Anda di halaman 1dari 33

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH

TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN


HEPATITIS B

MATERI INTI 5 : PENCEGAHAN INFEKSI PADA


PENANGANAN IBU HAMIL DENGAN HIV,
SIFILIS, DAN ATAU HEPATITIS B

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.

J ULI 2017
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

MATERI INTI-5
PENCEGAHAN INFEKSI PADA PENANGANAN IBU HAMIL DENGAN HIV,
SIFILIS DAN ATAU HEPATITIS B

I. DESKRIPSI SINGKAT
Infeksi dapat ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh. Untuk itu, perlu
diterapkan tindakan pencegahan umum pada saat menangani semua pasien, yang meliputi
mencuci tangan dengan air mengalir dan antiseptik, mendekontaminasi peralatan dan
perlengkapan, menggunakan dan membuang jarum dan alat tajam dengan aman,
menggunakan alat pelindung diri yang sesuai, segera memberihkan percikan darah dan
cairan tubuh, menggunakan sistem pembuangan yang aman untuk pengumpulan dan
pembuangan limbah medis dan non medis, dan pengelolaan bahan pakai ulang sesuai
standar
Penerapan kewaspadaan standar dan keamanan lingkungan kerja harus dilakukan di setiap
kegiatan layanan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi, termasuk infeksi HIV-AIDS.
Oleh karena itu setiap petugas kesehatan harus memahami tentang pencegahan infeksi
pada penanganan ibu hamil dengan HIV, Sifiis dan Hepatitis B. .

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan tentang pencegahan infeksi

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:

Setelah mengikuti materi, peserta mampu:

1. Menjelaskan tentang penerapan kewaspadaan standar


2. Menjelaskan tentang penerapan keamanan lingkungan kerja
3. Menjelaskan tentang penanganan profilaksis pasca pajanan (PPP).

III. Pokok Bahasan

1. Kewaspadaan standar dan Safety Injection


2. Keamanan lingkungan kerja
3. Profilaksis Pasca Pajanan (PPP).

IV. Metode

 Curah pendapat
 Ceramah tanya jawab

V. Media dan Alat bantu

 LCD dan kelengkapannya


 Papan tulis / white board dan kelengkapannya

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 1
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

 Flipchart dan kelengkapannya


 Bahan tayang
 Peralatan dan bahan terkait dengan Kewaspadaan standar dan Keamanan
lingkungan kerja.

VI. Langkah-Langkah Pembelajaran (waktu: 3 Jpl= 135 menit)

Langkah 1. Pengkondisian (waktu 5 menit)

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja terkait
dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
dibahas, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Pembahasan Pokok bahasan 1, dan 2 (waktu 60 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat, menggali pengetahuan dan atau pengalaman


peserta tentang penerapan kewaspadaan standar dan keamanan lingkungan kerja.
Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Kewaspadaan Standar dan
Keamanan Lingkungan kerja menggunakan bahan tayang serta menunjukkan
peralatan dan bahan yang terkait dengan penyampaian materi. Kaitkan dengan
pendapat peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 1 dan 2.

Langkah 3. Pembahasan Pokok Bahasan 3. (60 menit)


1. Fasilitator melakukan curah pendapat, menggali pengetahuan dan atau pengalaman
peserta tentang profilaksis pasca pajanan dan penanganannya. Tuliskan poin-poin
penyampaian dari peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Profilaksis Pasca Pajanan
(PPP) menggunakan bahan tayang dengan penyampaian materi. Kaitkan dengan
pendapat peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 3.

Langkah 4. Rangkuman dan Penutup (waktu 10 menit)


Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi ini
Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam

VII. Uraian Materi

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 2
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

POKOK BAHASAN 1. KEWASPADAAN STANDAR


A. Konsep Dasar Mengenai Pencegahan Infeksi

Infeksi dapat ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh, baik melalui
kontak langsung dengan luka yang terbuka atau melalui luka bekas suntik, misalnya
Hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV

Darah adalah cairan utama yang diketahui berhubungan dengan penularan infeksi pada
fasilitas kesehatan; sejumlah kecil darah bisa saja terdapat dalam cairan tubuh yang lain.

Penularan HIV kepada petugas kesehatan hampir selalu berhubungan dengan luka
bekas suntik pada saat perawatan seorang pasien yang terinfeksi HIV. Pada praktiknya,
penularan terjadi pada saat melakukan:
 Injeksi melalui pembuluh darah
 Donor darah
 Dialisis
 Transfusi

Risiko terinfeksi HIV pada petugas kesehatan jika pemaparan tersebut terjadi dengan
darah, jaringan atau cairan tubuh lain yang cukup mengandung darah:
 Cidera pada kulit (misalnya tusukan jarum atau terpotong benda tajam)
 Kontak dengan selaput lendir atau kulit yang tidak utuh (misalnya kulit yang
terbuka dan pecah, lecet atau terkena dermatitis.

Risiko Kecelakan Kerja

Risiko penularan HIV setelah tertusuk jarum dari klien HIV positif adalah 3 : 1000.

Risiko penularan HBV setelah tertusuk jarum dari klien HBV positif adalah 27-37 : 100.

Volume percikan darah terinfeksi HBV yang mampu menularkan HBV adalah 10-8 ml =
0,00000001 ml

B. Kewaspadaan Standar
Merupakan suatu langkah kegiatan yang bertujuan untuk mencegah/meminimalkan
penularan infeksi pada tenaga kesehatan dan pasien melalui atau tanpa melalui alat
kedokteran.

Prinsip utama pada kewaspadaan standar adalah: Semua dianggap potensial infektif.
Oleh karena itu perlu dipahami secara benar cara/prosedur pencegahan infeksi

Cara/Prosedur Pencegahan Infeksi meliputi:

 Cuci tangan
 Dekontaminasi
 Desinfeksi Tingkat tinggi
 Sterilisasi
 Pelindung /barriers: Sarung tangan, apron, kacamata khusus/google, masker,
sepatu bot

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 3
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Cuci Tangan
Cuci tangan adalah prosedur sederhana namun sangat penting dilakukan untuk
mencegah kontaminasi saat melakukan tindakan. Cuci tangan dilakukan pada :

 Sebelum dan sesudah memeriksa klien


 Sebelum (dekontaminasi)–sesudah (cegah kemungkinan bocor) melepas sarung
tangan
 Setelah terpapar darah/cairan tubuh (sekresi–ekskresi) walau menggunakan
sarung tangan

Prosedur cuci tangan


 Gunakan sabun biasa atau antiseptik
 Basuh seksama tangan dan lengan bawah 10 - 15 detik
 Bilas dengan air mengalir
 Keringka

Berikut adalah gambar tentang mencuci tangan sesuai dengan prosedur.

Gambar . Prosedur Cuci Tangan

Gunakan sarung tangan

- Saat tindakan di klinik atau ruang operasi


- Saat membereskan instrumen kotor, sarung tangan atau peralatan lainnya
- Saat membuang limbah–kotoran (kasa, verban, underpath, dll)

Gunakan kaca mata pelindung, masker dan apron

- Jika ada risiko terpercik: cuci alat

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 4
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Dekontaminasi

Prinsip:

- Membuat HBV dan HIV tidak aktif


- Alat kesehatan (alkes) menjadi aman
- Harus dikerjakan sebelum mencuci alat atau melepas sarung tangan

Kegiatan:
- Merendam alat dan sarung tangan sehabis digunakan dalam chlorine 0.5%.
- Rendam selama 10 menit dan bilas sampai bersih segera.
- Lap meja dan lantai dengan larutan chlorin

Alat Pelindung Diri dan Manfaatnya

Macam-macam alat pelindung diri:

 Sarung tangan
 Masker
 Kacamata pelindung
 Tutup kepala
 Jubah dan celemek plastik
 Sepatu pelindung

Setiap penggunaan alat pelindung diri (APD), memiliki manfaat baik terhadap pasien
maupun petugas kesehatan, sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Alat Pelindung Terhadap Pasien Terhadap Tenaga Kesehatan

Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan tenaga kesehatan


Mikro organisme dari tangan dengan darah dan cairan tubuh pasien,
tenaga kesehatan kepada mukosa, kulit luka alkes/ permukaan yang
pasien terkontaminasi
Masker Mencegah kontak droplet Mencegah mukosa tenaga kesehatan
dari mulut & hidung tenaga (hidung dan mulut) kontak dengan percikan
kesehatan saat napas, bicara, darah / cairan tubuh pasien
batuk kepada pasien
Kacamata Mencegah mukosa tenaga kesehatan kontak
Pelindung - dengan percikan darah / cairan tubuh
pasien
Tutup kepala Mencegah jatuhya
mikoroorganisme rambut/ -
kepala tenaga kesehatan ke
daerah steril

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 5
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Jubah & Mencegah kontak Mencegah kulit tenaga kesehatan kontak


Celemek plastik mikroorganisme dari dengan percikan darah/ cairan tubuh
tangan/ tubuh tenaga pasien
kesehatan kepada pasien
Sepatu Mengurangi terbawanya Mencegah kaki terluka oleh benda tajam
Pelindung mikroorganisme dari yang terkontaminasi atau terjepit benda
ruangan lain berat dan mencegah kontak dengan darah /
cairan tubuh lainnya

Tabel 1. Manfaat Alat Pelindung Diri

A. Penggunaan ADS dan Teknik Penyuntikan yang Aman

1. Pengertian
Pengertian penyuntikan yang aman (safety injection) adalah suatu kondisi
dimana:

a. Sasaran imunisasi memperoleh kekebalan terhadap suatu penyakit dalam


rangka menurunkan prevalensi penyakit.
b. Tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan, penularan penyakit atau
kejadian ikutan paska imunisasi pada sasaran maupun petugas.
c. Secara tidak langsung tidak menimbulkan kecelakaan atau penularan
infeksi pada masyarakat dan lingkungan.

2. Jenis alat suntik dan cara menggunakannya

Alat-alat suntik berikut digunakan untuk pemberian vaksin:

Alat Keterangan
Semprit Auto-disable (AD) Peralatan suntik yang
direkomendasikan
Alat suntik prefilled auto-disable Tersedia untuk vaksin hepatitis B &
(PID) TT
Semprit dan jarum yang bisa dipakai Tidak direkomendasikan
ulang (reusable)
Semprit dan jarum sekali pakai Untuk tujuan mencampur vaksin
dibuang (non-AD) saja

Pernyataan bersama WHO – UNICEF – UNFPA (tahun 1999)


tentang penggunaan semprit auto-disable (AD) dalam
pelayanan imunisasi
“Semprit auto-disable yang kini tersedia secara meluas dengan
harga rendah memberikan resiko terkecil terhadap penyebaran dari
orang ke orang patogen yang dibawa darah (seperti HepB dan HIV)
karena alat ini tidak bisa digunakan lagi. Semprit ini merupakan alat
yang dipilih untuk memberikan vaksin baik dalam imunisasi rutin
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 6
maupun kampanye masal”
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

a. emprit auto-disable (AD)

Semprit AD adalah semprit yang setelah dipakai mengunci sendiri dan


hanya dapat dipakai sekali. Semprit ini yang direkomendasikan untuk
semua jenis pelayanan imunisasi. Setiap semprit AD adalah steril dan diberi
segel oleh pabrik. Ada beberapa jenis semprit AD yang berbeda-beda
antara lain

 Uniject ™
 Soloshot ™
 Destroject ®
 Univec ™
 Terumo
 K1 ™
 Medico injet®
Semua semprit AD mempunyai penutup plastik untuk menjaga agar jarum
tetap steril dan beberapa juga memiliki penutup pada pistonnya.

1) Langkah-langkah umum penggunaan semprit AD


Langkah-langkah umum penggunaan semprit AD adalah sebagai
berikut:

1) Keluarkan semprit dan jarum dari bungkus plastik (lepaskan dan


buka ujung piston semprit dari paket) atau lepaskan tutup
plastiknya.
2) Pasang jarum pada semprit jika belum terpasang
3) Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum.
4) Masukkan jarum ke dalam vial/ampul vaksin dan arahkan ujung
jarum ke bagian paling rendah dari dasar vial/ampul (dibawah
permukaan vaksin).
5) Tarik piston untuk mengisi semprit. Piston secara otomatis akan
berhenti setelah melewati tanda 0,05 ml/0,50 ml dan anda akan
mendengar bunyi “klik”.
6) Tekan/dorong piston hingga isi semprit sesuai dosis 0,05 m1/0,5 ml.
Lepaskan jarum dari botol. Untuk menghilangkan gelembung udara,
pegang semprit tegak lurus dan buka penyumbatnya. Kemudian
tekan dengan hati-hati ke tanda tutup.
7) Tentukan tempat suntikan.
8) Dorong piston ke depan dan suntikkan vaksin. Setelah suntikan,
piston secara otomatis akan mengunci dan semprit tidak bisa
digunakan lagi. Jangan lagi menutup jarum setelah digunakan.
9) Segera masukkan jarum dan semprit langsung ke dalam safetybox.
Safety box adalah penampung ADS bekas yang tahan bocor dan
tahan tusukan.

Piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya sekali, sehingga


petugas kesehatan sebaiknya tidak menggerakkan piston jika tidak
perlu dan tidak mencoba untuk menyuntikkan udara ke dalam
vial/ampul karena ini akan merusak semprit.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 7
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1

Langkah-langkah penggunaan semprit AD

Keuntungan semprit AD:

 Sterilitas ADS terjamin


 Alat ini mengeliminasi penyebaran penyakit dari
penerima vaksin ke orang lain yang disebabkan oleh
penggunaan jarum dan semprit yang terkontaminasi
 Tidak perlu sterilisasi

b. Alat suntik prefilled injection device (PID)

Alat suntik prefilled injection device adalah jenis alat suntik yang hanya bisa
digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dengan jarum
yang telah terpasang dari pabrik.

Alat suntik prefilled injection device untuk hepatitis B terutama digunakan


untuk memberikan vaksin hepatitis B kepada bayi baru lahir.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 8
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Gambar 2

Aktivasi dan penggunaan alat suntik prefilled injection device

Dorong dengan cepat, penutup Jarak antara penutup jarum dan


Keluarkan PID dari kemasan
jarum kedalam port port akan hilang dan terasa ada
“click”

Tekan dengan hati-hati


reservoar untuk mengeluarkan
Pegang PID pada port dan vaksin, sesudah reservoir
Keluarkan penutup jarum
suntikan jarum ke pasien kempes tarik PID keluar, jangan
lakukan recapping

Keuntungan semprit prefilled injection device (PID):

Alat suntik prefilled injection device memiliki beberapa kelebihan


dibandingkan semprit AD, diantaranya:

 Alat ini mencegah vaksin dari kontaminasi.


 Alat ini memastikan dosis yang tepat.
 Alat ini memberikan vaksin dan semprit bersama-sama dalam set
yang sama.
 Semprit dan vaksin merupakan satu kemasan.
 Alat ini berisi sedikit plastik ketimbang semprit sehingga sampah
bisa dikurangi.
 Alat suntik satu dosis mengurangi vaksin terbuang yang terjadi
ketika menggunakan botol multi-dosis.

Untuk menyiapkan atau “mengaktifkan” alat suntik prefilled injection


device, tekan pelindung (penutup) jarum ke pangkal (lihat Gambar 2). Ini
akan membuka jalan cairan antara jarum dan wadah yang berisi vaksin.
Kemudian lepaskan penutup jarum, masukkan jarum ke dalam tempat

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 9
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

suntikan, dan berikan dosis itu dengan menekan wadah sampai isinya
kosong.

c. Semprit dan jarum sekali pakai (disposable)


Semprit dan jarum yang hanya bisa dipakai sekali (disposable single-use),
tidak direkomendasikan untuk digunakan kembali dalam pelayanan
imunisasi karena berisiko penularan infeksi.

Vaksin-vaksin yang harus dicampur dengan pelarut, seperti campak dan


BCG, memerlukan semprit yang besar untuk mencampur pelarut dan
vaksin. Untuk keperluan ini anda dapat menggunakan semprit dan jarum
sekali pakai untuk mencampur vaksin dengan pelarutnya, dan tidak dapat
digunakan kembali.

3. Estimasi kebutuhan semprit AD


Adalah penting untuk memastikan bahwa anda memiliki persediaan semprit AD
yang cukup untuk memberikan pelayanan imunisasi yang telah direncanakan

4. Memberikan vaksin yang tepat secara aman


Seperti halnya penggunaan peralatan suntik yang aman, adalah sama
pentingnya untuk memberikan vaksin yang tepat, yang telah disimpan dengan
baik di tempat penyimpanan dan pendistribusian vaksin, yang dicampur dengan
pelarutnya dan diberikan secara aman.

Tabel 1: Contoh-contoh praktek imunisasi yang tidak tepat dan reaksi hebat
yang mungkin timbul setelah imunisasi  bagian KIPI??

Praktek tidak tepat Reaksi hebat yang mungkin timbul


setelah imunisasi
Suntikan tidak steril
 Penggunaan kembali semprit dan Infeksi seperti abses lokal di tempat
jarum sekali buang (disposable) suntikan, gejala sepsis, toxis shock
 Sterilisasi semprit dan jarum yang syndrome atau kematian
tidak memadai
 Vaksin atau pelarut yang
terkontaminasi Penyebaran infeksi melalui darah seperti
hepatitis B,C, HIV
Kesalahan pencampuran
 Kocokan vaksin yang tidak memadai Abses lokal
 Pencampuran dengan pelarut yang
Vaksin tidak efektifa
tidak tepat
 Obat pengganti vaksin atau pelarut Efek negatif dari obat, misalnya insulin,

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 10
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

 Penggunaan kembali vaksin yang oksitosin, agen untuk mengurangi


telah dicampur dengan pelarut pada ketegangan otot
pelayanan berikutnya
Kematian

Suntikan di tempat yang salah


 BCG diberikan di bawah kulit Reaksi lokal atau abses
(subcutaneous)
Reaksi lokal atau abses
 DTP/DT/TT terlalu superfisial
 Suntikan ke dalam pantat (bokong) Kerusakan syaraf statik

Pengangkutan/penyimpan vaksin
yang salah
Reaksi lokal dari vaksin panas berlebih
 VVM berubah warna Vaksin tidak efektifa
 Gumpalan vaksin serab (adsorbed)
Pengabaian kontra indikasi Reaksi hebat yang dapat dihindari

a
Vaksin menjadi tidak efektif bukanlah suatu KIPI.

a. Sebelum pelaksanaan

1) Periksa label vaksin dan pelarut


2) Periksa tanggal kadaluarsa
3) Periksa VVM
4) Jangan gunakan:
a) vaksin tanpa label
b) vaksin yang kadaluarsa
c) vaksin dengan status VVM telah C atau D

b. Mencampur vaksin dengan pelarut:

1) Baca label pada ampul atau pelarut, pastikan dikirim oleh pabrik yang sama
2) Goyang botol atau ampul vaksin, pastikan semua bubuk ada pada dasar
ampul/vial
3) Buka vial atau ampul vaksin, amati pelarut pastikan tidak retak
4) Buka ampul kaca,
a) Sedot pelarut ke dalam semprit pencampur. Gunakan semprit AD yang
baru untuk mencampur vaksin dengan pelarut.
b) Mencampur vaksin dengan pelarut. Tarik pelan-pelan pelarut masuk ke
dalam semprit dan suntikkan ke dalam vial atau ampul vaksin. Lalu
dikocok sehingga campuran menjadi homogen. Masukkan semprit dan
jarum pencampur ke dalam safety box setelah digunakan.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 11
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

c. Penanganan vaksin yang sudah dilarutkan

Ingat :

1) Pelarut tidak boleh saling bertukar


2) Gunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin.
3) Pelarut harus sama suhunya sebelum dicampur dengan vaksin, oleh karena itu
pelarut harus dimasukkan kedalam lemari es minimal 12 jam sebelum
digunakan, agar suhunya seimbang.
4) Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum sasaran datang.
5) Anda harus membuang vaksin yang telah dicampur dengan pelarut setelah 3
jam (untuk vaksin BCG) atau setelah 6 jam (untuk vaksin campak) atau pada
akhir pelayanan imunisasi.
6) Sewaktu pelayanan imunisasi, menyimpan vaksin yang telah dicampur dengan
pelarut ataupun vaksin yang sudah dibuka diletakkan di atas bantalan busa
yang ada di dalam vaccine carier.

d. Menggunakan alat suntik Semprit auto-disable (AD)

Adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara otomatis menjadi rusak
dan tidak dapat digunakan lagi (telah dibahas lebih lengkap pada halaman ...)

