Anda di halaman 1dari 12

Agroindustri

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku,
merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut[1]. Secara eksplisit
pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)[2] yaitu perusahaan yang
memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan).
Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau
kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan
produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.
Agroindustri merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian
primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen[3].
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interelasi) produksi, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk pertanian[4]. Dari
pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri (pengolahan hasil pertanian) merupakan
bagian dari lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana
produksi dan peralatan. usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan[5].
Agroindustri dengan demikian mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri
Peralatan Dan Mesin Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).

Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai
berikut:

1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah bahan pangan kaya karbohidrat,
palawija dan tanaman hortikultura.
2. IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh, karet, kelapa, kelapa sawit,
tembakau, cengkih, kakao, vanili, kayu manis dan lain-lain.
3. IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan dan non kayu seperti damar,
rotan, tengkawang dan hasil ikutan lainnya.
4. IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan dan hasil laut segar,
pengalengan dan pengolahan, serta hasil samping ikan dan laut.
5. IPHP Peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu, kulit, dan hasil samping
lainnya.

Industri Peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi menjadi dua kegiatan sebagai berikut:

1. IPMP Budidaya Pertanian, yang mencakup alat dan mesin pengolahan lahan (cangkul,
bajak, traktor dan lain sebagainya).
2. IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan berbagai komoditas
pertanian, misalnya mesin perontok gabah, mesin penggilingan padi, mesin pengering
3. dan lain sebagainya.
Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga kegiatan sebagai berikut:

1. IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan, pengemasan serta


penyimpanan baik bahan baku maupun produk hasil industri pengolahan pertanian.
2. IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan, pengelolaan, pengawasan mutu serta
evaluasi dan penilaian proyek.
3. IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak yang melibatkan penggunaan
komputer serta alat komunikasi modern lainya.

Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan sebuah sektor ekonomi yang
meliputi semua perusahaan, agen dan institusi yang menyediakan segala kebutuhan pertanian dan
mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah dan didistribusikan kepada konsumen[6]. Nilai
strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan antar
sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir. Dengan
pengembangan agroindustri secara cepat dan baik dapat meningkatkan, jumlah tenaga kerja,
pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar domestik dan internasional, nilai
tukar produk hasil pertanian dan penyediaan bahan baku industri[3].
Penerapan teknologi untuk agroindustri

proses pengolahan lanjut pada kegiatan agroindustri

Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri di Indonesia adalah kemampuan


mengolah produk yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas
pertanian yang diekspor merupakan bahan mentah dengan indeks retensi pengolahan sebesar 71-
75%. Angka tersebut menunjukkan bahwa hanya 25-29% produk pertanian Indonesia yang
diekspor dalam bentuk olahan. Kondisi ini tentu saja memperkecil nilai tambah yang diperoleh
dari ekspor produk pertanian, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi
perkembangan agroindustri di era global ini. Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi
agroindustri produk pertanian begitu beragam dan sangat luas mencakup teknologi pascapanen
dan teknologi proses. Untuk memudahkan, secara garis besar teknologi pascapanen digolongkan
berdasarkan tahapannya yaitu, tahap atau tahap sebelum pengolahan, tahap pengolahan dan tahap
pengolahan lanjut[6]. Perlakuan pascapanen tahap awal meliputi, pembersihan, pengeringan,
sortasi dan pengeringan berdasarkan mutu, pengemasan, transport dan penyimpanan,
pemotongan/pengirisan, penghilangan biji, pengupasan dan lainnya. Perlakuan pascapanen tahap
pengolahan antara lain, fermentasi, oksidasi, ekstraksi buah, ekstraksi rempah, distilasi dan
sebagainya. Sedangkan contoh perlakuan pascapanen tahap lanjut dapat digolongkan ke dalam
teknologi proses untuk agroindustri, yaitu penerapan pengubahan (kimiawi, biokimiawi, fisik)
pada hasil pertanian menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti,

1. Kakao ; lemak kakao,bubuk kakao, produk coklat.


2. Kopi ; Kopi bakar, produk-produk kopi, minuman, kafeina.
3. Teh ; Produk-produk teh, minuman kesehatan.
4. Ekstrak/oleoresin ; produk-produk dalam bentuk bubuk atau enkapsulasi.
5. Minyak atsiri ; produk-produk aromaterapi, isolat dan turunan kimia.

