Anda di halaman 1dari 59

PRODUKSI BIOGAS DARI CAMPURAN KOTORAN AYAM, KOTORAN

SAPI, DAN RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)


DENGAN SISTEM BATCH

(Skripsi)

Yasin Yahya

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK

PRODUKSI BIOGAS DARI CAMPURAN KOTORAN AYAM, KOTORAN


SAPI, DAN RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)
DENGAN SISTEM BATCH

Oleh

YASIN YAHYA

Persediaan energi fosil yang terbatas digunakan lebih dominan dibandingkan

dengan energi alternatif, yang kemudian menyebabkan krisis energi. Energi

alternatif dikembangkan untuk dijadikan salah satu solusi terhadap krisis energi.

Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang sangat potensial untuk

diimplementasikan untuk kebutuhan masyarakat kita. Produk sampingan

pertanian seperti kotoran ayam, kotoran sapi, dan rumput gajah mini (pennisetum

purpureum cv. Mott) dapat digunakan sebagai substrat produksi biogas. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui campuran optimum bahan tersebut

untuk memproduksi biogas.

Penelitian ini menggunakan 16 unit digester batch dengan volume 2 L. Empat

perlakuan perbandingan campuran kotoran ayam, kotoran sapi, dan rumput gajah

mini yaitu 0: 100: 0 (A), 0:80:20 (B), 20:60:20 (C), dan 30:20:50 (D). Komposisi
yang berbeda ini menghasilkan rasio C/N yang berbeda yaitu 27,52 (A), 25,47

(B), 22,23 (C), dan 19,18 (D). Digester kemudian dijalankan sampai produksi

biogas selesai.

Hasil penelitian menunjukkan setiap perlakuan menghasilkan biogas sebanyak

4916 mL (A), 4610 mL (B), 3909 mL (C), dan 2640 mL (D). Produktivitas

biogas per VS diperoleh 60,71 mL/g VS (A), 109,58 mL/g VS (B), 134,29 mL/g

VS (C), dan 115,36 mL/g VS (D). Uji nyala biogas perlakuan A dan B

menghasilkan api biru, C api berwarna biru kekuningan, lalu D tidak menyala.

Campuran dengan kandungan kotoran sapi tinggi (A dan B) menghasilkan biogas

lebih banyak.

Kata kunci: batch, biogas, C/N, rumput


ABSTRACT

PRODUCING BIOGAS FROM MIXED CHICKEN MANURE, COW


DUNG, AND MINI ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum cv. Mott)
BY BATCH SYSTEM

By

YASIN YAHYA

Limited fossil energy supplies are exploited more dominantly as compared to

alternative energy, which is leading to energy crisis eventually. Alternative

energy is developed to be used as one of solutions to the energy crisis. Biogas is

one of alternative energy that is very potential to be implemented for our

community needs. Agricultural byproducts such as chicken manure, cow dung,

and mini elephant grass (pennisetum purpureum cv. Mott) can be used as

substrate of biogas production. Objective of this study is to determine the

optimum mixture of the materials for producing biogas.

The research used 16 units of 2 L batch digesters. Four mixture ratios of chicken

manure, cow dung, and mini elephant grass applied were 0:100:0 (A), 0:80:20

(B), 20:60:20 (C), and 30:20:50 (D). These different compositions resulted in
different C/N ratios which were 27,52 (A), 25,47 (B), 22,23 (C), 19.18 (D). The

digesters were then run until production of biogas run out.

The results showed that each treatment produced biogas totally by 4916 mL (A),

4610 mL (B), 3909 mL (C), and 2640 mL (D). The productivity of biogas per VS

removed were 60.71 mL/g VS (A), 109.58 mL/g VS (B), 134.29 mL/g VS (C),

and 115,36 mL/g VS (D). The burning test of treatment A and B produced a blue

flame, C was yellowish blue then D did not flame. The mixtures with high cow

dung contents (A and B) produced the more biogas.

Keywords: batch, biogas, C/N, grass


PRODUKSI BIOGAS DARI CAMPURAN KOTORAN AYAM, KOTORAN
SAPI, DAN RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum cv. Mott)
DENGAN SISTEM BATCH

Oleh
Yasin Yahya

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian


Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal

9 Oktober 1991, sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara dari

pasangan Bapak Urip Sumarsono dan Ibu Chotimah. Penulis

memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Madukoro lulus

pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama di SMPN 1 Baradatu yang diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di

SMAN 2 Kotabumi diselesaikan pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan

Bakat (PKAB) pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Umum di PT.

Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Rejosari Natar Lampung Selatan

tahun 2013. Penulis pada tahun 2014 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

di Pekon Sukamarga, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat.

Penulis selama kuliah juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Penulis pernah

aktif di Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) sebagai Anggota

Muda dan Anggota Biasa PERMATEP. Penulis aktif telibat di Unit Kegiatan

Mahasiswa Fakultas Forum Studi Islam Fakultas Pertanian (UKMF FOSI FP)
diamanahkan sebagai Ketua UKK Biro BBQ tahun 2011-2012 dan sebagai Ketua

Umum tahun 2012-2013.

Penulis juga aktif di kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Bina Rohani

Islam Mahasiswa Universitas Lampung (UKMU BIROHMAH UNILA) yang

diamanahkan sebagai anggota Bidang Kaderisasi tahun 2011 dan sebagai Ketua

Birohmah tahun 2013-2014. Penulis pernah diamanahkan menjadi Ketua Komisi

B Pusat Komunikasi Daerah (Puskomda) Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah

Kampus (FSLDK) wilayah Lampung tahun 2012-2014.


SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “PRODUKSI BIOGAS DARI CAMPURAN

KOTORAN AYAM, KOTORAN SAPI, DAN RUMPUT GAJAH MINI

(Pennisetum purpureum cv. Mott) DENGAN SISTEM BATCH” sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) di

Universitas Lampung.

Skripsi ini ditulis dengan adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga karya

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S. selaku pembimbing pertama yang telah

bersedia untuk membimbing, memberi nasihat, dan memberikan ilmu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc. selaku pembimbing kedua yang

telah membimbing, memberikan masukan, arahan dan memberikan kritik

serta saran selama penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


3. Bapak Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si. selaku pembahas yang banyak

memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku Ketua Jurusan Teknik

Pertanian Universitas Lampung dan selaku Pembimbing Akademik

penulis yang telah memberikan masukan dan arahan selama penulis

menjadi mahasiswa.

6. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas

bantuan, pengetahuan, teladan dan arahan yang telah diberikan.

7. Orang tua tercinta, Bapak dan Ibu serta Mbak, Kakak, dan Adik yang

telah memberi kasih sayang dan dukungan serta doa kepada penulis

dalam keseharian dan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat. Penulis memohon maaf atas

kesalahan yang pernah dilakukan serta kepada Allah penulis memohon

ampun.

