Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya Pendidikan Konsumen di Sekolah pada Era Globalisasi

Nadya Devista Kristino

Abstraksi
Globalisasi merupakan proses integrase mendunia yang terjadi karena interaksi antara
manusia satu dengan manusia lainnya, yang bertukar informasi berupa padangan terhadap dunia,
politik, kebudayaan, maupun aspek kehidupan lainnya. Pendidikan konsumen ialah suatu proses
untuk memperoleh ilmu dan skill dalam mengatur sumber daya konsumen serta mengambil
tindakan yang dapat mempengaruhi fakor-faktor dalam pengambilan keputusan konsumen. Pada
dasarnya pendidikan konsumen dapat membantu pembentukan sikap konsumen yang baik.
Pendidikan konsumen perlu diberikan sejak dini kepada anak melalui sekolah. Pembelajaran
mengenai pendidikan konsumen yang efektif terjadi atas kerja sama antara orangtua dan pengajar
serta kesadaran diri dari siswa akan pentingnya menjadi konsumen yang baik di era globalisasi ini.

Keywords: globalisasi; pendidikan konsumen; sekolah; konsumen

I. Pendahuluan
Globalisasi merupakan proses integrasi mendunia yang terjadi karena adanya
interaksi antara manusia satu dengan manusia lainnya, yang bertukar informasi berupa
pandangan terhadap dunia, politik, kebudayaan maupun aspek kehidupan lainnya. Secara
etimologi globalisasi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu “globalize” yang berarti universal atau
mneyeluruh, sedangkan kata “ization” pada “globalization” yang artinya proses mendunia.
Jadi, globalisasi adalah suatu proses yang mendunia.
Hakikatnya setiap perubahan akan membawa dampak bagi pelakunya maupun
sekitarnya, baik dampak positif maupun negatif, termasuk globalisasi. Globalisasi memiliki
dampak positif yaitu dalam pertukaran informasi yang cepat, terbukanya peluang ekonomi
global yang semakin besar, terjalinnya hubungan diploma yang semakin baik. Disamping itu
ada dampak negatif dari globalisasi ialah meningkatnya fanatisme terhadap suatu hal,
persebaran informasi bohong, berubahnya tren masyarakat.
Hal-hal tersebut terjadi karena proses globalisasi yang terjadi sangat cepat. Ada
beberapa faktor yang mempegaruhi cepat atau lambatnya proses globalisasi yang terjadi,
diantaranya: teknologi internet; infrastruktur dan transportasi; faktor manusia yang ingin
mengalami perubahan dan masih banyak lainnya.
Globalisasi mengembangkan pembangunann yang sedang terjadi dalam suatu negara
dengan kemudahan yang diberikannya. Pembangunan yang terjadi tidak hanya dari segi fisik
bangunan maupun infrastruktur, namun juga dalam aspek ekonomi politik, ideology,
pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain.
Pembangunan yang berjalan selalu membawa perubahan dalam lini kehidupan
masyarakat. Perubahan yang biasa terjadi adalah status sosial, ketimpangan, maupun gaya
hidup. Gaya hidup yang berubah dipengaruhi oleh manusia dalam pendangan menilai suatu
hal serta menggunakan suatu barang maupun produk. Manusia-manusia seperti ini disebut
konsumen.
Menurut KBBI, konsumen ialah pemakai barang hasil produksi, baik berua makanan,
pakaian, dan sebagainya. Konsumen memiliki hak dan kewajiban yang terpenuhi dan
dipenuhi. Oleh karena itu, setiap kegiatan konsumen yang bersangkutan dengan
pengonsumsian suatu barang dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur
segala tindakan konsumen dan produsen untuk melindungi hak serta kewajiban yang mereka