Produk-produk yang dihasilkan ada yang dapat digunakan secara langsung dari sejak tahap awal,
seperti rempah-rempah, sari buah dan lainnya, serta ada pula yang menjadi bahan baku untuk
industri lainya, seperti industri makanan, kimia dan farmasi.
Contoh penerapan teknologi untuk produk agroindustri

Bahan
Teknologi yang Diterapkan Produk
Dasar
Padi Pengeringan, penggilingan Beras
Ubi kayu Sortasi, pemarutan, ekstraksi, pengayakan, pengeringan Tapioka
Buah Pengeringan, pengempaan, hidrolisis, penyabunan, pemucatan
Minyak goreng
Kelapa (bleaching), penghilangan bau (deodorisasi)
Pemerasan, evaporasi, penjernihan (karbonisasi, sulfitasi),
Tebu Gula pasir
kristalisasi
Daun teh Pelayuan, fermentesi, pengeringan teh hitam
Daun
Penyulingan (distilasi) Minyak nilam
nilam
Getah Penggumpalan (koagulan), pengepresan, pembentukan,
Karet sit asap (RSS)
karet pengasapan
Minyak
Netralisasi, esterifikasi Oleokimia (ester)
nabati
Minyak
Isolasi, ekstraksi, pemurnian Isolat
nilam
Pemarutan, likuifaksi, sakarifikasi isomerasi, pemisahan
Ubi kayu Gula cair fruktosa
(kromatografi)
Onggok Fermentasi, klasifikasi, asidifikasi, kristalisasi Asam sitrat
MSG (monosodium
Tetes tebu Fermentasi, penggaraman, kristalisasi
glutamat)
Fermentasi, pengeringan, penggilingan, pengempaan,
Biji kakao Cokelat
formulasi
Kulit Pengeringan, penggilingan, penghilangan protein,
Khitin, Khitosan
udang penghilangan mineral, destilasi
Rumput
Pengeringan, penggilingan, ekstraksi, pemurnian Karagenan
laut
Penghancuran, pemasakan dengan soda atau sulfat,
Kayu Pulp
termomekanis
Penghancuran (beating), penghalusan (refining), penambahan
Pulp Kertas
bahan pengisi
Pengembangan agroindustri
Pengembangan Agroidustri di Indonesia terbukti mampu membentuk pertumbuhan ekonomi
nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998, agroindustri
ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu berkontribusi secara positif terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain mengalami
kemunduran atau pertumbuhan negatif, agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha
yang beroperasi. Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara lain yang
berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri
ini dapat berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada bahan baku dan bahan
tambahan impor serta peluang pasar ekspor yang besar. Sementara kelompok agroindustri yang
tetap dapat bertahan pada masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu dan industri
tembakau yang disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang
padat karya[3]. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah industri pakan ternak
dan minuman ringan. Penurunan industri pakan ternak disebabkan ketergantungan impor bahan
baku (bungkil kedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara penurunan pada industri
makanan ringan lebih disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat sebagai akibat krisis
ekonomi. Berdasarkan data perkembangan ekspor tiga tahun setelah krisis moneter 1998-2000,
terdapat beberapa kecenderungan komoditas mengalami pertumbuhan yang positif antara lain,
minyak sawit dan turunannya, karet alam, hasil laut, bahan penyegar seperti kakao, kopi dan teh,
holtikultura serta makanan ringan/kering[7]. Berdasarkan potensi yang dimiliki, beberapa
komoditas dan produk agroindustri yang dapat dikembangkan pada masa mendatang antara lain,
produk berbasis pati, hasil hutan non kayu, kelapa dan turunannya, minyak atsiri dan flavor
alami, bahan polimer non karet serta hasil laut non ikan[8]. Dengan demikian, agroindustri
merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui
pemanfaatan dan penerapan teknologi, memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat[9]. Pada kenyataannya, perkembangan nilai ekspor agroindustri masih
relatif lambat dibandingkan dengan subsektor industri lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain[3]:

1. Kurang cepatnya pertumbuhan sektor pertanian sebagai unsur utama dalam menunjang
agroindustri, di pihak lain juga disebabkan oleh kurangnya pertumbuhan sektor industri
yang mendorong sektor pertanian.
2. Pemasaran produk agroindustri lebih dititik beratkan pada pemenuhan pasar dalam
negeri. Produk-produk agroindustri yang diekspor umumnya berupa bahan mentah atau
semi olah.
3. Kurangnya penelitian yang mengkaji secara mendalam dan menyeluruh berbagai aspek
yang terkait dengan agroindustri secara terpadu, mulai dari produksi bahan baku,
pengolahan dan pemasaran serta sarana dan prasarana, seperti penyediaan bibit,
pengujian dan pengembangan mutu, transportasi dan kelengkapan kelembagaan.
4. Kurangnya minat para investor untuk menanamkan modal pada bidang agroindustri.

