PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum:
1) Untuk mengetahui pengertian gender.
2) Untuk mengetahui perbedaan sex dan gender
3) Untuk perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara biologis
4) Untuk mengetahui apa saja identitas gender dalam Al-Qur’an
Ada tiga fenomena dan sekaligus perbedaan yang cukup menonjol seputar hubungan
dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial. Yaitu, pola
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat padang pasir
yang nomad, di mana laki-laki lebih dominan daripada perempuan; dalam masyarakat agraris
dengan wilayah yang subur yang memberikan peran perempuan lebih mandiri; dan pola
hubungan yang terbentuk dalam masyarakat industri maju yang yang telah menempatkan
1 A.S. Hornby 2010.Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English , hal. 644.
2 Kementrian Pendidikan Nasional.2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga)., hal. 353
3 Nasaruddin Umar,1998, Perspektif Gender Dalam Islam, hal. 98
4 Nasaruddin Umar,1999, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an, hal. 35
Istilah seks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga berarti “jenis
kelamin”, yang banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi komposisi
perbedaan kimia dan hormon, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.
Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan
aspek-aspek non-biologis lainnya.
Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas atau feminitas seseorang.
Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan pada aspek anatomi biologi dan komposisi
kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan
anak menjadi laki-laki atau menjadi perempuan lebih banyak digunakan istilah gender
daripada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan
reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah
gender.5
5 Katimin dan Ahmad Dayan Lubis. 2006. Isu-Isu Islam Kontemporer, hal. 152
Kata al-rijal bentuk jamak dari kata al-rajul, berasal dari akar kata raj a la yang
derivasinya membentuk beberapa kata, seperti rajala (mengikat), rajila (berjalan kaki),
al-rijl (telapak kaki), al-rijlah(tumbuh-tumbuhan), dan al-rajul berarti laki-lak. Al-
rajul dalam arti terakhir ini yang akan diuraikan dalam pembahasan ini.
Kata ِم ْن ِر َجا ِل ُك ْم di dalam ayat ini ditafsirkan di dalam tafsir al-Jalalain,
sebagai laki-lakimuslim yang akil baligh dan merdeka. Jadi, semua orang yang masuk
dalam kategori al-Rajul termasuk juga kata al-zakar. Tetapi tidak semua al-Zakar
masuk kategori al-rajul. Kategori al-rajul menuntut sejumlah criteria yan bukan hanya
mengacu kepada jenis kelaminan, tetapi juga kualifikasi budaya tertentu, terutama
sifat-sifat kejantanan (masculinity). Oleh karena itu, tradisi bahasa arab ini membuat
perempuan yang memiliki sifat-sifat kejantanan dengan rajlah.7
Al-rijal (jamak dari ar-rajul) dan al-nisa’ (jamak dari al-mar’ah) digunakan untuk
menggambar kualitas moral dan budaya seseorang. Berbeda dengan al-zakar dan al
unsa yang penekanannya kepada jenis. Oleh karena itu, kata al-zakar juga digunakan
untuk menerangkan jenis kelamin binatang, seperti disebutkan dalam Q.S Al-an’am:
144 yaitu
اْل ِب ِل اثْنَي ِْن َو ِمنَ ْالبَقَ ِر اثْنَي ِْن ۗ قُ ْل آلذَّ َك َري ِْن َح َّر َم أ َ ِم ْاْل ُ ْنثَيَي ِْن أ َ َّما ِ ْ ََو ِمن
ت َعلَ ْي ِه أ َ ْر َحا ُم ْاْل ُ ْنثَيَي ِْن ْ َا ْشت َ َمل
Padanannya di dalam bahasa inggris untuk kata al-rajul ialah man, dan male
untuk al-zakar. Seprti halnya kata man, kata al-rajul kadang juga diartikan dengan
“manusia” (al-insan) dan “suami” (al-zauj). Kata al-rajul tdak digunakan untuk
species lain selain manusia,misalnya untuk binatan dan tumbuh-tumbuhan, tetapi
hanya digunakan untuk manusia (the male of the human species).
a. Pengertian al-Rajul
Kata al-Rajul dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 55 kali dalam al-
Qur’an, dengan kecendrungan pengertian dan maksud sebagai berikut diantaranya
adalah
a. Q.S. al-Baqarah:282
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu).