5. Cara meningkatkan keamanan suntikan

a. Melakukan Bundling yaitu tersedianya suatu kondisi dimana


 Vaksin dengan mutu terjamin dan pelarut yang sesuai
 Alat suntik auto-disable (AD)
 Kotak pengaman limbah alat suntik
Bundling tidak berarti sebagai sesuatu yang dikemas secara bersamaan,
tidak harus berasal dari satu pabrik, namun ketiganya harus tersedia saat
diperlukan
b. Siapkan lokasi suntikan dengan tepat dan bersih dimana darah dan cairan
tubuh tidak mungkin keluar. Vaksin disiapkan hanya bila sasaran ada.
Segera siapkan vaksin waktu akan memberikan suntikan, jangan siapkan
beberapa semprit vaksin terlebih dahulu sebelum sasaran siap

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 12
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

c. Jangan membiarkan jarum terpasang di bagian paling atas tutup botol


vaksin.
d. Ikuti petunjuk khusus tentang penggunaan, penyimpanan dan penanganan
vaksin.
e. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur vaksin.
1) Pastikan anda memiliki pelarut yang tepat untuk setiap vaksin beku
kering –pelarut dan vaksin harus dari produsen yang sama. periksa
apakah pelarut dan vaksin diproduksi oleh pabrik yang sama.
2) Saat mencampur vaksin dengan pelarut, baik vaksin kering dan
pelarut harus berada pada suhu yang sama (antara 20C dan 80C).
3) Hanya menggunakan satu semprit dan jarum untuk mencampur
vaksin. Setelah dipakai, masukkan semprit ke dalam kotak
pembuangan.
4) Semua vaksin yang telah dicampur dengan pelarut harus dibuang
pada akhir pelayanan atau setelah batas waktu maksimum
pemakaian, mana saja yang lebih dulu.
f. Gunakan semprit dan jarum baru untuk setiap anak.
1) Gunakan semprit dan jarum AD yang baru dan berkualitas.
2) Periksa pembungkus dengan hati-hati. Buang jarum atau semprit jika
terjadi kebocoran, sobek atau kerusakan pada pembungkus dan
kadaluwarsa.
3) Jangan sentuh bagian apapun dari jarum. Buang jarum yang telah
tersentuh oleh permukaan yang tidak steril.
g. Posisi anak harus benar, sesuai umur, lokasi penyuntikan. Antisipasi jika
terjadi gerakan mendadak selama dan setelah penyuntikan. (lihat gambar7
dan 8)

6. Teknik penyuntikan

a. Cara penyuntikan vaksin ada 3 macam yaitu : intradermal, subkutan dan


intramuskular. Cara ini dibedakan dari posisi jarum suntik terhadap
permukaan kulit seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

1) Cara penyuntikan intradermal (BCG) :


a) Suntikan diberikan intra kutan pada lengan kanan atas bagian luar
dengan dosis 0,05 cc
b) Letakkan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dan lepas
baju bayi dari lengan dan bahu.
c) Ibu sebaiknya memegang bayi dekat dengan tubuhnya, menyangga
kepala bayi dan memegang lengan dekat dengan tubuh.
d) Pegang semprit dengan tangan kanan anda dengan lubang pada
ujung jarum menghadap ke depan.
e) Buatlah permukaan kulit menjadi datar dengan menggunakan ibu
jari kiri dan jari telunjuk anda.
f) Letakkan semprit dan jarum dengan posisi hampir datar dengan kulit
bayi.
g) Masukkan ujung jarum tepat di bawah permukaan kulit tetapi di
dalam kulit yang tebal – cukup masukkan bevel (lubang di ujung
jarum).

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 13
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

h) Jaga agar posisi jarum tetap datar di sepanjang kulit sehingga jarum
masuk ke dalam lapisan atas kulit saja. Jaga agar lubang di ujung
jarum menghadap ke depan.
i) Jangan menekan jarum terlalu dalam dan jangan menurunkan jarum
karena jarum akan masuk di bawah kulit, sehingga yang terjadi
suntikan di dalam otot (subcutaneous) bukan suntikan intradermal.
j) Untuk memegang jarum dengan posisi yang tepat, letakkan ibu jari
kiri anda pada ujung bawah semprit dekat jarum, tetapi jangan
menyentuh jarum.
k) Pegang ujung penyedot antara jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan anda. Tekan penyedot dengan ibu jari tangan anda.
l) Suntikkan 0,05 ml vaksin dan lepaskan jarum.

Catatan: Jika suntikan intradermal diberikan secara tepat, alat penyedot


akan sulit didorong. Jika vaksin mudah masuk anda mungkin menyuntik
terlalu dalam. Segera hentikan suntikan, betulkan posisi jarum, dan
berikan sisa dosis, tetapi tidak ditambah lagi. Jika suntikan BCG tepat,
akan timbul pembengkakan dengan puncak yang datar (flat-topped)
pada kulit. Pembengkakan ini kelihatan pucat dengan lubang sangat
kecil seperti kulit jeruk. Jika teknik yang digunakan tidak tepat, vaksin
akan masuk dengan mudah dan tidak terlihat adanya pembengkakan.

2) Cara penyuntikan subkutan (Campak):


a) Suntikan diberikan pada lengan kiri atas, pertengahan M.Deltoideus
secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.
b) Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh
lengan telanjang.
c) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi. Gunakan jari-jari kiri
anda untuk menekan ke atas lengan bayi
d) Pegang lengan seperti mencubit menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk. Kemudian jarum suntik disuntikkan dengan sudut 45o
terhadap permukaan kulit, dengan kedalaman jarum tidak lebih dari
½ inchi. (lakukan aspirasi sebelumnya untuk memastikan jarum
tidak menembus pembuluh darah).
e) Suntikkan vaksin pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit.

3) Cara penyuntikan intramuskuler (DPT,HB,DT,TT) :


a) Suntikan diberikan pada paha anterolateral (DPT-HB) atau lengan
atas (DT, TT, Td) secara intramuskular dengan dosis 0,5 cc.
b) Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk.
c) Suntikkan vaksin dengan posisi jarum suntik 90o terhadap
permukaan kulit. (lakukan aspirasi sebelumnya untuk memastikan
jarum tidak menembus pembuluh darah).
d) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga
masuk ke dalam otot.
e) Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit.

b. Langkah-langkah penyuntikan :

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 14
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

1) Bersihkan kulit dengan kapas dan air matang


2) Tunggu hingga kering.
3) Kemudian suntikan vaksin di lokasi dan cara yang sesuai ketentuan
4) Setelah vaksin masuk, jarum dikeluarkan.
5) Pada tempat bekas lokasi suntikan, kemudian ditekan dengan kapas
baru yang kering. Jangan memijat-mijat daerah bekas suntikan.
6) Jika ada perdarahan kapas tetap ditekan pada lokasi suntikan hingga
darah berhenti.

Gambar 3

Teknik Penyuntikan Vaksin

Gambar 4

Lokasi Memberikan Suntikan Imunisasi Pada Bayi

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 15
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

B. Pencegahan Luka Tusukan Jarum dan Infeksi

Jarum bisa berbahaya.

Jarum seringkali melukai para petugas kesehatan. Setetes darah yang terinfeksi
oleh virus hepatitis B, hepatitis C, HIV atau virus-virus lainnya dapat ditularkan
melalui luka karena tusukan jarum suntik.

Tusukan jarum dapat terjadi :

 Jika petugas kesehatan menutup kembali jarum atau berjalan sambil


membawa semprit dan jarum bekas
 Jika pasien – khususnya anak-anak – tidak dalam posisi yang aman
ketika mereka menerima suntikan
 Jika praktek-praktek pemusnahan limbah yang tidak aman.

Bagian ini menjelaskan bagaimana mencegah luka tusukan jarum dengan:

 Mengurangi keinginan untuk memegang jarum dan semprit;


 Memegang semprit dan jarum secara aman;
 Mengatur tataletak tempat penyuntikkan untuk mengurangi resiko terluka
 Mengatur posisi anak yang tepat untuk penyuntikan
 Mempraktekkan pembuangan sampah semua benda medis tajam secara
aman.

1. Mengurangi keinginan untuk memegang jarum dan semprit (tukar letak dg


nomor 2)
Luka tusukan jarum dapat terjadi kapan saja, tetapi luka ini paling sering terjadi
selama dan segera setelah suntikan diberikan. Pada umumnya, semakin
banyak alat suntik yang dipegang, semakin besar resiko terkena tusukan jarum.
Tetapi tertusuk jarum dapat dicegah. Ada beberapa langkah sederhana yang
dapat diikuti oleh para petugas kesehatan untuk mengurangi resiko terkena
luka tusukan jarum.

Mengurangi keinginan untuk memegang alat suntik adalah penting untuk


mencegah luka. Berikut adalah beberapa cara untuk mengurangi keinginan
memegang alat suntik.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 16
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

a. Tempatkan kotak pengaman dekat dengan petugas yang memberikan


vaksinasi imunisasi sehingga semprit dan jarum bekas dapat segera
dibuang.
b. Hindari menutup kembali jarum. Jika menutup kembali jarum dianggap
perlu (misalnya jika suntikan tertunda karena anak bergerak-gerak terus),
gunakan teknik sekop dengan satu tangan.
c. Jangan mencabut jarum bekas dari semprit dengan menggunakan tangan.
d. Jangan membawa semprit dan jarum bekas sembarangan .
e. Jika sudah selesai memberikan pelayanan imunisasi, ambil vaksin dan
suntikkan, dan masukkan semprit ke kotak pengaman.
f. Tutup kotak pengaman bila isinya sudah 3/4 penuh.
g. Jangan memisahkan jarum dan semprit dengan menggunakan tangan.

2. Memegang semprit dan jarum dengan aman


Anda harus memegang semprit untuk memberikan suntikan. Setiap bagian
semprit yang anda sentuh menjadi terkontaminasi, sehingga anda sebaiknya
tidak menyentuh bagian-bagian yang berhubungan dengan vaksin atau
sasaran.

Jangan sentuh:

a. Batang (shaft) jarum;


b. Lubang (bevel) pada ujung jarum;
c. Adapter jarum;
d. Adapter semprit; dan
e. Piston (plunger)
Gambar 5

Bagian Alat Suntik yang Tidak Boleh Disentuh

JANGAN DISENTUH

JANGAN DISENTUH
JANGAN DISENTUH JANGAN DISENTUH

PENTING: Jika anda menyentuh bagian-bagian ini, buang semprit dan jarum
dan ambil semprit yang baru dan steril.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 17
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Anda boleh menyentuh:

 Tabung semprit; dan


 bagian atas alat penyedot (plunger)

Gambar 6

Bagian alat suntik yang boleh disentuh

Dapat disentuh Dapat disentuh

Dapat disentuh
Dapat disentuh

3. Mengatur tata letak tempat pelayanan imunisasi untuk mengurangi resiko


terluka

Petugas kesehatan sebaiknya merencanakan tata letak ruangan kerja mereka


sehingga:
a. Tempat vaksin berada di tempat yang teduh
b. Buku pencatatan dapat digunakan dengan mudah.
c. Petugas yang memberikan imunisasi berada antara anak dan semua jarum
atau benda-benda tajam.
d. Petugas yang memberikan imunisasi dapat melihat lubang masuk kotak
pengaman ketika membuang jarum.
e. Petugas kesehatan bisa membuang jarum bekas tanpa meletakkan atau
bergerak terlalu jauh.
f. Hanya satu anak yang berada di ruang kerja petugas kesehatan.
g. Setiap orang yang memberikan imunisasi membawa kotak pengaman
sendiri, khususnya di tempat-tempat yang ramai.

Lihat Materi Inti B-2: Penyelenggaraan pelayanan imunisasi sesuaikan


judulnya

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 18
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

4. Mengatur posisi anak yang tepat untuk penyuntikan

Gerakan anak yang tidak diduga pada saat pemberian suntikan dapat
menyebabkan tusukan jarum yang tidak disengaja.

Untuk mencegah ini, atur posisi anak yang aman sebelum memberikan
suntikan.

a. Mintalah ibu untuk duduk dan meletakkan anaknya di atas pangkuannya.


Pastikan salah satu lengan ibu berada di belakang punggung anak, dan
salah satu lengan anak melilit pada pinggang ibu.
b. Ibu dapat menyelipkan kaki anak di antara kedua pahanya agar tidak
menimbulkan gerakan yang membahayakan, atau ibu bisa memegang kaki
anak.
c. Petugas kesehatan tidak bisa memegang anak karena ia memerlukan
kedua tangannya untuk memberikan suntikan.
d. Selalu beritahukan kepada ibu jika anda akan memberikan suntikan.

Gambar 7 dan Gambar 8

Posisi anak yang aman sebelum memberikan suntikan

Gambar 8

Posisi Anak Ketika Diimunisasi

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 19
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Posisi anak ketika divaksinasi


.
Lengan yg satu Tangan yg lain
dijepit ketiak ibu dipegang ibu,
Kemudian anak
dipeluk

Tungkai anak
dijepit paha ibu

POKOK BAHASAN 2. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA YANG AMAN

Menciptakan sebuah lingkungan kerja yang aman meliputi penerapan tindakan


pencegahan umum, langkah-langkah dan prinsip utama dalam upaya menghilangkan
kontaminasi pada peralatan dan bahan, dan cara kerja yang aman untuk mengurangi
risiko kerja. Tentunya disertai dengan pemberian pendidikan mengenai pencegahan
infeksi yang terus menerus bagi para pegawai.

A. Tindakan Pencegahan Umum


Tindakan pencegahan umum dilakukan pada saat menangani semua pasien:
 Mencuci tangan dengan air mengalir dan antiseptik.
 Mendekontaminasi peralatan dan perlengkapan
 Menggunakan dan membuang jarum dan alat tajam dengan aman (hindari
penutupan ulang, terutama dengan dua tangan).
 Apabila diperlukan, menutup kembali jarum suntik dengan teknik satu tangan (one
hand technique)
 Gunakan alat pelindung diri (APD).
 Segera bersihkan percikan darah dan cairan tubuh.
 Gunakan sistem pembuangan yang aman untuk pengumpulan dan pembuangan
limbah medis dan non medis.
 Pengelolaan bahan pakai ulang sesuai standar.

B. Langkah-Langkah dan Prinsip Utama dalam Upaya Menghilangkan


Kontaminasi Pada Peralatan dan Bahan
Pemrosesan instrument/peralatan tergambar pada bagan berikut
Dekontaminasi

Bersihkan, Cuci dan Bilas

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 20
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Sterilisasi Kimia, Uap Desinfeksi Tingkat Tinggi,


tekanan tinggi, Rebus, Uap, Kimia
Pemanasan kering

Keringkan/Dinginkan
dan Simpan

Bagan 1 . Alur Pemrosesan Instrumen

Dekontaminasi dengan Larutan Klorin 0,5% selama 10 menit

Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani barang yang telah


digunakan.

Prosedur rutin untuk dekontaminasi peralatan meliputi:

 Penggunaan sarung tangan yang tebal.


 Membongkar semua peralatan sebelum membersihkan.
 Mencuci dengan sabun dan air panas sebelum proses disinfeksi atau sterilisasi.
 Menggunakan pakaian pelindung tambahan seperti celemek, baju panjang,
pelindung muka dan masker jika terdapat risiko terpercik cairan tubuh.
 Bilas perlengkapan secara menyeluruh setelah disinfeksi kimia.

Disinifeksi Tingkat Tinggi (DTT)

Disinfeksi tingkat tinggi menghancurkan semua virus, bakteri, parasit, fungi dan sejumlah
endospora.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 21
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Berikut adalah jenis-Jenis desinfektan yang dapat digunakan serta potensi bahayanya

Disinfektan Anjuran Penggunaan Potensi Bahaya


Sodium Hipoklorit 1% Disinfeksi bahan yang Harus digunakan di
terkontaminasi dengan ruangan berventilasi baik
Konsentrasi 1% bisa darah dan cairan tubuh Baju pelindung dibutuhkan
diperoleh dengan ketika menangani dan
mengencerkan larutan 5% menggunakan larutan tidak
dengan air bersih dengan didilusi
perbandingan 1:5

Bubuk Pemutih Untuk toilet/kamar mandi; Sama seperti di atas


dapat digunakan sebagai
7 g/L dengan 70% klorin pengganti cairan pemutih
yang tersedia 0,5% jika bubuk ini tidak
tersedia
Alkohol 70% Permukaan dari logam, Mudah terbakar, toksik.
bagian atas meja dan Harus digunakan di area
Isopropil, etil alkohol, permukaan lain, dimana berventilasi baik, hindari
spiritus yang dimetilasi pemutih tidak dapat inhalasi.
digunakan Jauhi dari sumber panas,
peralakatan listrik, api dan
permukaan yang panas.
Biarkan sampai kering
seluruhnya, khususnya
ketika menggunakan
diatermi karena alkhohol
dapat menyebabkan
diatermi terbakar.

Tabel 2. Jenis-Jenis desinfektan yang dapat digunakan serta potensi bahayanya

Untuk melakukan penilaian risiko terhadap metode dekontaminasi yang dipilih dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tingkat Barang Metode Dekontaminasi

Risiko

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 22
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Risiko tinggi Perlengkapan Sterilisasi adalah sebuah proses yang mematikan


atau kritis dan instrumen semua mikroorganisme, termasuk HIV. Gunakan
yang masuk metode berikut ini:
ke dalam kulit
atau tubuh dianjurkan.

menggunakan temperatur rendah untuk


perlengkapan yang sensitif pada hawa panas.

terlebih dahulu dan ikuti protokol yang benar.


Risiko sedang Perlengkapan Sterilisasi dengan panas atau uap.
atau semi- dan instrumen Gunakan disinfeksi tingkat tinggi. Metode ini akan
kritis yang bersentuh mematikan semua mikroorganisme kecuali sejumlah
an dengan kulit besar spora bakteri. Gunakan metode berikut ini:
yang terbuka
atau selaput atas permukaan laut.
lendir Lakukan disinfeksi kimia dengan glutaraldehida,
hidrogen peroksida yang distabilisasi, klorin, atau
peracetic acid, yang diikuti dengan bilasan air yang
steril atau air keran dan bilasan alkohol; keringkan
semprotan air, jika memungkinkan.

Catatan: disinfektan tingkat menengah untuk barang-


barang semi kritis tertentu tidak dapat mematikan
semua firus, fungi, atau spora bakteri.

Risiko rendah Perlengkapan Lakukan disinfeksi tingkat rendah dengan campuran


atau non-kritis dan instrumen larutan deterjen germicidal, isopropyl alcohol, atau
yang menyentuh campuran pemutih pakaian dan air dengan
kulit yang perbandinganan 1:50.
terbuka

Tabel 3. Penilaian risiko terhadap metode dekontaminasi yang dipilih

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 23
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Gambar Alat DTT

Sterilisator

Gambar Sterilisator Uap Bertekanan

C. Cara Kerja yang Aman untuk Mengurangi Risiko Kerja


Kegiatan berikut dapat mengurangi risiko kerja dan mendukung terciptanya keamanan
lingkungan kerja

 Periksa situasi dan wilayah risiko tinggi

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 24
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

 Kembangkan standar dan protokol keselamatan


 Buat langkah-langkah untuk mengurangi kemungkinan terkena paparan infeksi
 Orientasikan staf yang baru dengan protokol
 Berikan pendidikan dan supervisi yang terus-menerus kepada staf
 Kembangkan protokol untuk pengobatan pasca-pemaparan

Cara menangani peralatan dan bahan dalam rangka mengurangi risiko:

 Periksa kondisi peralatan pelindung


 Buang bahan bekas dengan aman
 Sediakan bahan pembersih dan disinfeksi yang tepat
 Dekontaminasi alat-alat dan perlengkapan
 Pantau keutuhan kulit (termasuk lesi sekitar kuku).

Cara menangani dan membuang benda tajam:

 Hanya menggunakan alat semprot dan alat suntik satu kali.


 Menghindari penutupan ulang, membengkokkan, atau mematahkan jarum.
 Gunakan wadah anti bocor untuk pembuangan.
 Bubuhkan tanda pada wadah – “TAJAM”
 Jangan mengisi terlalu penuh atau menggunakan kembali wadah alat tajam.
 Membuang alat tajam sesuai dengan protokol lokal
Pengelolaan alat /benda yajam (Sharp Precautions)

 Pisau bedah, jarum suntik, pecahan kaca, dan sebagainya


 Segera singkirkan ke dalam wadah tahan tusukan oleh pemakai
 Wadah limbah tajam di tempat strategis, anti tumpah
 Dilarang menyerahkan alat tajam secara langsung
 Jangan menutup - menutup jarum suntik dengan satu tangan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 25
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

Pengelolaan limbah

 Limbah/sampah dari RS dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat berupa yang


telah terkontaminasi (secara potensial sangat berbahaya) atau tidak
terkontaminasi.
 Sekitar 85% sampah umum yang dihasilkan dari RS dan klinik tidak
terkontaminasi dan tidak berbahya bagi petugas yang menangani. Sampah yang
terkontaminasi (biasanya membawa mikroorganisme), jika tidak dikelola secara
benar akan dapat menular pada petugas yang menyentuh sampah tersebut
termasuk masyarakat pada umumnya.
Tujuan pengelolaan limbah adalah untuk:
 Melindungi orang yang menangani limbah dari luka, dan
 Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas kesehatan dan komunitas lokal.

Untuk membuang limbah padat yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, spesimen
laboratorium atau jaringan tubuh:

 Tempatkan dalam wadah anti bocor dan bakar, atau


 Timbun dalam lubang dengan kedalaman 2,5 meter, paling sedikit 30 meter dari
sumber air

Untuk membuang limbah yang cair, seperti darah atau cairan tubuh, tuangkan limbah cair
ke dalam saluran pembuangan yang terhubung dengan saluran pembuangan yang
ditangani secara memadai atau lubang kakus.
Rekomendasi untuk membuang alat tajam

Alat tajam sekali pakai, seperti jarum hipodermik, membutuhkan penanganan khusus
karena alat tajam seperti itu sangat mungkin melukai petugas kesehatan. Jika dibuang
dalam tempat pembuangan sampah umum, benda tersebut berbahaya bagi masyarakat.

Perhatikan hal-hal berikut ini berkenaan dengan membuang wadah alat-alat tajam
dengan aman:
 Gunakan sarung tangan yang tebal.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 26
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

 Jika wadah alat tajam terisi ¾ bagian penuh, tutup rapat-rapat bagian wadah yang
terbuka dengan penutup, sumbat, atau isolasi.
 Pastikan tidak ada benda tajam yang menyembul keluar dari wadah.
 Buang wadah alat tajam dengan membakar, membungkus atau menimbunnya.
 Lepaskan sarung tangan tebal.
 Cuci tangan anda dan keringkan dengan kain yang kering atau mesin pengering.

Membakar wadah limbah

Membakar dengan temperatur tinggi akan memusnahkan limbah dan mematikan


mikroorganisme. Metode ini mengurangi sebagian besar jumlah limbah dan menjamin
bahwa limbah tidak dipungut dan digunakan lagi.

Membungkus wadah limbah

Pembungkusan direkomendasikan sebagai cara paling mudah untuk membuang alat


tajam secara aman. Dengan metode ini, kumpulkan alat tajam dalam wadah anti bocor.

Jika ¾ bagian wadah sudah terisi, taburkan bahan seperti semen (mortar), busa plastik,
atau tanah liat ke dalam wadah sampai terisi penuh. Setelah bahan dipadatkan, tutup
wadah dan buang ke dalam tempat pembuangan, simpan, atau timbun.

Mengubur limbah

Pada fasilitas kesehatan yang memiliki dana terbatas, menimbun limbah dengan benar
pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia untuk
membuang limbah. Lakukan tindakan pencegahan berikut ini untuk memperkecil risiko :

 Tutup akses ke lokasi pembuangan. Buat pagar di sekeliling lokasi untuk


menghalangi akses binatang dan anak-anak.
 Batasi tempat penimbunan dengan menggunakan bahan yang tidak mudah
ditembus air (misalnya tanah liat atau semen), jika ada.
 Pilih sebuah lokasi yang jaraknya paling sedikit 30 meter (sekitar 98 kaki) dari
sumber air yang ada untuk mencegah kontaminasi air.
 Pastikan bahwa tempat penimbunan memiliki saluran yang memadai, terletak
lebih rendah dari sumur-sumur yang ada, bebas dari air yang mengalir, dan tidak
berada di daerah rawan banjir.
 Bagian bawah lubang penimbunan harus berada paling sedikit 1,5 meter di atas
tinggi air tanah selama musim hujan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 27
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

POKOK BAHASAN 3. PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

Kecelakaan dan pajanan “alat Tajam”

Setiap kecelakaan oleh karena alat tajam atau pajanan memberikan risiko terkena infeksi
HIV kepada petugas kesehatan. Yang dimaksudkan adalah setiap perlukaan yang
menembus kulit seperti misalnya, tusukan jarum, luka iris, kontak dengan lapisan mukosa
atau kulit yang tidak utuh, (pada saat pajanan kulit dalam kondisi luka, pecah, lecet atau
sedang terserang dermatitis), atau pajanan darah atau cairan tubuh yang lain pada kulit
yang utuh dengan lama kontak yang panjang (beberapa menit atau lebih).

Setiap sarana pelayanan kesehatan harus memiliki prosedur tetap penanganan


kecelakaan kerja dimana terjadi perlukaan.
Tatalaksana pajanan darah di tempat kerja
Segera setelah terjadi pajanan drah/cairan tubuh dan alat tajam tercemar, langkah
tindakan yang harus dilakukan adalah :
a. Luka tusukan jarum suntik atau luka iris segera dicuci dengan sabun dan air mengalir
b. Percikan pada mukosa hidung, mulut atau kulit segera dibilas dengan guyuran air,
mata diirigasi dengan air bersih, larutan garam fisiologis atau air steril
c. Jari yang tertusuk tidak boleh dihisap dengan mulut seperti kebanyakan tindakan
reflex untuk menghisap darah
Pelaporan pajanan :
Setiap pajanan harus dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang dan diperlakukan
sebagai keadaan darurat. Dalam hal ini biasanya panitia pengendalian infeksi nosokomial
(PIN) atau panitia keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Laporan sangat diperlukan karena pemberian profilaksis pasca pajanan harus segera
dimulai seceat mungkin dalam waktu 24 jam. Memulai pengobatan setelah 72 jam tidak
dianjurkan karena semakin lama tertunda semakin kecil arti profilaksis pasca pajanan.
Alur pelaporan pajanan mengacu pada peraturan/prosedur yang berlaku di masing
masing sarana kesehatan. Prosedur yang dianjurkan adalah segera melaporkan pajanan
kepada penggung jawab ruangan dan sebaiknya segera mengisi formulir pelaporan untuk
diserahkan pada pimpinan sarana kesehatan secara langsung atau melalui panitia yang
ditunjuk (biasanya panitia pengendalian infeksi nosokomial – bila pajanannya di rumah
sakit) untuk memproses kejadian/pajanan.

