Anda di halaman 1dari 70

Modul

Penyakit Endodontik
(PENYAKIT PULPA DAN PERIAPEKS)

Disusun oleh:
Drg. Edwyn Saleh

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
MODUL

Penyakit Endodontik
(PENYAKIT PULPA DAN PERIAPEKS)

Penyusun
Drg. Edwyn Saleh
Drg. Erma Sofiani, Sp. KG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
IDENTITAS PEMILIK

NAMA : ..................................................................................................

N.I.M : ..................................................................................................

KELOMPOK : ..................................................................................................

PERIODE : ..................................................................................................

LULUSAN SARJANA : ..................................................................................................

ALAMAT/ NO.TELP : ..................................................................................................

..................................................................................................

TANGGAL MASUK : ..................................................................................................

NO. KURSI : ..................................................................................................

RS. PENDIDIKAN : ..................................................................................................

PAS FOTO
3x4

Pembimbing Klinik Tanda Tangan Pemilik


DAFTAR ISI

1. Halaman judul
2. Modul Endodontik
a. Gambaran modul
b. Area kompetensi
c. Learning outcome
d. Pendahuluan
e. Perawatan endodontik
f. Diagnosis penyakit pulpa dan periapikal
g. Pulp capping
h. Pilotomi dan apeksifikasi
i. Perawatan saluran akar pada gigi dewasa
j. Perawatan saluran akar pada gigi decidui
k. Restorasi pasca endodontik
3. Study guide maloklusi
a. Prosedur indikasi dan diagnosis perawatan endodontic
b. Klinikal prosedur perawatan endodontik
c. Prosedur penulisan laporan
d. Prosedur diskusi perawatan endodontik (BST)
e. Prosedur kontrol perawatan endodontik
4. Requirement (kegiatan)
a. Kegiatan wajib
b. Jadwal kegiatan (tentatif)
c. Radiograf perawatan endodontik
5. Assesment (Penilaian)
a. Pedoman minicex
b. Syarat minicex I
c. Syarat minicex II
d. Syarat kelulusan (untuk maju ujian kompre)
6. DAFTAR PUSTAKA
Gambaran Modul

Dengan diberlakukannya Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi mulai tahun 2006,
maka setiap lulusan dokter gigi Indonesia harus memenuhi kompetensi sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Gigi. Hal ini dilaksanakan dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi
situasi masalah kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut di Indonesia, era globalisasi,
visi Indonesia Sehat 2010 dan UU Praktik Kedokteran sehingga diharapkan seorang dokter
gigi dapat memiliki kemampuan minimal untuk melakukan pelayanan kedokteran gigi di
Indonesia. Kemampuan minimal tersebut diharapkan dapat menggambarkan mutu dokter gigi
di manapun dia melaksanakan praktek.
Buka Modul Endodontik ini memberikan informasi tentang kompetensi inti dokter gigi
khususnya di bidang endodonsia yang harus dicapai oleh semua lulusan dokter gigi, list of
clinical pictures/disease dan list of clinical skills sesuai bagian endodonsia, kegiatan-kegiatan
yang harus dilaksanakan dan sistem penilaian atau evaluasi.
Buku Modul dan Study Guide Endodontik ini disusun sebagai pedoman bagi
mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraan klinik agar dalam menjalankan proses
pendidikannya, khususnya di bagian ortodonsia, dapat tercapai dengan baik dengan tetap
memperhatikan komptensi yang harus dicapai baik skills maupun knowledge dan berusaha
untuk selalu belajar terus dengan bimbingan supervisor agar tercapai tingkat kompetensi
sesuai standar yang ditentukan oleh KKI dalam Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya
buku modul ini dengan baik. Semoga modul ini dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang
diharapkan dan kritik serta saran untuk perbaikan modul ini akan diterima tim penyusun
dengan senang hati.
Yogyakarta, Oktober 2014
AREA KOMPETENSI
MODUL ENDODONTIK

Tujuan Akhir Modul


Mahasiswa mampu memenuhi kompetensi:
Domain 1: Profesional
Mampu melakukan praktik di bidang KG dan mulut sesuai dengan keahlian, tanggungjawab,
kesejawattan, etika dan hukum yang relevan.
1.1. Menerapkan etika KG serta hukum yang berkaitan dengan praktek KG secara profesional
1.2. Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kode etik
1.3. Berfikir kritis dan alternatif dalam mengambil keputusan
1.4. Menggunakan pendekatan evidence based dentistry dalam pengelolaan kesehatan gigi
dan mulut
1.5. Mampu melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) secara efektif dan
bertanggung jawab baik secara lisan maupun tertulis kepada pasien serta masyarakat,
teman sejawat dan profesi keahlian lain yang terkait.

Domain II: Penguasaan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi


Mampu memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan kedokteran
gigi klinik yang relevan sebagai dasar profesional serta pengembangan ilmu kedokteran gigi.
1. Seorang dokter gigi harus mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan biomedik yang
relevan sebagai sumber keilmuan dan berbagai data penunjang untuk diagnosis dan
tindakan medik KG
2. Seorang dokter gigi harus mampu memahami ilmu kedokteran klinik yang relevan
sebagai pertimbangan dalam melakukan perawatan gigi dan mulut pada pasien medik
kompromis
3. Seorang dokter gigi harus mampu memahami prinsip ilmu kedokrteran gigi dasar
yang mencakup: Biologi oral, material dan teknologi kedokteran gigi untuk
menunjang ketrampilan preklinik dan klinik, serta penelitian bidang KG.
4. Seorang dokter gigi harus memahami prinsip ilmu kedokteran gigi klinik sebagai
dasar untuk melakukan pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yang efektif dan
efisien.
Domain III: Pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik
Mampup memeriksa, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai
kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, prefentiv, kuratif dan
rehabilitatif.
1.1. Seorang dokter gigi harus mampu melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan sistem
stomatognatik dengan mencatat informasi klinis, laboratories, radiologis, psikologis, dan
sosial guna mengevaluasi kondisi medis pasien
1.2. Menggunakan rekam medik sebagai acuan dasar dalam melaksanakan perawatan gigi
dan mulut
1.3. Seorang dokter gigi harus mampu menegakkan diagnosis penyakit-penyakit gigi dan
mulut melalui interpretasi, analisis dan sintesis hasil pemeriksaan pasien
1.4. Mengembangkan, menginterpretasikan dan mendiskusikan rencana perawatan yang
didasarkan pada kondisi, kepentingan dan kemampuan pasien
1.5. Menentukan tujuan rujukan yang sesuai

Domain IV: Pemulihan fungsi sistem stomatognatik


Mampu melakukan tindakan pemulihan fungsi system stomatognatik melalui
penatalaksanaan klinik
1. Seorang dokter gigi harus mampu mengendalikan rasa sakit dan kecemasan pasien
disertai sikap empati
2. Melakukan observasi dan restorasi gigi sulung dan permanent
3. Mengelola kegawatdaruratan di bidang KG

Detail sasaran pembelajaran:


1.10.1. Mampu menerapkan etika kedokteran gigi secara profesional (C3, P3, A4)
1.10.2. Mampu menjaga kerahasian profesi dalam hubungannya dengan teman sejawat, staf
dan pasien (C3,P3,A3)
1.10.3. Mampu membedakan hak dan kewajiban dokter dan pasien (C3, P3, A4)
1.10.4. Mampu memberikan pelayanna kedokteran gigi yang manusiawi dan komprehensif
(C5,P5,A3)
1.10.5. Mampu menjaga hubungan terbuka dan jujur serta saling menghargai dengan pasien,
pendamping pasien, dan teman sejawat (C3,P3,A3)
1.10.6. Mampu memperkirakan keterbatasan kemampuan diri untuk kepentingan rujukan
(C3,P3,A4)
1.10.7. Mampu menyusun pemecahan masalah berdasarkan prioritas (C3,P3,A3)
1.10.8. Mampu menilai kualitas produk dan teknologi kedokteran gigi (C4, P3,A3)
1.10.9. Mampu menapis sumber rujukan yang sahih untuk kepentingan peningkatan kualitas
pelayanan kessehatan gigi dan mulut (C3,P3,A3)
1.10.10. Mampu berdialog dengan pasien dalam kedudukan yang setara (C3,P3,A3)
1.10.11. Mampu bersikap empati terhadap pasien akan keluhan kesehatan gigi dan mulut
yang mereka kemukakan (C3,P3,A3)
1.10.12. Mampu menuliskan surat rujukan pasien kepada (C3,P3,A3) sejawat dan atau
penyelenggara kesehatan lain jika diperlukan sesuai dengan SOP yang berlaku
1.10.13. Mampu mengintegrasikan ilmu biomedik yang relevan dengan bidang kedokteran
gigi utnuk meneggakkan diagnnosis, menetapkan prognosis dan merencanakan
tindakan medis kedokteran gigi (C3,P3,A4)
1.10.14. Mampu menghubungkan morfologi makroskopis, mikroskopis, dan topografi organ,
jaringan penyusun system tubuh secara terpadu, sebagai landasan pengetahuan untuk
diagnosis, prognosis dan merencanakan tindakan medik dental (C3,P3,A4)
1.10.15. Mampu menguhubungkan tatalaksana kedokteran klink untuk mengembalikan
fungsi optimal system stomatognasi (C4,P3,A4)
1.10.16. Mampu memahami ilmu-ilmu kedokteran gigi dasar untuk pengembangan ilmu
kedokteran gigi dasar dan klinik (C2,P4,A4)
1.10.17. Mampu menganalisis hasil penelitian kedokteran gigi dasar yang berkaitan dengan
kasus medik dental dan disiplin ilmu lain yang terkait (C4,3,A4)
1.10.18. Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi dasar yang menunjang ketrampilan
preklinik dan klinik, serta penelitian bidang KG, meliputi: biologi, oral, biomaterial
kedokteran gigi, radiology KG (C2,P3,A4)
1.10.19. Mampu merencanakan material kedokteran gigi yang akan digunakan dalam
tindakan rekonstruksi untuk mengembalikan fungsi stomatognati yang optimal
(C4,P3,A4)
1.10.20. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratories dan radiografis untuk
diagnosis kelainan dan penyakit pada system stomatognati (C2,P3,A4)
1.10.21. Mampu memahami prinsip pelayanan klinis kesehatan gigi dan mulut yang meliputi
tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif (C2,P3,A4)
1.10.22. Mampu mengidentifikasi keluhan utama penyakit atau gangguan system
stomatgnatik (C1,P2,A2)
1.10.23. Mampu menentukan pemeriksaan penunjang radiology intra oral yang dibutuhkan
(C4,P4,A4)
1.10.24. Mampu menentukan pemeriksaan penunjang radiology intra oral yang dibutuhkan
(C4,P4,A4)
1.10.25. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratories (C4,P3,A3)
1.10.26. Mmapu menginterpretasikan hasil pemeriksaan radilogy intra oral (C4,P3,A3)
1.10.27. Mampu membuat rekam medik secara akurat dan komprehensif (C1,P3,A4)
1.10.28. Mampu merencanakan perawatan medik secara akurat dan kompterhensif
(C1,P3,A4)
1.10.29. Mampu menegakkan diagnosis sementara dan diagnosis kerja berdasarkan analisis
hasil pemeriksaan riwayat penyakit, temuan klinis, temuan laboratories, dan temuan
alat bantu yang lain (C4,A4,P4)
1.10.30. Mampu memastikan lokasi, perluasan, etiologi karies dan kelainan periodontl serta
kerusakannya (C4,P3,A4)
1.10.31. Mampu membedakan antara pulpa yang sehat dan yang tidak sehat
1.10.32. Mampu merencanakan pengelolaan ketidaknyamanan dan kecemasan pasien yang
berkaitan dengan pelaksanaan perawatan (C3,P3,A3)
1.10.33. Mampu merencanakan perawatan dengan memperhatikan kondisi sistemik
pasien(C3,P3,A3)
1.10.34. Mampu mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif dan rasional
berdasarkan diagnosis (C3,P3,A3)
1.10.35. Mampu menjelaskan temuan, diagnosis dan perawatan pilihan ketidaknyamanan dan
resiko perawatan untuk mendapat persetujuan melakukan perawatann (C2,P3,A3)
1.10.36. Mampu menjelaskan tanggungjawab pasien, waktu yang dibutuhkan, langkah-
langkah perawatan dan perkiraan biaya perawatan (C2,P2,A3)
1.10.37. Mampu membuat surat rujukan pada spesialis bidang lain terkait dengan kelainan
pasien (C3,P3,A3)
1.10.38. Mampu melakukan rujukan kepada yang lebih kompeten sesuai dengan bidang
terkait (C3,P3,A3)
1.10.39. Mampu meresepkan obat-obatan secara benar dan rasional (C3,P3,A3)
1.10.40. Mampu menggunakan anestesi lokal untuk mengendalikan rasa sakit untuk prosedur
restorasi dan bedah (C4,P4,A4)
1.10.41. Mampu mengisolasi gigi geligi dan saliva dari bakteri (C3,P4,A3)
1.10.42. Mampu membuang jaringan karies dengan mempertahankan vitalitas pulpa dan gigi
sulung dan permanent (C3,P4,A3)
1.10.43. Mampu membuat restorasi dengan bahan-bahan restorasi yang sesuai indikasi pada
gigi sulung dan permanent (C5,P4,A4)
1.10.44. Mampu mempertahankan vitalis pulpa dengan obat-obatan dan bahan kedokteran
gigi pada gigi sulung dan permanent (C3,P3,A3)
1.10.45. Mampu melakukan perawatan saluran akar pada gigi vital dan non vital gigi sulung
dan permanent (C3,P3,A3)
1.10.46. Mampu menindaklanjuti hasil perawatan saluran akar yang sesuai dengan
indikasinya (C3,P3,A4)
1.10.47. Mampu memilih jenis restorasi pasca perawatan saluran akar yang sesuai dengan
indikasinya (C3,P3,A4)
1.10.48. Mampu mempersiapkan gigi yang akan direstorasi sesuai dengan indikasinya
(C3,P3,A3)
1.10.49. Mampu melakukan tindakan darurat medis gigi (C3,P3,A3)

TUJUAN AKHIR MODUL ENDODONTIK

1. Mahasiswa mampu menyebutkan macam diagnosa penyakit pulpa dan periapikal


2. Mahasiswa mampu menentukan penyebab penyakit pulpa dan periapikal
3. Mahasiswa mampu melakukan cara-cara pemeriksaan dan mendiagnosa penyakit
pulpa dan periapikal
4. Mahasiswa mampu menginterpretasikan pemeriksaan penunjang (radiograf)
5. Mahasiswa mampu menyusun rencana perawatan suatu kasus perawatan endodontik
secara lengkap
6. Mahasiswa mampu melakukan follow up keberhasilan perawatan endodontik
7. Mahasiswa mampu melakukan DHE terhadap kasus endodontik

KARAKTERISTIK MAHASISWA

1. Sarjana Kedokteran Gigi


2. Telah melalui tahap pembekalan (Panum)

SASARAN PEMBELAJARAN

1. Mampu melakukan anamnesa untuk mendiagnosis penyakit pulpa dan periapikal


2. Mampu melakukan pemeriksaan fisik diagnostik untuk menegakkan diagnosis dalam
perawatan endodontik
3. Mahasiswa mampu melakukan seleksi kasus pada perawatan endodontik
4. Mampun menginterpretasikan radiograf untuk menegakkan diagnosis
5. Mahasiswa mampu menyusun rencana perawatan endodontik
6. Mahasiwa mampu melakukan perawatan preventif, DHE pencegahan terjadinya pulpa
dan periapikal
7. Mahasiswa mampu menentukan prognosa kasus endodontik
8. Mampu melakukan rujukan kepada sejawat yang lebih kompeten secara interdisiplin
dan intradisiplin.
DASAR TEORI
PENDAHULUAN

PENYAKIT ENDODONTIK
Jaringan pulpa merupakan organ khusus terdiri atas jaringan ikat yang kaya oleh
jaringan vaskular, terletak di dalam ruang pulpa yang dilindungi oleh jaringan dentin
dan email. Jaringan pulpa tersebut terdiri dari substansi dasar yang bersifat gelatin,
kolagen, serabut argirofil, sel-sel elemen, serta sistem mikrovaskular dan serabut saraf
yang bersifat terminal. Antara jaringan dentin dan jaringan pulpa saling berhubungan
dengan erat dan disebut ‘pulpo dentinal complex’. Bagian ini paling penting untuk
kelangsungan hidup pulpa.
Pulpo Dentinal Complex (PDC) ini terdiri dari dentin, predentin, odontoblast,
pembuluh darah dan limfe, serta jaringan saraf. Sel pulpa terdiri dari sel odontoblast, sel
fibroblast (pulp cell), makrofag sel dendritik (dendritic cell), limfosit, sel mesenkim,
dan sel mast. Sel-sel tersebut mempunyai fungsi yang spesifik. Sel odontoblast
bertanggungjawab melakukan dentinogenesis dalam masa perkembangan dan maturasi
gigi.
Sel odontoblast tersebut merupakan sel yang spesifik dalma pulpo dentinal
complex. Sel fibroblast adalah sel jaringan yang spesifik yang dapar berdiferensiasi
sebagai odontoblas memberikan tanda atau signal tertentu. Makrofag jaringan, atau sel
histiosit adalah sel-sel monosit yang keluar dari aliran darah ke jaringan dan
berdiferensiasi menjadi makrofag. Sel ini sangat aktif dalam endocytosis dan
phagocytosis. Sel dendritik terdapat lama laposan odontoblas pulpa normal. Seperti
halnya makrofag, sel dendritik adalah sel tambahan yang mula-mula terdapat dalam
jaringan lymphoid. Bila sel tersebut di epidermis disebut sel Langerhans.
Bersama-sama dengan sel makrofag, sel-sel tesebut berpartisipasi dalam
‘immunisurveilance’ dalam pulpa. Limmfosit yang terdapat dalam pulpa normal gigi
manusia, terdiri dari limfosit T dan limfosit B. Adanya makrofag, sel dendritik dan
limfosit menunjukkan bahwa pulpa dilengkapo oleh sel untuk melakukan inisiasi respon
imun. Premordial sel mesenkim terdapat pada jaringan dewasa sebagai sel mesenkim
yang belum tediferensiasi. Pada penyembuhan luka sel fibroblast secara cepat dapat
membelah diri dan membentuk fibroblast baru. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
pulpa, sel mesenkim baru berasal dari sel lain dan bukan sel fibroblast. Sel mast,
ditemukan pula pada pulpa sehat. Perannya terhadap proses radang terutama dalam
histamin sebagai mediator kimia, misalnya reaksi anafilatik.
Metabolisme jaringan pulpa dibuktikan melalui penelitian tentang konsumsi
oksigen dan produksi CO2 dan asam laktat jaringan pulpa. Karena komposisi sel pulpa
relatif jarang maka konsumsi oksigen pun lebih rendah dibandingkan jaringan lain.
Kegiatan metabolisme paling besar pada lapisan Od-ontoblast. Karenanya pengaruh
obat anestesi atau bahan kedokteran gigi dapat memberikan perubahan-perubahan pada
sistem metabolisme pulpa.
Susunan struktur jaringan pulpa dari arah tengah keluar, terdiri atas tiga daerah
yang disebut:
1. Central zone
2. Cell rich zone dan
3. Cell poor zone
Yang salling terintegrasi dalam fungsi formatif, pertahanan, nutritif dan persarafan.
Berbagai fungsi tersebut akan aktif baik secara fisiologis maupun secara patologis
berdasarkan rangsang yang diterima. Derajat vitalitas pulpa sangat bergantung kepada
besar serta lamanya rangsang yang diterima. Jenis rangsang yang diterima oleh jaringan
pulpa adalah rangsang fisik, kimia dan bakterial. Jenis rangsang yang paling sering
terjadi adalah rangsang fisik. Rangsang fisik ini mulai diterima oleh gigi sejak gigi
erupsi dan makin meningkat setelah gigi antagonis erupsi. Tingkat beban kunyah pun
akan makin tinggi setelah aktifitas kunya seseorang makin meningkat. Keadaan ini akan
makin bertambah besar apabila ada tindakan-tindakan tambahan seperti tekanan
mekanik, traumatik, perubahan suhu yang besar, rangsang elektris, radiasi dan tekanan
barometrik atau akibat tindakan perawatan kedokteran gigi yang dikenal sebagai ‘faktor
iatrogenic’
Rangsang kimia sebagian besar disebabkan oleh tindakan kedokteran gigi yaitu
pemakaian zat kiimia yang banyak terdapat dalam bahan-bahan yang digunakan dalam
perawatan kedokteran gigi. Makanan yang bersifat asam dapat menyebabkan erosi
jaringan keras gigi, email dan dentin yang mengakibatkan jaringan pulpa tidak
terlindungi. Kejadian ini merupakan permulaan dari cedera pulpa sehingga dapat
menimbulkan berbagai akibat yang merugikan. Keteledoran yang paling berat dalam
menggunakan bahan-bahan tersebut dapat berakibat fatal bagi pulpa.
Mikroorganisme mulut sangat banyak jenisnya, kira-kira 200 spesies dan dapat
mengakibatkan berbagai penyakit, diantaranya karies, radang pulpa dan radang
periapeks.
Penyakit pulpa dapat disebabkan secara langsung oleh mikroorganisme, misalnya
pad ainvasi langsung jaringan pulpa akibat fraktur gigi. Atau secara tidak langsung,
yaitu dengan melalui proses karies. Penyebab lain dari penyakit kelainan pulpa yang
masih belum diketahui, disebut ‘faktor idiopatik’, yang menjadi penyebba terjadinya
resorpsi interna. Penyebab restorasi interna yang terbesar adalah trauma. Hal ini telah
banyak dibicarakan pada berbagai penulisan, akan tetapi secara tuntas belum dapat
dijelaskan.
Di bawah ini dapat dilihat bagan proses radang akibat berbagai rangsang yang
mencederai jaringan pulpa. Berbagai kemungkinan dapat terjadi pada jaringan pulpa
tersebut seseuai dengan besar, lama rangsang yang mengenainya. Rangsang yang paling
ringan hanya menyebabkan dentin hipersensitif, namun yang paling berat dapat
langsung mengakibatkan periodontitis apikal yang akut. Hal ini dapat terjadi karena
adanya hubungan langsung antara pulpa dan periodontal melalui daerah yang disebut
‘pulpo periodontal junction’ (PPJ).

Jenis rangsang: suhu, fisik, listrik, kimia dan mikroba

Pulpa tertutup dan tidak meradang


Gambar 3. Hubungan antara penyakit pulpa dengan proses randang (dikutip dari buku
Endodontics therapy oleh Weine S.F)

Klarifikasi Penyakit Pulpa


Berbagai klasifikasi penyakit pulpat telah dibuat oleh banyak ahli, seperti Rebel,
Grossman, Baum, Bender, Ingle dan lain – lain. Klasifikasi tersebut berdasarkan
simptom histopatologis, daya sembuh jaringan dan jenis perawatan.

Tabel 2. Klasifikasi
Grossman Weine Baum SMSA
1. Pulpa Hiperemi 1. Radang pulpa (klinis) 1. Pulpa vital Klinis dan
2. Pulpitis Hiperemi (rev.P) asimptomaatik mikros:
a. Pulp akut Pulpitis Simptomatic trauma/kariess 1. Pulpitis
b. Pulp. Kronis Asimptotic Pulp capping I: Pulpa
ulcreatif 2. Perubahan 2. Vital simptomatik Hiperem
c. Pulp. Kronis asimptomatik pulpa: gigi dewasa muda i Pulpitis
d. Hiperplastis  Pulpa nekrosis pulppotomi di kamar
3. Degenerasi  Perubahan retrogesif 3. Vital pulpektomi pulpa
pulpa a. Atrofi 4. Nekrosis 2. Pulpitis
a. Calcific b. Klasifikasi a. Peraw. Sal. II,
b. Fibrous  Resopr. Intern Akar Pulpitis
c. Internal b. Apeksifikasi di
Resorpsi saluran
4. Pulp nekrosis akar
3. Nekrosis
pulpa
*SM Soerono Akbar, 1987

Tiga dari empat klasifikasi tersebut mempunyai tanda-tanda klinis yang hampir
sama, karena patokan yang dipakai sama, yaitu berdasarkan gambaran histopatologis.
Hanya klasifikasi menurut Baum yang membagi dalam 4 kategori, agak berbeda karena
dasarnya pada jenis diagnosis yang dihubungkan dengan kemampuan penyembuhan
jaringan pada jenis perawatan yang sesuai (tabel 2). Klasifikasi penyakit pulpa menurut
gambaran histopatologis dikemukakan oleh Seltzer dengan dasar Giri khas sel-sel
radang yang terdapat pada setiap perubahan keadaan yang terjadi pada jaringan pulpa.
Jenisnya adalah:
1. Intact-uninflamed pulo
2. Atrophic pul (pulposis)
3. Acure pulpitis
4. Intact pulp with scatterd chronic inflammatory cells (transitional stage)
5. Chronic partial pulpitis
A. With partialliquifaction necrosis
B. With partial coagulation necrosis
6. Chronic total pulpitis
With partialliquifaction necrosis
7. Total pulp necrosis
Klasifikasi tersebut bila dihubungkan dengan tanda-tanda klinis agak berbeda. Hal
ini karena simptom klinis yang berupa kualitas respon rasa nyeri pada setiap individu
berbeda. Berbagai penelitian menunjukkan pula bahwa tidak ada hubungan antara rasa
nyeri dengan luas kerusakan jaringan pulpa. Perbedaannya sangat bergantung kepada
usia, anatomi jaringan gigi, daya tahan seseorang dan lain sebagainya.

Jenis Penyakit Pulpa


1. Pulpa Hiperemi
Diagnosis radang pulpa yang paling dini adalah pulpa hiperemi. Keadaan ini
merupakan suatu permulaan radang yang ditandai oleh bertambahnya jumlah aliran
darah ke dalam ruang pulpa akibat jejas. Pulpa hiperemi ini merupakan radang pulpa
yang bersifat penyebabnya. Cedera yang menyebabkan jejas pada jaringan pulpa akan
mengakibatkan aktifitas fungsi pulpa. Sel-sel pertahanan pulpa akan menghilangkan zat
rangsang yang ada dengan mengaktifkan aliran darah menuju ke pusat cedera.
Pada tingkat pulpa hiperemi kerusakan jaringan pulpa belum terjadi, namun
apabila rangsang makin meningkat maka radang pulpa dan kerusakan jaringan akan
berlanjtu. Pembuluh darah akan makin melebar diikuti rasa sakit yang makin tajam,
karena dinding ruang pulpa yang kaku tidak dapat mengikuti perubahan volume
jaringan pulpa. Akibatnya serabut saraf pulpa terjepit, dan reaksi nyeri yang timbul
makin tajam.
Tanda yang paling jelas pada pulpa hiperemi adalah rasa nyeri yang tidak spontan.
Spontan merupakan tanda khas bila pulpa sudah ireversble. Batas antara pulpitis
reversible (pulpa heremi) dan pulpitis irreversible sukar ditentukan berdasarkna gejlala
klinis saja. Simptom atau tanda-tanda klinis yang khas pada pulpa hiperemi ditandai
oleh:
- Intensitas nyeri tidak tajam dan tidak spontan
- Nyeri karena rangsangan, misalnya bila makanan masuk kavitas, kena
minuman panasa atau dingin dan apabila rangsangan dihilangkan nyeri ikut
hilang.
Reaksi Pulpa terhadap Karies

karies yang tidak dirawat

pulpa

Pulpa tertutup mengandung sel-sel radang kronik (tahap transisi) V

terbuka

eksaserbasi akut Pulpitis parsial kronik

drainase

tertahan

pulpitis total kronik pulpitis eksaserbasi akut

drainase

Jaringan komplex pulpa-periapeks periodontis apikal kronis


Gambar 4. Skema rekasi pulpa pada gigi karies yang tidak terawat (dikutip dari buku
‘The pulp’ oleh Seltzer S dan Bender B)

Diagnosis klinis
1. Melakukan anamnesis dengan menanyakan riwayat penyakit umum, riwayat
penyakit gigi, jenis perawatan yang pernah atau sedang dijalankan.
2. Mendengarkan keluhan subjektif pasien dengan menanyakan bagaimana rasa
nyerinya, apakah spontan, tajam, bilamana terjadinya, apakah sudah
berulangkali, apakah nyerinya menjalar, berapa lama berlangsungnya dan lain
sebagainya.
3. Melakukan pemeriksaan objektif yaitu:
3.1. Tes visual terlihat ada kerusakan jaringan, yang sudak dekat letaknya
dengan jairngan pulpa, misalnya kavitas yang sudah dalam oleh karena
abrasi, atrisi, erosi atau karies.
3.2. Tes perabaan dengan sonde pada daerah dentin yang terbuka menunjukkan
reaksi positif, yaitu ngilu atau nyeri dentin
3.3. Tindakan ekskavasi untuk melihat kedalaman kavitas. Kadang-kadang
laposan jaringan pada dasar kamar pulpa hampir terbuka, atau akan terbuka
bila dibersihkan dengan ekskavator. Apabila karena proses karies terlihat
jaringan yang agak lunak, yang dapat dikerok, dan akibat tindakan ini pulpa
akan terbuka.
3.4. Tes suhu (termal) menunjukkan reaksi positif
3.5. Tes listrik menunjukkan hasil lebih sensitif dibandingkan gigi normal
3.6. Perkusi gigi, palpasi jaringan mukosa sekitar gigi memperlihatkan tanda
normal, tidak nyeri
3.7. Tes mobilitas menunjukkan tanda normal
Gambaran radiografik
Gambaran x-ray jaringan pulpa normal. Ruang pulpa tidak menunjukkan
gambaran yang lain, misalnya lebih lebar, atau lebih sempit atau lebih radiopak.
Gambaran histopatologik
Terlihat vasodilatasi pembuluh darah pulpa terutama di daerah pulpa dekat proses
karies.
Diagnosis banding
1. Pulpitis akut
2. Pulpitis kronik
Perawatan
Pulpcapping.
Prognosis
Kesembuhan jaringan pulpa baik.
Gambar 5. Radang Pulpa A: Pulpa Hiperemi, B. B1: Pulpitis ringan, C. C1: Pulpitis
ringan, sel radang agak menyebar (sebukan sel radang ditunjukkan dengan panah),
dikutip dari Colby. Color Atlasof Oral Pathology dan koleksi pribadi.

2. Pulpitis
Pulpitis adalah radang pada pulpa gigi. Radang tersebut dapat bersifat akut,
kronik, kronik dengan eksaserbasi akut, tergantung pada proses patogenesisnya dan
etiologinya. Contoh radang pulpa kronik adalah radang pulpa akibat proses gigi karies.
Pada akhir-akhir ini akibat perawatan dan pemakaian bahan-bahan kedokteran gigi juga
merupakan penyebab yang perlu ditinjau disamping penyebab lainnya seperti trauma
dan lain-lain. Letak jaringan pulpa yang terlindung oleh email dan dentin yang kuat dan
keras, merupakan suatu keuntungan dalam mempertahankan diri terhadap rangsang.
Namun jaringan keras tersebut bersifat pemriabel sehingga mudah terpengearuh oleh
faktor-faktor perubahan suhu, tekanan, zat dan lain-lainnya. Gejala pulpitis akut atau
kronik disertai eksaserbasi akut. Gejala pulpitis akut disebabkan berbagai faktor, antara
lain terbukanya pulpa secara mendadak, atau proses kronik yang berkembang menjadi
akut. Di bawah ini diuraikan berbagai pulpitis menurut klasifikasi Grossman yaitu:
1. Pulpitis akut serosa
2. Pulpitis akut supurativa
3. Pulputis kronik ulserativa
4. Pulpitis kronik hiperplastika

2.1. Pulpitis akut serosa


Pulpitis akut serosa adalah radang pulpa yang secara klinis ditandai oleh rasa
nyeri yang terus menerus, kadang-kadang rasa nyeri hilang namun kemudian timbul
lagi. Nyeri timbul karena perubahan suhu terutama dingin atau jenis makanan yang
asam atau makanan manis. Penyebab nyeri lainnya adalah tekanan makan di dalam
kavitas. Sifat nyeri yang ditimbulkan adalah tajam dan spontan, serta menetap. Rasa
nyeri tersebut akan bertambah hebat apabila pasien dalam posisi berbaring. Rasa nyeri
menjalar ke arah pelipis, sinus maksilaris dan telinga.
Diagnosis klinis
1. Secara visual terlihat kavitas yang sudah dalam dan jaringan pulpa sudah
terbuka. Dasar kavitas akibat proses karies sudah mengenai pulpa atau jairngan
pulpa
2. Pada tes sondasi di daerah dentin terasa nyeri
3. Tes suhu atau tes listrik meunjukkan reaksi yang sangat peka.
Gambaran radiografik
Menunjukkan dasar kavitas yang dalam, seringkali sudah melibatkan tanduk pulpa
atau atap pulpa.
Gambaran histopatologik
Daerah pulpa di dasar kavitas menjadi pusat radang, yang berupa spektrum. Sel-
sel odontoblast rusa gelombang spektrum menyebar dari ke arah dasar kamar pulpa
dengan tanda-tanda pelebaran pembuluh darah mikro, seburkan sel radang akut
polimorfonukleus dan sel radang kronik makrofag, dan sel plasma (Gb 3 B, B1)
Diagnosis banding
1. Pulpa hiperemi
2. Pulpitis akut supurativa
Perawatan
1. Pulcapping dengan obat antibiotik yang mengandung preapart corticosteroid
2. Pulpotomi pada gigi dewasa muda
3. Pulpektomi
Prognosis
1. Bila perawatan yang dipilihi pulpcapping prognosis kurang baik. Apabila berhasil
kemungkinan karena diagnosis yang kurang tepat
2. Bila perawatan pulpotomi penyembuhan jaringan pulpa di dalam saluran akar baik
3. Bila perawatan pulpektomi penyembuhan jaringan periapikal baik
2.2. Pulpitis akut supurativa
Pulpitis akut serosa dapat berlanjut menjadi pulpitis akut suprativa. Ini disebabkan
tertutupnya jalan keluar produk radang dari ruang pulpa. Akibatnya kerusakan sel
jaringan pulpa meluas dan terjadi pengumpulan pus. Secara mikroskopis terlihar sebagai
mikroabses. Terjadinya pulpitis ini biasanya didahului oleh proses kronis dan karena
drainase tidak lancar maka terjaid pengumpulan produk radang yang menekankan
sistem persarafan dan mengakibatkan nyeri hebat atau akut. Kejadian ini mendorong
pasien untuk meminta pertolongan. Penyebabnya pulpitis akut suprativa ini lanjutan dari
proses karies, trauma atau tumpatan yang tidak kompatibel. Kerusakan jaringan dentin
berlanjut ke sel-sel odontoblast, sel-sel bagian tengah jaringan pulpa, serta
pengumpulan pus, memberikan gambaran spektrum radang yang lebih luas daripada
sprektum pulpitis akut serosa.
Diagnosis klinis:
Melalui anamnesis penyakit ini mudah diduga diagnosisnya, karena penderitaan
pasien yang jelas terlihat. Pasien terlihat lesu akibat nyeri sangat hebat yang
dirasakannya sehingga mengganggu tidurnya. Nyeri kadang-kadang hilang sementara
namun kemudian timbul lagi, atau nyeri dapat berlangsung terus menerus. Rasa nyeri
bertambah hebat apabila gigi kena rangsang panas, sebaliknya rangsang dingin dapat
meredakan atau menghilangkannya. Penutupan kavitas tanpa melakukan pembuangan
jaringan yang terinfeksi akan mengakibatkan nyeri bertambah hebat. Bila gigi dipakai
mengunyah terasa lebih nyeri karena kasus tersebut diikuti gejala periodontitis. Tes
listrik dengan aliran arus kecil menimbulkan reaksi pada stadium awal pulpitis akut
suprativa. Namun apabila keadaan sudah lanjut, reaksi baru timbul pada arus listrik
yang lebih besar.
Gambaran radiografik
Kavitas dalam dan atap pulpa sudah terbuka. Atap pulpa sudah hilang, sehingga
terlibat menyatu dengan dasar kavitas atau tumpatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa
kavitas sudah mengenai pulpa.
Gambaran histopatologik
Distruksi sel-sel odontoblast terlihat pada daerah spektrum radang pulpa di bagian
kamar pulpa makin lluas. Di sekitar pus (Sel radang mati) ditandai oleh sebukan sel
radanng akut. Vasodilataso terjadi pada pembuluh darah mikro. Mikroabses terdapat
menyebar terutama di permukaan jaringan pulpa di bawah proses karies (Gb 3, C dan
C1)
Diagnosis banding
Alveolar abses akut. Perbedaannya adalah pulpa nonvital. Namun persamaannya
pada reaksi palpasi dan perkusi yang positif, dan adanya radioulsen pada gambaran x-
rays daerah periapeks. Pada stadium permulaan kedua diagnnosis tersebut sukar
dibedakan.
Perawatan
- Pulpektomi
- Tahapnya dengan meredakan nyeri lebih dahulu, yaitu dengan melakukan
drainase di bawah anestesi lokal, kemudian pada kavitas dibero obat sedativa
dan kavitas ditutup sementara.
Prognosis
Prognosis untuk jaringan pulpa tidak baik, pulpa tidak dapat sembuh kembali.
Namun prognosis untuk jaringan periapeks gigi baik, karena dengan pulpektomi giggi
dapat dipertahankan.
2.3. Pulputis kronik ulserativa
Pulpitis ini mempunyai tanda yang khas, yaitu terdapatnya ulkus di permukaan
jaringan pulpa pada daerah pulpa yang terbuka. Hal ini terjadi apabila kamar pulpa
terbuka lebar, karena drainase produk radangnya lancara. Di samping itu disebabkan
oleh kadar rangsang nya yang rendah. Penyebab utamanya invasi mikrooganisme dari
mulut yang berjalan kronis akibat dari proses karies atau tumpatan yang bocor. Proses
radang dapat menjalar ke jaringan pulpa di saluran akar. Ulkus tersebut biasanya
dibatasi oleh sel-sel limfosit (round cell) jaringan pulpa.
Diagnosis klinis:
Keluhan subyektif tidak begitu hebat, rasa nyeri terjadi pada ulkus terdesak oleh
makanan yang masuk ke kavitas. Ini karena degenerasi saraf pada permukaan jaringan
pulpa. Tanda-tanda secara visual adanya karies pulpa, pulpa terbuka dan dentin tertutup
lapisan jairngan karies yang berwarna abu-abu dan debris yang terdiri dari: sisa
makanan, sellekosit yang rusak, mikroosganisme dan sel-sel darah. Permukaan jaringan
pulpa yang mengalami erosi tersebut mmenimbulkan bau busuk.
Sondasi dan ekskavasi daerah tersebut tidak menimbulkan sakit, kecuali bila
mengennai bagian pulpa di tengah. Nyerinya biasanya diikuti oleh perdarahan karena
peningkatan permiabilitas pembuluh darah mikro, sebagai akibat desakan aliran darah
yang menuju ke pusat radang. Reaksi terhadap peningkatan suhu kurang, baik pada
rangsang panas maupun dingiin. Besarnya reaksi sama seperti pulpa normal. Pada tes
listrik kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi.
Gambaran radiografik
Pada gambar x-rays terlihat atap pulpa terbuka, ada proses karies di bawah
tumpatan, kavitas dalam, atau tumpatan menyatu dengan jaringan pulpa.
Gambaran histopatologik
Terlihat ulkus yang dibatasi oleh sel-sel limfosit, dan di bawah nya atau
sekitarnya dikelilingi oleh jaringan pulpa yang telah mengalamii perubahan klasifikasi.
Biasanya terlihat mikro abses. Ulkus biasanya meluas ke seluruh kamar pulpa dan
berhenti pada permukaan pulpa. Namun jaringan pulpa di dalamm saluran akar dapat
memberikan gambaran yang normal atau infiltrasi sel-sel limfosit. Pada keadaan
tertentu infiltrasi ini dapat meluas sampai jaringan periodontal akan tetapi tidak
mempengaruhi tulang periapeks. Apabila hal tersebut terjadi maka jaringan pulpa akan
berubah menjadi jaringan granulomatosa (Gb 4, B, B1)
Diagnosis banding:
1. Pulpitis akut serosa
2. Nekrosis partial
Perawatan:
1. Pada gigi dewasa muda: Pulpotomi
2. Pada gigi dewasa: pulpektomi. Pulpektomi ini dapat dilakukan secara lansgung
atau bertahap, bergantung kepada jenis gigi, atau derajat kesulitannya
Prognosis:
1. Untuk kasus pulpotomi prognosis penyembuhan jaringan pulpa di dalam saluran
akar baik, karena pulpa dapat sembuh dan tetap vital
2. Untuk kasus pulpektomi prognosis gigi baik, karena gigi dapat dipertahankan
untuk menjalankan fungsinya dengan normal

2.4. Pulpitis kronik hiperplastika


Beberapa nama lain penyakit ini adalah: Pulpitis granulamatosa atau Pulpa polip
atau pulpitis Hipertrofik. Pulpitis ini menjadi oleh tonjolan jaringan granulomatosa yang
keluar dari kamar pulpa. Jaringan granulomatosa ini adalah suatu produk radang pulpa
yang berasal dari pertambahan jumlah sel pulpa dan pembesaran ukuran sel-sel pulpa.
Hal ini terjadi karena rangsangan yang kecil dan berlangsung lama, serta didukung oleh
vaskularisasi jaringan yang baik. Tidak jarang permukaan jaringan pulpa yang
hiperplastik tersebut diselimuti oleh sel-sel epitel yang berasal dari sel mukosa mulut.
Diagnosis klinis
Pulpa polip ini biasanya terdapat pada gigi sulung atau pada gigi dewasa muda,
misalnya gigi molar pertama. Tonjolan polip tersebut berwarna merah, memenuhi ruang
kavitas, dan menempati seluruh permukaan oklusal. Penyakit ini akibat proses karies
yang kronis. Tidak ada gejala rasa nyeri, kecuali bila tertekan oleh makanan. Kurang
sensitif dibandingkan jaringan pulpa normal, akan tetapi lebih sensitif daripada gingiva
normal.
Permukaan pulpa polip berbenjol-benjol, dan bila disentuh mudah berdarah,
namun kurang menimbulkan rasa nyeri. Demikian pula bila dipotong kurang
menimbulkan rasa sakit, kecuali bila ditekan. Tes suhu tidak menunjukan kepekaan.
Demikian pula tes listrik kurang peka dibandingkan dengan pulpa normal.
Gambaran radiografik:
Pada hambaran X-rays menunjukkan kavitas yang dalam dan atap pulpa sudah
teruka lebar. Ruang pulpa menunjukkan gambaran yang lebih lebar daripada normal,
karena umur gigi yang masih muda.
Gambaran histopatologik
Permukaan pulpa polip ini tertutup oleh epitel stratified squamous. Pada gigi
sulung lebih banyak yang tertutup oleh epitel daripada gigi permanen. Epitel tesrebut
berasal dari sel-sel mesenkim, atau dapat pula berasal dari gingiva, atau dari desquamasi
sel epital mukosa atau lidah. Jaringan pulpa di dalam kamar pulpa meradang dan
berbentuk jaringan granulomatosa. Hal ini merupakan proses proliferasi sel-sel pulpa,
serabut kolagen, poliblast, serta pelebaran pembuluh darah mikro. Biasanay jaringan
pulpa didaerah apikal tetap vital dan normal (Gb. 4 C)
Diagnosis banding:
- Polip gingiva
Perawatan:
1. Pulpotomi
2. Pulpektomi
Pengambilan polip pulpa dapat dilakukan di bawah anestesi lokal atau etsa dengan
fenol atau asam cuka (trichlor azynzuur)
Tabel 3. Perbedaan polip pulpa dann polip gingiva
KEADAAN/SIFAT POLIP PULPA POLIP GINGIVA
Warna Merah Sama dengan gingiva
Permukaan Berbenjol-benjol Halus
Disentuh Mudah berdarah Tidak mudah
Tangkal Pulpa Gingiva

Prognosis:
1. Pada perawatan pulpotmi prognosis baik, terutama apabila kerusakan pulpa
tidak lebih jauh dari daeah orifis.
2. Pada perawatan pulpektomi prognosis gigi baik.

Gambar 6. Pulpitis kronis: A, A1: Pulpitis kronis pada pulpa tertutup, B, B1.
Pulpitis ulserativ, ulkus panah. C. Pulpitis kronis hiperplastik, polip (panah),
(dikutip dari Colby RA: Color Atlas of Oral Pathology, dan Koleksi Pribadi)
3. Degenerasi pulpa
Degenerasi pulpa dikenal sebagai perubahan jaringan pulpa (pulpa changed),
yaitu merupakan suatu perubahan jaringan yang bukan disebabkan oleh proses infeksi
atau karies. Berbagai perubahan yang dapat terjadi pada jaringan pulpa adalah:
1. Perubahan kalsium
2. Vakuolisasi sel odontoblast
3. Perubahan lemak
4. Perubahan atrofi
5. Perubahan fibrous
6. Artifak pulpa
7. Idiopatik resorpsi
8. Metastasis sel tumor
Perubahan jaringan pulpa ini sukar ditentukan secara klinis dan sering terjadi pada usia
tua. Penyebabnya adalah rangsang ringan dan lama. Perubahan pula tersebut tidak
mengakibatkan warna gigi berubah. Tes vitalitas menunjukkan gejala normal, atau
kurang peka. Apabila perubahan jaringan meliputi seluruh komponen jaringan pulpa,
maka jaringan pulpa menjadi nekrosis dan kemudian gigi berubah warna.
3.1. Perubahan kalsium
Calcific degeneration atau calcific changed atau perubahan kalsium adalah suatu
jenis perubahan pada jaringan pulpa dengan menggantikan sebagain jaringannya dengan
bahan kalsium, misalnya pulp stone, dentikel. Letak dentikel tersebut dapat di beberapa
tempat, misalnya di kamar pulpa, di saluran akar, atau menempel pada dinding dentin.
Pada pemeriksaan ronteg foto dentikel tersebut tidak selalu dilihat. Hal ini mungkin
karena kualitas kalsiumnya. Bentuk dentikel ini berlapis-lapis seperti bawang merah.
Dentikal sering terdapat pada usia lanjut, kira-kira 60%. Adanya dentikel di dalam
ruang pulpa tidak selalu menyebabkan rasa sakit. Kecuali apabila ada saraf yang
tertekan. Dentikal dapat terjadi akibat iritasi ringan, misalnya preparasi kavitas, atau
tumpatan yang tanpa menggunakan basis pelindung dan lain-lain.
3.2. Vakuolisasi sel odontoblas
Vakuolosasi sel odontoblast terjadi pada radang stadium awal. Proses ini akan
berlanjut menjadi degenerasi sel odontoblast, yang memberikan tanda-tanda adanya
vakuol (ruang) di dalam sel-sel odontoblast. Vakuol-vakuol tersebut menimbun cairan
sel sebagai akibat dari proses metabolisme yang terganggu. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan fungsi sel odontoblas.
Salah satu penyebab vakuolisasi pada sel odontoblas adalah prosedur preparis
kavitas yang kurang memperhatikan hanya rangsang mekanik dan fisiko atau karne
rangsang dari tumpatan yang tidak menggunakan basis pelindung pulpa. Atau karena
basis pelindung yang dipakai dapat merangsang pulpa, seperti pada semen kedokteran
gigi, terutama semen fosfat.
3.3. Perubahan lemak
Perubahan lemak atau degenerasi lemak terjadi pada awal proses perubahan
retrogresif. Pernyataan ini kurang dapat diterima karena menurut Kramer dan Langeland
secara mikroskopik dugaan gambaran perubahan lemak tersebut ternyata artifak.
Demikian pula perubahan atropik.
3.4. Perubahan atrofi
Perubahan atrofi atau degenerasi atrofi ini terdapat pada pulpa usia lanjut. Pada
penilitian jaringan pulpa usia lanjut mengandung sel-sel stelate yang lebih sedikit,
sebaliknya lebih banyak cairan intrasel. Pada keadaan ini pulpa menjadi kurang sensitif.
Disebut juga ‘reticular atrophy’ mungkin merupakan hasil artifak pada pembuatan
preparat, karena lambatnya proses fiksasi mencapai pulpa.
3.5. Perubahan fibrous
Perubahan fibrous atau degenerasi fibrous ini ditandai oleh jaringan ikat fibrous
sebagai pengganti sel-sel jaringan pulpa. Pada waktu pengangkatan pulpa terlihat
jaringan pulpa yang berbentuk seperti kulit. Keadaan ini sangat mempengaruhi
sensitivitas pulpa dan vitalitas pulpa.
3.6. Artifak pulpa
Artifak pulpa terjadi pada waktu pembuatan preparat jaringan pulpa. Kekhususuan
susunan anatomi jaringan pulpa yang terletak di bawah jaringan keras dentin
menyebabkan prosedur pembuatan preparat pulpa snagat komplex. Zat-zat yang dipakai
dalam proses pembuatannya sangat mempengaruhi kerusakan jaringan, sehingga hal ini
mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan bahan preparat. Zat fiksasi yang dipakai
kadang-kadang tidak dapat menembus jaringan pulpa dengan serempak, karena
terhalang oleh foramen yang sempit. Bagian-bagian pulpa yang kontak langsung dengan
dentin, merupakan daerah yang sukar ditembus zat fiksasi, sehingga mengakibatkan
daerah tersebut larut pada waktu proses dekalsifikasi. Daerah yang larut tersebut
menimbulkan gambaran yang artifak berupa daerah yang kosong dan dahulu
diperkirakan adanya retikular atrofi, vakuolisasi odontoblast, ‘blister information’, atau
degenerasi lemak. Kejadian lain adalah munculnya sel-sel eosinofil yang mengumpul
pada tanduk pulpa.
3.7. Idiopatik resorpsi
Idiopatik resorpsi adalah suatu kejadian resorpsi yang penyebabnya belum atau
tidak diketahui. Resorpsi akar gigi tidak akan terjadi pada gigi permanen. Namun
apabila terdapat resorpsi pada bagian dalam ruang pulpa atau akar gigi permanen, maka
hal ini perlu dicari etiologinya. Sampai sekarang etiologi resorpsi seperti tersebut di atas
belum diketahui secara jelas. Bagian dalam dari ruang pulpa selalu dilindungi oleh
peredentin dan odontoblast dan bagian luar akar dilindungi oleh presementum dan
cementoblast. Terjadinya resorpsi bagian-bagian tersebut karena adanya gangguan yang
dialami oleh bagian pelindung tersebut.
Resorpsi interna atau pink spot mengakibatkan rusaknya tepi odontoblast
mengakibatkan rusaknya tepi odontoblast tidak memberikan gejala klinis. Namun pada
gambar X-rays terlihat jelas yaitu ruang pulpa menjadi makin lebar. Penyebabnya masih
belum jelas, namun banyak diperkirakan kkarena faktor trauma dan infeksi. Akibatnya
adalah tidak adanya kesinambungan kerja odontoblast dan odontoklast. Tingginya
aktifitas odontoklast menghasilkan resorpsi predentin. Oleh karena itu pada daerah
resorpsi, yang berupa lacuna ditemukan sel-sel multinukleus (giant cell) yaitu
odontoblast. Tingginya aktifitas odontoklast menghasilkan reosprsi predentin. Oleh
karena itu pada daerah resorpsi, yang berupa lacuna ditemukan sel-sel multinukleus
(giant cell), yaitu odontoblst. Penyebab resorpsi interna yang dilaporkan antara lain
karena trauma mekanik atau listrik, proses lanjut infeksi pulpa, preparat kalsium
hidroksid dan lain sebagainya.
Resorpsi externa yang dimulai di jaringan periodontium dan mengakibatkan
kerusakan permukaan luar gigi (akar). Penyebabnya ada beberapa faktor, antara lain:
radang periapeks, kekuatan tekanan mekanis oklusi yang berlebihan, replantasi gigi,
gigi impaksi, tumor atau kista dan idiopatik.
Bermacam-macam nama diberikan kepada istilah resorpsi akar ini, antara lain:
1. External-external progressive resorption
2. Active internal-external root resorption
3. Internal replacement and internal inflammatory reorption
4. Transient atau progressive resorption
5. Supraosseous extra canal invasive resorption
6. Arrested replacement resorption
7. Repaired replacement, dll
Bila penyebabnya trauma, maka Andreasen menyarankan sebutan, ‘surface replae
and inflammatory external root resorption’.
Perawatan:
Perawatan resorpsi interna adalah pulpektomi dengan prosedur yang lebih spesifik
sehubungan dengan bentuk ruang pulpa. Pada keadaan resorpsi interna yang sudah
meluas ke externa, perawatan bedah endodontik butan. Perawatan resorpsi externa lebih
komplek daripada kasus resorpsi interna. Penyebab kasus ini perlu dicari agar perawatan
tidak sia-sia. Apabila resorpsi externa terjadi setelah replantasi, maka perawatan ulang
endodontik perlu dilakukan. Antara lain penggantian semen saluran akar dengan bahan
yang mengandung kalsium hidroksid (‘Cavital’).
3.8. Metastasis
Kasus metastasis sel tumor ke jaringan pulpa sangat jarang. Apabila ditemukan
sudah pada stadium yang terminal, dan hal ini disebabkan karena tumor rahang yang
letaknya sangat berdekatan. Misalnya pada pasien dengan chondromyxosarcoma
mandibula, terjadi metastasis pada jaringan pulpa.
4. Nekrosis pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian jaringan pulpa. Kematian ini karena sistem
pertahanan pulpa yang sudah tidak dapat menahan besarnya rangsang. Akibatnya
jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar
ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut menjadi beban bagi sel-sel pulpa yang
masih hidup terutama dalam mempertahankan diri. Mengapa demikian? Jawabannya
adalah karena sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan ikut mati dan akhirnya akan
menjadi zat anti (agen cedera) bagi sel/jaringan hidup di sekitarnya. Apabila hal ini
didiamkan maka sel-sel yang mati akan bertambah terus dan akibatnya akan ditemukan
keadaan nekrosis puulpa sebagian atau seluruhnya. Mekrosis pulpa sering tidak
memberikan gejala terutama apabila kematian sudah mengenai seluruh jaringan pulpa.
Namun apabila sebagain jaringan pulpa masih vital, pada ½ atau 1/3 apikal, kadang-
kadang menimbulkan nyeri hebat. Penyebab nekrosis pulpa yang paling sering adalah
kelanjutan proses radang pulpa akibat karies. Namun penyebab lain yang tidak dapat
diremehkan dan tidak sedikit jumlahnya adalah akibat tindakan perawatan dokter gigi.
Akibat dari tindakan preparasi kavitas, pemilihan jenis tumpatan, prosedur penumpatan
kavitas, pemilihan jenis tumpatan, prosedur penumpatan kavitas, sampai dengan
penyelesaian tumpatan, merupakan faktor-faktor yang berperan terhadap terjadinya
pulpa nekrosis. Penyakit atau kelainan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut, dikenal
sebagai ‘kasus iatrogenik’. Misalnya jenis tumpatan silikat, self curing resin, atau resin
komposit yang penggunaannya tidak dilapisi dengan basis perlindung yang baik.
Penyebab lain adalah proses perubahan pulpa (degenerasi pulpa). Berkurangnya fungsi
pulpa akan memudahkan gejala kelainan/penyakit, karena sistem pertahanan pulpa tidak
berfungsi dengan normal. Proses tersebut berlanjut dan berakhir dengan pulpa yang
nekrotik. Trauma yang hebat akibat kecelakaan dapat memutuskan jaringan
periapeksnya. Benturan yang hebat, dislokasi gigi, fraktura dan lain sebagainya dapat
mengakibatkan jaringan pulpa syok dan rusak. Proses kematian pulpa akibat trauma
tersebut dapat berlangsung sesaat, atau pilahan. Teruatam apabila gigi yang diakibatkan
masih utuh, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan observasi vitalitas pulpa gigi
tersebut secara periodik. Tanda-tanda khas pada gigi yang pernah mengalami trauma
adalah terjadinya perubahan baik dalam hal anatomi akar, pulpa maupun warna.
Nekrosis pulpa merupakan radang pulpa yang terminal, namun hal ini dapat pula
merupakan masalah, yaitu dimulainya penyakit atau kelainan periapeks. Pemakaian
istilah nekrosis pulpa untuk semua pulpa yang nonvital belum lama populer karena
dahulu selalu disebut ‘gangraena pulpade’ (gigi gangren). Hal ini karena bau busuk
yang sering ditimbulkan. Mengingat tidak semua nekrosis pulpa sebagai akibat proses
pembusukan pulpa maka tidak semua nekrosis mengeluarkan bau busuk.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nekrosis pulpa ada 2 jenis:
1. Nekrosis likuifikasi (liquification necrosis) ditandai oleh jaringan yang membusuk
dan mengandung cairan, karena proses enximproteolitik dari kuman. Secara
histologis seluruh permukaan sel hilang dan sekitar cairan terlihat sebukan sel
polomorfonukleus baik dalam keadaan hidup maupun mati dan sel-sel radang
kronis lainnya. Nekrosis tersebut sebagai akibat dari proses karies yang
menyebabkan jaringan pulpa meradang, selanjutnya terjadi kerusakan sel jaringan
pulpa. Proses pembusukan jaringan pulpa karena dekomposisi protein: H2S,
Amonia, Substansi lemak, ptomain, air dan CO2. Produk tambahan dari proses
tersebut menghasilkan zat yang berbau busuk,seperti indol, skatol, putresin dan
kadaverin.
2. Nekrosis koagulasi (coagulation necrosis) ditandai oleh protoplasma sel pulpa
menjadi terfiksasi dan berwarna putih padat (opaque). Secara histologis sel yang
koagulasi masih terlihat, meskipun bila diperhatikan gambaran intarsel tidak
terlihat. Tidak adanya infeksi mikroogranisme mengakibatkan proses pembusukan
jaringan pulpa tidak terjadi. Oleh karena itu jaringan pulpa tidak mengalami lisis.
Diagnosis klinis
Pada stadium ini pasien tidak merasakan nyeri, kecuali apabila sudah melibatkan
jaringan periapeks. Oleh karena itu tahap pulpa nekrosis jarang memberikan keluhan
nyeri. Apabila ada rasa nyeri biasanya karena perubahan tekanan udara yang mendadak
di sekelilingnya, misalnya akibat penyelaman, penerbangan, atau suhu panas. Atau
adnaya keluhan lain nekrosis pulpa seperti perubahan warna.
Nekrosis pulpa dapat diidentifikasi dengan mengetahui riwayat giginya. Keadaan
klinis gigi memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Gigi dengan karies atau kerusakan yang sudah mencapai pulpa
2. Tidak bereaksi terhadap rangsang mekanis, suhu dan listrik.
Pada nekrosislikuifikasi rangsang panas dan listrik kadang-kadang menimbulkan reaksi
sakit meskipu tidak sehebat pada pulpitis. Akibatnya kenaikan suhu tekanan gas di
dalam pulp bertambah sehingga memberikan tekanan pada jaringan periapeks, dan
akhirnya merangsang ujung-ujung saraf periapeks. Rangsang listrik juga dapat
dirasakan karena serat saraf di apikal mempunyai reistensi vitalitas yang tinggi. Hal ini
disebabkan suplai nutrisi ke apeks pulpa ditunjang baik oleh sistem vaskularisasi di
daerah periapeks.

Gambaran radiografik
Gambaran x-rays tidak berbeda dengan pulpa normal, kecuali apabila sudah
disertai kelainan/penyakit periapikal.
Gambaran histopatologik
Pada sediaan histopatologik memperlihatkan jumlah sel-sel pulpa sangat sedikit
atau tidak ada sama sekali (Gb 5 A, B). Apabila ada, bentuk sel sudah tidak dalam
bentuk normal dan terletak di daerah apikal. Namun kadang-kadang masih terlihat serat
saraf yang vital di daerah foramen apikal.
Diagnosis banding
1. Pulpitis kronik
2. Alveolar abses
3. Nekrosis pulpa sebagian
Perawatan
1. Pada gigi dewasa muda, apeksifikasi
2. Pada gigi dewasa, perawatan saluran akar.
Prognosis:
1. Untuk kasus apeksifikasi, prognosis baik sekali terutama dalam penyelesaian
pertumbuhan akar, apeksogenesis
2. Untuk kasus perawatan saluran akar, baik.
Gambar 7. Pulpa Nekrosis, gambar panah 1 menunjukkan hilangnya sel pulpa A
(dikutip dari Colby, Cia: Color Atlas of Oral Pathology dan Koleksi Pribadi)

4.2. Penyakit Periapeks


Fisioanatomi jaringan periapeks
Ujung akar gigi, jaringan periodontal dan tulang alveol adalah bagian yang paling
penting pada perawatan endodontik. Tiga bagian jaringan tersebut mempunyai peran
yang sangat penting dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Kompone
jaringan periapeks terdiri dari ujung akar, jaringan pulpa, foramina, jaringan
periodontium yang terdiri dari ligamen suspensory, cibriform plate, cementum, sisa
epitel Malassez dan tulang alveol. Jaringan pulpa di 1/3 apeks strukturnya berbeda dari
pulpa di korona. Jaringan pulpa di apeks tersebut lebih fibrous dan mengandung sedikit
sel dibandingkan jaringan pulpa di daerah korona dan identik dengan ligamen
periodontal. Jaringan fibrous ini perannya sebagai penahan penyebaran radang ke
periapeks.
Jaringan fibrous di apeks disupport oleh sistem mikro-sirkulasi yaitu sistem mikro
vaskularisasi dan mikro inervasi. Secara keseluruhan jaringan pulpa dilayani oleh
pembuluh darah yang berasal dari rongga-rongga tulang medulare di sekitar ujung akar.
Pembuluh darah tersebut bercabang-cabang di daerah apeks dan dikelilingi oleh medula
saraf yang besar, yang juga bercabang-cabang setelah masuk ke dalam pulpa. Hubungan
yang erat antara sistem mikrosirkulasi di pulpa dan periodontal mengakibatkan pula
hubungan yang erat antara penyakit pulpa dan periapeks. Di daerah apeks bentuk
odontoblastnya pipih atau kuboid atau tidak ada. Bentuk dentinnya pun tidak tubular
seperti dentin daerah korona. Dentin disini disebut dentin sklerotik, karena lebih tidak
teratur da amorphus, serta kurang permiabel dibandingkan dentin korona. Hal ini
menguntungkan karena dapat mengurangi daya penetrasi mikroorganisme. Resorpsi
yang dangkal pada dentin pada daerah apeks gigi adalah kejadian yang normal. Hampir
semua dentin yang teresorpsi diganti oleh jaringan cementum, kecuali bila daeah
tersebut ditempati oleh pembuluh darah. Resorpsi ujung akar dapat terjadi akibat
pergerakan alat ortodonti, radang pada pulpa apeks dan radang jaringan periodontal
daerah periapeks. Akibat resorpsi ini akan melebarkan foramen pada apeks gigi
berbentuk corong (funnel shape). Kejadian resorpsi dan perbaikan apeks gigi akan
mengubah anatomi ujung akar gigi.
Klasifikasi penyakit jaringan periapeks
Penyakit periapeks dapat berasal dari proses radang gigi dan berasal dan berasal
bukan dari gigi (non odontogen). Penyakit periapeks yang odontogen merupakan proses
lanjut dari penyakit pulpa. Radang pulpa yang tidak dirawat atau tidak sembuh dapat
mengakibatkan penyakit periapeks tersebut. Penyakit periapeks tidak hanya berdampak
pada sistem stomatognatik namun dapat menjadi sumber infeksi dari penyakit organ
tubuh lainnya. Beberapa klasifikasi penyakit periapeks telah dibuat oleh para ahli
dengan yang didasari oleh gejala klinis, gambaran roentgenologis, dan mikroskopis.
Gejala klinis merupakan tanda pengenal mengidentifikasi penyakit. Kadang-kadang
melalui cara tersebut periapeks sudah dapat diperkirakan jenisnya. Namun untuk
menentukan ketepatannya agar dapat dipakai sebagai pedoman pemilihan jenis masih
diperlukan tanda-tanda lain, yaitu gambar X-rays dan sediaan atau sitologis. Di bawah
ini dapat dilihat klasifikasi jenis penyakit oleh Grossman, Weine dan SMSA, yang
didasari melalui pemeriksaan radiologis dan histopatologis – sitologis.
Tabel 4. Klasifikasi Jenis Periapeks
Grossman Weine SMSA
1. Periodontis aplikasi 1. Simptomatik 1. Nekrosis I:
akut A. Periodontis ap. Akut (exudatif) A. Periodontis
2. Abses alvolar akut B. Periodontis ap. Akut lanjut B. Abses periapeks
3. Abses albeolar (supuratif) 2. Nekrosis II:
kronik a. Abses periapeks akut A. Abses periap.
4. Abses alveolar b. Abses phoenix B. Granuloma
subakut c. Abses periapeks subakut C. Kista radiks
5. Granuloma 2. Asimptomatik
6. Kista radikular A. Periapeks pulpo sklerosis
B. Periodontis aplikasis kronis
C. Periodontis aplikasi kronis
lanjut
*klasifikasi SM Saerena Akbar, 1987
Klasifikasi yang diajukan oleh Simon lain karena didasari pemeriksaan jenis
jaringan atau produk yang ditemukan dan dikaitkan dengan etiologinya. Pembagian
penyakit yang dimaksudkan tersebut sebagai berikut:
1. Radang kronis (granuloma)
2. Radang supuratif (granuloma dengan fistel)
3. Radang akut
4. Abses apikal akut
5. Reaksi benda asing
6. Steosklerosis atau ‘condensing ostesis’
7. Osteomyelitis
Klasifikasi penyakit periapkes yang diajukan oleh Cohen berbeda lagi. Jenis
penyakit periapeks tersebut dikelompokkan menurut penyebabnya atau menurut
asalnya, yaitu odontogen dan non-odontogen. Klasifikasi penyakit periapeks yang dapat
ditandai secara klinis dan berasal dari penyakit kelainan/penyakit gigi dikenal sebagai
kasus odontogen.
Penyakit tersebut adalah:
1. Periodontis
2. Abses apikalis akut
3. Periodontis apikalis kronis
4. Abses phoenix
5. Osteosklerosis periapeks
Sedang penyakit/kelainan periapeks yang non-odontogen adalah:
1. Central giant cell granuloma
2. Fibro-osseous lesion misalnya periapeks osseous displasia (cementoma)
3. Malignant tumor misalnya malignant lymphoma
4. Proses perkembangan misalnya kista primordial
Penyakit/kelainan periapeks tersebut jarang memberikan gejala klinis,namun sering
memberikan gambaran radiografi yang sama dengan penyakit/kelainan periapeks
odontogen. Oleh karena itu dalam melakukan diagnosis penyakit periapeks perlu
diperhatikan diagnosis bandingnya serta faktor-faktor yang memberikan gejala yang
sama, baik gejala klinis, roeontgenologis, maupun mikroskopis.
Penyakit Periapikal
1. Periodontis aplikasi akut
Periodontis aplikasis akut adalah radang akut pada ligamen periodontal. Pada
kasus ini pulpa dapat dalam keadaan vital dan non vital. Dua keadaan pulpa ini
dibedakan lagi oleh penyebabnya, yaitu:
1. Periodontis aplikasi akut pada pulpa vital disebabkan oleh: trauma kecelakaan,
trauma oklusi, benda asing masuk ke dalam sulkus gusi.
2. Periodontis apliasi akut pada pulpa non vital sebagai akibat pulpa nekrosis atau
instrumentasi berlebihan, pengobatan berlebihan, isi saluran akar berlebihan dan
perforasi ke lateral.
Diagnosis klinis
Pasien mengatakan adanya rasa sakit yang menetap dan rasa ada yang menekan.
Gigi tersebut lebih panjang daripada gigi-gigi lainnya. Apabila digunakan untuk
mengunyah terasa sakit. Pada pemeriksaan klinis terlihat utuh akan tetapi pulpa sudah
nekrosis. Tindakan perkusi, tekanan, dan palpasi terasa sakit. Apabila pulpa vital pada
tes suhu menunjukkan reaksi normal.
Gambaran radiografik:
Pada gambar radiografik (rontgen) terlihat tanda-tanda jaringan yang menebal,
sedangkan pada daerah korona/servikal menunjukkan normal. Lamina dura mulai
terlihat gambar yang kurang kompak.
Gambaran mikroskopik:
Pada sediaan histopatologik menunjukkan sebukan sel radang akut di sekitar
jaringan peridontal, terlihat ada proliferasi jaringan fibroblast dan sel-sel jarngan
periodontal lainnya. Terlihat juga ada lesi akibat proses resorbsi tulang alveol, pada
tempat tersebut kadang-kadang ditemukan sel odontoblast.
Diagnosis banding:
Abses alveolar akut
Perawatan:
Menghilangkan penyebabnya:
1. Bila pulpa vital: dilakukan koreksi okluis, atau dibersihkan dari benda asing dan
diberikan obat analgesik per oral.
2. Bila pulpa nekrosis: dilakukan perawatan saluran akar
3. Bila pada kasus instrumentasi berlebihan: diberikan obat sedativa yang
dimasukkan ke dalam saluran misalnya Eugenol, Chlor Phenol Kampher
Menthol (ChKM), Cresophen, atau lainnya serta obat analgesik per oral.
4. Bila pada kasus karena pemberian obat berlebihan: dilakukan pembersihan
saluran akar, kemudian saluran akar dikeringkan dan diberikan obat yang
diletakkan di kamar pulpa pada butiran kapas steril, kemudian ditumpat
sementara kembali.
5. Bila pada kasus pengisian saluran akar yang berlebihan: dilakukan pembuangan
kelebihan guttapercha atau semen saluran akar yang ada di periapeks dengan
tindakan kuretase melalui bedah endodontik.
6. Bila terjadi perforasi saluran akar ke lateral: saluran akar dibersihkan dari debris
atau fragmen dentin, kemudian dikeringkan dan diberikan obat sedativa. Setelah
itu daerah perforasi ditutup dengan segmen lapisan preparat kalsium hidroksid.
Prognosis:
Gigi dapat bertahan baik.
2. Abses alveolar akut
Abses tersebut mempunyai beberapa nama, yaitu:
a. Abses akut atau
b. Abses apikal akut atau
c. Abses dento alveolar akut atau
d. Abses radikular akut
Pengertian abses alveolar adalah kumpulan pus yang terjadi dalam rongga tulang
alveolar yang patologik, di sekitar apeks gigi sebagai akibat dari perluasan radang.
Faktor penyebabnya dikelompokkan dalam:
1. Mekanis, termasuk trauma
2. Invasi kuman
3. Pulpas nekrosis akibat bahan kimia
Diagnosis klinis
Muka pasien terlihat pucat akibat demam dan kesakitan yang dideritanya. Terlihat
pembengkakan di daerah apeks gigi dan gigi dalam keadaan goyang serta rasa nyeri
timbul bila ditekan. Namun bila penekanan tersebut diteruskan rasa nyeri hilang dan
berganti rasa lebih enak. Apabila penekanan gigi tersebut dilepas timbul rasa nyeri
berdenyut. Pasien mengeluh gigi tersebut terasa lebih tinggi dibandingkan gigi lainnya.
Secara visual terlihat pembengkakan mukosa didaerah apeks gigi yang terkena. Terlihat
kavitas yang dalam karena proses karies yang sudah lanjut dan mengenai pulpa. Atau
terlihat gigi dengan tumpatan yang kurang baik/sudah lama/bocor.
Pada tindakan tes secara termal dengan suhu panas akan bereaksi positif terutama
apabila pulpa sudah nekrosis liquifikasi. Sedang pada tindakan tes dengan suhu dingin
tidak menimbulkan reaksi. Pada tindakan perkusi, tekanan dan palpasi terasa nyeri. Gigi
ditandai dengan goyang >2 derajat. Pada tes dengan listrik bereaksi positif.
Gambaran radiografik
Pada gambar X-rays ditandai oleh gambaran radioulsen atau black ening di daerah
sekitar apeks bulat yang terbatas tidak jelas (difus). Kadang-kadang radioulsen tersebut
sangat difus kurang jelas dalam menunjukkan suatu kelainan yang rutin serta gambar
radiografik yang baik akan sangat membantu dalam mendeteksi kelainan ini.
Gambaran mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis sediaan histopatologis ditemukan sebukan sel radang
akut PM, dan sel kronik di sel nekrosis di jaringan pulpa dan muara foramen apikal. Di
sekiar daerah terlihar proliferasi sel-sel fibroblast.
Diagnosis banding:
1. Pulpitis akut supurativa
2. Abses periodontal. Keduanya memberikan gejala yang sama namun dibedakan
dalma vitalitas jaringan pulpa.
Prognosis
1. Bervariasi bergantung kepada luas kerusakan jaringan sisa gigi, daya tahan
tubuh, dan besar abses
2. Pada umumnya baik
Perawatan
1. Drainase melalui saluran akar atau insisi atau trefinasi
2. Pengasahan oklusal
3. Pemberian antibiotik
3. Abses alveolar kronik
Abses kronik ini prosesnya menjadi lambat, sebagai akibat rangsangan ringan
yang berlangsung lama. Abses ini merupakan saat tenang dari proses lanjut abses
alveolar akut. Karena tidakk menimbulkan rasa nyeri hebat atau gangguan yang berarti
maka pasien tenang dan tidak ingin cepat mendapatkan pertolongan. Pada pasien yang
acuh keadaan ini dapat berlarut-larut sampai jaringan gigi penyebabnya habis akibar
fraktur yang sedikit demi sedikit. Namun keadaan ini dapat menjadi abses akut dan
berlanjut, yang memaksa pasien untuk mencari pertolongan.
Penyebab umumnya adalah proses berlanjut dari nekrosis abses alveolar akut yang
tidak dirawat atau akibat kesalahan perawatan. Contoh akibat kesalahan melakukan
instumentasi pada waktu pE endodontik, yang semula bertujuan untuk
mengurangi/membuang rangsang, namun yang terjadi sebaliknya. Rangsang yang akan
diambil terdorong ke periapeks sehingga menambah serpihan dentin yang
terkontaminasi kuman atau alat-alat endodontik. Rangsang yang terdorong ini kadang-
kadang tidak segera menimbulkan reaksi yang jelas. Akan tetapi setelah beberapa lama
apabila periapeks tidak dapat sembuh melalui sistem pertahanannya aka menjadi proses
yang kronis.
Diagnosis klinis
Pada anamnesis pasien tidak mengeluh sakit, akan tetapi setelah ditanyakan
pasien baru menceritakan bahwa rasa sakit kadang-kadang timbul dan namun masih
dapat. Gusi di sekitar gigi penyebabnya kadang-kadang membengkak, dan timbul fistula
atau gumboil. Gigi penyebabnya bia: karies yang sudah mencapai pulpa,dan pulpa
dalam keadaan nekrosis. Kavitas gigi tersebut sudah dalam dan pulpa dalam keadaan
nekrosis. Kavitas gigi tersebut sudah dalam dan pulpa dalam keadaan terbuka atau bila
ada tumpatan biasanya sudah bocor. Atau pulpa nekrosis tersebut akibat tumpatan
silikat, akrilik atau tertutup oleh mahkota jaket. Keluhan nyeri terutama waktu
mengunyah. Pemeriksaan dengan perkusi, tekanan dan palpasi bereaksi positif,
sedangkan dengan tes listrik bereaksi negatif.
Gambaran radiografik
Pada gambar x-rays daerah periapeks menunjukan daerah radiolusen yang difus.
Batas daerah radiolusen yang difus. Batas daerah radioulsen di ujung apeks gigi tersebut
tidak terlihat jelas. Ligamen periodontal terlihat meneball dan terutama pada daerah
sekitar apeks. Lamina dura di daerah periapeks terputus-putus dan apabila ada fistula
terlihat garis-garis radioulsen yang berhubungan dengan pusat radang.

Gambaran mikroskopik
Melalui pemeriksan sediaan histopatologi abses tersebut menunjukkan gambar
radang yang terpusat, dan terdiri dari sel-sel jaringan mati, mikrosebukan sel radang
akut (PMN), dan sel radang kronis (limfosit dan sel di bagian tepi). Di sekitarnya
terlihat jaringan periodontal yang rusak, dan jaringan sementum yang cedera, yang
dibatasi oleh proliferasi sel-sel fibroblast yang akan membentuk kapsul.
Diagnosis banding:
Granuloma
Perawatan:
Apabila jaringan gigi masih cukup kuat sebagai retensi restorasi maka gigi dapat
dilakukan perawatan saluran akar.

Bergantung pada kesehatan umum pasien dan besar kerusakan.


4. Granuloma
Pengertian granuloma dalam bidang kedokteran gigi adalah sekelompok jaringan
granulomatosa pada periapeks yang merupakan kelanjutan proses radang kronis
jaringan pulpa. Hal ini sesuai dengan pengertian umum granuloma yaitu sekumpulan
masa yang terdiri dari bermacam-macam sel yang aktif dalam proses fagositosis dan
imunitas, serta sel-sel penyembuhan dan jaringan kolagen, yang khas dalam proses
radang kronis.
Kedua istilah ini sama namun pada bidang kedokteran gigi dibuat lebih spesifik,
yaitu granuloma periapeks yang lebih ditekankan untuk suatu penyakit periapeks, istilah
lain yang hampir sama dan sering dicampur adukkan adalah jaringan granulomatosa dan
jaringan granulasi. Oleh karena itu Seltzer membedakan sebagai berikut:
1. Jaringan granulomatosa adalah radang kronis yang diakibatkan rangsangan yang
menetap
2. Jaringan granulasi adalah jaringan yang mendukung proses penyembuhan
Secara histopatologis keduanya memberikan gambaran sel yang hampir sama,
yaitu adanya sel-sel radang kronis, dan jaringan granulasi, serta dikelilingi oleh bundel
serabut kolagen yang padat. Akan tetapi pada jaringan granulomatosa sel radang
jumlahnya lebih banyak.
Penyebab granuloma adalah pulpa nekrosis atau abses alveolar kronis. Semua
proses yang terjadi di dalam jaringan pulpa selalu memberikan dampak pada jaringan
periapeks. Reaksi tersebut berupa reaksi eksudasi dan lisis jaringan tulang alveol yang
terlihat pada X-Rays, berupa gambaran radioulsen, meskipun jaringan pulpa di saluran
akar dalam keadaan normal.
Gejala tersebut menunjukkan bahwa jaringan periapeks mempunyai peran yang
penting dalam mendukung perubahan-perubahan dalam pulpa. Kegiatan di dalam pulpa
tersebut di suplai oleh jaringan periapeks untuk melancarkan metabolisme jaringan
pulpa. Terutama pada metabolisme mikrosirkulasi di dalam pulpa.
Diagnosis klinis
Pasien pada kasus ini tidak mengeluh karena tidak ada rasa nyeri, kecuali bila
granuloma tersebut terinfeksi. Pulpa gigi yang terlibat menjadi nekrosis oleh karena
trauma atau karies. Kemudian jaringan dentin pada mahkota gigi dapat mengalami
perubahan warna. Jaringan pulpa sudah nekrosis meskipun terlihat utuh dan ruang pulpa
masih intak. Apabila penyebabnya karies, biasanya kavitas sudah mencapai pulpa,
terbuka dan ada pembusukkan pulpa. Seringkali jaringan pulpa di dalamnya sudah lisis
dan mengandung pus. Kadang-kadang pada tindakan palpasi sakit, akan tetapi pada
tindakan perkusi, pengetasan pulpa dengan suhu dan listrik tidak bereaksi.
Gambaran radiografik
Terlihat bulatan berwarna hitam di daerah sekitar apeks gigi, yang disebut
‘blackening’ atau radioulsen. Bulatan tersebut terbatas agak jelas dan berdiameter
kurang dari 0.5 cm.
Gambaran histopatologik
Gambaran histopatologik berupa bulatan berkapsul yang dibatasi oleh membarana
periodontal dan terdiri dari proliferasi jaringan penyambung longgar (fibroblas) dan
pembuluh darah. Di muara apeks gigi terdapat sel-sel radang akut dan kronis: PMN,
LIMFOSIT, makrofag, sel plasma, sel buih (foam cell), dan kadang-kadang se’raksasa
(giant cell), serta proliferasi sel-sel epitel. Potongan melintang granuloma tersebut
memberikan gambaran spektrum yang berasal dari muara apeks gigi yang terdiri dair 4
lapisan. Lapisan pertama disebut daerah infeksi, disusul oleh lapisan ke dua yang
disebut kontaminas, kemudian lapisan ke tiga disebut daerah iritasi dan lapisan ke
empat yang terbatas dengan jaringan normal disebut daerah stimulasi. Ke empat lapisan
tersebut dibagi lagi menjadi dua kegiatan yaitu reaksi radang dan reaksi penyembuhan.
Daerah infeksi tediri dari sel-sel jaringan yang mati, kuman, produk radang, PMN
dan sel-sel radang kronis. Daerah kontaminasi terdiri dari sel-sel radnag akut PMN, sel-
sel radang kronis makrofag, limfosit, sel plasma, sel buih, dan sel-sel osteoklast serta
eksudat. Kuman akan kurang aktif di daerah ini karena dinetralisasi oleh eksudat.
Akibat proses resorbsi tulang oleh osteoklast maka daerah tersebut kemudian diisi
dengan jaringan granulasi yang terdiri dari proliferasi sel-sel fibroblast dan sistem
mikrovaskularisasi dan inenasi.
Pada daerah tersebut proses penyembuhan mulai terlihat dan oleh karena itu
disebut daerah iritasi. Sistem pertahanan terhadap perluasan infeksi kuman terlihat
dengan bertambahnya sel-sel limfosit dan sel plasma serta berubahnya aktifitas sel-sel
mesenkim dan histiosit menjadi sel-sel makrofag. Daerah stimulasi terdiri dari sel-sel
fibroblast dan kadang-kadang sel-sel epitel serta osteoblast.
Diagnosis banding
Kista radikuler
Perawatan
1. Perawatan saluran akar dilakukan pada gigi yang terlibat
2. Perawatan periapeks dilakukan pada kasus granuloma lanjut (kistik)
Prognosis
Baik
5. Kista radikuler
kista radikuler adalah kantung patologis di daerah periapeks gigi yang berisi masa
setengah padat atau cairan dan dibatasi oleh jaringan epitel dan jaringan penyambung.
Kasus tersebut merupakan akibat dari proses kronis radang pulpa yang berkelanjutan
dan faktor ketahanan tbuh. Selanjutnya Shear menyebutkan bahwa kista radikuler hanya
terjadi pada individu tertentu. Pasien tersebut disebut ‘cyst prone’. Meskipun penyebab
yang pasti belum diketahui namun berbagai teori pembentukan kista hampor semua
disebabkan pulpa nekrosis. Radang pulpa tersebut menstimulasi proliferasi sisa sel
epitel Malassez di ligamen periodontal. Menurut Ten Cate, 1972, kista timbul akibat
perubahan metabolisme bagian tengah masa sel-sel epitel yang mengalami degenerasi.
Sedangkan Oehler, 1970 mengatakan bahwa kista adalah kelanjutan dari proses nekrosis
likuifikasi dan pus pada granuloma. Produk radang yang toksik tersebut menstimulasi
sisa epitel kemudian menutupi jaringan ikat sehingga abses tersebut tertutup oleh epitel.
Diagnosis klinis
Gejala klinis kista radikular tidak jelas, terutama bila kista masih kecil. Namun
pada kista radikular yang besar mudah diketahui dengan tanda pembengkakan di daerah
mukosa atau kista mendesak gigi tetangganya sehigga mengakibatkan posisi gigi
miring. Tes vitalitas gigi yang bersangkutan negatif. Palpasi pada mukosa sekitar apeks
terasa krepitasi apabila kista besar. Gigi goyang karena akibat desakan kista posisi gigi
berubah.
Gambaran radiografik
Pada gambar x-rays terlihat bulatan radioulsen di daerah periapeks dengan batas
yang jelas. Tampak tepi kista tersebut dibatasi oleh tulang alveol yang memadat.
Diameter kista radikuler biasanya > 0.5 cm
Gambaran mikroskopik
Pada sediaan histopatologik terlihat lesi granulomatosa yang lumennya dilapisi
oleh sel epitel skuamosa bertingkat (Stratified squamos epitelium). Proliferasi epitel
yang berkelompok dan kemudian membentuk lengkung disebut ‘arcade’. Pada sediaan
sitologik memperlihatkna adanya sel-sel radang akut dan kronis, proliferasi sel-sel
pulpa, proliferasi sistem mikrosirkulasi, sel-sel epitel, kristal kolesterol, ‘hyalin bodies’
dan bercak-bercak putih. Kista radikular ada dua jenis yaitu:
1. Bay cyst
2. True cyst
Diagnosis banding
Granuloma
Perawatan
1. Perawatan periapeks (endodontik konvensional)
2. Bedah endodontik
Prognosis
Prognosis bergantung pada besarnya kista. Namun pada umumnya prognosis gigi
baik, teutama pada bay cyst.

Gambar 8. Abses Alveolar (Panah A: Gambaran ndiffus bases alveolar, A1: sel radang
akut kronik pada sediaan sftologik, A2: mikroflora diambil dari sediaan sitologik

Gambar 9. Kista radikular (8: Kiste dalam X-rays; b1, b2, b3, Giant cell, 84. Kristal ,
85 (81 & 82, gambar dikutip dari Atlas Oral Pathology)
STUDY GUIDE

I. PROSEDUR DIAGNOSIS PENYAKIT ENDODONTIK

Pendahuluan
Ketetapan diagnosis penyakit endodontik (penyakit pulpa dan penyakit peripeks)
merupakan pedoman penting dalam mengarahkan pemilihan perawatan endodontik.
Meskipun prosedur diagnosis merupakan tindakan rutiin sebelum dokter gigi memilih dan
melakukan perawatan, namun tidak jaang terjadi kesalahan yang mengakibatkan masalah
dalam proses penyembuhan. Oleh karenanya pada tahap ini perlu dilakukan tindakan
pemeriksaan yang teliti dan hati-hati. Diagnosis tepat dapat disimpulkan melalui pemeriksaan
yang akurat secara klinis, radiologis dan mikroskopis berdasarkan interpretasi cermat dari
kumpulan gejala atau tanda-tanda yang diperoleh dari pemeriksaan subyektif dan objektif.
Kemahiran dalam menentukan diagnosis diperlukan latihan klinis yang berulang dengan
bekal pengetahuan teori tentang proses dan etiologi penyakit, klasifikasi penyakit, serta
pengenalan tanda-tanda spesifik klinis penyakit pulpa dan periapeks. Karena itu kemampuan
mendiagnosis penyakit pulpa dan periapeks dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan
pengalaman klinis. Ketelitian, kesabaran serta tindakan yang hati-hati merupakan bekal yang
penting diperhatikan.
Pada tulisan ini akan dibahas tentang cara memeriksa tanda-tanda/ gejala tersebut pada
gigi dan mulut, cara melakukan test dan menginterpretasikan tanda-tanda/gejala, sehingga
dapat membantu para calon dokter gigi dalam mengisi rekam medik. Diharapkan setelah
melalui latihan klinik calon dokter dapat mendiagnosis penyakit endodontik yang sering
ditemui klinik dengan tepat.
Prosedur diagnosis
1. Riwayat penyakit
Rowayat penyakit gigi adalah suatu perjalanan penyakit atau pada gigi yang secara
kronologis dapat diceritakan kembali. Pendataan riwayat penyakit atau perawatannya sangat
penting untuk dicatat mengingat dalam menentukan diagnosis dan perawatannya etiologi
penyakit sangat penting untuk diketahui. Riwayat penyakit dapat disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain kesehatan umum dan keadaan lokal (penyakit gigi)
1.1. Riwayat penyakit umum
Sebelum melakukan tindakan apapun, para dokter gigi harus mengetahui apakah pasien
dalam keadaan sehat. Hal ini dapat diperoleh melalui tindakan anamnesis antara lain tentang
kesehatan pasien, kapan pemeriksaan kesehatan umur terakhir dilakukan? Apakah sekarang
ini sedang dalam perawatan dokter? Siapa nama dokter umum/spesialisa yang merawatnya
serta dimana alamatnya. Dll? Keterangan sehar ini diperlukan terutama bagi pasien yang
berumur di atas 50 tahun atau yang secara visual dan anamnesis dapat tercermin dan diduga
kesehatan pasien kurang baik.
Riwayat penyakit umum pasien ditanyakan terutama dalam hal: pernah menderita sakit
hepatitis, penyakit menular, ketergantungan obat, dll. Hal ini mengingat Indonesia adalah
daerah endemik hepatitis virus (Sjaifoelah Noer, 1988) dan Asia (1995) merupakan daerah
endemik penyakit AIDS Immune deficiency syndrome), serta infeksi lainnya seperti ral
Tuberculose. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka setiap penanggulangan memerlukan
tindakan pencegahan terhadap penularan penyakit, baik diantara pasien melalui peralatan,
maupun dari pasien ke dokter yang merawatnya. Di samping itu perlu ditanyakan tentang
penyakit-penyakit lain yang diidap, yang sangat erat hubungannya dengan tindakan
perawatan endidontik misalnya tekanan darah tinggi, jantung, rematik fever, radang ginjal,
diabetes melitus, asma, alergi, epilepsi, sinusitis dan lain – lain.
1.2. Riwayat penyakit gigi dan mulut
Pasien diminta menceritakan riwayat penyakit dan perawatan kedokteran gigi yang
pernah diperolehnya, agar dapat diketahui tingkat pengetahuan dan motivasinya terhadap
perawatan gigi, serta kelanjutan perawatan yang sesuai. Hal ini sangat penting khususnya di
bidanng endodontik mengingat prosedur perawatan yang tidak dapat selesai dalam satu kali
kunjungan pemilihan jenis perawatan sebagai tindak lanjut. Di samping itu untuk mengetahui
pula penyebab jenis nyeri gigi atau nyeri muka yang sulit ditentuakn baik, diagnosisi, etiologi
maupun perawatannya, misalnya pada kasus atypical facial pain.
Beberapa pertanyaan yang rutin dilakukan adalah:
1. Keluhan utama: apakah problem utama yang dikeluhkan? Nyeri? Bengkak? Gigi
dengan karies? Gigi dengan faktur mahkota/akar? Gigi goyang? Atau dengan
perubahan warna
2. Riwayat keluhan utama : apa yang menyebabkan? Bagaimana terjadinya? Sudah
berapa lama sakitnya?, dll
3. Apakah pasien dapat menceritakan secara jelas tentang sakit gigi yang dideritanya?
4. Apakah pasien dapat mengingat kapan mendapatkan perawatan gigi terakhir?
5. Bagaimana sifat nyerinya? Apakah nyeri spontan? Bila nyeri tidak spontan,
rangsang apa yang menyebabkan? Apakah jenis nyerinya tajam, kemeng,
berdenyut-denyut atau memancarkan rasa panasa? Misalnya gambaran ‘reffered
pain’ pada nervus Trigeminus yang dapat menyebarkan nyeri sepanjang jalan yang
dilalui oleh cabanng saraf tersebut.
6. Apakah nyeri timbul bila gigi dipakai untuk mengunyah, minum atau panas, atau
pada waktu terkena sakit gigi? Berapa lama rasa nyerinya? Sebentar? Lama? Terus
menerus? Sama sekali tidak terasa nyeri?
7. Bila ada riwayat pembengkakan mukosa atau gusi atau pipi atau rahang,
ditanyakan sudah berapa kali, penyebabnya apa, apakah diikuti rasa nyeri? Dan
lain-lain.

2. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis dilakukan secara bertahap meliputi pemeriksaan extra oral dan intra
oral, baik secara umum maupun secara rinci. Jenis pemeriksaan tersebut meliputi beberapa
hal yang dilakukan sesuai kebutuhan. Pada kasus-kasus tertentu diagnosis penyakitnya
mudah ditentukan sehingga tidak perlu semua jenis pemeriksaan klinik dilakukan. Di bawah
ini disebutkan uruta pemeriksaan klinik dalam menentukan suatu diagnosis yaitu:
1. Pemeriksaan secara visual
2. Tes palpasi
3. Tes perkusi
4. Tes mobilitas
5. Tes termal
6. Tes listrik
7. Tes preparasi kavitas
8. Tes anestesi
9. Tes transiluminasi
Pada waktu pasien datang untuk memeriksakan kesehatan dan meminta untuk dirawat,
maka dilakukan beberapa tahapan tindakan berikut:
1. Pengisian kartu status untuk mengetahui identitas pasien. Dicatat nama, umur, sex,
alamat, nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir dan lain-lain.
2. Anamnesis dengan menyatakan riwayat penyakit umum, riwayat perawatan kesehatan
umum yang pernah/sedang dijalankan, riwayat penyakit gigi, riwayat perawatan gigi
yang pernah atau sedang dijalankan serta keluhan penyakit gigi atau kelainan gigi yang
akan dirawat.
3. Pemeriksaan secara objektif, meliputi:
a. Pemeriksan secara visual
Pemeriksan secara visual dimulai sejak pasien masuk, dimaksudkan untuk melihat
figur pasien secara keseluruhan. Apakah tubuh pasien kurus, gemuk, bersih,
terpelajar, bagaimana keadaannya, apakah lemas, mukanya pucat, atau dalam keadaan
sehat? Waktu anamnesis sambil mengambil bentuk muka pasien dan bagaimana
keadaannya, apaka simetris atau tidak, dan bila tidak kira-kira apa sebabnya? Apabila
bentuk muka asimetris dicari penyebabnya, apakah karena pembenkakan atau susunan
tulang muka yang memang asimetris. Di samping itu apakah ada tanda-tanda
abnormal lain seperti hematoma, udara, fistula, luka atau jairngan parut?
 Pemeriksaan gigi-geligi dan mukos mulut diperhatikan dan dicatat dari tingkat
kualitas kebersihannya, misalnya dengan adanya plak, karang gigi, sampai
dengan susunan,bentuk, warna gigi, dan lain sebagainya. Kerusakan gigi
seperti karies, abrasi, erosi dan atrisi serta restorasinya perlu pula
diidentifikasi. Misalnya lokasi kerusakan, besar dan dalamya, serta jenisnya.
 Susunan letak gigi apakah normal, berdesakan dengan iklinasi yang normal
atau tidak perlu dicatat. Demikian pula warna gigi yang tidak normal,
misalnya lebih putih atau lebih gelap atau tidak sama dengan gigi tetangganya,
atau berwarna pink.
 Pemeriksaan mukosa mulut di sekitar gigi, dan daerah apeks, antara lain
retraksi gusi, pembengkakan gusi atau mukosa, fistula, fenestra, dehisence dan
lain – lain.
 Luka pada mukosa seperti sariawan, atau ulkus atau stomastitis. Kekuranga
vitamin, atau pemakaian obat-obatan tertentu yang dapat berakibat pada
perubahan bentuk dan warna mukosa mulut. Pada tahap ini kadang-kadang
diperlukan alat bantu untuk memperjelas apa yang dilihat. Misalnya dengan
menggunakan cairan deteksi karies atau sonde, sinar transiluminasi dan lain-
lain.
 Mukosa mulut, gingiva, palatum, lidah dan gigi dibedakan secara teliti dengan
keadaan normalnya. Tanda-tanda tidak normal seperti mukosa yang hiperemis,
bengkak, luka pada jaringan lunak serta gigi yang karies, abrasi, erosi, atrisi,
fraktur, diskolorisasi dicatat dalam dokumen medik dental.
Pemeriksaan visual yang perlu dicatat adalah meliputi luas kerusakan karies, yaitu
kerusakan jaringan email, dentin, pulpa dan akar. Atau bagaimana keadaan jaringan
kariesnya? Apakah proses karies aktif atau kronik? Bagaimana luas kariesnya?
Apakah hanya meliputi email, dan daerah email yang mana? Apakah pada permukaan
halus atau pada daerah groove? Bagaimana keadaan kariesnya? Apakh terbatas pada
email? Dentin? Semenntum? Atau sudah mencapai jaringan pulpa apakah pulpa masih
tertutup atau sudah terbuka?

Apakah ada pulpa polip, atau ada nanah (pus)? Apabila kerusakan gigi sudah sangat
parah apakah ada hubungannya dengan warna hiperemis atau pembengkakan, atau
fitsula, yang ada di mukosa apeks gigi?
b. Palpasi
Tindakan palpasi atau perabaan pada mukosa mulut, pipi, muka dan rahang, dilakukan
secara bersama dengan pemeriksaan visual, misalnya untuk mengetahui
pembengkakan pada kelenjar limfe daerah submandibula, daerah pipi, atau pada
sekitar apeks gigi. Tujuannya adalah untuk mencari lokasi kelainan atau penyakit,
luas kerusakan, serta jenis kerusakan. Palpasi sering dilakukan untuk mengetahui
pembengkakan pada daerah apeks, dan derajat pembengkakan, misalnya
pembengkakan submukosa, subperiostal atau krepitasi tulang akibat kista radikuler
yang sudah besar.
Kepekaan jari tangan dalam palpasi ini dapat mengungkapkan normal atau tidaknya
jaringan yang diperiksa. Jaringan yang meradang terasa lebih lunak daripada jaringan
normal. Atau sebaliknya palpasi pada jaringan yang tidak normal terasa lebih keras
daripada jaringan normal. Hal ini tergantung pada jenis penyakitnya.
Kenaikan suhu pada abses juga dapat diketahui melalui perabaab. Palpasi pada daerah
‘temporomandibular joint’ dapat dipakai untuk mengetahuii keadaan oklusi gigi-
geligi. Oklusi yang tidak normal pada perabaan kadang – kadang terada adanya
‘clicking’ (kelutuk).
c. Perkusi
Tujuan tes perkusi untuk mengetahui keadaan kesehatan jaringan penyangga gigi,
yaitu jaringan periodontal dan jaringan tulang sekitar apeks. Dengan tes tersebut dapat
dibedakan keadaan jaringan penyangga gigi yang sehat atau sakit. Demikian pula
dapat dipakai untuk memperkirakan letak kerusakannya, apakah di daerah periapeks
atau di dalam kamar pulpa. Perkusi dapat dilakukan dengan ujung jaring atau tangkai
kaca mulut atau sonde. Pada periodontitis aplikalis akut cukup dideteksi melalui
perkusi dengan ujung jari tangan atau tangkai sonde. Namun hasil pemeriksaan ini
tidak berarti bahwa tes perkusi yang negatif tidak menunjukkan adanya kelainan
periapeks. Hal ini mengingat kelainan periapeks seringkali tidak menimbulkan gejala.
d. Tes mobilitas
Mobilitas (kegoyangan) gigi ke arah lateral dapat dilakukan dengan menekankan
ujung jari telunjuk atau sendok lidah (tongue blade) pada permukaan labial gigi ke
arah lingual/palatal. Untuk mengevaluasi mobilitas gigi ke ara vertikal, dilakukan
dengan menekankan jari telunjuk pada permukaan insisall oklusal ke arah apeks.
Semua tindakan tersebut dilakukan dengan sangat hati-hati dan lembut. Gigi goyang
dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain oleh karena kerusakan jaringan
periodontal, atau jaringan tulang elveol, atau faktur akar gigi. Beberapa kasus
penyebab gigi goyang adalah:
1. Penyakit periodontal yang parah
2. Fraktur akar pada daerah ½ atau 1/3 akar bagian koronal
3. Kekurangan vitamin C yang sangat parah
4. Bruixm kronik atau clenching
5. Trauma fraktur pada tulang kortikal
Jenis/tingkat kegoyangan gigi ada 3 derajat yaitu:
Derajat 1 : gigi terasa goyang sedikit akan tetapi tidak terlihat
Derajat 2 : gigi dapat digoyangkan ke arah lateral < 1 mm
Derajat 3 : gigi dapat digoyangkan ke lateral dan vertikal > 1 mm
e. Tes termal (suhu)
Suhu panas atau dingin dapat menyebabkan gigi terasa ngilu atau nyeri. Besar suhu
yang dipakai untuk melakukan tes vitalitas pulpa berkisar antara 0º sampai 65,5 º
celcius. Tes dingin dapat dilakukan dengan semprotan udara dingin, es, ethyl cloride,
dan cristal carbondioxide.
Pemakaian kristal carbon dioksid atau dry ice, tidak dianjurkan karena dinginnya
yaitu -77.70 ºC, sehingga dapat mengakibatkan syok pada jaringan gigi yaitu
mencederai jaringan pulpa dan menyebabkan garis fraktur. Tes panas dapat dilakukan
dengan menggunakan semprotan udara panas, bumisher panas, dan gutta percha
panas. Cara penggunaan bahan-bahan tersebut pada pengetesan adalah dengan
meletakkannya pada 1/3 tengah permukaan bukal atau labial mahkota gigi. Cara ini
harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencederai gigi lain atau jaringan
mukosa.
f. Tes listrik
Tes listrik dilakukan dengn ‘electric pulp tester’ (EPT) yang didisain sedemikian rupa
sehingga dapat menimbulkan rangsang pada serabut saraf pulpa. Daya kerja alat tes
listrik, tersebut sekarang banyak yang diaktifkan dengan kekuatan batre. Hasil tes
listrik tidak memberikan informasi yang cukup untuk menentukan diagnosis pulpa
atau periapeks, akan tetapi hanya terbatas dalam mengetahui apakah pulpa tersebut vit
al atau non vital. Kadang-kadang vitalitas pulpa tidak dapat diketahui dengan alat
tersebut. Namun tes listrik ini lebih sensitif jika dibandingkan dengan tes termal.
Pada gigi susu atau permanen muda tes termal kurang sensitif bila dibandingkan
dnegan gigi dewasa, karena perkembangan sistem saraf di dalam pulpa belum
sempurna. Cara tes listrik dilakukan seperti pada tes termal (sehu). Permukaan
mahkota gigi harus kering, untuk itu gigi tersebut diisolasi dengan gulungan kain kasa
kering dan saliva disedot. Sebelumnya pasien harus diberitahukan cara kerja alat tes
listrik. Kontra indikasi tes dengan alat listrik pada pasien dengan kelainan jantung,
terutama yang memakai ‘cardiac pacemaker’. Pengetesan dengan memberikan
lapisan konduktor yang kental seperti pasta gigi, dan ditempelkan pada email daerah
permukaan labiar daerah 1.3 insisal atau 1/3 tengah insisal/oklusal. Aliran rangsang
pulptester ditingkatkan secara perlahan-lahan. Pasien dianjurkan memberitahukan
kepada dokter gigi, apabila sudah merasa adanya aliran langsung. Reaksi rangsang
dapat positif atau negatif atau positif palsu atau negatif palsu.

Sebab-sebab reaksi positif palsu adalah:


1. Konduktor kontak dengan restorasi metal atau gingiva
2. Pasien yang anxietas, misalnya pada pasien hiperaktif, neuorotik atau pasien
yang sangat ketakutan.
3. Nekrosis pulpa yang likuifaksi
4. Gigi tidak terisolasi dengan baik
Sebab-sebab reaksi negatif palsu:
1. Kalsifikasi jaringan pulpa
2. Reparatif dentin yang menutupi kamar pulpa sebagai reaksi pulpa terhadap
perawatan pulcapping
3. Gigi dewasa muda yang belum sempurna pembentukkan akarnya
4. Kontak yang tidak sempurna antara elektroda dengan permukaan gigi
5. Gigi yang baru saja terkena trauma
6. Kerja alat yang tidak sempurna karena gangguan listrik pada alat, antara lain
karena batere yang sudah lemah
7. Pasien peminum alkohol, obat-oabt analgesik, barbiturat, hipnotik atau
tranquilizing.

g. Tes kavitas
Tes kavitas perlu dilakukan apabila hasil semua tes tersebut di atas masih belum dapat
menyimpulkan diagnosis. Misalnya bila terjadi banyak terbentuk dentin sekunder.
Cara tes kavitas dilakukan dengan bor. Pengeboran dilakukan dengan mata bor bulat
pada kecepatan tinggi, tanpa air pendingin, ukuran kecil (1/2) sampai mencapai batas
email dan dentin (DEJ).
Reaksi ngilu akan segera terjadi apabila pulpa vital. Apabila terjadi reaksi ngilu
tersebut, kavitas segera ditutup kembali dan bila tidak terjadi reaks, pengeboran
diteruskan sampai mencapai pulpa. Tidak adanya rasa sakit karena mungkin saja
pulpa sudah partial nekrosis.
Pengeboran kavitas dilakukan pada sisi lingual untuk gigi anterior, dan oklusal untuk
gigi posterior. Cara tes ini merupakan usaha cara evaluasi terakhir untuk menentukan
diagnosis penyakit.
h. Tes anestesi
Tes anestesi bertujuan mencari lokasi gigi yang sakit. Pada keadaan tertentu pasien
tidak dapat menunjukkan lokasi gigi sebagai penyebab sakitnya. Misalnya pada kasus
pasien dengan keluhan sakit pada separuh/sebagian mukanya. Rasa sakitnya
menyebar merata, ke satu sisi atau ke muka sebelah kiri atau kanan, bawah atau atas,
sesuai dengan jalannya saraf trigeminus dan cabang-cabangnya. Apabila rasa sakit
pada gigi atas, maka dengan tes anestesi rasa sakit hilang.
Akan tetapi apabila rasa sakit tidak hilang mungkin penyebabnya bukan dari gigi dan
kemungkinan dari telinga.
Pada kasus trigeminal neuralgia, kasus yang mengenai saraf trigeminus (V) nyeri
terasa menghentak-hentak di sepanjang salah satu cabang sarafnya, saraf V 2 atau V
3. Kadang-kadang diikuti rasa panas seperti terkena cabai, rasa sakit dapat berhenti
sendiri, namun apabila ada rangsang yang mengenai daerah trigger rasa sakit timbul
lagi. Dengan anestesi rasa sakit dapat hilang sementara.
i. Transiluminasi
Tes transiluminasi dapat dilakukan dengan sinar fiber optic (FOT), untuk membantu
operator membedakan pulpa vital atau nekrosis pada pasien yang masih sangat muda.
Atau dapat menunjukkan letak oritis atau memperjelas garis fraktur pada mahkota
gigi.
Pada pulpa yang vital, dengan sinar fiber optic terlihat gambaran gigi yang terang dan
berwarna agak pink. Pada pulpa yang nekrotik, warna gigi lebih opaque namun gelap
karena kerusakan jaringan di dalam kamar pulpa. Cara transiluminasi ini sangat baik
bila digunakan pada pasien anak-anak karena tidak menimbulkan rasa sakit. Sinar
fiberoptic diarahkan horisontal ke mahkota gigi di dalam ruang yang gelap,
memperlihatkan bayangan hitam pada dasar kamar pulpa.
Fraktur vertikal sering diktehaui setelah terlambat, sehingga gigi harus dicabut.
Berikut ini ada beberapa cara untuk mendeteksi fraktur vertikal sedini mungkin agar
pencabutan dapat dihindari.
Cara mendeteksi fraktur gigi:
1. Transiluminasi dengan sinar fiber optic diarahkan secara horisontal ke gigi
pada ruang gelap.
2. Mengetes dengan kekuatan desakan. Gigi yang retak dapat didiagnosis dengan
cara melakukan desakan misalnya dengan menggigit benda – benda seperti
aplikator kapas (cotton wood stick), butiran glass beads yang diletakkan di
antara celuloid strip, tangkai plastik, pinset yang ujungnya dibungkus
lembaran karet, dan lain-lainnya. Cara dengan meletakkan alat tersebut di atas
gigi yang dicurigai dan pasien dianjurkan menggigit. Apabila ada fraktur maka
akibat kekuatan desakan tersebut akan memisahkan fragmen gigi, sehingga
garis retak akan melebar dan rasa sakit timbul. Pewarnaan dengan larutan
iodin 2%. Garis fraktur akan lebih kelas apabila permukaan gigi sebelum dites
diulas dengan larutan iodin 2% dan setelah tes dengan gigitan, iodin segera
dibersihkan dengan larutan alkohol 70%. Permukaan oklusal tersebut akan
bersih dari iodin, namun iodin yang ada digaris fraktur tetap tinggal dan
fraktur vertikal. Rasa sakit ini kadang-kadang tidak dapat di tes dengan cara
perkusi.
3. Gambar radiografi dapat mendeteksi fraktur vertikal, terutama apabila garis
fraktur mempunyai arah labio/buko palatal/lingual.
4. Melalui riwayat penyakit gigi dapat diketahui penyebab gigi yang selalu nyeri
apabila dipakai menggigit. Operator harus mencurigai adanya fraktur vertikal
pada kasus ini.
5. Kerusakan periodontal tetap ada meskipun telah dilakukan perawatan
periodontal secara konvensional. Kerusakan sulkus tersebut perlu dilihat
sebabnya, dengan bantuan fiber optic garis fraktur pada akar gigi penyebab
akan terlihat jelas.
Kerusakan dalam mendiagnosis fraktur vertikal dapat dikurang dengan pengalaman
klinik. Oleh karena itu deteksi fraktur vertikal menggunakan cara-cara tersebut di atas
dengan mengkombinasikan imaginasi pengalaman klinis.

3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk membantu kejelasan temuan klinis. Melalui
gambar radiologis dental dapat dilihat hal-hal seperti:
1. Letak kelainan/penyakit pada jaringan keras gigi dan tulang alveol. Misalnya
luas karies, kelainan ruang pulpa, resorpsi interna/externa dan luas kelainan
periapeks.
2. Anatomi gigi yaitu bentuk akar, jumlah akar, bentuk saluran akar, panjang akar,
lebar saluran akar.
3. Jaringan periodontal, dan kontinuiotas lamina dura.
4. Jenis gambaran radiologis yang hitam/gelap, disebut radioulsen atau putih
disebut radiopaq.
Jaringan lunak akan terlihat gelap/radio/usen, sedangkan jaringan keras terlihat
putih/radiopaq. Gambaran radiografik jaringan yang tidak normal akan memperlihatkan
sebaliknya. Misalnya kelainan pada tulang alveol terlihat gambaran radioulsen.
Gambaran normal foramina, kanal serta sinus pada tulang rahanng muka kadang-
kadang mengecohkan diagnosis kelainan/penyakit periapeks. Tumpang tindih gambaran
radioulsen foramina disebut dengan gambaran kelainan/penyakit periapeks sering terjadi,
misalnya gambaran radioulsen foramen insisivus, dan foramen mentale yang berimpit dengan
apeks gigi. Oleh karena itu perlu diingat kembali pengetahuan dasar topografi anatomi.
Foramen mentale di dekat ujung akar gigi premolar ke dua bawah kadang-kadang dikira
kelainan periapeks. Atau ujung akar gigi molar satu atas yang tumpang tindih dengan gambar
sinus maksilaris, sering menyulitkan dalam menentukan letak sebenarnya ujung apeks
tersebut.
4. Pemeriksaan laboratoris
Berbagai pemeriksaan laboratoris dapat dilakukan antara lain biopsi jaringan atau
aspirasi cairan periapeks, untuk sediaan histo patologis, sitologis. Pemeriksaan laboratoris
dilakukan apabila ditemui kesukaran dalam menentukan diagnosis. Misalnya dalam
menentukan kasus kista radikuler sering ditemui kesukaran, apabila hanya berdasarkan
gambar radiologis saja. Persamaan gambar radiologis pada kista radikuler dan granuloma
tersebut akan menjadi berbeda hasilnya apabila dideteksi melalu pemeriksaan sit%gi.
Pemeriksaan kuman dapat dilakukan melalui tes laboratoris. Hasilnya dapat diketahui
antara lain jenis dan jumlah kuman atau parasit, terutama yang menjadi penyebab penyakit
gigi dan mulut. Dengan demikian pemilihan jenis perawatan dan obat dapat ditentukan. Suatu
tindakan yang ideal dalam menentukan perawatan seharusnya didahului dengan pemeriksaan
kuman (mikrobiologis) sehingga pemilihan perawatan dan obat dapat ditentukan dengan
tepat.
Penutup
Cara mendiagnosis kelainan penyakit pulpa dan periapeks merupakan prosedur rutin
yang harus dijalankan dengan cermat dan teliti sebelum melakukan perawatan. Mengingat
hasil ketetapan diagnosis tersebut akan menjadi arah prosedur selanjutnya, dalam memilih
jenis perawatan dan prosedur perawatan yang tepat. Tindakan-tindakan tersebut merupakan
suatu rangkaian proses yang akan menjadi arahan keberhasilan suatu perawatan dengan
meprakirakan jenis atau macam reaksi/penyembuhan jaringan melalui prognosis.

II. PROSEDUR INDIKASI PERAWATAN ENDODONTIK

a. Setiap tindakan kasus endodontic harus melakukan SOAP (Subjective Objective


Assesment Planning)
b. Indikasi perawatan endodontic
Pulp capping: minimal 2 kasus harus indikasi sampai control dengan dosen spesialis
konservasi gigi
PSA Dewasa: indikasi dan preparasi saluran akar dan obturasi harus dengan dosen
spesialis konservasi
PSA decidui: indikasi sampai kontrol harus dengan dosen KGA dan dosen konservasi
c. Setiap perawatan endo harus melakukan ro foto diagnostic
Pulp capping: Harus ada ro foto diagnosis, ro foto control 1 bulan dan ro foto control 3
bulan (1 kasus)
PSA : ro foto diagnosis, ro foto panjang kerja, ro foto MAC, ro foto obturasi, ro foto
control 2 minggu – 1 bulan (I) dan control 3 bulan (II) --- 1 kasus
PSA decidui: ro foto diagnosis dan ro foto obturasi
III. KLINIKAL PROSEDUR PERAWATAN

PULP CAPPING

Pulp capping adalah suatu perlindungan terhadap pulpa sehat yang hampir tereksponaso atau
terkesponasi kecil dengan obat-oabtan antiseptik atau sedatif agar pulpa sembuh kembali
serta mendapatkan vitalitas dan fungsi yang normal.

Ada dua macam teknik Pulp Capping, yaitu:


1. Direct pulp capping
2. Indirect pulp capping

Direct Pulp capping


Direct pul capping is the placement of calcium hydoroxide on a small (pinpoint) pulpal
exposure. Its use should be limited to permanent teeth due to the high relationship to internal
resorption in primary teeth.

Objectives  Reverse the bacterial invasion


 Treat the damaged pul tissue
 Aid in the formation of secondary dentin
Indications Teeth: permanent teeth only
Pain hitory:
No extremes
Second in duration
Non spontaneus
Clinically:
No abscess/fistula
No mobility
Large carious lesion
Radiograpgic:
Probable carious esposure
Normal bony structures
Tahapan perawatan yang dilakukan adalah:
Pada kunjungan pertama:
1. Dilakukan pemasangan rubber dam/cotton roll untuk mencegah kontaminasi bakteri
pada karies
2. Karies dibuang dengan bor atau ekscavator steril
3. Kavitas dibersihkan dengan Na O Cl (sod hipoklorti 2,5%) atau bahan untuk sterilkan
kavitas
4. Bagian kavitas yang tereksponasi/terbuka ditutup dengan cotton pellet yang sudah
dibasahi dengan minyak cengkeh atau eugenol. Sebaiknya hindari desinfektan yang
kaustik seperti fenol, kresol dan alkohol.
5. Di atas pulpa yang masih terbuka, aplikasikan preparat Ca(OH)2 tanpa tekanan.
Kelebihan obat dibuang dengan dengan ekscavator.
6. Di atasnya diaplikasikan ZOE kemudian dilapisi semen fosfat kemudian dilapisi
tambalan sementara.

Pada kunjungan kedua:


Setelah 8 – 12 hari, kalau tidak ada keluhan, dengan kata lain gigi bereaksi normal, lakukan
penambalan permanen.

Pada kunjungan ketiga


Dilakukan kontrol (2 – 6 bulan) untuk mengetahui terbentuknya dentin reparatif, dilakukan
pengambilan periapikal radiograf

Jika ada keluhan maka dilakukan observasi atau perawatan saluran akar dengan operator yang
sama (jika ada)

PULP CAPPING

Pulp capping adalah suatu perlindungan terhadap pulpa sehat yang hampir tereksponaso atau
terkesponasi kecil dengan obat-oabtan antiseptik atau sedatif agar pulpa sembuh kembali
serta mendapatkan vitalitas dan fungsi yang normal.
Ada dua macam teknik Pulp Capping, yaitu:
1. Direct pulp capping
2. Indirect pulp capping

Direct Pulp capping


Direct pul capping is the placement of calcium hydoroxide on a small (pinpoint) pulpal
exposure. Its use should be limited to permanent teeth due to the high relationship to internal
resorption in primary teeth.

Objectives  Reverse the bacterial invasion


 Treat the damaged pul tissue
 Aid in the formation of secondary dentin
Indications Teeth: permanent teeth only
Pain hitory:
No extremes
Second in duration
Non spontaneus
Clinically:
No abscess/fistula
No mobility
Large carious lesion
Radiograpgic:
Probable carious esposure
Normal bony structures

Tahapan perawatan yang dilakukan adalah:


Pada kunjungan pertama:
1. Dilakukan pemasangan rubber dam/cotton roll untuk mencegah kontaminasi bakteri
pada karies
2. Karies dibuang dengan bor atau ekscavator steril, jaringan karies yang paling dalam
dibiarkan
3. Kavitas dibersihkan dengan Na O Cl (sod hipoklorti 2,5%) atau bahan untuk sterilkan
kavitas. Hindari penggunaan alkohol karena dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan
tubulus dentin.
4. Aplikasikan perparat Ca(OH)2 pada daerah yang terdalam tanpa tekanan (hindari
pengadukan bahan di dalam kavitas)
5. Di atasnya diaplikasikan semen ionomer kaca tipe III atau II tergantung dari rencana
restorasinya. Kemudian bisa ditambahkan tumpatan sementara

Pada kunjungan kedua:


Setelah 8 – 12 hari, kalau tidak ada keluhan, dengan kata lain gigi bereaksi normal, lakukan
penambalan permanen.

Permanen atau observasi dan pengambilan radiograf/

Pada kunjungan ketiga


Dilakukan kontrol (2 – 6 bulan) untuk mengetahui terbentuknya dentin reparatif, dilakukan
pengambilan periapikal radiograf.

Jika ada keluhan, maka dilakukan observasi atau perawatan saluran akar dengan operator
yang sama (jika ada)

PULPOTOMY

Pulpotomy is indicated for carious or mechanical exposures in primary teet and to induce root
closure in permanent teeth (Apexogenesis). The inflamed coronal portion of the pulp is
removed and medicament is placed over the excised pulpa tissur.

Primary tooth pulpotomy


Objectives  Reverse the bacterial invasion
 Treat the damaged pulp tissue
 Maintain a functional both
Indications Teeth: permanent teeth only
Pain hitory:
No extremes
Clinically:
No abscess/fistula
No extreme mobility
Large carious lesion
Radiograpgic:
Probable carious esposure
Normal bony structures
Normal root development
No internal or external root
Resosption
Medicament Formocresol

Treatment procedure:
1. Identify pulpal exposure
2. Remove the root of the pulp chamber
3. Remove the coronal portion of vital pulp
4. Control hemorrhage
5. Place cotton pellet dampenef with formocresol for five minute
6. Assess clinically for condition of pulpal tissue
7. Place IRM into pulpal chamber and restroe the tooth
Permanent tooth pulpotomy (apexgenesis)
Objectives Induce root closure
Indications Teeth: permanent teeth and incomplete root formation
Pain hitory:
No extremes
Clinically:
No abscess/fistula
No extreme mobility
Large carious lesion or mechanical /traumatic
Exposure
Radiograpgic:
Probable carious esposure
Normal bony structures
Incomplete root development
No internal or external root resorption
Medicament Calcium hydroxide

Treatment Procedure:
1. Amputate the pulp and surrounding dentin to a depth of 2mm beyond the exposure,
cutting interminttenly and with light pressure.
2. Establish hermostasis, cover pulp with calcium hydroxide and restore the tooth.
PULPECTOMY

Pulpectomy involves the extirpation of the pulpal tissue and filling the canals with an inert
medicament.

Primary tooth pulpectomy


Objectives  Remove necrotic pulpal tissue
 Eliminate bacterial contamination
 Obturate the pulp canal
 Maintain a functional tooth
Indications Teeth: permanent teeth
Pain hitory:
Presence of pain
Clinically:
Possible abscess/fistula
No extreme mobility
Large curious lesion with mecrotic pulpal
Tissue
Radiograpgic:
Pulpal exposure
No internal or external root resorption
Medicament Zinc oxide eugenol
Treatment Procedure:
1. Access the pulpal chamber
2. Debride the pulpal canals
3. Place ZOE into pulpal canals and chamber. Restore the tooth.

Tooth Pulpectomy, complete root formation


Objectives  Remove necrotic pulpal tissue
 Eliminate bacterial contamination
 Obturate the pulp canal
 Maintain a functional tooth
Indications Teeth: permanent teeth and complete root formation
Pain hitory:
Presence of pain
Clinically:
Possible abscess/fistula
No extreme mobility
Large carious lesion with necrotic pulpal
Tissue
Radiograpgic:
Pulpal exposure
No internal or external root resorption
Medicament Gutta percha and sealers

Tahapan perawatan:

1. Rontgen foto diagnosis


2. Anestesi/devitalisasi pulpa
3. Pembukaan akses dengan bur bulat/endo access
4. Eksploaris dengan jarum miller atau sonde endodontik
5. Ekstirpasi dengan barbed broach
6. Pengukuran panjang kerja menggunakan metode observasi langsung dan apeks
locator
7. Preparasi saluran akar (step back/crown down)
8. Sterilisasi saluran akar (Sesuai dengan indikasinya)
9. Tes bakteri jika diperlukan
10. Obsturasi dengan teknik kondensasi lateral/single cone/warm condensation
11. Aplikasi bahan base/restorasi dengan semen ionomer kaca
12. Pengambilan radiograf hasil obturasi
13. Kontrol 2 kali (2 minggu – 1 bulan dan 3 bulan ) dilakukan pengambilan radiograf.

Permanent Tooth Pulpectomy, incomplete root information (Apexification)


Objectives  Remove necrotic pulpal tissue
 Elimintae bacterial contamination
 Induce root closure
 Maintain a functional both
Indications Teeth: permanent tooth and incomplete root formation
Pain hitory:
Presence of pain
Clinically:
Possible abscess/fistula
No extreme mobility
Large carious lesion with necrotic pulpal
Tissue
Radiograpgic:
Pulpal exposure
No internal or external root resorption
Medicament Calcium hydroxide

Treatment procedure: similiar to Apexogenesis but used for permanent teeth with vital
pulpal tissues.
REQUIREMENT CLINICAL SKILLS

No Materi Kegiatan Tingkat Kompetensi Jumlah


1 Pulp capping 4 4
2 Perawatan saluran akar 4 2
3 PSA Decidui 4 1
4 Pemeriksaan lengkap endodontik 4 2
Total 9

Ketentuan dalam modul endodontic

1. Semua perawatan endodontic yang dilakukan (minimal requirement) harus dikerjakan


sampai dengan restorasi permanennya oleh operator yang sama
2. Semua kasus perawatan endodontic yang dilakukan harus di followup minimal 2 kali
(1 minggu dan 1-2 bulan)
3. Semua radiograf pasien dengan perawatan endodontic harus lengkap dikumpulkan
secara berurutan sesuai tanggal perawatan
4. Setiap kali meminta tanda tangan follow up kasus haru sdisertakan dan jika sudah
selesai perawatan sampai restorasi, radiograf wajib dikumpulkan dalam map
berdasarkan rekam medic pasien
5. Semua kasus yang dikerjakan harus di follow up
6. Setiap kasus yang dikerjakan harus membuat laporan singkat tentang jalannya
perawatan (diserahkan dan didiskusikan dengan tim dosen konservasi)
7. Kasus yang dilakukan diskusi masing-masing anak minimal 3 (1 presentan dan 2
audiens)
8. Kasus yang didiskusikan adalah pulp capping dan perawatan saluran akar.
9. Pada kegiatan BST, harus menyerahkan bahan (power point dan blangko case
analysis) kepada dosen pembimbing paling lambat 3 hari sebelumnya, jika tidak maka
akan dilakukan pendaftaran ulang minggu berikutnya.
10. Pada saat diskusi (baik BST maupun CRS) semua data baik rekam medic, foto
ekstraoral dan radiograf harus ada jika tidak maka diskusi dibatalkan
11. Kelompok diskusi tidak berhak membatalkan jadwal diskusi yang sudah terjadwal
kecuali ada pemberitahuan terlebih dahulu yang beralasan
12. Untuk CSS, 1 minggu sebelum diskusi wajib menyerahkan jurnal yang sesuai dengan
kasus yang dikerjakan
13. Anggota kelompok diskusi wajib mengikuti diskusi kelompoknya tanpa kecuali dan
tidak boleh mengikuti kelompok lain dalam berdiskusi kecuali ada alasan yang jelas
dan melapor ke bagian profesi
14. Presentan diskusi minimal 2 orang
ASSESMENT PEDOMAN MINI-CES
(Mini Clinical Evaluation Exercise)
MODUL ENDODONTIK

A. TIM PENILAI
1. Drg. Erma Sofiani, Sp. KG
2. Drg, Yusrini Pasril, Sp. KG
3. Drg. Nia Wijayanti, Sp. KG
4. Drg. Any Setyawati, Sp. KG

B. TOPIK UJIAN
Pulp capping dan perawatan saluran akar tunggal

C. PERSYARATAN MODUL
Minicex I : (Jika ujian pulp capping)
a. Telah melakukan tindakan pulp capping sampai dilakukan restorasi
permanen dan kontrol minimal sekali
b. Kasus dikerjakan oleh operator yang sama
Minicex II:
a. Telah melakukan perawatan saluran akar dewasa sampai dengan restorasi
permanen dan kontrol minimal sekali
b. Telah melakukan perawatan saluran akar gigi decidui sampai dengan restorasi
c. Kasus dikerjakan oleh operator yang sama
Jika terjadi perubahan jadwal ujian hanya ditoleransi dalam minggu ujian.
Jika terjadi ketidak lulusan wajib mendaftar ulang kembali ke bagian profesi untuk diikutkan
pada periode ujian berikutnya.

D. TAHAPAN MINICEX
 Semua kasus minicex harus dikerjakan dengan sampai dengan kontrol dengan
preceptor yang sama (jika preceptor berhalangan wajib menujuk penggantinya
dan mahasiswa koas wajib melaporkan)
 Untuk perawatan saluran akar, pengerjaan dibagi menjadi 3 tahap oleh dosen
yang sama
Tahap I: pembukaan akses, ekstirpasi pulpa dan pengukuran panjang kerja (ro
foto IAF)
Tahap II: preparasi saluran akar dan sterilisasi saluran akar ( ro foto MAF/MAC)
 Oral assesment (tidak lebih dari 1 minggu)

E. KEMAMPUAN YANG DINILAI


1. Kemampuan wawancara medis
a. Kelengkapan anamnese
b. Pemeriksaan subyektif: keluhan pasien secara lengkap
2. Kemampuan pemeriksaan fisik dan penunjang
a. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan klinis: sondasi, perkusi, palpasii dan tes vitalitas
b. Pemeriksaan penunjang
Interpretasi rontgen foto, jika diperlukan
3. Kemampuan humanistik/profesionalisme
a. Sikap respek
b. Empati
c. Cara bertindak
d. Mengutamakan kenyamanan pasien
e. Mengerti keterbatasan diri, mampu menjelaskan perubahan/tidak adanya
perubahan selama perawatan
4. Kemampuan klinis
a. Membuat diagnosa, treatment planning dan prognosis secara lengkap
sampai dengan restorasi
b. Ketrampilan tindakan klinis (pada waktu prosedur pulp capping dan PSA)
- Mampu menggunakan alat endodontik dengan baik dan benar
- Mampu menyebutkan alat-alat yang digunakan dan kegunaan
- Mampu melakukan sterilisasi dengan baik
- Mampu melakuan pemilihan alat dan bahan sesuai indikasinya
5. Kemampuan komunikasi dan konseling
a. Mampu menyampaiakan informed consent
b. Mampu memberikan edukasi terhadap pasien tentang perawatan yang
dilakukan
c. Penggunaan bahasa yang dimengerti oleh pasien
d. Mampu membuat rujukann ke bagian/departemen lain jika diperlukan

6. Organisasi dan efisiensi


a. Manajemen pasien, mampu mengatur alur pemeriksaan pasien mulai dari
pasien datang sampai pasien pulang
b. Urutan prosedur perawatan dari anamnase, pemeriksaan subjektif,
objektif, tindakan, edukasi pasien

7. Kompetensi klinis secara keseluruhan


Mampu melakukan semua point 1 s.d 6 dengan baik

SYARAT KELULUSAN MODUL ENDODONTIK

1. Requirement terpenuhi
2. Students monitoring terisi lengkap sesuai kewajiban (verifikasi, progress test dan
bimbingan DPK)
3. Setiap mahasiswa wajib memasukkan 1 kasus dalam E-Case
4. Semua kegiatan wajib sudah terpenuhi
5. Lulus ujian minicex 1 dan 2
6. Kelengkapan administrasi pasien, termasuk radiograf lengkap selama perawatan
endodontik
7. Rekap nilai harian (log book dan DOPS Lengkap)
8. Profesional behaviour (attitude, presensi kehadiran selama koas terpernuhi)

DAFTAR PUSTAKA
Cohen, S; Burns, R.C: Pathways of the pulp 5th ed, 1991
Bence, R., Meyers, R.D.: Hand Books of clinical endodontics, 1 St ed. The CV Mosby St
Louis 1976
Grossman, LI.: Endodontic Practice 10th Ed, 1981
Ingle, J.I.; Beverdige E.E.: Endodontics. 2nd ed, 1976
Seltzer, S; Bender, I.B: The Dental Pulp 3rd ed, 1989
Walton, R.E.; Torabinejad, M.: Principles and practice of endodontics 1 st ed, 1989

Anda mungkin juga menyukai