Dalam ayat tersebut terdapat kata ِم ْن ِر َجا ِل ُك ْم yang memjelaskan tentang
aspek jender laki-laki, bukan kepada aspek biologisnya sebagai manusia yang berjenis
kelamin laki-laki. Buktinya tiadak semua yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai
kualitas persaksian yang sama. Anak laki-laki dibawah umur, laki-laki hamba, dan
laki. Yang tidak normal akalnya tidak termasuk dalam kualifikasi saksi yang
dimaksud dalam ayat tersebut diatas, karena laki-laki tersebut tidak memenuhi syarat
sebagai saksi dalam hokum Islam.
Ayat ini bias dimengerti, mengingat masyarakat arab ketika ayat ini turun,
perempuan tidak pernah diberikan kesempatan untuk menjadi saksi karena dianggap
tidakn representatif. Menngenai perbandingan persaksian, seorang laki-laki sebanding
dengan dua orang perempuan, menurut Muhammad Abduh adalah dapat dimaklumi,
karena tugas dan fungsi perempuan ketika itu hanya disibukkan dengan urusa-uryusan
b. Q.S. al-Baqarah:228
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.
Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
B. Pengertian an-Nisa’
Kata an-Nisa’ menunjukkan jender perempuan porsi pembagian hak dalam ayat
ini, tidak semata-mata ditentukan oleh realitas biologis sebagai perampuan atau laki-
laki, melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh factor
budaya yang bersangkutan. Ada atau tidaknya wariasan ditentukan oleh keberadaan
seseorang. Begitu seorang lahir dari pasangan muslim yang sah, apa pun jenis
kelaminnya dengan sendirinya langsung menjadi ahli waris.atau menurut istilah ayat
َ َا ْكت
ini ditentukan oleh usaha yang bersangkutan (سب َ َ ) ِم َّما ا ْكت. Contoh
) dan ( َسبْن
lain dalam uraian yang lebih rinci mengenai an-Nisa’ dalam arti jender perempuan
dapat dilihat dari keterangan jender laki-laki (Ar-rajul).
tahrim:11). Kata an-nisa’ masih banyak lagi kita temukan dalam al-Qur’an.
Penggunaan kata an-nisa’ lebih terbatas dari pada penggunaan kata ar-Rijal. Kata
ar-rijal sebagaimana telah dijelaskan bisa berarti jender laki-laki, orang, menunjuk
kepda Nabi dan Rasul, tokoh masyarakat.dan budak. Sedangkan kata An-nisa hanya
digunakan dalam arti jender perempuan dan isteri. Pada umumnya dalam al-Qur’an
kata an-nisa digunakan untuk perempuan yang sudah berkeluarga. Seperti permpuan
yang sudah kawin, perempuan janda Nabi, perempuan mantan isteri ayah, perempuan
yang ditalak, isteri yang di zihar. Dan yng demikian sama juga seperti kata al-imra’ah
tidak pernah digunakan untuk perempuan yang masih dibawah umur,kecuali yang
sudah berkeluarga.
3. Az-Zakar dan Al-unsa
Menurut lisan arab, kata az-Zakar berasal dari kata zakaro yang secara harfiah
berarti “mengisi, menuangkan”, seperti kata zakarolinaats (mengisi bejana).
Dalam kitab al-Munjid disebutkan kata zakaro berarti
menyebutkan,mengingat,dan jamak dari az-zakaro yaitu az-dzikroni,az-
dzakurotun,az-dzakuurun. Kata az-dzakar lebih berkonotasi kepada persoalan
biologis(sex). Oleh karena itu az-dzakaro sebagai lawan dari al-untsa juga digunakan
untuk jenis (spesies) lain selain bangsa manusia yaitu binatang dan tumbuhan-
tumbuhan .9
Kata Az-zakar sebagaimana halnya al-unsa digunakan juga untuk menunjukkan
jenis kelamin pada species binatang,seperti yang dijelskan dalam surah Al-An`am:143
yaitu dalam ayat tersebut terdapat kata Azzakaraini dan Al-Unsayaini,yang
menunjukkan kepada jenis jantan dan betina .Pada bangsa binatang,kata Az-zakara
dan Al-unsa penegasannya kepada hal-hal yang bersifat bilogis (sex).
