Laporan Pleno Skenario A Blok 11 Kel 4 Fix
Laporan Pleno Skenario A Blok 11 Kel 4 Fix
BLOK 11
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK A4
Argo Fauzan (04011381823205)
Sherly Febriani (04011381823196)
Voneisha Tania (04011281823088)
Muhammad Naufal (04011281823151)
Olivia (04011281823136)
Raden Reza Akbar Sumawikarta (04011281823091)
Amanda Moeza F (04011281823076)
Muhammad Iqbal Kuncoro (04011281823176)
Putri Mahirah Afladhanti (04011381823223)
Muhammad Rayhansyah Irawan (04011281823157)
Rizka Fathia (04011281823133)
Adelia Sascita (04011291923145)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019
1
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK
07.30-10.00 WIB
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang menyertai kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial untuk pleno dari skenario A pada blok 11 ini.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami, dr.
Nursanti Apriyani, Sp.PA (K) yang telah mengarahkan dan membimbing kami
dalam menyelesaikan laporan tutorial ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan serta menjaga
keharmonisan saat menjalani proses tutorial yang lalu. kami mengucapkan pula
rasa terimakasih yang paling dalam kepada orangtua kami yang selalu mendukung
segala hal yang kami kerjakan berkenaan dengan pengembangan diri kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
1
TUTORIAL SKENARIO A
BLOK 11 TAHUN 2019
Rani, seorang ibu berumur 35 tahun, memiliki empat orang anak. Rani adalah ibu
rumah tangga sementara suami Rani bekerja sebagai petani. Sehari-hari keluarga
Rani hanya makan dengan nasi dengan sayur dan sekali dalam satu minggu
makan dengan telur atau tempe. Saat ini Rani sedang hamil 24 minggu.
Rani datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah dan lemas. Rani juga
merasa pandangan berkunang-kunang. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu dan sekarang bertambah berat. Selain itu, Rani juga mengeluh sering
sakit kepala dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat lainnya.
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94 x/menit,
Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis, atropi papil Iidah.
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol % (35-45 vol %),
Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4. 000.000 -5.000.000/ mm3). White
Blood Cell (WBC): 7.400/mm3 (5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92 fL),
MCH: 26 pg (27-32 Pg).
MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3 (150.000-450.000/mm3),
Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah (LED): 40 mm/jam (0-20 mm/jam).
Kimia:
Besi Serum: 15
TIBC: 560
2
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect defisiensi besi.
I. Klarifikasi Istilah
1. Lelah: Fatigue; Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan
menurunya efisiensi akibat kerja yang berkepanjangan atau berlebihan;
Kehilangan tenaga atau kemampuan untuk menjawab
rangsangan.(Dorland)
2. Lemas: Kondisi ketika kekuatan fisik atau otot tubuh berkurang
sehingga tubuh merasa tidak ada tenaga.(Jurnal)
3. Berkunang-kunang: Sensasi berputar di kepala dengan
kecenderungan jatuh.(Merriam Webster)
4. Anemis: Pucat yang disebabkan karena penurunan jumlah eritrosit,
kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cell dalam darah
dibawah normal.(Dorland)
5. Napas terengah-engah: Mengap-mengap dengan napas memburu;
kembang kempis dan cepat napasnya.(KBBI)
6. Somatitis angularis: Somatitis: Inflamasi genarisata pada mukosa
mulut; Angularis: Menekuk dengan tajam.(Dorland)
7. Atropi papil lidah: Pengecilan ukuran jaringan pada papil
lidah.(Dorland)
8. Spoon shaped nail: Koilonychia: Distrofi kuku jari dengan kuku
menjadi tipis dan cekung dengan tepi meninggi.(Dorland)
9. Hemoglobin: Pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang.(Dorland)
3
10. Hematokrit: Presentase volume eritrosit dalam Whole
Blood.(Dorland)
11. Red Blood Cell: Salah satu unsur yang dibentuk dalam darah tepi.
Normalnya pada manusia bentuk matur eritrosit adalah cakram
bikonkaf yang berwarna kekuningan dan tidak berinti yang
mengandung hemoglobin dan mengangkut oksigen.(Dorland)
12. White Blood Cell: Sel darah putih; sel darah tidak berwarna yang
mampu bergerak secara ameboid yang fungsi utamanya untuk
melindungi tubuh dari mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
dan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama: yaitu granular
dan non-granular.(Dorland)
13. MCV: Volume Eritrosit rata-rata.(Dorland)
14. MCH: Hemoglobin eritrosit rata-rata.(Dorland)
15. MCHC: Konsentrasi hemoglobin konsentrasi rata-rata.(Dorland)
16. Trombosit: Stuktur mirip cakram dengan diameter 2-4 mikrometer
yang ditemukan dalam darah semua mamalia dan memiliki peran
penting dalam bekuan darah.(Dorland)
17. Diff. count: Penghitungan proporsi berbagai jenis leukosit yang
berbeda pada apusan darah yang dipulas dinyatakan dalam
persentase.(Dorland)
18. Laju Endap Darah: Tes untuk mengetahui proses inflamasi kronis
atau akut.(Dorland)
II. Identifikasi Masalah
No. Identifikasi Masalah Prioritas
Rani, seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun, sedang hamil
24 minggu. Sehari-hari keluarga Rani hanya makan dengan nasi
1. **
dengan sayur dan sekali dalam satu minggu makan dengan telur
atau tempe.
Rani datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah dan
lemas. Rani juga merasa pandangan berkunang-kunang. Keluhan
2. ***
ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan sekarang
bertambah berat. Selain itu, Rani juga mengeluh sering sakit
4
kepala dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat
lainnya.
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94
x/menit, Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis,
3. atropi papil Iidah. *
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
(KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol
% (35-45 vol %), Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4.
000.000 -5.000.000/ mm3). White Blood Cell (WBC): 7.400/mm3
(5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92 fL), MCH: 26 pg (27-
32 Pg).
MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3 (150.000-
450.000/mm3), Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah
(LED): 40 mm/jam (0-20 mm/jam).
4. Kimia: *
Besi Serum: 15
TIBC: 560
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan
pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect
5
defisiensi besi.
Alasan Prioritas: Karena keluhan utama yang menyebabkan Rani datang ke
Puskesmas dan harus segera ditangani.
6
Hal ini menyebabkan pembentukan energy melalui fosforilasi oksidatif
berkurang atau terhambat sehingga menyebabkan jumlah ATP yang
dihasilkan berkurang > Berkurangnya jumlah ATP yang dihasilkan
menyebabkan mudah lelah.
2. Berkunang-kunang
Anemia > kadar hemoglobin dalam sel darah merah kurang >
menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu >
hipoksia di otak > pandangan berkunang-kunang(pusing)
3. Sakit Kepala
Perubahan morfologi RBC > distribusi oksigen ke jaringan menjadi
terganggu termasuk ke otak > menyebabkan kondisi hipoksia
(kekurangan suplai O2) pada otak > gangguan fungsi otak > terjadinya
sakit kepala atau pusing.
4. Napas terengah-engah
Penderita anemia mikrositik hipokrom > berkurangnya Hb dan suplai
oksigen ke berbagai area tubuh. Tingginya intesitas pekerjaan >
pengaruh percepatan pembentukan asam laktat, suplai oksigen yang
kurang > kompensasi tubuh untuk mendapatkan oksigen > menaikan
laju pernafasan agar tidak terjadi hipoksi jaringan pada ekstermitas, otak
dan organ viseral.
2. Rani, seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun, sedang hamil 24 minggu.
Sehari-hari keluarga Rani hanya makan dengan nasi dengan sayur dan sekali
dalam satu minggu makan dengan telur atau tempe.
7
b. Apakah ada hubungan antar makanan yang dikonsumsi dengan
keluhan yang diderita oleh ibu Rani?
Hal tersebut menyebabkan berkurangnya asupan zat-zat yang diperlukan
tubuh terutama besi, Karena asupan besi yang berkurang dalam waktu
yang lama, menyebabkan terganggunya proses eritropoiesis, serta
pembentukan hemoglobin, dimana besi ini berguna dalan sintesis rantai
alpha dan beta untuk mengikat oksigen ke jaringan tubuh.
c. Bagaimana asupan gizi pada Bu Rani?
Tempe
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
Air (Water) : 55.3 g
Energi (Energy) : 201 Kal
Protein (Protein) : 20.8 g
8
Lemak (Fat) : 8.8 g
Karbohidrat (CHO) : 13.5 g
Serat (Fibre) : 1.4 g
Abu (ASH) : 1.6 g
Kalsium (Ca) : 155 mg
Fosfor (P) : 326 mg
Besi (Fe) : 4.0 mg
Natrium (Na) : 9 mg
Kalium (K) : 234.0 mg
Tembaga (Cu) : 0.57 mg
Seng (Zn) : 1.7 mg
Beta-Karoten (Carotenes) : 0 mcg
Thiamin (Vit. B1) : 0.19 mg
Riboflavin (Vit. B2) : 0.59 mg
Niasin (Niacin) : 4.9 mg
Telur
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
Air (Water) : 61.9 g
Energi (Energy) : 251 Kal
Protein (Protein) : 16.3 g
Lemak (Fat) : 19.4 g
Karbohidrat (CHO) : 1.4 g
Serat (Fibre) : 0.0 g
Abu (ASH) : 1.0 g
Kalsium (Ca) : 62 mg
Fosfor (P) : 250 mg
Besi (Fe) : 2.5 mg
Retinol (Vit. A) : 36 mcg
Karoten Total (Re) : 221 mcg
Thiamin (Vit. B1) : 0.21 mg
Riboflavin (Vit. B2) : 0.00 mg
Vitamin C (Vit. C) : 0 mg
9
Nasi
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
Air (Water) : 56.7 g
Energi (Energy) : 180 Kal
Protein (Protein) : 3.0 g
Lemak (Fat) : 0.3 g
Karbohidrat (CHO) : 39.8 g
Serat (Fibre) : 0.2 g
Abu (ASH) : 0.2 g
Kalsium (Ca) : 25 mg
Fosfor (P) : 27 mg
Besi (Fe) : 0.4 mg
Natrium (Na) : 1 mg
Kalium (K) : 38.0 mg
Tembaga (Cu) : 0.10 mg
Seng (Zn) : 0.6 mg
Retinol (Vit. A) : 0 mcg
Beta-Karoten (Carotenes) : 0 mcg
Thiamin (Vit. B1) : 0.05 mg
Riboflavin (Vit. B2) : 0.10 mg
Niasin (Niacin) : 2.6 mg
Vitamin C (Vit. C) : 0 mg
Sayur
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
Air (Water) : 93.5 g
Energi (Energy) : 23 Kal
Protein (Protein) : 1.2 g
Lemak (Fat) : 0.6 g
Karbohidrat (CHO) : 3.7 g
Serat (Fibre) : 1.1 g
10
Abu (ASH) : 1.0 g
Kalsium (Ca) : 150 mg
Fosfor (P) : 35 mg
Besi (Fe) : 0.5 mg
Natrium (Na) : 16 mg
Kalium (K) : 308.4 mg
Tembaga (Cu) : 0.20 mg
Seng (Zn) : 0.3 mg
Retinol (Vit. A) : 0 mcg
Beta-Karoten (Carotenes) : 3,282 mcg
Karoten Total (Re) : 2,864 mcg
Thiamin (Vit. B1) : 0.02 mg
⁸Riboflavin (Vit. B2) : 0.10 mg
Niasin (Niacin) : 0.9 mgVitamin C (Vit. C) : 19 mg
Gizi Rani belum terpenuhi, akibat defisiensi gizi pada janin (Soetjiningsih,
1995):
1. Kekurangan energi dan protein (KEP)
Meskipun kenaikan berat badan ibu kecil selama trisemester I
kehamilan, namun sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin dan
plasenta dibentuk. Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trisemester I dan II
akan meningkatkan bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP akan
mengakibatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai zat-zat makanan ke
janin. Bayi BBLR mempunyai resiko kematian lebih tinggi dari pada bayi
cukup bulan. Kekurangan gizi pada ibu lebih cenderung mengakibatkan BBLR
atau kelainan yang bersifat umum daripada menyebabkan kelainan anatomik
yang spesifik. Kekurangan gizi pada ibu yang lama dan berkelanjutan selama
masa kehamilan akan berakibat lebih buruk pada janin daripada malnutrisi akut.
2. Anemia Gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada ibu
hamil, terutama dinegara berkembang. Anemia gizi terjadi akibat kekurangan
Fe, asam folat dan vitamin B12. Anemia gizi dapat mengakibatkan antara lain,
kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption
plasenta, cadangan zat besi yang berkurang pada bayi-bayi dilahirkan sudah
dalam keadaan anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kehamilan
11
perinatal secara bermakna lebih tinggi.
3. Defisiensi Yodium
Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trisemester pertama kehamilan
merupakan faktor utama terjadinya kretin endemik. Pemberian yodium pada
wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian kretin endemik.
Akibat lain dari defisiensi yodium bisa mengakibatkan janin diresorpsi, abortus,
lahir mati, atau bayi lahir lemah, masa hamil yang lebih lama atau partus lama.
4. Defisiensi Seng (Zn)
Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan pada
pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang dilahirkan
dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan nampak setelah anak
berada dalam masa pertumbuha cepat,
5. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan
meningkatnya prevalensi prematuritas dan reterdasi janin.
6. Defisiensi Thiamin
Defisiensi thiamin yang berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri
congenital. g. Defisiensi Kalsium Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan
mengakibatkan kelainan struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.
12
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan 0,824
kali untuk mengalami KEK (Kurang Energi Kronik) dibandingkan dengan ibu yang
bekerja. Hal ini disebabkan karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja tidak
memerlukan banyak asupan nutrisi dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Lamanya
waktu bekerja serta peran ganda ibu akan meningkatkan kebutuhan nutrisi dalam masa
kehamilan sehingga berakibat pada suatu kerentanan terhadap masalah malnutrisi
terutama selama masa kehamilan.
Ibu hamil dengan status pekerjaan tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga
merupakan faktor resiko terjadinya Anemia karena sebagian besar pendapatannya
bergantung pada penghasilan suami untuk memenuhi kebutuhannya, sebagian ibu
rumah tangga tersebut merupakan pada tingkat sosial ekonomi rendah. Anemia
13
ditemukan pada pendapatan bulanannya rendah.
3. Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94 x/menit,
Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis, atropi papil Iidah.
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail
a. Bagaimana interpretasi dan mekanismenya?
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik
14
Bagia Pemeriksaan Kasus Mekanisme
n
Kepal Konjungtiva palpebra Anemis Kurangnya Hb
a dalam darah
dikarenakan
penurunan
jumlah eritrosit,
sedangkan darah
yang ada di
perifer di
pasokkan ke
organ – organ
vital sehingga
pasokan darah
perifer
berkurang.
Cheilitis (+) Peradanga Defisiensi besi
n dalam plasma
permukaan darah akan
yang menghambat
mempunya penyembuhan
i ciri-ciri lesi dan dapat
bibir kering menyebabkan
dan pecah- cheilitis.
pecah.
Atropi papil lidah Permukaan Akibat dari
lidah defisiensi satu
menjadi atau lebih sistem
licin dan enzim oksidase.
mengkilap Kekurangan besi
karena atau
papil llidah ketidakmampuan
menghilang menggunakan
. besi akan
mengganggu
enzim sitokrom.