miliki. Sebab itulah konsumen yang baik adalah konsumen yang mengetahui hak, kewajiban,
serta perlindungan yang dimilikinya. Sehingga, bukan hanya menuntut namun juga dapat
memenuhi apa kewajiban yang dimiliki.
Menurut Mertokusumo dalam bukunya yang berjudul Mengenai Hukum: Suatu
Pengantar menyatakan, “Hak adalah kepentingan hokum yang dilindungi oleh hukum.”.
Dalam hal ini bias dikatakan bahwa hak ialah hal yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu hal yang harus kita lakukan. Kewajiban menuntut kita
untuk melakukan suatu hal, suka maupun tidak suka. Hak dan kewajiban adalah hal yang tidak
dapat dipisahkan serta terkait satu sama lain.
Perlindungan konsumen ialah alat yang dapat digunakan untuk melindungi
konsumen secara hukum. Perlindungan konsumen memberikan rasa aman pada konsumen
untuk mengonsumsi suatu produk. Dimana bila seorang konsumen merasa tidak puas atas
pengonsumsian atau merasa tertipu atas suatu produk, maka perlindungan konsumen bertugas
untuk melindungi hak-hak serta kewajiban yang dimiliki oleh konsumen. Dari sini bisa dilihat
dan ditelaah bahwa hak, kewajiban dan perlindungan konsumen adalah satu kesatuan.
Pengenalan akan hak, kewajiban, serta perlindungan konsumen perlu ditanamkan
sejak dini. Lembaga pendidikan perlu memberikan edukasi mengenai pentingnya pendidikan
konsumen di era globalisasi ini. Era yang membawa banyak perubahan serta arus kehidupan
yang dinamis. Penanaman akan pendidikan konsumen dapat diberikan melalui pembelajaran.
Pendidikan konsumen ialah suatu proses untuk memperoleh ilmu dan skill dalam
mengatur sumber daya konsumen serta mengambil tindakan yang dapat mempengaruhi fakor-
faktor dalam pengambilan keputusan konsumen. Pendidikan konsumen diperlukan sebagai
pedoman dalam menentukan pilihan pengonsumsian suatu produk. Selain sebagai pedoman,
pendidikan konsumen juga berguna sebagai landasan atas tidakan konsumen. Pendidikan
konsumen yang baik akan membawa dampak yang baik pula bagi orang yang mempelajarinya.
Pendidikan konsumen perlu diterapkan sejak dini terlebih kepada anak-anak melalui
media pembelajaran di sekolah. Siswa sekolah lebih rentan terkena tindak kecurangan dalam
pengonsumsian suatu barang. Pengetahuan yang kurang membuat para siswa sekolah
mengabaikan tentang kegiatan pengonsumsian produk yang baik.
Sudah banyak kasus yang melibatkan siswa sekolah sebab kesalahan maupun
kelalaian dalam pengonsumsian suatu produk. Kasus yang sering terjadi ialah keracunan
makanan. Hal ini terjadi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam memilih makanan
untuk dikonsumsi. Kasus tersebut biasanya terjadi di sekolah. Stigma masyarakat, sekolah
adalah rumah kedua. Meski demikian pengawasan anak di sekolah tidak seketat di rumah,
sehingga bisa saja terjadi kelalaian.
Bukan hanya hal tersebut. Era globalisasi yang dinamis mengubah pola perilaku
anak, yang awalnya tidak menggunakan gadget, maka sekarang gadget sudah banyak
digunakan oleh anak-anak. Hal ini juga menjadi faktor pendorong untuk terjadinya kesalah
pengonsumsian suatu produk. Maka dari itu penanaman pendidikan konsumen di sekolah pada
era globalisasi sangat penting dilakukan
Oleh sebab uraian diatas, dalam bab selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai
pentingnya pendidikan di sekolah pada era globalisasi