Berbeda dengan kata an-nisa’ dan ar-rijal yang umumnya digunakan untuk hal-
hal yang berhubungan dengan fungsi dan relasi jender,seperti yan dijelaskan juga
ت ِم ْن ذَ َك ٍر أ َ ْو أ ُ ْنث َ َٰى َو ُه َو ُمؤْ ِم ٌن فَأُو َٰلَئِ َك يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َو ََل َّ َو َم ْن َي ْع َم ْل ِمنَ ال
ِ صا ِل َحا
ْ ي
ً ُظلَ ُمونَ نَ ِق
يرا
Dan barang siapa yang mengerjakan amal sholeh baik laki-laki dan
perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga
dan mereka tidak dizholimi (dianiaya) walau sedikit pun.
Ada beberapa variasi yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa
prinsip-prinsip kesetaraan jender.10
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk meyembah kepada Tuhan.
Sebagimana disebutkan dalam Q.S Al-Zariyat/51:56:
ُون
ِ نس ِإَل ِليَ ْعبُد ِ َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو
َ اَل
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.”
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk
menjadi hamba ideal.Hamba ideal dalm al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-
orang yang bertaqw(muttaqun),dan untuk mencaapi derajat muttaqun ini tidak dikenal
adanya perbedaan jenis kelamin,suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.
ارفُوا ِإ َّن ُ اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم
َ شعُوبًا َوقَبَا ِئ َل ِلتَ َع ُ َّيَا أَيُّ َها الن
ٌ ع ِلي ٌم َخ ِب
ير َّ َّللاِ أَتْقَا ُك ْم إِ َّن
َ ََّللا َّ َأ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, disamping
untuk menjadi hamba(‘abid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah swt,
juga untuk menjadi khalifah di bumi (khala’fi fi al-ard). Kapasitas manusia sebagai
khalifah di bumi ditegaskan di dalam Q.S al-An’am/6:165
Kata khalifah dalam ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis kelamin
atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama
sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas-tugas kekhalifahan, di
bumi sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagi hamba Allah.
Menurut Fakhr al-Razi, Telah ada seorang pun anak manusia lahir di muka
bumi ini yang tidak berakhir akan keberaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksiakn oleh
para malaikat. Tidak ada seorang pun yang mengatakan “tidak”. Dalam islam,
tanggung jawab individualisasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama
menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara laki-laki
dan perempuan, ditegaskan dalam Surah An-Nahl/16: 97
Pada ayat diatas mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan
memberikan ketegasan bahwa prestasi tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis
kelamin saja. Laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih
prestasi secara optimal. Namun, dalam kenyataan masyarakat konsep ideal ini masih
terdapat sejumlah kendala budaya yang masih mebedakan prestasi kepada salah satu
jenis kelamin saja.
Maka dari itulah masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak membedakan
antara laki-laki dan perempuan dari segi prestasi. Siapapun bisa berprestasi, melalui
apa yang ia bisa lakukan lah, karena Allah tak pernah membedakan hal itu.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan dalam makalah ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan:
Gender adalah “suatu konsep dasar yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
laki-laki dan perempuan dari segi sosial-budaya”. Gender dalam arti yang sifatnya bisa
berubah (social construction) karena perbedaan waktu dan kondisi budaya, bukan dari sudut
biologi yang tidak dapat berubah karena bersifat kodrati.
Perbedaan jender dan sex ialah Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas
atau feminitas seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan pada aspek
anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan
(femaleness).
Laki-laki memiliki perbedaan secara biologis yaitu jenis kelamin dan seksual. Serta
perbedaan emosional dan intelektual.
Identitas gender dalam alqur’an yaitu Al-Rijal dan al-Nisa, Al-Zakar dan al-Untsa,
Al-Mar’/al-Imru’ dan al-Mar’ah/al-Imra’ah.
Prinsip-prinsip ketaraan gender dalam Al-Qur’an ialah ada 3 yaiu
1. sama-sama sebagai hamba yaitu tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi
hamba ideal. Hamba ideal dalm al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang yang
bertaqw(muttaqun),dan untuk mencaapi derajat muttaqun ini tidak dikenal adanya
perbedaan jenis kelamin,suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.
2. sama-sama sebagai khalifah, yaitu Laki-laki dan perempuan mempunyai
fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan tugas-
tugas kekhalifahan, di bumi sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab
sebagi hamba Allah.
3. sama-sama menerima primodial, yaitu Laki-laki dan perempuan sama-sama
mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan, seperti
diketahui, menjelang seorang anak manusia meluar dari rahim ibunya, ia terlebih
dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya.
4. dan yang terakhir sama-sama berpotensi meraih prestasi, yaitu Laki-laki dan
perempuan memperoleh kesempatan yang sama meraih prestasi secara optimal.