Tantangan dan harapan bagi pengembangan agroindustri di Indonesia adalah bagaimana


meningkatkan keunggulan komparatif produk pertanian secara kompetitif menjadi produk
unggulan yang mampu bersaing di pasar dunia. Dalam lingkup perdagangan, pengolahan hasil
pertanian menjadi produk agroindustri ditunjukkan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas
tersebut. Pengolahan produk dapat meningkatkan nilai mutu suatu produk sehingga nilai jualnya
tinggi dengan meraup keuntungan yang tinggi pula. Semakin tinggi nilai produk olahan,
diharapkan devisa yang diterima oleh negara juga meningkat serta keuntungan yang diperoleh
oleh para pelaku agoindustri juga relatif tinggi. Untuk dapat terus mendorong kemajuan
agroindustri di Indonesia antara lain diperlukan:[6]

1. Kebijakan-kebijakan serta insentif yang mendukung pengembangan agroindustri.


2. Langkah-langkah yang praktis dan nyata dalam memberdayakan para petani, penerapan
teknologi tepat guna serta kemampuan untuk memcahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
3. Perhatian yang lebih besar pada penelitian dan pembangunan teknologi pascapanen yang
tepat serta pengalihan teknologi tersebut kepada sasaran pengguna.
4. Alur informasi yang terbuka dan memadai.
5. Kerjasama dan sinergitas antara perguruan tinggi, lembaga penelitian, petani dan industri.

Pembangunan dan pengembangan agroindustri secara tepat dengan dukungan sumberdaya lain
dan menjadi strategi arah kebijakan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan
negara, berdasarkan tolok ukur sebagai berikut[3]:

1. Menghasilkan produk agroindustri yang berdaya saing dan memiliki nilai tambah dengan
ciri-ciri berkualitas tinggi.
2. Meningkatkan perolehan devisa dan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB)
nasional.
3. Menyediakan lapangan kerja yang sangat diperlukan dalam mengatasi ledakan
penggangguran.
4. Meningkatkan kesejahteraan para pelaku agroindustri baik di kegiatan hulu, utama
maupun hilir khususnya petani, perkebunan, peternakan, perikanan dan nelayan.
5. Memelihara mutu dan daya dukung lingkungan sehingga pembangunan agroindustri
dapat berlangsung secara berkelanjutan.
6. Mengarahkan kebijakan ekonomi makro untuk memihak kepada sektor pemasok
agroindustri.
Agroindustri

1. Definisi Agroindustri Pengolahan

Agroindustri adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer


menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun produk
akhir (finish product), termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri
pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energy, industri
pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata (Ditjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, 2002:2).

Agroindustri dapat digolongkan ke dalam aktiviti ekonomi yang berorientasikan


sumber bahan input (resources oriented) kerana bahan mentah merupakan industri
yang mengurang berat (weight losing material) serta mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Bahan mentahnya mudah rusak/busuk sehingga memerlukan pembuatan


secepatnya;
b. Bahan mentahnya mengalami pengurangan berat setelah mengalami pembuatan
dan ini memerlukan lokasi agroindustri (kilang pembuatan) yang dekat sumber
bahan mentah untuk menjimatkan kos pengeluaran.

Agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional


masa depan, karena (Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Departemen Pertanian, 2002:3) :

a. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif


menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat
daya saing produk agribisnis Indonesia;
b. Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga
kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional
secara keseluruhan;
c. Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and
backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor lainnya;
d. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat
diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya;
e. Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional
dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.

Prioritas utama pengembangan agroindustri difokuskan pada sinergi antara


keunggulan komparatif sumberdaya dengan orientasi pasar, yakni (Ditjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, 2002:4):
a. Industri pengolahan hasil perkebunan seperti industri pengolahan minyak sawit
dan kelapa, industri coklat olahan, industri gula, industri biji mete olahan,
industri kopi bubuk/instan, dan industri teh olahan;
b. Industri pengolahan hasil tanaman pangan dan hortikultura seperti industri buah
dan sayur dalam kaleng, industri minuman sari buah, industri tepung tapioka
dan derivatnya, industri pakan ternak, dan industri makanan ringan;

c. Industri pengolahan hasil peternakan seperti industri susu olahan, industri


daging dalam kaleng, dan industri penyamakan kulit;
d. Industri pengolahan hasil ikutan/samping seperti industri agro-composting,
industri pakan ternak, industri coco fiber dan coco peat, industri karbon aktif,
industri minuman dari buah jambu mete, industri nata de-coco dan lain-lain.

