.
Meningkatkan perasaan gengsi anak pada teman-temannya di sekolah
(Khomsan,2003).
Makanan jajanan yang sehat dan aman adalah makanan jajanan yang bebas
dari bahaya fisik, cemaran bahan kimia dan bahaya biologis (Direktorat
Perlindungan Konsumen, 2006).
Bahaya fisik dapat berupa benda asing yang masuk ke dalam pangan,
seperti isi stapler, batu/kerikil, rambut, kaca.
Bahaya kimia dapat berupa cemaran bahan kimia yang masuk ke dalam
pangan atau karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan pangan,
seperti: cairan pembersih, pestisida, cat, jamur beracun.
Bahaya biologis dapat disebabkan oleh mikroba patogen penyebab
keracunan pangan, seperti: virus, parasit, kapang, dan bakteri.
Zat warna sintetik yang penggunaannya diizinkan adalah zat warna yang
telah diuji prosedur penggunaannya yang disebut proses sertifikasi yang meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna
tersebut.
Menurut Triana (2002), zat warna yang digunakan harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
Dalam jumlah yang harus aman, tidak berrbahaya bagi kesehatan.
Toksisitasnya rendah dan tidak bersifat karsinogenik
Memenuhi syarat mutlak kemurnian yang ditetapkan
Mudah diperiksa secara kualitatif dan kuantitatif
8
mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama.
Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam
penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat
warna azo (Cahyadi, 2008).
Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan disebut zat beracun. Banyak zat-zat
kimia yang beracun pada dosis besar dan tidak beracun pada dosis yang kecil.
Kecenderungan zat-zat berbahaya yang menyebabkan kanker pada manusia
menjadi perhatian publik pada saat ini (Hughes, 1987).
2.3.3 Rhodamin B
Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan dan
berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol;
sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan
sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan
pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China.
10
Kuning Metanil memiliki banyak nama lain diantaranya C.I. Acid yellow
36; tropaeolin G; 3-[[4-(phenylamino) phenyl] azo] benzenesulfonic acid
monosodium salt; D & C yellow No. 1; sodium 3-[(4-anilino) phenylazo]
benzenesulfonate. Bobot Molekul: 375,38 g/mol. Kuning metanil larut dalam air,
alkohol, sedikit larut dalam benzen, dan agak larut dalam aseton (Merck, 2011)
Kuning metanil adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna
kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Kuning metanil
merupakan senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor
dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan
kulit. Kuning metanil dibuat dari asam metanilat dan difenilamin. Kedua bahan
ini bersifat toksik. Kuning metanil merupakan pewarna tekstil yang sering
disalahgunakan sebagai pewarna makanan. Pewarna tersebut bersifat sangat stabil.
Kuning metanil biasa digunakan untuk mewarnai wool, nilon, kulit, kertas, cat,
alumunium, detergen, kayu, bulu, dan kosmetik. Pewarna ini merupakan tumor
promoting agent. Kuning metanil memiliki LD50 (letal dosis 50) sebesar
5000mg/kg pada tikus dengan pemberian secara oral (Wirasto, 2008).
11
2.3.5 Ponceau 4R
Zat warna ini berwarna merah dengan nama kimia garam trinatrium 2-
hidroksi 1-(4-sulpho-1napthylazo)-2-napthol-6,8-asamdisulfonat. Rumus kimia
C20H11N2Na3O10S3. Pewarna ini disimbolkan dengan E124.
Ponceau 4R (E 124) merupakan zat warna azo yang diperbolehkan sebagai
makanan aditif dalam Uni Eropa yang sebelumnya telah dievaluasi oleh joint
FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) pada tahun 1983 dan
Scientific Committee on Food (SCF) di 1984. Kedua komite membentuk
Acceptable Daily Intake (ADI) dari 0-4 mg/kg berat badan (bb)/hari. (Efsa, 2009)
2.3.7 Tartrazin
Tartrazin merupakan tepung berwarna kuning jingga yang mudah larut
dalam air, dengan kelarutannya berwarna kuning keemasan. Kelarutannya dalam
alkohol 95% hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut.Tartazin tahan
terhadap cahaya, asam asetat, HCl, dan NaOH 10%. NaOH 30 % akan
menjadikan warna berubah kemerah-merahan. Mudah luntur oleh adanya
oksidator, FeSO4 membuat larutan zat berwarna menjadi keruh tetapi Al tidak
berpengaruh. Adanya tembaga (Cu) akan mengubah warna kuning menjadi
kemerah-merahan (Winarno, 1992)
Kromatografi berasal dari kata chroma yang berarti warna dan graphein
yang berarti penulisan. Kromatografi didefinisikan sebagai suatu proses
pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya yang bergantung pada
distribusi komponen-komponen tersebut di antara dua fase, yaitu fase diam dan
fase gerak. Pada dasarnya kromatografi adalah teknik pemisahan kimia yang bisa
juga digunakan untuk pemisahan analitik.
Dalam kromatografi komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase.
Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase gerak dan fase diam
terjadi bila molekul-molekul campuran terserap pada permukaan partikel-partikel
atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan
yang terikat pada permukaan atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat
pada permukaan atau di dalam pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju
perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom atau lapisan tipis
zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul fase
diam dan fase gerak. Jika ada perbedaan penahanan secara selekif, maka masing-
masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda,
mengingat bawa keseluruhannya adalah fenomena migrasi secara differensial
yang dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif berupa aliran fase gerak
(Khopkar, 1984).
Ada beberapa jenis kromatografi diantaranya kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi dan kromatografi gas.
Keberadaan zat warna dalam makanan dapat ditetapkan secara kromatografi lapis
tipis.
geraknya. Sampel ditotolkan pada bagian bawah pelat pada jarak ± 1 cm dari sisi
bawah, kemudian pelat tersebut dikembangkan di dalam suatu bejana tertutup
yang telah diisi pelarut pengembang jenuh. Pemisahan terjadi karena larutan
pengembang naik ke atas sepanjang pelat secara kapiler sambil membawa
komponen-komponen yang akan dipisahkan dengan kecepatan yang berbeda-beda
sesuai dengan kepolarannya. Kecepatan perpindahan komponen sangat tergantung
pada besar kecilnya distribusi komponen tersebut pada fasa diam dan fasa gerak
(Kantasubrata, 1996)
Berbagai jenis fasa diam seperti: silika, alumina, kieselghur, selulosa dapat
digunakan dalam KLT. Ukuran partikel absorben yang digunakan pada KLT lebih
keceil daripada adsorben untuk kromatografi kolom, yaitu 2-40 µm. Pemilihan
fasa diam harus disesuaikan dengan jenis sampel yang akan dipisahkan, Oleh
karena itu apabila jenis zatnya belum diketahui dengan jelas, maka pelat silika
dapat dipilih sebagai percobaan. Ukuran pelat disesuikan dengan jumlah sampel
yang akan dianalisa dan ketebalan lapisan diatur sesuai dengan tujuan analisis
(Kantasubrata, 1996).
Salah satu unsur penting dalam KLT yaitu fasa gerak sebagai medium
pengangkut. Kemampuan pelarut dalam membawa komponen ke atas sepanjang
pelat tergantung dari mudah tidaknya komponen tersebut larut dalam pelarut dan
erat tidaknya komponen terikat pada fasa diam. Pemilihan pelarut yang sesuai
didasarkan pada sifat polaritasnya terhadap jenis sampel yang akan dipisahkan.
Bila suatu fasa gerak yang dipilih mempunyai polaritas jauh berbeda dengan
sampel, maka tidak akan ada pemisahan yang baik (Kantasubrata, 1996).
15
Posisi zat-zat terlarut yang telah terpisah dapat dilacak dengan berbagai
metode. Zat-zat berwarna dapat dilihat langsung bila dipandang dengan fasa
stasioner sebagai latar belakang. Spesi tak berwarna biasanya dapat dideteksi
dengan menyemprot lempeng tersebut dengan suatu pereaksi yang dapat
menghasilkan bercak-bercak berwarna pada daerah-daerah spesi-spesi berada.
Beberapa senyawa lainnya yang dapat berpendar dapat diidentifikasi dengan
menggunakan cahaya ultraviolet (Bassett, 1939).
Untuk mengetahui identitas hasil pemisahan, dilakukan perbandingan nilai
faktor retensi hasil pemisahan contoh dengan faktor retensi hasil pemisahan
standar. Faktor retensi (Rf) tersebut adalah:
2.5.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri didefinisikan sebagai suatu metode analisis kimia
berdasarkan pengukuran seberapa banayak energi radiasi yang diabsorbsi oleh
suatu zat sebagai fungsi panjang gelombang. Suatu berkas cahaya polikromatik
atau monokromatik dialirkan melalui medium transparan (gas, padat, atau cair)
maka cahaya akan dipantulkan (reflected), diserap (absorbed), dipancarkan
(transmitted) (Tahid, 1996).
Hukum Beer
sehingga;
A = a. b. c atau dalam keadaan lain dapat dituliskan:
A = ε. b. c
dimana: A = absorbansi
a = tetapan absorptivitas
ε = koefisien ekstingsi molar
b = tebal kuvet yang dilalui sinar (cm)
c = konsentrasi (mg /L) atau (mol / L)
Tebal kuvet yang dilalui sinar (b) dan konsentrasi (c) adalah faktor yang
sangat menentukan bagi harga absorbansi sehingga harus ditunjukkan secara jelas.
Jika konsentrasi dalam prosedur analisis dinyatakan sebagai mol / L (molar) maka
tetapan disebut absorptivitas molar (ε).Akan tetapi bila konsentrasi dinyatakan
sebagai gram/ L maka tetapan disebut absorptivitas (a). (Underwood A L,1990)
Sumber radiasi
Sumber radiasi yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah
lampu wolfram dan lampu deuterium. Panjang gelombang yang dihasilkan lampu
wolfram di atas 375 nm sedangkan lampu deuterium di bawah 375 nm. Sinar yang
dipancarkan dipusatkan pada sebuah cermin datar yang kemudian dipantulkan dan
diteruskan melalui monokromator
Monokromator
Monokromator adalah peralatan optik yang berfungsi mengisolasi suatu
berkas radiasi sumber kontinyu. Ada dua macam monokromator yang dapat
digunakan untuk memilih sinar yang digunakan.
Prisma
Komponen ini terbuat dari bahan kuarsa yang bisa digunakan untuk daerah
UV maupun Visisble. Prinsip kerjanya, apabila seberkas sinar melewati
antar permukaan dua medium yang berbeda seperti udara dan gelas, sinar
akan dibelokkan (refraksi). Besarnya pembelokkan tergantung pada indeks
bias gelas.
Gratting
Gratting terbuat dari suatu lempeng (biasanya alumunium) yang
permukaannya berlekuk-lekuk seperti gergaji, jumlah lekukan dapat
mencapai 15.000-30.000 garis /inch. Permukaan dibuat mengkilat dan
dilapisi gratting. Bagian yang paling atas dilapisi suatu bahan yang tembus
19
cahaya. Bila ada cahaya yang jatuh maka cahaya itu akan didispersikan,
gratting lebih baik dibandingkan prisma karena mempunyai daya dispersi
yang lebih besar dan dapat dipakai pada semua daerah spektra.
Kuvet
Kuvet harus terbuat dari bahan yang dapat meneruskan sinar dari daerah
spektrum yang digunakan. Kuvet untuk analisis secara kolorimetri harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya
Permukaannya secara optis harus benar-benar sejajar
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-bahan kimia
Tidak boleh rapuh
Mempunyai design yang sederhana.
Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca korex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV harus menggunakan kuvet
sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal
kuvet 10 mm.
Detektor
Prinsip detektor spektrofotometer adalah mengubah energi radiasi yang
jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang dapat diukur. Sebagai detektor
dapat dipakai photo tube atau barrier cell yang keduanya dapat mengubah energi
cahaya menjadi arus listrik. Detektor yang digunakan harus mempunyai kepekaan
yang tinggi dan gangguan yang rendah pada saat digunakan, dapat menghasilkan
arus listrik yang dapat diperkuat oleh penguat sinyal (amplifier) dan diteruskan ke
piranti pembaca.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan meliputi contoh uji, standar dan pereaksi. Contoh
uji yang digunakan adalah makanan jajanan berupa minuman A, minuman B,
minuman C, coklat D, coklat E, agar-agar F, agar-agar G, agar-agar H, Aromanis
I, pacar cina J, sosis K, sosis L, jelly M, permen N, permen O dan kerupuk P.
Standar pewarna sintetis yang digunakan meliputi Rhodamin B, kuning metanil,
eritrosin, merah alura, karmoisin, Ponceau 4R, kuning FCF, dan tartrazin.
Pereaksi yang digunakan meliputi butanol, asam asetat, air, NH4OH dan etanol.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis, Kuvet, neraca
analitik, chamber, pelat KLT (silika gel), syringe, Labu ukur 100 dan 50 mL,
pipet 50 mL, gelas piala 100 mL dan 250 mL, gelas ukur, dryer, penangas air.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A = Coklat D
B = eritrosin
C = karmoisin
D = Rodamin B
Jarak Jarak E = ponceau 4R
eluen komponen
A B C D E
Dari tabel tersebut, dapat kita ketahui sebagian besar makanan jajanan
mengandung pewarna sintesis yang diperbolehkan (karmoisin, ponceau 4R, merah
alura, kuning FCF dan tartrazin) namum ada beberapa makanan mengandung
pewarna sintetis yang berbahaya dan dilarang penggunaaannya di Indonesia yaitu
rhodamin B dan kuning metanil. Zat warna rhodamin B terdapat pada cokelat D
dan kerupuk P, sedangkan zat kuning metanil terdapat pada cokelat F. Contoh
makanan berbahaya dapat dilihat pada Gambar 8.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis kualitatif ditemukan contoh makanan jajanan
berbahaya karena mengandung zat warna karsinogenik seperti rhodamin B
pada contoh makanan cokelat D dan kerupuk P serta kuning metanil pada
contoh makanan cokelat E
2. Berdasarkan hasil analisis kualitatif ditemukan zat warna yang diperboleh
kan pada makanan yaitu
Zat warna karmoisin minuman A, agar-agar F, dan aromanis I yang
Zat warna ponceau 4R pada pacar cina J, jelly M dan permen N
Zat warna merah alura pada sosis K dan L
Zat wana kuning FCF pada minuman B, agar-agar G, dan permen O
Zat warna tartrazin pada minuman C dan agar-agar H.
3. Dari hasil analisis kuantitatif didapatkan bahwa minuman A mengandung
karmoisin sebesar 22,61 mg/L, minuman B mengandung kuning FCF
sebesar 6,09 mg/L, minuman C mengandung tartrazin sebesar 35,39 mg/L,
Agar-agar F mengandung karmoisin sebesar 17,38 mg/Kg, agar-agar G
mengandung kuning FCF sebesar 83,68 mg/Kg, agar-agar H mengandung
tartrazin sebesar 26,42 mg/Kg, aromanis I mengandung karmoisin sebesar
152,75 mg/Kg, jelly M mengandung ponceau 4R sebesar 45,72 mg/Kg,
permen N mengandung ponceau 4R sebesar 70,62 mg/Kg, dan permen O
mengandung kuning FCF sebesar 67,07 mg/Kg.
4. Hasil analisis kuantitatif pada contoh makanan jajanan menunjukkan
sebagian besar makanan jajanan layak dikonsumsi karena kadarnya
dibawah batas maksimum penggunaan kecuali aromanis I yang tidak layak
dikonsumsi karena kadar karmoisin melebihi batas maksimum
penggunaan
28
5.2 Saran
1. Analisis kualitatif maupun kuantitatif dilakukan terhadap beberapa standar
warna lain
2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan analisis parameter lain
dalam makanan jajanan seperti bahan pengawet dan bahan pemanis buatan
3. Dilakukan penelitian zat warna dalam makanan jajanan di daerah lain.
29
DAFTAR PUSTAKA
Balai POM. (2003). Bahan Tambahan Pangan. Direktorat SPKP, Deputi III.
Jakarta.
Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : PT. Rajagrafindo
Persada/
Mariana, 2006. Perilaku Konsumsi Sarapan Pagi dan Makanan Jajanan Serta
Status Gizi Siswa SLTP Negeri 17 dan SLTP Perguruan Budi Satrya di
Kecamatan Medan Tembung Tahun 2006. Skripsi Gizi Kesehatan
Masyarakat, FKM USU
Marlina, 2003. Uji Mikrobiologi Makanan Jajanan Kue Basah di Sekolah Dasar
Negeri Jalan Megawati/ Halat, Kec. Medan Area, Tahun 2003. Skripsi
Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU.
30
Syah, Dahrul dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. IPB :
Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian
Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Wirasto. 2008. Analisis Rhodamin B dan Metanil Yellow dalam Minuman Jajanan
Anak SD di Kecamatam Laweyan Kotamadya Surakarta dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Surakarta: UMS Surakarta.