Bandar Lampung, Desember 2017

Penulis

Yasin Yahya
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian................................................................................ 3

1.3. Manfaat Penelitian.............................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4

2.1. Krisis Energi Indonesia ...................................................................... 4

2.2. Biogas ................................................................................................. 5

2.3. Faktor Produksi Biogas ...................................................................... 8

2.3.1. Substrat Bahan Organik .......................................................... 8


2.3.2. Derajat Keasaman (pH) .......................................................... 9
2.3.3. Rasio C/N................................................................................ 10
2.3.4. Suhu ........................................................................................ 11
2.3.5. Laju Pengumpanan ................................................................. 11
2.3.6. Zat Toksik ............................................................................... 12
2.3.7. Pengadukan, Starter, dan Waktu Retensi ............................... 13

2.4. Biostarter Kotoran Ayam.................................................................... 14

2.5. Biostarter Kotoran Sapi ...................................................................... 14

2.6. Rumput Gajah..................................................................................... 16

iii
III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................... 18

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 18

3.2. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 18

3.3. Prosedur Penelitian ............................................................................. 19

3.3.1. Penyiapan Instalasi Biogas ..................................................... 20


3.3.2. Penyiapan Bahan Baku ........................................................... 21
3.3.3. Perlakuan Penelitian ............................................................... 21
3.3.4. Pengumpulan Data.................................................................. 22
3.3.5. Analisis Data........................................................................... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 25

4.1. Karakteristik Bahan ............................................................................ 25

4.1.1. Rasio C/N............................................................................... 25


4.1.2. Karakteristik Bahan Campuran.............................................. 27

4.2. Suhu Proses dan Suhu Lingkungan ................................................... 29

4.3. Derajat Keasaman (pH) ..................................................................... 30

4.4. Produksi Gas...................................................................................... 31

4.5. Uji Nyala ........................................................................................... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 37

5.1. Kesimpulan........................................................................................ 37

5.2. Saran .................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38

LAMPIRAN........................................................................................................ 41

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Komposisi biogas ........................................................................................ 6

2. Penyetaraan 1m3 biogas dengan bahan bakar lain....................................... 8

3. Rasio C/N dari beberapa bahan organik...................................................... 11

4. Tingkatan racun dari beberapa zat penghambat .......................................... 13

5. Perlakuan berdasarkan komposisi bahan baku ........................................... 22

6. Rasio C/N bahan.......................................................................................... 26

7. Rasio C/N campuran ................................................................................... 26

8. Nilai total solid dan total volatile solid ....................................................... 27

Lampiran

9. Produksi gas harian ulangan ke-1................................................................ 47

10. Produksi gas kumulatif ulangan ke-1 ........................................................ 48

11. Produksi gas harian ulangan ke-2.............................................................. 49

12. Produksi gas kumulatif ulangan ke-2 ........................................................ 50

13. Produksi gas harian ulangan ke-3.............................................................. 51

14. Produksi gas kumulatif ulangan ke-3 ........................................................ 52

15. Produksi gas harian ulangan ke-4.............................................................. 53

16. Produksi gas kumulatif ulangan ke-4 ........................................................ 54

17. Hasil pengukuran pH perlakuan ................................................................ 55

v
18. Kadar air, TS, TVS awal dan akhir ........................................................... 55

19. Produktivitas biogas .................................................................................. 55

20. Suhu lingkungan dan suhu perlakuan........................................................ 56

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Tahapan pembentukan biogas ................................................................... 7

2. Diagram alir penelitian.............................................................................. 19

3. Sketsa instalasi biogas ............................................................................... 20

4. Suhu rata-rata perlakuan dan lingkungan.................................................. 29

5. Nilai pH awal dan akhir ............................................................................ 30

6. Produksi gas kumulatif.............................................................................. 31

7. Produksi gas harian ................................................................................... 32

8. Produktivitas biogas masing-masing perlakuan........................................ 33

9. Hasil uji nyala (a) perlakuan A dan (b) perlakuan B................................. 35

10. Hasil uji nyala pertama dan kedua perlakuan C ........................................ 35

Lampiran

11. Pemilihan rumput gajah mini untuk dicacah............................................. 42

12. Proses pencacahan rumput gajah mini ..................................................... 42

13. Penimbangan bahan sebelum pencampuran.............................................. 43

14. Hasil pencampuran bahan perlakuan D..................................................... 43

15. Penampakan beberapa perlakuan .............................................................. 44

16. Penjemuran sampel perlakuan C dan D .................................................... 44

17. Penimbangan sampel hasil penejemuran................................................... 45

vii
18. Pengukuran volume biogas ....................................................................... 45

19. Kotoran ayam ............................................................................................ 46

20. Hasil uji nyala Perlakuan D....................................................................... 46

viii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan energi akan semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah

penduduk di suatu wilayah. Manusia secara langsung maupun tidak langsung

dalam kehidupan sehari-hari akan menggunakan energi untuk menjalani hidup.

Krisis energi menjadi tantangan mengembangkan sumber energi alternatif untuk

menopang ketersediaan sumber energi yang ada.

Sumber energi alternatif baru dan dapat diperbarui sudah banyak dikembangkan

dengan berbagai sumber energi seperti energi angin, energi air, dan energi

matahari. Sumber energi alternatif yang dikembangkan belum bisa secara optimal

digunakan oleh masyarakat dibandingkan sumber energi fosil. Sumber energi

alternatif lain yang mudah untuk dikembangkan di masyarakat salah satunya

adalah biogas.

Biogas merupakan hasil dekomposisi bahan organik melalui proses fermentasi

anaerob yang menghasilkan gas bio berupa gas metana (CH4) yang dapat dibakar.

Biogas sebanyak 1 m3 memiliki nilai kalori setara dengan 0,6-0,8 L minyak

tanah. Listrik sebesar 1 kwh bisa dihasilkan dari biogas sebanyak 0,62-1 m3 atau

setara dengan 0,52 L minyak solar (Wahyuni, 2013).


2

Kotoran sapi dan kotoran ayam merupakan limbah peternakan yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan untuk produksi biogas. Potensi limbah kotoran

seekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran setiap harinya (Rahayu

dkk., 2009). Seekor ayam petelur memiliki potensi limbah kotoran 0,06 kg per

hari (Rachmawati, 2000).

Biogas diproduksi selain menggunakan limbah juga dapat menggunakan

biomassa. Indonesia memiliki potensi biomassa yang melimpah untuk dijadikan

bahan dasar pembuatan biogas. Biomassa yang dapat dijadikan sumber energi

alternatif biogas salah satunya adalah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum

cv. Mott). Rumput gajah mini merupakan salah satu rumput unggul karena

produksi cukup tinggi, mudah dibudidayakan, tahan penyakit dan mampu

beradaptasi pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Produksi rata-rata rumput

gajah mini sekitar 50-150 ton/ha/tahun (Sulistya dan Mariyono, 2013).

Kombinasi campuran bahan dari limbah kotoran sapi dan kotoran ayam serta

biomassa rumput gajah mini perlu diteliti untuk menjadi alternatif bahan dasar

produksi biogas. Kotoran sapi merupakan starter yang baik dan banyak

digunakan sebagai bahan baku untuk produksi biogas. Rasio C/N kotoran sapi

untuk produksi biogas yaitu 26,5 (Fairuz, 2015). Kotoran ayam memiliki rasio

C/N rendah yaitu 17,71 (Luthfianto dkk, 2012). Bahan hijauan termasuk rumput

gajah mini memiliki rasio C/N tinggi (Wahyuni, 2010). Campuran kotoran ayam

digunakan untuk menurunkan rasio C/N rumput gajah mini yang tinggi.
3

Produksi biogas pada penelitian ini akan menggunakan digester sistem batch.

Digester sistem batch digunakan karena umumnya digunakan untuk limbah

padatan seperti sayuran atau hijauan (Haryati, 2006).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui volume produksi biogas tertinggi dan hasil uji nyala dari

produksi biogas campuran kotoran ayam, kotoran sapi, dan rumput gajah

mini (Pennisetum purpureum cv. Mott).

2. Mengetahui komposisi substrat yang optimum untuk menghasilkan biogas

dan mengetahui tingkat produktivitas biogas dari campuran kotoran ayam,

kotoran sapi, dan rumput gajah mini (Pennisetum purpureum cv. Mott).

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini yaitu komposisi campuran bahan dapat

menjadi sumber ilmiah dalam pengembangan penelitian selanjutnya terhadap

bahan yang digunakan.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Krisis Energi Indonesia

Konsumsi energi di Indonesia berupa energi fosil masih mendominasi konsumsi

energi primer (tanpa biomassa tradiosional) pada tahun 2014. Konsumsi minyak

bumi 88 juta TOE (Tonnes Oil Equivalent) atau 41% dari total konsumsi energi

nasional. Cadangan minyak bumi per 1 Januari 2014 berupa cadangan terbukti

dan cadangan potensial mengalami penurunan 2,3% dibandingkan tahun

sebelumnya. Cadangan potensial minyak tahun 2014 sebanyak 3,75 miliar barel

dan cadangan terbukti sebanyak 3,62 miliar barel. Tingkat konsumsi BBM hasil

olahan minyak bumi selalu mengalami peningkatan. Perkembangan produksi

minyak bumi selama 10 tahun terkahir mengalami penurunan yaitu 386,48 juta

barel menjadi 287,9 juta barel di tahun 2014 (Nugraha, 2016).

Pengembangan energi alternatif perlu dilakukan guna mendukung ketersediaan

energi di Indonesia. Energi alternatif lain yang memiliki potensi untuk

dikembangkan di wilayah pedesaan yaitu biogas. Biogas memiliki kandungan

energi yang hampir setara dengan bahan bakar fosil. Biogas memiliki nilai kalori

yaitu 1 m3 setara dengan 0,6 - 0,8 liter minyak tanah. Listrik dengan daya 1 kwh

dapat dihasilkan dengan 0,62 - 1 m3 biogas yang setara dengan 0,52 liter minyak
5

solar. Biogas memiliki kandungan metana mencapai 75%. Kandungan metana

yang semakin tinggi dalam bahan bakar akan menghasilkan nilai kalori yang

semakin tinggi pula (Wahyuni, 2013).

2.2. Biogas

Energi alternatif sangatlah penting untuk dikembangkan, untuk menunjang

kebutuhan energi nasional. Biogas merupakan salah satu energi alternatif terbaik

yang dapat di kembangkan. Biogas yang dikembangkan sebagai energi alternatif

memiliki manfaat seperti (Wahyuni, 2013):

1. Membantu menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang bermanfaat

untuk menghambat laju pemansan global.

2. Menghemat pengeluran masyarakat terhadap konsumsi bahan bakar

minyak tanah/kayu bakar serta dapat dikembangkan sebagai

pembangkit listrik.

3. Meningkatkan produktifitas masyarakat karena limbah biogas dapat

dijadikan pupuk organik yang berkualitas.

4. Meringankan beban keuangan negara karena subsidi BBM dan pupuk

akan berkurang.

5. Dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

6. Membuka lapangan kerja baru.

Biogas merupakan campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang

terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi
6

anaerobik. Menurut Jorgensen (2009) kandungan gas dalam biogas dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi biogas

Gas %
Metana (CH4) 55-70
Karbon dioksida (CO2) 30-45
Hidrogen sulfida (H2S) 1-2
Hidrogen (H2) 1-2
Amonia (NH3) 1-2
Karbon monoksida (CO) Sangat rendah
Nitrogen (N2) Sangat rendah
Oksigen (O2) Sangat rendah

Biogas terbentuk dari beberapa tahapan yaitu proses hidrolisis, proses

pengasaman (asidifikasi), dan proses metanogenesis. Hidrolisis adalah tahap awal

dari proses fermentasi. Proses ini terjadi penguraian bahan organik menjadi

senyawa sederhana dengan senyawa kompleks yang mudah larut seperti lemak,

protein, dan karbohidrat. Proses hidrolisis juga dapat disebut sebagai proses

perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa yang

dihasilkan yaitu senyawaasam organik, glukosa, etanol, CO2, dan senyawa

hidrokarbon lainnya. Senyawa tersebut akan dimanfaatkan mikroorganisme

sebagai sumber energi untuk melakukan fermentasi (Wahyuni, 2013).

Mikroorganisme menggunakan senyawa hasil proses hidrolisis sebagai energi

untuk proses pengasaman (asidifikasi). Bakteri akan menghasilkan senyawa asam

organik seperti asam asetat, asam propinat, asam butirat, dan asam laktat serta

menghasilkan produk sampingan seperti alkohol, CO2, hidrogen, dan zat amonia.
7

Bakteri metanogen bekerja pada tahap metanogenesis, yaitu mengubah produk

dari tahap pengasaman menjadi gas metana, karbondioksida, dan air yang

merupakan komponen penyusun biogas.

Gambar 1. Tahapan pembentukan biogas.


8

Kandungan metana dalam biogas apabila terbakar akan relatif lebih bersih

daripada batubara dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon

dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting

dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih

berbahaya dalam pemanasan global apabila dibandingkan dengan karbondioksida.

Energi biogas bisa disetarakan dengan energi dari bahan bakar lain. Penyetaraan

energi tersebut dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Penyetaraan 1 m3 biogas dengan bahan bakar lain

Bahan Bakar Lain Volume dan Bobot


Elpiji 0,46 kg
Minyak Tanah 0,62 liter
Minyak Solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu bakar 3,50 kg
Sumber: Wahyuni (2013)

2.3. Faktor yang mempengaruhi produksi biogas

2.3.1. Substrat Bahan Organik

Jenis bahan organik bahan baku biogas sangat menentukan hasil produksi biogas.

Karakteristik bahan oraganik berpengaruh pada waktu dekomposisi bahan hingga

menghasilkan gas metana. Karakterisktik tersebut berupa kandungan lignin,

hemiselulosa, lemak, protein, dan gula. Bahan organik berupa limbah pertanian

hijau yang mengandung selulosa dan lignin lebih lama mengalami dekomposisi
9

dibandingkan dengan limbah kotoran ternak. Produk biogas agar dihasilkan

secara optimal sebaiknya bahan yang digunakan merupakan campuran antara

limbah pertanian dan kotoran ternak (Wahyuni, 2013).

2.3.2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman bepengaruh terhadap kinerja mikroorganisme dalam membantu

proses fermentasi. Budiyono dkk (2013) menyatakan bahwa nilai pH optimum

untuk memproduksi biogas pada komposisi rentang pH 6-8 dan produksi biogas

tertinggi pada pH 7. Verma (2002) menyatakan nilai pH optimum untuk

fermentasi anaerob yaitu 5,5-8,5. Peningkatan asam yang berlebihan dapat

menghambat metanogen.

Fermentasi pada tahap awal memiliki derajat keasaman yang cenderung turun

dibawah pH 6 atau lebih rendah, akan tetapi setelah 2-3 minggu pH akan naik

seiring dengan pertumbuhan bakteri metanogenik. pH mengalami penurunan atau

peningkatan yang terlalu ekstrim akan mengakibatkan populasi mikroba ikut

menurun sehingga proses pencernaan anaerob dapat terganggu. Kejadian tersebut

dapat dicegah dengan menambahkan kapur Ca(OH)2 atau CaCO3 (Wahyuni,

2013).
10

2.3.3. Rasio C/N

Metanogen membutuhkan sejumlah makro dan mikronutrien untuk tumbuh.

Makronutrien terpenting adalah nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen

digunakan oleh bakteri untuk memproduksi protein. Kandungan nitrogen sering

dikutip dalam kaitannya dengan karbon, karena ini memberi indikasi apakah ada

cukup nitrogen yang tersedia untuk bakteri. Biasanya rasio C/N harus kurang dari

30/1, karena nitrogen menjadi faktor pembatas pertumbuhan bakteri. Tingkat

nitrogen tidak boleh terlalu tinggi karena hal ini juga bisa menghambat proses

(Jorgensen, 2009).

Unsur karbon (C) dibutuhkan mikroorganisme anaerobik sebagai sumber utama

energi dan pembentukan karbon sel, untuk menghasilkan asam lemak volatil, gas

metana (CH4) dan CO2. Mikroorganisme anaerobik juga membutuhkan unsur

nitrogen (N) yang diperlukan untuk hidup dan pembelahan sel (Saputra, 2010).

Bahan organik yang terdapat di alam memiliki rasio C/N yang berbeda-beda

seperti yang terdapat pada Tabel 3.


11

Tabel 3. Rasio C/N dari beberapa bahan organik

Bahan Rasio C/N


Kotoran bebek 8
Kotoran manusia 8
Kotoran ayam 10
Kotoran kambing 12
Kotoran babi 18
Kotoran domba 19
Kotoran kerbau/sapi 24
Air hyacinth 25
Kotoran gajah 43
Jerami jagung 60
Jerami padi 70
Jerami gandum 90
Serbuk gergaji Di atas 200

2.3.4. Suhu

Bakteri metanogen pada kondisi suhu ektrim tinggi maupun rendah dalam

keadaan tidak aktif. Suhu optimum bagi bakteri yaitu 35oC. Ketika suhu turun

samapi 10oC produksi gas menjadi berhenti. Suhu optimum pada produksi biogas

yaitu pada kisaran mesofilik, antara 25oC-30oC. Digester menggunakan isolasi

yang memadai khususnya di daerah dingin dapat membantu produksi gas

(Wahyuni, 2013).

2.3.5. Laju Pengumpanan

Pengisian ulang bahan organik ke dalam digester harus dilakukan secara periodik

karena berpengaruh pada produksi gas metana. Pengisian tersebut bertujuan

untuk menjaga rasio C/N agar tetap sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme.
12

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengisian bahan organik adalah

waktu dekomposisi, jenis, dan volume digester. Pengisian yang berlebih akan

mengakibatkan akumulasi asam dan produksi metana akan terganggu, sebaliknya

apabila pengisian kurang dari kapasitas digester mengakibatkan produksi gas juga

menjadi rendah (Wahyuni, 2013).

2.3.5. Zat Toksik

Ion mineral, logam berat, dan detergen adalah beberapa material racun yang

mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogendi dalam digester.

Kandungan zat toksik dengan jumlah tertentu dalam bahan dapat merangsang

pertumbuhan bakteri namun juga dapat bersifat racun apabila jumlahnya tertalu

tinggi. Ion mineral seperti sodium, potasium, kalsium, amonium dan belerang

dalam jumlah kecil dapat merangsang pertumbuhan bakteri. Contoh lain yang

dapat diambil adalah NH4 pada konsentrasi 50 sampai 200 mg/l dapat merangsang

pertumbuhan mikroba dan apabilakonsentrasimelebihi 1500 mg/l akan bersifat

racun (Wahyuni, 2013).


13

Tabel 4. Tingkatan racun dari beberapa zat penghambat

Zat Penghambat Konsentrasi


Sulfat (SO4-2) 5000 ppm
Sodium klorida atau garam (NaCl) 40000 ppm
Nitrat (dihitung sebagai N) 0,05 mg/l
Tembaga (Cu+2) 100 mg/l
Khrom (Cr+3) 200 mg/l
Nikel (Ni+3) 200 – 500 mg/l
Amonia (NH4) 1500 – 3000 mg/l
ABS (Detergen) 20 – 40 ppm
Sodium (Na+) 3500 – 5500 mg/l
Potasium (K+) 2500 – 4500 mg/l
Kalsium (Ca+2) 2500 – 4500 mg/l
Magnesium (Mg+) 1000 – 15000 mg/l
Mangan (Mn+2) >1500 mg/l

2.3.6. Pengadukan, Starter dan waktu retensi

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi produksi biogas yaitu proses

pengadukan, penambahan starter,dan waktu retensi bahan dalam digester. Proses

pengadukan bertujuan untuk membuat campuran bahan menjadi lebih homogen.

Pengadukan dapat dilakukan pada saat sebelum bahan dimasukkan ke dalam

digester atau pada saat sesudah dimasukkan. Starter merupakan bahan tambahan

berupa mikroorganisme perombak yang berguna untuk mempercepat proses

perombakan. Starter yang digunakan dapat bersifat alami yaitu bahan yang

berasal dari alam berupa lumpur organik aktif atau cairan isi rumen dan dapat juga

bersifat buatan yaitu hasil pembiakan di laboratorium. Waktu retensi merupakan

rata-rata saat bahan dimasukkan ke dalam digester dan selama bahan mengalami

fermentasi. Faktor waktu retensi dipengaruhi oleh faktor lain seperti suhu,
14

pengenceran, dan laju pengisian bahan. Waktu retensi biasanya berkisar antara

29-60 hari, hal ini di pengaruhi oleh jenis bahan organik (Wahyuni, 2013).

2.4. Biostarter Kotoran Ayam

Kotoran ayam merupakan limbah yang banyak ditemui di wilayah Indonesia yang

berpotensi menjadi bahan dasar produksi biogas. Seekor ayam petelur memiliki

potensi limbah kotoran 0,06 kg per hari (Rachmawati, 2000). Kotoran ayam

memiliki rasio C/N rendah yaitu 17,71 (Luthfianto dkk, 2012).

Produksi biogas dari jerami padi dengan biostarter kotoran ayam menghasilkan

produksi biogas terendah 1,67 gram diperoleh dari penambahan biostarter kotoran

ayam 5 % dengan waktu fermentasi hari ke 10 sedangkan produksi biogas

tertinggi 17,33 gram diperoleh dari penambahan biostarter kotoran sapi 10 %

dengan waktu fermentasi hari ke 30. Penambahan jumlah biostarter kotoran ayam

dan waktu fermentasi berpengaruh terhadap produksi biogas menggunakan jerami

padi sebagai bahan baku biogas (Sakinah dkk, 2012).

2.5. Biostarter Kotoran Sapi

Potensi limbah kotoran seekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran

setiap harinya (Rahayu dkk., 2009). Kotoran sapi merupakan starter yang baik

dan banyak digunakan sebagai bahan baku untuk produksi biogas serta kotoran

sapi memiliki rasio C/N ideal untuk produksi biogas yaitu 26,5 (Fairuz, 2015)
15

Produksi biogas dari jerami padi dengan biostarter kotoran sapi menghasilkan

biogas dengan produksi terendah 2,33 gram diperoleh dari penambahan biostarter

kotoran sapi 5 % dengan waktu fermentasi hari ke 10 sedangkan produksi biogas

tertinggi 20,67 gram diperoleh dari penambahan biostarter kotoran sapi 15 %

dengan waktu fermentasi hari ke 30. Penambahan biostarter kotoran sapi sangat

mempengaruhi peningkatan laju produksi biogas, semakin tinggi konsentrasi

biostarter kotoran sapi yang ditambahkan maka laju produksi biogas dari semua

variasi perlakuan memperlihatkan kecenderungan meningkat sampai waktu

fermentasi hari ke 30 (Sakinah dkk, 2012).

Sakinah dkk (2012) menyatakan, jumlah penambahan biostarter kotoran sapi dan

kotoran ayam serta waktu fermentasi berpengaruh terhadap produksi biogas

menggunakan jerami padi sebagai bahan baku. Berdasarkan uji lanjut Tukey dan

LSD, komposisi (15% kotoran sapi : 5% kotoran ayam), (15% kotoran sapi : 10%

kotoran ayam), dan (10% kotoran sapi : 15% kotoran ayam) berbeda tidak nyata

karena ketiga komposisi konsentrasi memiliki rata-rata yang sama pada taraf

kepercayaan 95% (α = 5%). Produksi biogas maksimal dalam penelitian produksi

biogas dan jerami padi dengan starter kooran ayam dan kotoran sapi dicapai pada

komposisi konsentrasi 15% kotoran sapi : 5% kotoran ayam, kotoran ayam lebiih

sedikit dibandingkan kotoran ayam.


16

2.6. Rumput Gajah

Sumber energi yang ramah lingkungan dan ekonomis menjadi perhatian utama

pengembangan teknologi dalam bidang energi. Biomassa menjadi perhatian

utama dalam pengembangan energi terbarukan pada saat ini. Fokus utama yang

menjadi pertimbangan dalam memilih biomassa adalah bahan tersebut mudah

diperbaharui dan energi yang dapat diperoleh. Biomassa merupakan sumber

energi terbarukan yang melimpah dan dapat diperoleh dari berbagai industri

sebagai sampah/limbah seperti pertanian, industri gula, limbah industri yang

menggunakan kayu, dan industri makanan. Biomassa yang digunakan selain

menggunakan yang merupakan limbah dari industri lain, energi terbarukan dapat

berasal dari tanaman yang ditanam sebagai sumber energi (sumber karbon)

(Ambriyanto, 2010).

Salah satu tamanan yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi

alternatif yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum). Rumput gajah merupakan

tanaman yang dapat tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi. Rumput gajah

membutuhkan minimal atau tanpa tambahan nutrient, sehingga tanaman ini dapat

memperbaiki kondisi tanah yang rusak akibat erosi. Tanaman ini juga dapat

hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan

baik (Ambriyanto, 2010).

Salah satu varietas rumput gajah yang dapat dijadikan menjadi biomassa bahan

untuk produksi biogas yaitu rumput gajah mini (pennisetum purpureum cv. Mott).

Rumput gajah mini merupakan salah satu rumput unggul karena produksi kualitas
17

cukup tinggi, mudah dibudidayakan, tahan penyakit dan mampu beradaptasi pada

kondisi lingkungan yang bervariasi. Rumput gajah mini berumur panjang, tumbuh

vertikal membentuk rumpun dan berdaun lebat. Produksi rata-rata rumput gajah

mini sekitar 50-150 ton/ha/tahun (Sulistya dan Mariyono, 2013). Rumput gajah

mini memiliki tinggi tanaman 64,5-97,5 cm pada lokasi penanaman beriklim

basah dan 41,9-93,9 cm pada penanaman beriklim sedang. Jumlah anakan rumput

gajah mini dipengaruhi secara nyata oleh jarak tanam, semakin lebar jarak tanam

semakin banyak jumlah anakannya (Sirait dkk, 2015).


18

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai Juni 2017. Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian, Jurusan Teknik

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah mini, kotoran

sapi, dan kotoran ayam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu botol

ukuran 2 liter yang digunakan sebagai digester, selang untuk saluran gas hasil

prooduksi, balon sebagai penampung gas, termometer, pH meter, oven, cawan,

timbangan analitik, tanur/muffle, dan alat tulis.


19

3.3. Prosedur Penelitian

Mulai

Penyiapan instalasi
biogas

Penyiapan dan analisis


awal bahan baku

Penentuan komposisi
bahan baku

Pengisian bahan baku


ke dalam instalasi

Pengumpulan
data

Data waktu Data volume gas Data


pengukuran hasil produksi pengukuran
volume suhu dan pH

Analisis data

Pembuatan draft
hasil

Selesai

Gambar 2. Diagram alir penelitian.


20

3.3.1. Penyiapan instalasi biogas

Tahapan ini adalah tahap menyiapkan instalasi biogas yaitu digester, saluran gas,

dan tabung penampung hasil produksi gas. Instalasi digester menggunakan botol,

sedangkan untuk penampung gas hasil produksi menggunakan balon. Instalasi

biogas yang digunanakan menggunakan instalasi sitem batch. Biogas dengan

menggunakan digester sistem batch didesain untuk bahan baku padatan seperti

sampah sayuran atau hijauan.

Selang saluran
gas

Balon
penampung gas
Gas hasil
Substrat bahan produksi
biogas

Termometer

Digester

Gambar 3. Sketsa instalasi biogas.


21

3.3.2. Penyiapan bahan baku

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput gajah mini (pennisetum

purpureum cv. Mott), kotoran sapi dan kotoran ayam. Rumput gajah mini

dipotong kecil untuk memudahkan proses penguraian oleh bakteri. Kotoran sapi

dan kotoran ayam diperoleh dari peternakan terdekat. Kotoran ayam, kotoran sapi

dan rumput gajah mini dicampur menjadi satu dalam digester dengan komposisi

campuran yang ditentukan berdasarkan nilai rasio C/N yang diinginkan.

3.3.3. Perlakuan

Perlakuan penelitian ini berdasarkan komposisi substrat bahan biogas. Bahan

diukur kadar karbon dan nitrogen dari masing-masing bahan melalui analisis

laboratorium sebelum dicampur. Hasil analisis bahan digunakan untuk

menentukan komposisi dari masing-masing bahan dalam campuran yang

disesuaikan dengan nilai rasio C/N campuran. Perhitungan rasio C/N campuran

menggunakan persamaan sebagai berikut.

( )× ( ) ( )× ( ) ( )× ( )
= ( )× ( ) ( )× ( ) ( )× ( )
................... (1)

Keterangan:

C = prosentase karbon bahan

N = prosentase nitrogen bahan

M = massa bahan yang dicampurkan


22

Fairuz (2015) menyatakan hasil pengukuran rasio C/N kotoran sapi yaitu nilai C

organik 28,38 dan nilai N total 1,07. Kotoran ayam memiliki nilai C organik

23,91 dan N total 1,35 (Luthfianto dkk, 2012). Nilai rasio C/N rumput gajah mini

menggunakan pendekatan data rasio C/N rumput gajah yaitu nilai C organik 443,6

dan nilai N total 16,7 (Frederiks, 2012).

Perlakuan penelitian berdasarkan hasil analisis rasio C/N bahan ditunjukan pada

Tabel 5. Perlakuan dalam penelitian ini menggunakan 4 kali pengulangan dari

masing-masing perlakuan.

Tabel 5. Perlakuan berdasarkan komposisi bahan baku

Perlakuan Kotoran Sapi Kotoran Ayam Rumput Gajah C/N Rasio


(% berat) (% berat) (% berat) Campuran
A 100 0 0 26,52
B 80 0 20 26,55
C 60 20 20 25,99
D 20 30 50 26,16

3.3.4. Pengumpulan data

1. Suhu

Suhu yang diukur pada penelitian ini adalah suhu proses di dalam digester biogas.

Pengukuran suhu dilakukan pada waktu pagi, siang, dan sore hari selama produksi

biogas berlangsung. Pengukuran dilakukan dengan cara membuat instalasi khusus

yang dipasang termometer untuk masing-masing perlakuan satu sampel.


23

2. Derajat Keasaman (pH)

Data pH campuran diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan pH

meter yang memiliki tingkat akurasi yang baik dan lebih praktis penggunaannya.

Derajat keasaman (pH) diukur diawal saat bahan baru dicampurkan dan setelah

selesai produksi.

3. Total Solid

Total solid atau berat kering bahan diperoleh dengan menjemur sampel campuran

bahan baku dari masing-masing perlakuan sampai kering kemudian di oven

dengan suhu 103oC selama 24 jam. Total solid diukur pada saat awal bahan baru

dicampurkan dan di akhir setelah selesai produksi biogas.

4. Total Volatile Solid (Bahan Organik)

Kandungan bahan organik (TVS) dan Berat Abu (BA) merupakan karakteristik

bahan yang diuji dalam penelitian ini. Berat abu diperoleh dengan membakar

bahan kering (TS) masing-masing sampel dengan suhu mencapai 550oC selama

60 menit, kemudian dihitung berat abu yang dihasilkan. Berat bahan organik

diukur pada saat awal bahan baru dicampurkan dan di akhir setelah selesai

produksi biogas, serta dihitung dengan Persamaan 2 berikut.

ℎ ( )= × 100% ................ (2)


24

5. Hidraulic Retention Time (HRT)

Waktu dihitung berdasarkan hari pada saat bahan dimasukan ke dalam digester

sampai dengan proses produksi biogas selesai.

6. Produksi Biogas

Volume gas dihitung setiap hari selama berlangsungnya produksi gas.

Pengukuran volume gas menggunakan prinsip archimedes. Balon untuk

menampung gas dimasukan ke dalam bak berisi air. Volume air yang tumpah

dinilai sebagai volume gas dalam balon. Volume tersebut dicatat dan dibuat

grafik. Grafik dapat menggambarkan produksi biogas per hari selama fase

produksi dan dapat terlihat fase produksi optimum.

7. Produktivitas biogas

Produktivitas biogas dihitung dengan cara volume gas yang dihasilkan per

perlakuan dibagi dengan bahan organik awal dikurang bahan organik setelah

produksi. Bahan organik yang digunakan didapatkan dari persen bahan organik

yang terkandung dalam bahan.

= .............. (3)

3.3.5. Analisis data

Data hasil pengamatan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.


25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Bahan

4.1.1. Rasio C/N

Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbon dan nitrogen pada suatu bahan

organik. Dua unsur utama yang membentuk substrat bahan organik adalah

nitrogen dan karbon. Dua unsur tersebut digunakan mikroorganisme sebagai

sumber energi dalam proses perombakan. Unsur karbon (C) dibutuhkan

mikroorganisme anaerobik sebagai sumber utama energi dan pembentukan karbon

sel, untuk menghasilkan asam lemak volatil, gas metana (CH4) dan CO2.

Mikroorganisme anaerobik juga membutuhkan unsur nitrogen (N) yang

diperlukan untuk hidup dan pembelahan sel (Saputra, 2010).

Pengukuran rasio C/N dilakukan di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Lampung. Hasil pengukuran rasio C/N bahan digunakan

untuk menentukan rasio C/N campuran. Rasio C/N bahan hasil pengukuran

diperoleh seperti pada Tabel 6.


26

Tabel 6. Rasio C/N bahan

C Organik N Total
Bahan Rasio C/N
(%) (%)
Rumput Gajah 46,62 2,31 20,18
Kotoran Ayam 30,43 2,22 13,71
Kotoran Sapi 41,01 1,49 27,52

Kotoran sapi memiliki rasio C/N 27,52 paling tinggi dibandingkan dengan bahan

lainnya. Kotoran ayam memiliki rasio C/N paling rendah yaitu 13,71. Bahan

dengan rasio C/N yang rendah akan menghasilkan rasio C/N campuran yang

rendah. Rumput gajah mini memiliki rasio C/N hasil uji laboratorium lebih

rendah sehingga rasio C/N campuran dengan bahan rumput gajah mini menjadi

rendah. Perlakuan dengan pengurangan komposisi kotoran sapi pada campuran

serta penambahan kotoran ayam yang memiliki rasio C/N rendah mengakibatkan

rasio C/N campuran yang semakin rendah. Rasio C/N campuran hasil

perhitungan ditunjukan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rasio C/N campuran

Perlakuan C Organik N Total (%) C/N Rasio


(%) Campuran
A 4101 149 27,52
B 4213,2 165,4 25,47
C 4001,6 180 22,23
D 4064,1 211,9 19,18

Wahyuni (2013) menyatakan nilai rasio C/N yang terlalu tinggi akan menghambat

kinerja mikroba, sehingga produksi gas metana akan menjadi rendah. Nitrogen

akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogenik untuk memenuhi

kebutuhan protein mereka dan tidak akan lagi bereaksi pada sisa karbon yang
27

tersisa dalam bahan (Orhorhoro dkk, 2016). Nilai rasio yang terlalu rendah akan

mengakibatkan terbantuknya asam-asam oraganik yang tinggi (Wahyuni, 2013).

Rasio C/N substrat yang rendah juga dapat menyebabkan amonifikasi dan dapat

meracuni bakteri yang ada di dalam digester (Ratnaningsih dkk, 2009).

Tanimu dkk (2014) menyatakan usaha meningkatkan rasio C/N menjadi 26-30

dapat menambah produksi metana biogas. Wahyuni (2013) menyatakan nilai

optimum rasio C/N untuk produksi biogas yaitu 25-30. Perlakuan A dan B

memiliki rasio C/N optimum untuk produksi biogas yaitu 27,52 dan 25,47.

Rasio C/N optimum menurut Dioha dkk (2013) yaitu 20-30. Perlakuan C

memiliki rasio C/N 22,23 yang juga dapat menghasilkan biogas secara optimum.

4.1.2. Karakteristik Bahan Campuran

Karakteristik bahan campuran berupa total solid dan total volatie solid diuji di

laboratoium dengan hasil pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai total solid dan total volatile solid

Awal Akhir
Perlakuan TS TVS TS TVS ∆ TVS (g)
(%BB) (%TS) (%BB) (%TS)
A 23,82 76,76 18,34 72,10 80,97
B 9,06 79,62 6,07 75,60 42,07
C 11,00 76,94 8,98 74,00 29,11
D 18,49 78,64 17,38 75,45 22,88
28

Berat padatan organik yang habis terbakar pada proses pengabuan didefinisikan

sebagai padatan tak stabil. Kandungan padatan tak stabil sebagai faktor yang

mempengaruhi potensi produksi biogas. Padatan tak stabil yang semakin tinggi

terkandung dalam satu unit volume dari bahan segar akan menghasilkan produksi

gas yang lebih banyak (Wahyuni, 2013).

Total solid dan volatile solid akhir menunjukan terjadinya penurunan nilai. Hal ini

diduga terjadi proses dekomposisi bahan oleh bakteri pengurai. Penurunan total

solid dan volatile solid berindikasi dengan peningkatan kadar gas metana yang

dihasilkan. Volatile solid merupakan substrat (sumber makanan) bagi

mikroorganisme non metanogen yang bekerja pada tahap awal produksi biogas,

penurunan volatile solid menunjukkan di dalam biodigester terjadi proses

degradasi senyawa organik oleh mikroorganisme non metanogen.

Mikroorganisme di dalam biodigester berangsur-angsur mencapai pertumbuhan

yang setimbang antara mikroorganisme non metanogen dan metanogen, kondisi

ini dapat dilihat dari produksi gas metana yang meningkat. (Ni’mah, 2014).

Jenis bahan organik yang digunakan sebagai bahan baku merupakan faktor yang

sangat penting karena berpengaruh terhadap lama waktu dekomposisi. Bahan

organik berupa limbah pertanian hijauan yang mengandung selulosa dan lignin

lebih lama untuk terdekomposisi (Wahyuni, 2013).


29

4.2. Suhu Proses dan Suhu Lingkungan

Faktor lain yang mempengaruhi produksi biogas salah satunya adalah suhu.

Perlakuan pada penelitian ini dibiarkan pada kondisi ruang atau tidak ada

perlakuan khusus terkait suhu. Suhu berpengaruh terhadap mikroorganisme

pengurai dalam proses fermentasi anaerob. Suhu rata-rata hasil pengukuran dapat

dilihat pada Gambar 4.

40
35
30
25
Suhu (oC)

20 Pagi
15 Siang

10 Sore

5
0
Lingkungan A B C D
Perlakuan

Gambar 4. Suhu rata-rata perlakuan dan lingkungan.

Suhu proses pada masing-masing perlakuan tidak ada yang mencapai kondisi

mesofilik 35oC maupun kondisi termofilik 50oC. Bakteri melakukan aktivitas

tertinggi pada kisaran suhu 35°C hingga 55°C, di atas suhu tersebut aktivitas

menurun sehingga bakteri tidak beraktivitas baik dalam pertumbuhannya maupun

produksi asam asetat (Darmanto dkk, 2012). Ratnaningsih dkk (2009)


o
menyatakan suhu kerja yang optimum untuk penghasil biogas adalah suhu 35 C
o o
dan pencernaan anaerobik dapat berlangsung pada kisaran suhu 5 C sampai 55 C.
30

Rashed (2014) menyatakan bahwa total produksi tertinggi biogas pada kondisi

mesofilik dan dalam waktu retensi yang lebih lama. Hasil produksi biogas pada

kondisi termofilik lebih tinggi hanya dalam sepuluh hari pertama produksi biogas.

4.3. Derajat Keasaman (pH)

Rata-rata nilai derajat keasaman dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata nilai pH

awal diperoleh perlakuan D memiliki nilai pH netral, sedangkan perlakuan A, B,

dan C mendekati nilai pH netral. Rata-rata nilai pH akhir pada semua perlakuan

bersifat asam.

8
7
Derajat Keasaman (pH)

6
5
4
pH Awal
3
pH Akhir
2
1
0
A B C D
Perlakuan

Gambar 5. Nilai pH awal dan akhir.

Budiyono dkk (2013) menyatakan bahwa nilai pH optimum untuk memproduksi

biogas pada komposisi rentang pH 6-8 dan produksi biogas tertinggi pada pH 7.

Verma (2002) menyatakan nilai pH optimum untuk fermentasi anaerob yaitu 5,5-

8,5. Peningkatan asam yang berlebihan dapat menghambat metanogen.


31

Perlakuan pada setiap penelitian ini memiliki nilai pH akhir yang asam sehingga

kemungkinan menyebabkan produksi gas berhenti.

4.4. Produksi Gas

Produksi biogas merupakan indikasi kinerja dari mikroba dalam melakukan

penguraian bahan organik melalui proses fermentasi anaerob. Produksi gas

kumulatif setiap perlakuan secara rata-rata ditampilkan pada Gambar 6. Produksi

biogas kumulatif dari masing-masing perlakuan berkisar 2000-5000 mL.

Produksi biogas kumulatif berbeda dari masing-masing perlakuan. Perlakuan A

memiliki produksi biogas kumulatif paling tinggi yaitu 4916 mL. Perlakuan B

produksi biogas kumulatif tidak berbeda jauh dengan perlakuan A yaitu 4610 mL.

Produksi kumulatif perlakuan C yaitu 3909 mL. Perlakuan D memiliki produksi

kumulatif paling rendah di antara perlakuan lain yaitu 2640 mL.

6000

5000
Kumulatif (mL)

4000
Volume Gas

A
3000
B
2000 C
D
1000

0
1 8 15 22 29 36 43 50 57
Hari

Gambar 6. Produksi gas kumulatif.


32

Perlakuan A memiliki waktu produksi biogas selama 60 hari, perlakuan B 56 hari,

perlakuan C 44 hari dan perlakuan D selama 30 hari. Hal ini ditunjukan pada

Gambar 7. Produksi rata-rata gas setiap hari selama rentang waktu produksi

biogas masing-masing perlakuan yaitu perlakuan A 82 mL/hari, perlakuan B 82

mL/hari, perlakuan C 89 mL/hari dan perlakuan D 88 mL/hari.

600

500
Volume Gas (mL)

400
A
300
B
200 C

100 D

0
1 8 15 22 29 36 43 50 57
Hari ke

Gambar 7. Produksi gas harian.

Produksi biogas yang berbeda antar perlakuan diduga disebabkan oleh rasio C/N

yang berbeda. Perlakuan A dengan bahan baku kotoran sapi murni tanpa

campuran bahan lain memiliki rasio C/N standar yang baik untuk menghasilkan

biogas. Perlakuan D memiliki rasio C/N paling rendah di bawah standar untuk

produksi biogas sehingga hasil produksi biogasnya lebih rendah. Perlakuan B

memiliki rasio C/N tidak jauh berbeda dengan perlakuan A sehingga hasil

produksi biogas tidak jauh berbeda.

Perlakuan C dan D memiliki produksi gas tertinggi di hari kedua kemudian

produksi gas menurun. Hal ini diduga disebabkan pada tahap terjadi proses
33

respirasi sehingga diduga menghasilkan gas CO2 yang lebih tinggi. Bahan

mengalami respirasi karena saat penutupan reaktor sejumlah oksigen masuk

kedalamnya. Bakteri aerob akan mendapatkan oksigen untuk respirasi apabila

berada di daerah permukaan yang terpapar langsung dengan udara.

Produktivitas biogas dari masing-masing perlakuan ditampilkan pada Gambar 8

berikut.

160
140
Produktivitas Biogas

120
(mL/gr VS)

100
80
60
40
20
0
A B C D
Perlakuan

Gambar 8. Produktivitas biogas masing-masing perlakuan.

Produktivitas biogas perlakuan A 60,71 mL/g VS, perlakuan B 109,58 mL/g VS,

perlakuan C 134,29 mL/g VS, dan perlakuan D 115,36 mL/g VS. Perlakuan C

memiliki produktivitas biogas paling tinggi dibandingkan perlakuan lain.

Produksi gas yang tinggi tidak menentukan tingkat produktivitas biogas yang

tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan jenis bahan organik yang terdegradasi.

Rumput gajah mini yang ditambahkan dalam perlakuan diduga mengalami

dekomposisi lebih lama dan berpengaruh terhadap nilai produktivitas biogas..

Fairuz (2015) menyatakan jenis bahan organik yang diproses sangat


34

mempengaruhi produktivitas biogas terutama untuk mikroorganisme yang

menguraikan bahan sehingga berpengaruh pada degradasi bahan organik yang

terjadi pada akhir produksi biogas.

4.5. Uji Nyala

Uji nyala terhadap gas yang dihasilkan melalui proses fermentasi anaerob

merupakan salah satu cara untuk mengetahui terdapat atau tidaknya metana (CH4)

dalam gas tersebut. Kandungan dalam biogas hasil dekomposisi bahan organik

terdiri dari metana (CH4), karbondioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), hidrogen

(H2), amonia (NH3) dan gas lain yang kandungannya sedikit di dalam gas

(Jorgensen, 2009). Perlakuan A dan B setelah selesai produksi gas dilakukan uji

nyala dan menghasilkan api berwarna biru. Hal ini menandakan bahwa terdapat

unsur metana di dalam gas hasil produksi perlakuan A dan B. Metana yang

terkandung di dalam gas dapat terbakar maka diperkirakan kandungan metana

dalam gas sekitar 45% (Ihsan dkk, 2013). Hasil uji nyala perlakuan A dan B

dapat dilihat pada Gambar 9.


35

(a) (b)

Gambar 9. Hasil uji nyala (a) perlakuan A dan (b) perlakuan B.

Perlakuan C dilakukan uji nyala sebanyak dua kali. Hasil uji nyala pada uji

pertama pada hari ke-31 gas tidak dapat terbakar. Uji nyala kedua perlakuan C

pada hari ke-45 gas dapat terbakar. Tahap fermentasi anaerob terdiri dari proses

hidrolisis, asidifikasi, dan metanogenesis. Perlakuan C diduga mengalami proses

metanogenesis lebih lama dibandingkan perlakuan A dan B sehingga perlakuan C

produksi metana lebih lama terbentuk.

Gambar 10. Hasil uji nyala pertama dan kedua perlakuan C.


36

Hasil uji nyala perlakuan C dapat diliat pada Gambar 10. Uji nyala perlakuan C

yang kedua menghasilkan api berwana biru dan kuning. Kadar CO2 berpengaruh

terhadap pembakaran CH4. Pembakaran bahan bakar tanpa CO2 akan

menghasilkan api berwarna biru sedangkan api berwarna kuning kemerahan

akibat adanya CO2 (Uwar dkk, 2012).

Perlakuan D setelah dilakukan uji nyala gas hasil produksi tidak dapat menyala.

Hal ini menunjukan bahwa kandungan metana di dalam gas produksi perlakuan D

sangat sedikit. Karbondioksida (CO2) diduga lebih banyak yang dihasilkan pada

perlakuan D.
37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Produksi gas kumulatif tertinggi dihasilkan oleh perlakuan A. Total produksi

gas masing-masing perlakuan yaitu perlakuan A 4916 ml, perlakuan B 4610

ml, perlakuan C 3909 ml dan perlakuan D 2640 ml. Produktivitas biogas

yang tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 134,29 mL/g VS.

Produktivitas biogas perlakuan A 60,71 mL/g VS, perlakuan B 109,58 mL/g

VS dan perlakuan D 115,36 mL/g VS.

2. Rasio C/N perlakuan yang diperoleh yaitu perlakuan A 27,52, perlakuan B

25,47, perlakuan C 22,23 dan perlakuan D 19,18. Hasil uji nyala gas hasil

produksi diperoleh perlakuan A dan perlakuan B menghasilkan api biru.

Perlakuan C menghasilkan api berwarna biru bercampur kuning serta

perlakuan D tidak bisa menyala.

5.2. Saran

Rumput gajah mini sebelum dimasukkan kedalam digester biogas perlu

dihaluskan menjadi ukuran lebih lembut supaya mudah terdekomposisi.


38

DAFTAR PUSTAKA

Ambriyanto, K.S. 2010. Isolasi dan Karakteristik Bakteri Aerob Pendegradasi


Selulosa dari Serasah Daun Rumput Gajah (Pennisetum purpureum
Schaum). Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya

Budiyono., Pratiwi, M.E., dan Sinar, I.N. 2013. Pengaruh Metode Fermentasi,
Komposisi Umpan, pH Awal, dan Variasi Pengenceran Terhadap Produksi
Biogas dari Vinasse. Jurnal Penelitian Kimia. 9. 2. 1-12.

Darmanto, A., Soeparman, S., dan Widhiyanuriawan, D. 2012. Pengaruh Kondisi


Temperatur Mesophilic (35oC) dan Thermophilic (55oC) Anaerob Digester
Kotoran Kuda Terhadap Produksi Biogas. Jurnal Rekayasa Mesin. 3.2.317-
326.

Dioha, I.J., Ikeme, C.H., Nafi’u, T., Soba, N.I., dan Yusuf. 2013. Effect of Carbon
to Nitrogen Ratio on Biogas Production. International Research of Natural
Sciences. 1.3.1-10.

Fairuz, A. 2015. Pengaruh Penambahan Ampas Kelapa dan Kulit Pisang Terhadap
Produksi Biogas dari Kotoran Sapi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 4.
2. 91-98.

Frederiks, B. 2012. Biogas tests with Elephant grass (Pennisetum purpureum) and
Guatemala grass (Tripsacum laxum). FACT Foundation. Wegeningen.
Netherland

Haryati, T. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi


Alternatif. Wartazoa. 16. 160–169.

Ihsan, A., Bahri, S., dan Musafira. 2013. Produksi Biogas Menggunakan Cairan
Isi Rumen Sapi dengan Limbah Cair Tempe. Online Jurnal of Natural
Science. 2.2. 27-35.

Jorgensen, P.J. 2009. Biogas-Green Energy. Aarhus University. Aarhus. 36 hlm.

Luthfianto, D., Mahajoeno, E., dan Sunarto. 2012. Pengaruh Macam Limbah
Organik dan Pengenceran Terhadap Produksi Biogas dari Bahan Biomassa
Limbah Peternakan Ayam. Bioteknologi. 9 1. 18-25
39

Ni’mah, L. 2014. Biogas from Solid Waste of Tofu Production and Cow Manure
Mixture: Composition Effect. Chemica. 1.1.1-9

Nugraha, S. 2016. Outlook Energi Indonesia 2015. Kementerian Energi dan


Sumber Daya Mineral. Jakarta. 146 hlm.

Orhorhoro, O.W., Orhorhoro, E.K., Ebunilo, P.O. 2016. Analysis of the Effect of
Carbon/Nitrogen (C/N) Ratio on the Performance of Biogas Yields For
Non-Uniform Multiple Feed Stock Availability and Composition in Nigeria.
IJISET. 3.5

Rachmawati, S. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam.


Watazoa. 9.2.

Rahayu. S., Purwaningsih, D., dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak
Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta Aspek
Sosio Kulturalnya. Inotek. 13.2.

Rashed, M.B. 2014. The Effect of Temperature on the biogas Production from
Olive Pomace. ISSUE. 3.16.

Ratnaningsih., Widyatmoko, H., dan Yananto, T. 2009. Potensi Pembentukan


Biogas pada Proses Biodegradasi Campuran Sampah Organik Segar dan
Kotoran Sapi dalam Batch Reaktor Anaerob. Jurnal Universitas Trisakti. 5
(1) : 20-26.

Sakinah, Tawali, A.B., dan Muin, M. 2012. Pengaruh Konsentrasi Biostarter


Kotoran Sapi dan Kotoran Ayam pada Produksi Biogas dengan
MenggunakanLimbah Jerami Padi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Saputra, T. 2010. Produksi Biogas dari campuran Feses Sapi dan Ampas Tebu
(Bagasse) dengan Rasio C/N yang Berbeda. Buletin Peternakan. 34.2: 114-
122

Sirait, J., Tarigan, A., dan Simanihuruk, K. 2015. Karakteristik Morfologi Rumput
Gajah Kerdil (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada Jarak Tanam Berbeda
di Dua Agroekosistem di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 643-649

Sulistyawati, T.A. dan Mariyono. 2013. Produktivitas rumput Unggul di Area


Tambang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 455-460

Tanimu, M.I., Ghazi, T.I.M., Harun, R.M., dan Idris, A. 2014. Effect of Carbon to
Nitrogen Ratio of Food Waste on Biogas Methane Production in a Batch
Mesophilic Anaerobic Digester. International Journal Of Innovation. 5.2.
40

Uwar, N.A., Wardana, I.. dan Widhiyanuriawan, D. 2012. Karakteristik


Pembakaran CH4 dengan Penambahan CO2 pada Model Helle-Shaw Cell
pada Penyalaan Bawah. Jurnal Rekayasa Mesin. 3.1.249-257.

Verma, S. 2002. Anaerobic Digestion of Biodegradable Organics in Municipal


Solid Wastes. Columbia University

Wahyuni, S. 2013. Biogas Energi Alternatif Pengganti BBM, Gas, dan Listrik. PT
Agromedia Pustaka. Jakarta. 117 hlm.

Wahyuni, S. 2013. Panduan Praktis Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta. 116 hlm.

Anda mungkin juga menyukai