2. Prinsip-prinsip Agroindustri Pengolahan

Wibowo (1997) mengemukakan perlunya pengembangan agroindustri di pedesaan


dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya:

a. Memacu keunggulan kompetitif produk/komoditi serta komparatif setiap


wilayah;
b. Memacu peningkatan kemampuan suberdaya manusia dan menumbuhkan
agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan;
c. Memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang
nantinya akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan;
d. Memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-
subsitem agribisnis;
e. Menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri.

Pengembangan agroindustri sebagai pilihan model modernisasi haruslah dapat


meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Untuk itu perumusan
perencanaan pembangunan pertanian, perlu disesuaikan dengan karakteristik wilayah
dan ketersediaan teknologi tepat guna. Sehingga alokasi sumberdaya dan dana yang
terbatas, dapat menghasilkan output yang optimal, yang pada gilirannya akan
berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Agar model pembangunan
yang berkelanjutan dapat terwujud diperlukan pedoman pengelolaan sumber daya
melalui pemahaman wawasan agroekosistem secara bijak, yaitu pemanfaatan asset-
aset untuk kegiatan ekonomi tanpa mengesampingkan aspek-aspek pelestarian
lingkungan.

3. Tujuan & sasaran Agro industri Pengolahan


Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri perdesaan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan melalui upaya peningkatan nilai
tambah dan daya saing hasil pertanian. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk:

a. Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi


dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya;
b.Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang
didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan
c. Mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk
meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri
(www.litbang.deptan.go.id diakses tanggal 9 November 2009).

4. Faktor-Faktor Lokasi

Banyak faktor yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan


dimankah seharusnya lokasi suatu perusahaan yang setepat-tepatnya. Banyak
faktornya, akan tetapi yang dipertimbangkan hanyalah faktor-faktor yang ada
hubungannya dengan jenis usaha dari perusahaan (Soehardi Sigit, 1987: 43-44).
Faktor-faktor yang dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pada umumnya adalah:

a. Pasar

Masalah pasar tidak boleh diabaikan sama sekali. Semua perusahaan yang usahanya
dengan cara menjual barang dan atau jasa, maka faktor pasar dan faktor pembeli harus
diperhitungkan terlebih dahulu. Masalah pasar harus terlebih dahulu diteliti: jauh
dekatnya dengan perusahaan, kuantitas dan kualitas barang yang diperlukan oleh
pasar tersebut, dan kekuatan daya beli masyarkat akan jenis barang yang diproduksi.
Jauh dekatnya dengan pasar juga akan berpengaruh terhadap kecepatan pengiriman
barang, bagi barang-barang yang lekas rusak perihal kecepatan dan lamanya
penyerahan perlu dipertimbangkan.

b. Bahan baku

Perusahaan manufaktur mentransformasi material, tenaga kerja dan jasa-jasa lainnya


menjadi barang baru. Di dalam menentukan lokasi lokasi perusahaan sumber (asal)
bahan baku yang diperlukan sebagai input harus dipertimbangkan. Ini erat sekali
dengan masalah biaya produksi. Material yang murah harganya, tetapi jauh letaknya
dari lokasi perusahaan akan mengakibatkan baiya angkutan yang relatif tinggi, dan
selanjutnya akan mengakibatkan biaya produksi yang relatif mahal. Dilihat dari segi
materialnya, lokasi peusahaan haruslah di tempat yang biaya materialnya adalah
relatif paling murah.

c. Tenaga kerja

Perihal tenaga kerja harus diperhitungkan benar-benar terutama bagi perusahaan yang
padat karya, atau perusahaan yang biaya barang produknya sebagian besar tergantung
atau terdiri atas biaya tenaga kerja. Pasar tenaga kerja pun harus diketahui, apakah
pasar tenaga kerja di tangan pengusaha (perusahaan) ataukah di tangan pekerja. Jika
pasarnya di tangan pengusaha (perusahaan), yang berarti bahwa tenaga kerja itu
memerlukan pekerjaan dan penghasilan, maka ada kemungkinan tenaga kerja itu
dapat ditarik ke lokasi yang relatif tenaga kerja tidak lebih dominan. Jadi
kemungkinan dapat ditarik ke tempat perusahaan, bersamaan dengan yang disebut
aglomerasi dan/atau urbanisasi.