Profilaksis pasca pajanan :


Keputusan untuk memberikan profilaksis pascapajanan didasarkan atas derajat dari
pajanan terhadap HIV dan status HIV dari sumber pajanan. Namun juga tergantung dari
ketersediaan obat antiretroviral.
Untuk pajanan yang dicurugai dari pasien HIV maka dapat mengacu alur dibawah ini
yang terdiri dari 4 tahap sebagai berikut :
a. Langkah 1 : menentukan kode pajanan (KP)
b. Langkah 2 : menentukan kode status HIV (KS)
c. Langkah 3 : menentukan pengobatan profilaksis pasca pajanan sesuai kategori
pajanan dan kode status HIV dari sumber

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 28
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

d. Langkah 4 : melakukan tes HIV pada petugas yang terpajan segera setelah terpajan,
3 bulan, 6 bulan pasca pajanan untuk mengetahui apakah tertular infeksi HIV

Prosedur 1 : tatalaksana pajanan dari pasien terinfeksi HIV


Langkah 1 : menentukan kode pajanan (KP)
Digambarkan pada alur sebagai berikut

Sumber pajanan
Pajanan

1. Darah 1. Air mata


2. cairan berdarah 2. Ludah
3. bahan lain yang berpotensi
3. Serumen
menularkan infeksi (OPIM) atau
4. alat kesehatan yang tercemar 4. Ingus
1,2,3 5. Muntahan
6. Keringat
7. Kencing
ya 8. feses

Macam pajanan yang terjadi Tidak perlu PPP

Menembus kulit Kulit yang kompromis Kulit yang utuh


atau selaput mukosa

Seberapa berat ?
volume Tidak perlu PPP

Lebih berat ( mis, jarum Tidak berat (mis, Banyak (mis, beberapa tetes Sedikit (mis, satu
berlubang yang besar, tusukan jarum solid atau percikan darah banyak tetes dalam
yang dalam, darah terlihat di goresan superficial) dan/atau dalam waktu lama waktu singkat
alkes, jarum bekas pasien

KP 3 KP 2 KP 2 KP 1

Bagan 2. Alur Tatalaksana pajanan dari Pasien terinfeksi HIV

Keterangan :

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 29
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

1. OPIM (other potentially infectious material) : cairan semen/mani, sekret vagina, cairan
serebrospinal, synovial, pleura, pericardial dan amnion, jaringan.
2. Pajanan terhadap OPIM harus ditelaah secara kasus perkasus pada
umumnya substansi tubuh tersebut dianggap berisiko rendah untuk menularkan
infeksi disarana kesehatan. Setiap kontak langsung terhadap bahan mengandung HIV
tinggi di laboratorium penelitian atau sarana produksi dimasukan dalam kelompok
kecelakaan yang memerlukan telaah klinis tentang keperluan profilaksis pasca
pajanan (PPP).
3. Kontak dengan kulit yang utuh pada umumnya tidak dianggap berisiko terhadap
penularan HIV. Namun apabila pajanan tersebut berasal dari darah yang banyak
(misalnya kulit yang cukup luas atau dalam waktu yang cukup lama konta dengan
darah), maka harus dianggap berisiko terjadi penularan HIV.

Langkah 2 : Menentukan Kode Status HIV (KS)

Bagaimanakah status HIV dari sumber pajanan? Dan yang terpajan?

HIV (-) HIV (+) Tidak diketahui Tidak diketahui


statusnya sumbernya

Tidak perlu
PPP

Pajanan dengan Pajanan dengan titer tinggi, KS HIV


titer rendah, misal misal AIDS lanjut, infeksi HIV tidak tahu
Asimtomatik dan primer, VL yang meningkat
atau tinggi, atau CD4 rendah
CD4 tinggi

Pada umumnya
tidak perlu PEP
KS HIV 1 KS HIV 2

Bagan 3. Alur Menentukan Kode Status HIV (KS)

Keterangan :

1. Sumber pajanan dikatakan tidak terinfeksi HIV apabila telah dikonfirmasi dengan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 30
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

pemeriksaan laboratorium yang memberikan hasil negatif dari antibodi HIV,


pemeriksaan PCR untuk HIV atau antigen HIV p24 atas spesimen yang diambil pada
saat atau dalam waktu yang dekat dengan pajanan dan tidak ada tanda-tanda
penyakit seperti infeksi HIV. Sumber disebut terinfeksi HIV apabila ada hasil
pemeriksaan laboratorium yang menyatakan positif adanya antibody HIV, PCR HIV
atau antigen HIV p24 atau diagnosis AIDS oleh dokter.
2. Contoh diatas dipakai untuk memperkirakan titer HIV dari sumber pajanan untuk
tujuan menentukan regimen PPP dan tidak menggambarkan kondisi klinis yang
mungkin teramati. Titer yang tinggi (KS2) dari seseorang sumber pajanan sering
berhubungan dengan meningkatnya risiko penularan HIV, namun tidak boleh
mengabaikan kemungkinan penularan dari sumber yang memiliki titer HIV rendah.
3. PPP merupakan pilihan tidak mutlak dan harus diputuskan secara individual tergantung
dari orang yang terpajan dan keahlian dokternya. Namun bila terjadi didaerah dengan
risiko tinggi HIV, pertimbangkanlah pengobatan dasar dengan 2 obat PPP, dan bila
sumber pajanan kemudian diketahuhi HIV negatif maka PPP harus dihentikan.

Langkah 3 : menentukan pengobatan profilaksis pascapajanan

Kode pajanan (KP) Kode status (KS) Anjuran pengobatan

1 1 (rendah) Obat tidak dianjurkan risiko toksisitas obat


lebih tinggi dari risiko mendapatkan infeksi
HIV

1 2(tinggi) Pertimbangan AZT/3TC pajanan memiliki


risiko yang perlu dipertimbangkan

2 1 (rendah) Dianjurkan AZT/3TC. Kebanyakan pajanan


masuk dalam katagori ini, namun belum
pernah ditemukan kenaikan risiko penularan

2 2 (tinggi) Dianjurkan AZT/3TC +


evafirens/Lopinavir/ritonavir

3 1 atau 2 Dianjurkan AZT/3TC +


evafirens/Lopinavir/ritonavir

Tabel 4. Menentukan pengobatan profilaksis pascapajanan

Keterangan :

Anjuran pengobatan selama 4 minggu.

Dosis :

AZT : 2 x sehari @300 mgr

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 31
Materi Inti 5: Pencegahan Infeksi pada Penanganan
Ibu Hamil dengan HIV, Sifilis dan atau Hepatitis B

3TC : 2 x sehari @150 mgr oral

Efv : 1 X sehari@600mg malam

Lopinavir/Ritonafir : 2 x sehari @400/100 mg (4 kapsul/hari),

Keterangan: isi 1 kapsul lopinavir/ritonavir (Aluvia): 200/50 mg

Evaluasi Perilaku Petugas Dan Pengelolaan “Alat Tajam”

Bila kecelakaan semacam ini terjadi lebih dari 2 kali, maka perlu melakukan evaluasi
pemakaian atas alat tajam tersebut. Perlu menghindari pemakaian alat tajam sejauh
mungkin.

Hepatitis B ??

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehtan RI, 2011, Modul Pelatihan Pemeriksaan Anti HIV bagi
Petugas Laboratorium

2. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Nasional


Pencegahan, Perawatan dan Pengobatan HIV/AIDS.

3. Kementerian Kesehatan RI, Panduan Pencegahan Infeksi


untuk Fasilitas Kesehatan dengan sumber daya terbatas

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 32

Anda mungkin juga menyukai