Mekanisme Checks and Balances Dalam Sist
Mekanisme Checks and Balances Dalam Sist
Negara di Indonesia
A. Latar Belakang
Pada Konstitusi Negara Republik Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar 1945 pada
bagian awal khususnya terdapat bagian yang menyebutkan tentang keberadaan lembaga-
lembaga negara. Lembaga negara sendiri ialah alat kelengkapan yang bersifat vital dan
fundamental dalam penyelenggaraan negara.1
Fungsi lembaga - lembaga negara diatas sangatlah vital dan fundamental untuk
melakasanakan penyelenggaraan negara. Menurut Jimly Asshidiqie dalam melaksanakan
penyelenggaraan negara yang baik membutuhkan sembilan prinsip, salah satunya prinsip
pemisahan kekuasaan dan checks and balances. Dengan pemetaan lembaga-lembaga negara
beserta kekuasaannya seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia dapat
disimpulkan menganut prinsip pemisahan kekuasaan yang dikembangkan dari teori trias
politica, baik versi John Locke maupun Montesquieu. Terlepas dengan kontroversi bahwa
Indonesia menganut prinsip tersebut secara murni atau tidak.
1
Disampaikan oleh Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M pada mata kuliah Hukum Tentang Lembaga Negara
Idealnya jika sesuai dengan teori, implementasinya adalah satu organ hanya berhak
menjalankan satu kekuasaan saja dan tidak boleh mencampuri urusan masing-masing. Namun,
dalam realitas ketatanegaraan dan kelembagaan negara khususnya di Indonesia hal tersebut
sangatlah sulit dilakukan bahkan cenderung mustahil. Ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak
mungkin tidak saling bersentuhan. Contohnya, DPR sebagai organ kekuasaan legislatif yang
fungsi utamanya ialah legislasi atau membuat undang-undang dalam menjalankan fungsinya
tersebut ternyata membutuhkan organ kekuasaan lain yaitu presiden untuk membuatnya.
Dalam praktiknya masih banyak “anomali-anomali” lain yang terjadi dalam
pengimplementasian prinsip pemisahan kekuaaan di sistem kelembagaan negara di Indonesia.
Atas dasar itulah dibutuhkan prinsip checks and balances dalam praktik kelembagaan negara.
Dengan latar belakang itulah penulis akan melakukan analisis mengenai prinsip check and
balances serta menghubungkannya dengan sistem kelembagaan di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa itu prinsip checks and balances ?
2. Bagaimana implementasi checks and balances yang berlaku di sistem kelembagaan
negara Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengenal dan mengetahui prinsip checks and balances
2. Untuk menganalisis implementasi check and balances dalam sistem kelembagaan
negara di Indonesia
BAB II Pembahasan
Apa itu prinsip checks and balances ? Prinsip checks and balances erat kaitannya dengan
teori pemisahan kekuasaan. Prinsip ini lahir agar dalam pemisahan kekuasaan tidak terjadi
kebuntungan hubungan antar cabang kekuasaan dan menghindari penyalahgunaan yang terjadi
dalam suatu cabang kekuasaan.
Seperti yang kita ketahui teori pemisahan kekuasaan ini berasal dari ahli hukum tata
negara Inggris, yakni John Locke yang kemudian dikembangkan oleh Montesquie dengan istilah
terkenalnya, yakni trias politica yang ia tulis dalam bukunya ‘L Esprit des Lois’. Konsep trias
politica Montesquie ini membagi kekuasaan negara menjadi tiga bagian yakni:
Dalam konsep trias politica, secara ekstrem Montesquie berpendapat dalam suatu
sistem penyelenggaraan negara, ketiga jenis kekuasaan tersebut harus terpisah, baik fungsi dan
tugas, maupun organ yang melaksanakannya. Karena hal ini sudah diatur di dalam konstitusi.
Namun, pada praktik ketatanegaraan hal tersebut sulit terwujud, karena seringkali organ
negara berhubungan bahkan acapkali mencampuri fungsi organ kekuasaan lainnya. Maka dari
itulah lahir suatu prinsip atau sekarang lebih pas disebut mekanisme dalam pemerintahan yang
disebut checks and balances.
Dengan adanya sistem checks and balances atau saling mengawasi dan mengimbangi
antar lembaga negara ini menurut Jaendjri Gaffar, mempersempit ruang gerak lembaga-
lembaga dalam melaksankan tugas dalam melaksanakan tugas, fungsi, hak dan kekuasaan atau
wewenang untuk masuk dalam praktik penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.
B. Implementasi mekanisme checks and balances dalam sistem kelembagaan negara
Indonesia
1. Konsep Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power) di Indonesia
Awal mulanya sebagai pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat yang memiliki kekuasaan
tertinggi hubungan MPR dengan lembaga tinggi negara lain, semisal Presiden dan DPR ialah
subordinatif. Hubungan subordinatif ini berimpilkasi bahwa pada masa sebelum amandemen
UUD 1945 Indonesia menganut sistem Distribution of Power atau pembagian kekuasaan.
Karena dari Majelis inilah kekuasaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dibagi-
bagikan secara vertikal kedalam lembaga-lembaga lain yang berada dibawahnya.2
Namun, setelah amandemen ketiga UUD 1945 yang mengahapus pasal 1 ayat 2
tersebut, kedaulatan rakyat dibagi-bagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya
menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang
sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances.3
Jadi disimpulkan bahwa setelah perubahan tersebut Indonesia memakai sistem separation of
power atau pemisahan kekuasaan meskipun tidak murni.
2
Asshidiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme, didownload darihttp://www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9
hlm 58
3
ibid
2. Terciptanya mekanisme check and balances pada kelembagaan negara seiring
dengan reformasi dan amandemen UUD1945
Setelah reformasi terjadi empat kali amandemen UUD 1945, yaitu tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002. Amandemen ini membawa perubahan yang sangat besar baik terutama dari
sisi kelembagaan negara. Perubahan setelah amandemen ialah pola hubungan antara lembaga
negara yang tidak lagi atas-bawah (vertikal/subordinatif) melainkan sejajar
(horizontal/koordinatif). Tidak ada lagi lembaga tertinggi negara melainkan hanya lembaga
tinggi negara. Sebagai negara presidensil Indonesia telah kembali kepada jalurnya, yakni
presiden bukan lagi sebagai mandatoris MPR. Walaupun pada praktiknya sekarang perlu
dipertanyakan.
Dengan pola baru tersebut Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan lembaga
tersendiri di samping fungsinya sebagai rumah penjelmaan seluruh rakyat yang terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sama-sama
mempunyai kedudukan sederajat dengan Presiden dan pelaksana kekuasaan kehakiman yang
terdiri atas Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Ketiga cabang kekuatan legislatif,
eksekutif dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai
dengan prinsip checks and balances. Dengan adanya prinsip ini maka kekuasaan negara dapat
diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan
oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki
jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.4
Pentingnya mekanisme checks and balances ini supaya antar lembaga negara saling mengawasi
dan membatasi agar satu lembaga negara tidak memiliki kekuasaan yang absolut. Karena
seperti kata-kata Lord Acton yang terkenal, yaitu “power tends to corrupt and absolute power
corrupts absolutely”. Bahwa lahirnya mekanisme ini selaras dengan reformasi dan cita-cita
konstitusi.
Sebagai negara hukum tentu semua hal termasuk praktik kelembagaan negara dengan
mekanisme checks and balances diatur didalam undang-undang. Dalam hal ini akan diambil
sampel praktik checks and balances pada hubungan antara lembaga kepresidenan dengan
Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti kita ketahui tugas dan wewenang presiden dan DPR diatur
pada UUD 1945, dan DPR diatur lebih lanjut pada Undang-Undang No.17 2014.
Tentang bagaimana mekanisme checks and balances antara DPR dan presiden ini
berjalan bisa kita lihat dari berbagai bidang, antara lain:
Analisis: Fungsi legislasi itu pada dasarnya dan secara eksplisit tercantum pada UUD 1945 pasal
20a ayat 1 merupakan wewenang DPR. Namun dengan adanya amandemen presiden secara
4
Ibid, hlm 59
5
Undang Undang Dasar 1945
6
ibid
tidak langsung dapat dikatakan memiliki porsi juga dalam pembuatan undang-undang meskipun
tidak banyak. Lalu pada pasal selanjutnya 22 ayat 1 disitu juga tertulis presiden dalam keadaan
tertentu dimungkinkan untuk mengganti undang-undang dengan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (perppu) artinya disini terjadi pembatasan kewenangan DPR atas
fungsi legislasinya bahwa DPR tidak bisa sewenang-sewenang dan tidak bertanggung jawab
menggunakan kewenangannya karena eksekutif dalamhal ini presiden dapat mengimbangi dan
mengawasinya dengan kewenangan yang ia miliki sendiri. Itulah salah satu praktik kelembagaan
negara mencerminkan mekanisme checks and balances.
Pada pasal 20a ayat 2 disebutkan bahwa DPR memiliki hak Interpelasi. Hak interpelasi
sendiri dapat diartikan sebagai hak meminta keterangan kepada pemerintah (eksekutif) atas
kebijakan yang dibuatnya. Hak ini didapat DPR setelah terjadi amandemen kedua UUD 1945.
Analisis: Jika kita lihat bahwa kewenangan membuat kebijakan sesuai konstitusi
merupakan sepenuhnya ranah eksekutif. Namun, yang harus dicermati bahwa pemerintah tidak
bisa sewenang-wenang membuat kebijakan. Karena disini mekanisme checks and balances
dapat dijalankan DPR dengan meminta pemerintah keterangan atas kebijakan yang dibuatnya
untuk dipertanggungjawabkan.
Bab III Penutup
Kesimpulan
Namun sejatinya tidak dapat dipungkiri bahwa pemisahan kekuasaan bukan berarti satu
lembaga tidak dapat berhubungan dengan lembaga lainnya. Dengan adanya mekanisme checks
and balances ini masing-masing lembaga negara dapat mengawasi dan mengimbangi
kekuasaan lembaga lainnya. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi dan konstitusi, UUD 1945
demi terciptanya penyelengaraan negara yang jauh dari kesewenang-wenangan dan akuntabel.
Daftar Pustaka
Fernando, Hezky Pitoy, MEKANISME CHECKS AND BALANCES ANTARA PRESIDEN DAN DPR DALAM
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA, diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=163825&val=5801&title=%C3%A2%E2%82%
AC%C5%93MEKANISME%20CHECKS%20AND%20BALANCES%20ANTARA%20PRESIDEN%20DAN%20
DPR%20DALAM%20SISTEM%20PEMERINTAHAN%20PRESIDENSIAL%20DI%20INDONESIA%C3%A2%
E2%82%AC
Widodo, Henanto, Politih Hukum Hak Interpelasi Dewan Perwakilan Republik Indonesia, Jurnal
Rechts Vinding vol.1 nomor 3, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012
Manan, Bagir, DPR,DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta: FHUII Press, 2005