II. Pembahasan
Pendidikan konsumen ialah suatu proses untuk memperoleh ilmu dan skill dalam
mengatur sumber daya konsumen serta mengambil tindakan yang dapat mempengaruhi fakor-
faktor dalam pengambilan keputusan konsumen. pendidikan konsumen memiliki konsep dasar
sebagai pengaturan keuangan, pengambilan dan penentuan keputusan serta pasrtisipasi
konsumen dalam masyarakat. Pendidikan Konsumen memberikan pengetahuan,
keterampilan, arahan, dan bimbingan agar seseorang memiliki kebiasaan berkonsumsi barang
atau jasa yang baik dan menjadi konsumen yang bijaksana, kritis dan bertangung jawab,
terampil memecahkan masalah, menambah keterampilan hidup dan kehidupan, menjadi
pembelanja yang smart, hati-hati dalam menggunakan sumber daya, terampil mengatur
sumber keuangan penganggaran biaya menabung/ investasi/ kredit yang penting,
meningkatkan kepercayaan diri, mandiri, kreatif, inovatif, dan termotivasi untuk lebih
produktif sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup dan kehidupannya. Pada dasarnya
pendidikan konsumen dapat membantu pembentukan sikap konsumen yang baik.
Perubahan era yang membawa dampak perubahan pada cara atau pola hidup juga
mempengaruhi cara pengonsumsian konsumen. perubahan tersebut terjadi sebab adanya
perubahan ekonomi global yang terjadi. Dimana ekonomi global membawa orang semakin
konsumtif dalam mengonsumsi suatu produk. oleh karena itu pendidikan konsumen perlu
diterapkan mulai dini, terlebih kepada anak-anak.
Sekolah menjadi salah satu tempat penyebaran pendidikan konsumen yang baik.
Namun, belum banyak sekolah yang menerapkan pendidikan konsumen dalam
pembelajarannya, maupun pengajar yang menyelipkan ilmu pendidikan konsumen dalam
kegiatan pembelajarannya. Menurut Hill (2005), belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif permanen yang diakibatkan oleh pengalaman. Melalui proses belajar, seseorang dapat
menangkat suatu makna atau topik yang disampaikan dengan tujuan untuk memperoleh
pengetahuan sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan konsumen dapat dipelajari. Belajar pendidikan konsumen berarti
berproses untuk merubah perilaku yang diakibatkan oleh pengetahuan dan pengalaman
konsumen atas pembelian dan pengonsumsian suatu produk. dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsumen tidak berhenti belajar dari pengalaman maupun informasi yang ia terima melalui
panca indra. Proses belajar inilah yang mempengaruhi keputusan serta tindakan atas
pengonsumsian suatu produk.
Pada dasarnya proses belajar memiliki syarat berupa motivasi, isyarat, respons, serta
pendorong. Proses belajar juga dibagi menjadi dua yaitu proses belajar kognitif dan proses
belajar perilaku. Proses belajar kognitif dicirikan oleh adanya perubahan pengetahuan , yang
menekankan kepada proses mental konsumen untuk mempelajari informasi yang ia terima.
Sedangkan proses belajar perilaku adalah proses yang terjadi ketika konsumen mengambil
tidakan atau bereaksi terhadap lingkungannya.
Dua hal tadi dapat menjadi dasar dalam penerapan pembelajaran pendidikan
konsumen di sekolah. Pada dasarnya anak-anak sangat menyukai kegiatan belajar yang
melibatkan tindakan, tidak hanya duduk, diam, lalu mendengarkan pengajar serta menjawab
bila ada pertanyaan. Adanya perubahan pada kurikulum membuat pengajar harus lebih kreatif
dalam membuat siswanya semakin aktif dalam proses pembelajaran yang terjadi.
Pengajar yang baik akan mampu menyelipkan nilai-nilai dan ilmu dalam setiap
pembelajarannya. Baik berupa cerita, ceramah, maupun contoh langsung. Visualisasi suatu
materi lebih mudah diserap para siswa. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pengajar untuk
memberikan pendidikan konsumen di sekolah sesuai jenjang sekolah tersebut.

A. PAUD dan TK
Siswa PAUD dan TK memiliki karakteristik yang hampir sama. Proses
pembelajaran yang diberikanpun juga mirip. Pengajar cenderung memberikan materi
pembelajaran secara menyenangkan. Konsep bermain sambil belajar adalah konsep
pembelajaran yang sudah lama digunakan.
Batita serta balita akan lebih mudah menyerap materi bila diajarkan secara
langsung. Visualisasi suatu materi pendidikan konsumen secara menyenangkan akan lebih
mudah dipahami oleh batita dan balita. Pada kisaran umur 3-5 tahun, kecenderungan untuk
bertindak dipengaruhi oleh orang sekitarnya. Pada usia ini anak cenderung belajar dengan
cara meniru, maka dari itu, visualisasi dan contoh langsung adalah cara tepat yang dapat
diberikan kepada siswa PAUD dan TK.
Orangtua juga dapat berperan aktif dalam pembelajaran pendidikan konsumen
pada usia ini. Pengajar juga dapat mengedukasi para orangtua untuk mengawasi anak
mereka saat mengonsumsi suatu barang serta memberitahu hal-hal yang boleh dilakukan.
Memberikan larangan kepada anak akan lebih menimbulkan rasa ingin tahu yang
lebih besar, maka dari itu memilih kata-kata untuk melarang anak melakukan suatu hal
perlu dilakukan supaya tidak terjadi kesalahan persepsi kepada anak.