d. Transportasi

Letak perusahaan ditentukan juga oleh faktor transportasi, yang menghubungkan


lokasi dengan pasar, lokasi dengan bahan baku, lokasi dengan tenaga kerja. Faktor
transportasi harus diperhitungkan dalam arti diusahakan bahwa biaya transportasi
penjualan (ke konsumen) adalah yang relatif paling murah, biaya pengangkutan bahan
baku dari sumbernya adalah relatif yang termurah, demikian juga biaya transportasi
tenaga kerja pulang-balik ke tempat tinggal tenaga kerja adal;ah yang paling murah.

e. Pelayanan teknis dan produktif

Sumber-sumber teknis dan produktif ialah faktor-faktor yang dapat memberikan


pelayanan untuk keperluan-keperluan teknis dan juga faktor-faktor yang dapat
memberikan jasa produktif. Pelayanan untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan
(reparasi). Sumber-sumber tenaga, yaitu listrik, air keadaan iklim juga termasuk
fasilitas komunikasi seperti telepon, telegram, dinas pos, perbankan juga perlu
dipertimbangkan.

f. Inducement setempat

Inducement setempat adalah dorongan lokal yang mendukung perusahaan, misalnya


pemberian keringanan pajak, sewa tanah sangat murah, mendapat perlindungan
penjagaan keamanan dan sebagainya. Inducement setempat perlu dipertimbangkan
terutama didalam membandingkan tempat-tempat lain terdapat penilaian yang sama.
g. Sifat-sifat khusus perusahaan

Tiap-tiap perusahaan mempunyai sifat-sifat khusus, ini juga harus diperhitungkan.


Perusahaan yang membuat barang yang mudah meledak (eksplosif) tidak dapat
ditempatkan di sembarang tempat, apalagi di daerah atau di tengah-tengah tempat
tinggal penduduk. Demikian juga perusahaan yang mengakibatkan bau yang tidak
enak (berbau busuk) dan polutan yang berbahaya.

h. Kemungkinan-kemungkinan lain

Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan misalnya kemungkinan untuk perluasan,


apakah lokasinya memenuhi syarat-syarat. Juga hal lain seperti kemungkinan timbul
bahaya dari kekuatan alam atau dari kekuatan sosial. Bahaya alam misalnya dilanda
banjir, lahar, tanah longsor, gempa bumi dan kebakaran. Bahaya sosial, misalnya
pencurian, tantangan dari masyarakat, dan pengrusakan-pengrusakan. Oleh karena itu
hal-hal yang mungkin seperti itu, sebelumnya harus benar-benar diramalkan. Tidak
jarang terjadi suatu perusahaan yang letaknya sudah paling optimal, harus
meninggalkan tempat karena adanya hal-hal yang semula di luar dugaannya.

5. Karakteristik Penentuan Lokasi Industri

Untuk mengamati karakteristik penentuan lokasi industri, perlu diketahui


pertimbangan utama yang mendasarinya. Ada 5 pertimbangan utama yang dapat
dikenali (R. Soemita A. K., 1978: 162-164), yaitu:

a. Pertimbangan ekonomis, terutama menyangkut masalah biaya untuk


memperoleh keuntungan maksimal dengan pengeluaran minimal;
b. Lokasi historis, seperti tanah adat, tanah warisan, tanah kosong yang telah lama
dimiliki sebelum perusahaan berdiri, kegiatan usaha masyarakat yang lakukan
secara turun-temurun;
c. Lokasi yang ditunjuk atau ditentukan pemerintah, karena alasan politis,
strategis, keamanan maupun kepentingan perencanaan;
d. Lokasi yang ditentukan secara spekulasi atau tanpa memperhitungkan faktor
penting yang mempengaruhi suatu lokasi industri;
e. Jenis industri yang “footlose”, yaitu dapat berlokasi di sembarang tempat.
Industri ini tidak bergantung pada faktor lokasi.

Pada dasarnya penentuan lokasi industri mendasarkan pada teori “Tempatkanlah pada
titik geografis yang paling banyak memberikan kesempatan kepada perusahaan di
dalam usaha mencapai tujuannya” (Soehardi Sigit, 1987: 43). Ini diartikan di tempat
yang dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perusahaan untuk melakukan
usahanya, dengan mempertimbangkan kemungkinan profit yang tinggi, karena pada
tempat yang ditentukan itu penjualan diperhitungkan menghasilkan yang lebih baik,
biaya yang paling rendah, hubungan dengan langganan adalah yang paling baik,
hubungan dengan karyawan adalah yang paling baik pula, dan ini semua dapat
berjalan dalam jangka waktu yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai