Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perencanaan proyek konstruksi sudah diperhitungkan secara
matang hal-hal apa saja yang akan dilaksanakan tiap-tiap item pekerjaan
konstruksi sehingga dalam pelaksanaan proyek nantinya tidak akan terjadi hal
yang menimbulkan kerugian dalam proyek. Namun, sesuatu hal yang diharapkan
tidak selalu berjalan mulus, ada kalanya seperti pada pelaksanaan proyek
konstruksi yang tak luput dengan timbulnya sisa material. Studi pendahuluan
menunjukkan bahwa sisa material dalam pelaksanaan proyek memang tidak
dapat dihindari namun dapat diminimalkan jumlahnya sehingga pihak kontraktor
tidak mengalami kerugian sekaligus dapat mengurangi dampak pencemaran
lingkungan. Sebagian besar banyak dijumpai proyek yang menimbulkan sisa
material akibat dari metode pelaksanaan yang kurang tepat maupun kurangnya
pengendalian terhadap proyek yang mengakibatkan terjadinya proses bongkar
ulang suatu pekerjaan.
George J. Ritz (1994) melaporkan bahwa material merupakan salah satu
sumber daya fisik pada proyek yang harus diperhitungkan dalam menentukan
besarnya biaya proyek dengan memiliki kontribusi sebesar 40-60% dari biaya
proyek. Adapun kegiatan konstruksi di Australia menghasilkan kurang lebih 20-
30% dari total limbah nasional (Craven dkk, 1994). Senada dengan Craven dkk.
(1994) juga dilaporkan bahwa sebanyak lebih dari 50% dari total limbah
nasional merupakan limbah konstruksi di Inggris (Ferguson dkk, 1995). Di sisi
lain, Rogo9ff dan Williams (1994) juga melaporkan bahwa limbah padat di
Amerika Serikat menghasilkan kurang lebih 29% berasal dari limbah konstruksi.
Hal ini menunjukkan bahwa penyumbang limbah yang cukup besar berasal dari
kegiatan konstruksi sehingga perlunya penanganan khusus terhadap sisa material
yang akan mengguncang biaya proyek konstruksi.
Namun, sisa material yang ditimbulkan belum dapat teridentifikasi
berapa banyaknya sisa material yang terbuang pada saat pelaksanaan proyek
hingga berakhirnya proyek. Banyak pihak konstruksi yang tidak peduli terhadap
munculnya sisa material dalam proyek konstruksi, hal tersebut dapat merugikan
proyek bahkan lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, untuk mengetahui berapa
banyak sisa material dalam proyek yang secara tidak langsung berpengaruh
terhadap biaya proyek, dibutuhkan perhitungan secara teliti terhadap persentase
sisa material dari segi jumlah maupun biaya dalam proyek dengan cara
membandingkan seberapa besar persentase sisa material yang ditimbulkan baik
itu dalam proyek dengan lingkup kecil, menengah, dan besar.
Dengan adanya perhitungan perbandingan sisa material terhadap masing-
masing klasifikasi proyek yang diteliti, maka dalam pelaksanaan proyek di
kemudian hari lebih memperhatikan material yang dipergunakan pada proyek
dan juga mengetahui proyek dengan lingkup manakah yang mengalami sisa
material lebih besar sehingga pihak penyedia jasa dapat mengambil tindakan
dalam meminimalkan terjadinya sisa material yang menyebabkan terancamnya
biaya proyek.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.2.1 Apa saja faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya material sisa pada
proyek ?
1.2.2 Apa saja upaya untuk meminimalkan sisa material dalam proyek ?
1.2.3 Seberapakah besar perbandingan sisa material terhadap nilai dalam jenis
proyek ?
1.2.4 Seberapakah besar perbandingan sisa material dan biaya yang
ditimbulkan dalam jenis proyek ?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah diatas, tujuan penyusunan proposal ini adalah sebagai
berikut.
1.3.1 Menganalisis faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya material sisa
pada proyek.
1.3.2 Menganalisis upaya meminimalkan sisa material dalam proyek.
1.3.3 Mengukur berapa besar perbandingan sisa material terhadap nilai dalam
jenis proyek.
1.3.4 Mengukur berapa besar perbandingan sisa material dan biaya yang
ditimbulkan dalam jenis proyek.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan proposal ini adalah
sebagai berikut.
1.4.1 Bagi Akademisi
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi ilmiah pada kajian tentang perbandingan material sisa dan
biaya yang ditimbulkan dalam jenis proyek. Kajian tentang material sisa
memang sudah cukup beragam. Namun, baru sedikit riset yang secara
spesifik fokus pada perbandingan material sisa terhadap jenis proyek
baik itu proyek lingkup kecil, menengah, dan besar dan biaya yang
ditimbulkan oleh material sisa. Oleh karena itu, riset ini diharapkan
mampu menyediakan referensi baru tentang perbandingan material sisa
pada jenis proyek serta pengaruhnya terhadap biaya proyek.
1.4.2 Bagi Praktisi Industri Konstruksi
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat
melalui analisis yang dipaparkan pada pihak-pihak yang bergelut dalam
bidang konstruksi. Melalui kajian ini diharapkan pihak-pihak konstruksi
dapat melakukan tindakan dalam meminimalisir material sisa untuk
menekan biaya proyek konstruksi.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat menjadikan
kajian ini sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang
proyek konstruksi khususnya material sisa yang juga berpengaruh
terhadap timbulnya dampak lingkungan. Sehingga melalui kajian ini
masyarakat dapat memahami material sisa yang ditimbulkan dalam
proyek konstruksi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif untuk
menghitung kuantitas material serta metode wawancara untuk mengetahui
penyebab material sisa dan upaya dalam menanggulanginya. Proyek yang
digunakan dalam penelitian mencakup jenis proyek dengan lingkup kecil,
menengah, dan besar dimana rentang nilai proyek akan ditentukan berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08 Tahun 2011. Adapun material sisa
yang diidentifikasi dalam penelitian ini berupa material siap pakai, seperti :
kayu, besi, triplek, keramik, dan bata merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sisa Material dan Permasalahannya Terhadap Proyek Gedung


Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung menyatakan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung merupakan
kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan
pembongkaran. Dalam pelaksanaan konstruksi proyek gedung, timbulnya sisa
material dapat diartikan sebagai kehilangan atau kerugian akibat dari berbagai
sumber daya seperti material, waktu berkaitan dengan tenaga kerja dan peralatan
serta produktivitas yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan yang membutuhkan
biaya langsung maupun tidak langsung tetapi tidak menambah nilai akhir produk
bagi pihak pengguna jasa konstruksi (Formoso, 2002). Senada dengan Formoso
(2002) ditekankan juga bahwa sisa material merupakan sesuatu yang tidak
terpakai atau terbuang yang diakibatkan dari peralatan, material, tenaga kerja,
dan biaya yang cukup besar dalam proses pembangunan (Garas et. al., 2001).
Sisa material yang timbul dalam pelaksanaan proyek menjadi
permasalahan yang cukup serius karena terciptanya material yang tidak layak
untuk digunakan lagi sesuai fungsinya sehingga menghasilkan limbah pada
proyek. Material sisa konstruksi dianggap sebagai salah satu kontributor utama
dari dampak negatif terhadap lingkungan, karena tingginya jumlah limbah yang
dihasilkan dari kegiatan yang terkait dengan konstruksi, renovasi, dan
pembongkaran (Lau & Whyte, 2007). Jika dalam indikator biaya yang
dikeluarkan dalam proyek tersebut di analisa harga sudah diperhitungkan faktor
dalam material Hal ini juga mengakibatkan bertambahnya pengeluaran proyek,
dimana sisa material menimbulkan dampak negatif yang mengakibatkan
kerugian pada proyek karena sebagian besar biaya proyek dianggarkan pada
material. Sebagaimana menurut Ervianto (2004) dilaporkan bahwa biaya
material yang belum termasuk biaya dari penyimpanan material itu sendiri
sebesar 50-70% dari sebuah proyek konstruksi. Terlebih lagi, item pekerjaan
dalam proyek pembangunan gedung yang sangat kompleks sehingga berpotensi
besar terhadap timbulnya sisa material.
2.2 Jenis-Jenis Sisa Material
Menurut Gavlin dan Bernold (1994) menyatakan bahwa material
yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi dapat diklasifikasikan menjadi
dua bagian, yaitu :
1. Consumable material, merupakan material yang berbentuk wujud fisik
bangunan atau yang pada akhirnya menjadi bagian dari struktur fisik
bangunan, seperti semen, pasir, kerikil, batu bata, besi tulangan, baja, dan
lain – lain.
2. Non consumable material, merupakan material penunjang atau pelengkap
dalam proses konstruksi yang hanya bisa digunakan berulang kali dan pada
akhir proyek menjadi sisa material dan bukan merupakan material yang
menjadi fisik bangunan, seperti perancah, bekisting dan dinding penahan
sementara.
Material-material tersebut yang nantinya akan menimbulkan sisa
material seiring dengan dilakukannya proses pembangunan pada proyek. Sisa
material dalam proyek dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian menurut
Tchobanoglous, Vigil dan Theisen (1993) diantaranya :
1. Demolition waste, merupakan sisa material yang timbul akibat dari hasil
pembongkaran atau penghancuran bangunan lama.
2. Construction Waste, merupakan sisa material konstruksi yang berasal dari
proses pembangunan atau renovasi bangunan yang tidak dapat dipakai lagi
sesuai dengan fungsi semula seperti beton, batu bata, plesteran, kayu, pipa
dan lain-lain.
Menurut Skoyles (dalam Joseph, 1999) menyatakan bahwa Construction
Waste dapat digolongkan menjadi dua bagian berdasarkan tipenya, yaitu :
a. Sisa Material Langsung (Direct Waste), merupakan sisa material yang
timbul di proyek biasanya disebabkan oleh kerusakan, hilang atau tidak
dapat digunakan lagi, diantaranya :
 Delivery Waste
Sisa material yang terjadi ketika pengangkutan material di lokasi
pekerjaan serta sisa material akibat pembongkaran dan penempatan
pada lokasi penyimpanan.
 Site Storage Waste
Sisa material yang terjadi karena penumpukan material atau
penyimpanan material yang buruk pada tempat yang tidak aman
dalam proyek konstruksi.
 Conversion Waste
Sisa material yang terjadi karena perubahan ukuran material
sehingga tidak ekonomis, seperti material kayu, besi, baja, dan
sebagainya.
 Fixing Waste
Sisa material yang terjadi karena tercecer, terbuang, dan rusak
selama proses pelaksanaan proyek, seperti : campuran mortar, beton,
dan sebagainya.
 Cutting Waste
Sisa material yang terjadi karena pemotongan bahan akibat
ukuran atau sesuatu benda yang tidak beraturan.
 Criminal Waste
Sisa material yang terjadi karena pencurian atau tindakan
kriminal di dalam lokasi proyek.
 Management Waste
Sisa material yang terjadi karena pengambilan keputusan yang
tidak sesuai atau kebimbangan dalam pengambilan keputusan
disebabkan oleh struktur organisasi yang lemah dan kurangnya
pengawasan pada proyek.
 Wrong use Waste
Sisa material yang terjadi karena pemakaian tipe dan kualitas
yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam dokumen kontrak.

 Learning Waste
Sisa material yang terjadi karena kurangnya pengalaman pekerja,
seperti pekerja tidak terampil atau pekerja magang.
b. Sisa Material Tidak Langsung (Indirect Waste), merupakan sisa material
yang timbul di proyek biasanya disebabkan oleh suatu kehilangan biaya
(moneter loss), dimana volume pemakaian melebihi volume yang
direncanakan sehingga tidak terjadi sisa material secara fisik di
lapangan, diantaranya :
 Substitution Waste
Sisa material yang terjadi karena penggunaan yang menyimpang
dari tujuan atau spesifikasi semula, sehingga menyebabkan
terjadinya kehilangan biaya.
 Production Waste
Sisa material yang terjadi karena kelebihan pemakaian yang
diperlukan akibat kesalahan perhitungan volume dan kontraktor
tidak berhak mengklaim atas kelebihan volume tersebut karena dasar
pembayaran berdasarkan volume kontrak yang sesuai dengan
dokumen kontrak.
 Negligence Waste
Sisa material yang terjadi karena kesalahan di lokasi pekerjaan
(site error), sehingga kontraktor menggunakan material lebih dari
yang telah ditentukan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyanto, Eko


dkk (2010) melaporkan bahwa sisa material berdasarkan jenisnya yang dominan
terdapat dalam proyek gedung adalah pasangan bata yang besarnya 5-10%,
sedangkan dalam proyek perumahan adalah bekisting yang besarnya 5-10%
serta untuk jenis material lainnya memiliki jumlah sisa material yang sama, yaitu
besarnya sekitar 0-5%.