B. SD
Menginjak usia 7-12 tahun, anak mulai memahami hal-hal disekitarnya dengan
cukup baik. Sudah cukup mengenal mana yang baik dan buruk. Pembelajaran pendidikan
konsumen yang baik diberikan kepada anak usia ini ialah dengan cara diselipkan pada sela-
sela mata pelajaran. Pembelajaran lain yang dapat dilakukan ialah dengan menempel poster
pentingnya memperhatikan barang-barang yang ia beli. Meskipun anak usia ini mengenal
mana yang baik dan mana yang buruk, namun filter yang ia miliki belum berfungsi dengan
baik untuk memilah.
Disini peran pengajar sangat diperlukan untuk membentuk karakter siswa. Dengan
mengadakan penyuluhan kepada siswa dengan cara bazar makanan sehat, maupun program
amal untuk membantu saudara yang membutuhkan adalah salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan kesadaran akan kejadian yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Cara ini juga bisa mengurangi tingkat konsumtif siswa terhadap makanan
maupun mainan yang ia beli.

C. SMP
Memasuki usia pertumbuhan 13-15 tahun, anak-anak mulai mengalami masa
pubertas. Masa pubertas sendiri memiliki porsi yang cukup besar dalam mengubah pola
pikir dan perilaku anak. Disini pengajar perlu memperhatikan perubahan perilaku
siswanya. Terlebih perilaku pengonsumsian produk.
Pendidikan konsumen yang efektif diberikan kepada anak usia ini ialah dengan
cara diselipkan pada awal jam pertama. Dimana kondisi tubuh masi segar sehingga dapat
menyerap informasi yang diberikan dengan baik. Memberikan nasehat-nasehat yang halus
serta berupa ajakan akan membuat anak berpikir lebih lanjut.
Pada masa pubertas, gejolak ingin memberontak akan semakin besar. Maka dari
itu ajakan yang bersifat mengekang akan diabaikan. Saran yang berupa ajakan akan lebih
baik. Dapat diselingi dengan video-video mengenai konsumen yang baik serta konsumen
yang kurang baik.
Mengadakan kegiatan wajib menabung serta amal rutin dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran siswa dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Menempel poster
mengenai hak dan kewajiban konsumen serta perlindungan konsumen yang dimiliki juga
bisa dilakukan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah mengadakan ekstrakurikuler
kewirausahaan. Dalam ektrakurikuler kewirausahaan nantinya tidak hanya diajarkan
menjadi wirausaha tapi juga menjadi konsumen yang cerdas. Dapat memilah produk serta
menerapkan hak dan kewajiban yang dimilikinya.
Peran pengajar disini sebagai penuntun. Memberikan himbauan kepada siswa
serta memberitahu bila ada kekeliruan dalam menangkap makna yang diberikan. Dalam
hal ini siswa juga lebih tahu mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya.

D. SMA

Pada masa SMA, adalah masa dimana siswa mulai mencari jati diri. Banyak
bertidak serta jarang mau mendengarkan orang lain. Padahal pada masa inilah siswa
membutuhkan banyak arahan. Pada masa dimana remaja mulai bertransformasi, pada masa
ini juga banyak perubahan yang terjadi termasuk pola perilaku pengonsumsian suatu
barang. Dimana awalnya hanya membeli hal-hal yang dibutuhkan, namun sekarang juga
membeli hal-hal yang ia inginkan, padahal belum tentu barang tersebut sangat dibutuhkan.

Pengajar pada tingkatan ini tidak hanya sebagai pengarah namun harus benar-
benar berperan sebagai orangtua kedua. Metode pengajaran yang diberikan tidak hanya
berupa ceramah dan cerita namun juga visualisasi secara langsung. Memberi tugas berupa
drama dapat dilakukan untuk membuat anak lebih paham aras materi pendidikan
konsumen.

Selain itu visualisasi berupa video dapat diberikan pada awal masuk jam pertama
saat dimana pikiran masih segar dan siap menerima materi. Menempelkan poster serta
slogan juga bisa dilakukan. Letak poster maupun slogan harus strategis. Pada lorong yang
sering dilewati siswa maupun di depan kelas serta kantor guru.Hal ini dilakukan agar siswa
selalu ingat untuk menjadi konsumen yang baik dan cerdas, yang peduli akan lingkungan
sekitar serta masyarakatnya juga.

E. Universitas
Pada masa ini, para mahasiswa sudah dianggap dewasa dan dapat mengetahui
mana yang baik dan buruk. Masa ini dianggap sebagai masa lanjutan dari SMA. Mahasiswa
dianggap sudah dewasa dan dapat menentukan pilihannya. Namun hal itu tidak dapat
terlepas dari campur tangan dosen sebagai pembimbing.
Pada masa perkuliahan, pendidikan konsumen wajib diberikan supaya mahasiswa
dapat mengatur keuangannya sendiri. Pendidikan konsumen juga dapat menjadi bekal ilmu
pengaturan keuangan keluarga dimasa yang akan datang. Itulah mengapa pendidikan
konsumen wajib diberikan pada jenjang ini.
Pendidikan konsumen baiknya diberikan sebagai mata kuliah tersendiri. Dimana
berisikan materi mengenai hal-hal yang berkaitan tentang konsumen, nilai pakai suatu
barang, serta kecenderungan berbelanja. Materi yang diberikan bukan hanya secara
ceramah maupun cerita namun bisa praktik langsung berupa survei maupun cerita
pengalaman lalu dianalisis bersama.
Mahasiswa memiliki kecenderungan untuk berpikir dan dituntut untuk berpikir
lebih kritis serta berkembang lebih pesat tanpa campur tangan dosen, karena dosen hanya
sebagai pengarah. Disini mahasiswa bisa lebih bereksplorasi mengenai konsumen lebih
banyak dengan cara mencari pengalaman.
Selain itu cara presentasi dan diskusi kelompok dapat dilakukan untuk lebih dapat
memahami jenis- jenis konsumen serta memilik cara efektif untuk menangani masalah
penngonsumsian barang yang terjadi.

Pendidikan konsumen akan lebih efektif bila pengajarannya melibatkan orang tua
sebagai pengawas tindakan anak. Ini akan lebih efektif dilakukan bila ada kerjasama antara
orangtua dan pengajar serta kesadaran diri dari siswa maupun anak untuk menjadi konsumen
yang cerdas dan bijak.

III. Penutup

Pendidikan konsumen ialah suatu proses untuk memperoleh ilmu dan skill dalam
mengatur sumber daya konsumen serta mengambil tindakan yang dapat mempengaruhi fakor-
faktor dalam pengambilan keputusan konsumen. pendidikan konsumen memiliki konsep dasar
sebagai pengaturan keuangan, pengambilan dan penentuan keputusan serta pasrtisipasi
konsumen dalam masyarakat. Pada dasarnya pendidikan konsumen dapat membantu
pembentukan sikap konsumen yang baik dan bijak.

Pada penerapan konsep pendidikan konsumen perlu diberikan sejak dini untuk
membentuk karakter siswa di sekolah. Peran pengajar sebagai penuntun dan pengarah sangat
diperlukan sebagai contoh untuk siswanya. Era globalisasi yang membawa banyak perubahan
ini perlu dibarengi dengan penanaman nilai penting yang dapat membuat siswa tidak
mengikuti arus perubahan. Budaya-budaya yang dibawa juga banyak seperti konsumerisme.

Pengadaan pendidikan konsumen ialah untuk mencegah budaya konsumerisme dan


hedonisme tumbuh dalam diri siswa. Hal tersebut hanya menimbulkan dampak negative
berupa sifat suka berfoya-foya tanpa memperhatikan hal-hal disekitarnya.

Pendidikan konsumen memberikan edukasi mengenai pengaturan keuangan serta


pengambilan keputusan dalam mengonsumsi suatu barang. Inilah yang menjadi alasan utama
mengapa pendidikan konsumen perlu diberikan di sekolah pada era globalisasi ini.

Anda mungkin juga menyukai