2.3 Jumlah Material Sisa dan Penyebabnya Menurut Penelitian Terdahulu


Studi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwadi, Didiek (2017)
menunjukkan bahwa material yang memiliki nilai waste besar pada proyek
Apartement Royal Citylof dari hasil analisa pareto, diantaranya : Besi Ø8, Besi
D19, Semen PC, Bata ringan 600x200x100cm Ex.Blesscon, Cat Acrylic
Emulsion, Besi D10, Cat Acrylic Latex, Keramik Platinum Ocra White
400x400cm, Besi D16, Multipleks 12mm, Pasir Pasang, Besi D13, Semen
Instant UZIN TB, Besi D22, Batako 20x40x10cm, Plamir, Semen Instant UZIN
SC, dimana sisa material terbesar terdapat pada Besi Ø8 dengan nilai waste level
19,69% dan waste cost Rp. 148.321.150,19. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya waste diantaranya: material yang terlalu cepat datang,
kurang pengawasan saat pelaksanaan pekerjaan, adanya perubahan desain,
kurangnya pemahaman pekerja terhadap metode pekerjaan, kesalahan metode,
material yang tidak tahan dengan cuaca, ruang penyimpanan gudang yang
terbatas, peralatan yang tidak valid, adanya pembongkaran di lapangan,
kerusakan saat pengangkutan, kehilangan saat pelaksanaan, serta keterlambatan
proyek.
Jermias Haposan (2009) melakukan penelitian identifikasi material waste
pada Proyek Ruko San Diego Pakuwon City Surabaya. Data proyek yang
diperlukan berupa data volume material yang terpakai dan volume material
terpasang yang dihitung berdasarkan asbuilt drawing dan pengukuran di
lapangan. Dari hasil analisis data diketahui bahwa besi D16 memiliki waste cost
terbesar senilai Rp 53.618.041 dan yang terkecil adalah keramik 40x40 dengan
waste cost senilai Rp 5.260.913. Waste index yang terjadi pada proyek ini
sebesar 0,132 yang artinya total waste keseluruhan dibandingkan luas area
proyek tidak terlalu besar. Faktor penyebab terjadinya waste material adalah
cacat produk, kesalahan pekerja, tempat penyimpanan, peralatan, dan cuaca.
Menurut Gavilan dan Bernold (1994) dan Craven et al. (1994)
menjelaskan bahwa penyebab utama adanya limbah, antara lain; kesalahan
dalam dokumen kontrak, perubahan desain, kesalahan pemesanan, kecelakaan,
kurangnya mengontrol lokasi proyek, kurangnya manajemen limbah, kerusakan
selama pengangkutan dan pemotongan bahan. Senada dengan Gavilan dan
Bernold (1994) dan Craven et al. (1994), limbah konstruksi tersebut timbul
karena adanya perbedaan antara ukuran bahan yang dibeli dengan ukuran bahan
yang dibutuhkan, ketidakcakapan kontraktor dan pengetahuan yang kurang
dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga mempengarui metode kerja yang
digunakan. (Bossink and browers, 1996)
Penelitian yang dilakukan oleh Ika Destiana Sari (2006) dilaporkan
mengenai analisa dan evaluasi sisa material konstruksi pada pembangunan ruko
di kota Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kuantitas sisa
material yang terbesar adalah batu bata (14,70%) dan pasir (8,20%). Sumber
penyebab yang sangat berpengaruh adalah pengadaan material, residual, dan
pelaksanaan di lapangan. Berdasarkan kategori sisa material, persentase kategori
direct waste mencapai (rata-rata) 72,52% sedangkan kategori indirect waste
mencapai (rata-rata) 27,48%. Penghematan potensial biaya sisa material rata-rata
mencapai 3,084% senilai Rp 10.656.050.
Dari berbagai penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terdapat
berbagai jenis sisa material baik itu dari sisa material langsung maupun sisa
material tidak langsung sehingga didapatkan persentase yang dihasilkan dari
pelaksanaan pada proyek yang berbeda-beda. Di samping itu, dari persentase
sisa material tersebut para peneliti dapat mengkaji asal mula penyebab
timbulnya sisa material.

2.4 Analisa Material Sisa


Memuat

Memindahkan

Membngkar
Faktor efisiensi alat sangat mempengaruhi produktivitas, tergantung pada kemampuan
operator pemakai alat, kondisi cuaca, metode pelaksanaan alat, pengaturan letak alat,
dan lain sebagainya.

Salah satu pendekatan untuk mencoba mengukur hasil guna tenaga kerja adalah
dengan memakai parameter indeks produktivitas (Sedarmayanti, 2001) antara lain: 1.
Kemampuan operator pemakai alat 2. Pemilihan dan pemeliharaan alat 3. Perencanaan
dan pengaturan letak alat 4. Topografi dan volume pekerjaan 5. Kondisi cuaca 6.
Metode pelaksanaan alat

Anda mungkin juga menyukai