Pada anemia
defisiensi besi
pinggir lidah
merah kemudian
papila
mengalami
atrofi, warna
lidah menjadi
lebih pucat.
15
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme
16
pada lien dan
hepar tidak
membesar.
Sedangkan nyeri
tekan pada
epigastrium
menandakan
adanya gangguan
pada lambung
yaitu ulkus
peptikum
17
seperti sendok.
Ketebalan rerata
kuku jari tangan.
Pria : 0.6 mm
Wanita : 0.5 mm
18
A
tropi papil lidah
Pada atrofi papil lidah didapat gambaran dimana lidah tampak berwarna
lebih merah daripada keadaan normal, yang disebabkan oleh variasi ujung
kapiler yang berada di bawahnya, kepadatan lapisan lidah yang biasanya
tergantung pada panjangnya papila filiformis ataupun pewarnaan lidah
oleh bahan-bahan eksogen. Atrofi papila filiformis biasanya disebabkan
oleh adanya gangguan aktivitas metabolik dari sel-sel pembentuknya, yang
diduga berhubungan dengan gangguan enzim tertentu, akibat penyakit
sistemik ataupun kekurangan kandungan zat-zat gizi tertentu yang penting
bagi tubuh. Kerusakan pada lapisan epitel permukaan akan mempengaruhi
desmosom dan hemidesmosom yang terdapat pada membran basalis.
Keadaan ini dapat menyebabkan erosi, ulserasi dan deskuamasi pada lidah,
sehingga timbulah gambaran makroskopis berupa lidah yang licin/halus.
S
poon shaped nail (Koilonychia)
Koilonychia bisa bersifat turun temurun, didapat atau idiopatik. Penyebab
umumnya meliputi inflamasi kulit seperti psoriasis atau lichen planus,
onikomikosis, sekunder akibat anemia dan traumatik atau pekerjaan.
Koilonychia terjadi pada 5,4% pasien dengan defisiensi besi. Hal ini
diduga terjadi karena deformasi ke atas dari bagian lateral dan bagian
distal dari lempeng kuku yang defisien besi sehingga menjadi lentur di
bawah tekanan mekanis.
4. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol % (35-45 vol
%), Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4. 000.000 -5.000.000/ mm3).
White Blood Cell (WBC): 7.400/mm3 (5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92
fL), MCH: 26 pg (27-32 Pg). MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3
(150.000-450.000/mm3), Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah (LED):
40 mm/jam (0-20 mm/jam).
Kimia:
19
Besi Serum: 15
TIBC: 560
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect defisiensi
besi.
20
9. Diff.count 0/2/3/58/32/5 Basofil = 0 - 1 % Normal
Eosinofil = 1-3 %
Neutrofil batang = 2-
6%
Neutrofil segmen =
50 - 70 %
Limfosit = 20 - 40 %
Monosit = 2- 8 %
Cara Perhitungan :
= 23/3,1 x 10fL
= 74fL
= 8/3,1 x 10pg
= 26pg
= 35%
21
Sumber : Basic Patologi Robbins
Mekanisme penurunan Hb, Ht, RBC, MCV, dan MCH pada defisiensi besi
22
Anemia : Cadangan besi menurun -> besi yang bisa diikat protoporfirin hanya
sedikit -> heme yang terbentuk sedikit -> hemoglobin yang terbentuk berkurang
-> anemia
Hemodilusi : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> hematocrit rendah
RBC rendah : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang
LED meningkat : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> LED meningkat
Pemeriksaan Tambahan
Kimia Klinik:
23
Trombosit : jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Pada umumnya anemia defisiensi besi biasanya ringan dan tidak disertai gejala
(asimtomatik). Wujud (manifestasi) penyakit yang tidak spesifik misalnya rasa
lemah, lesu dan pucat mungkin terjadi pada kasus-kasus yang berat. Pada
anemia berlangsung lama, abnormalitas pada kuku jari dapat terjadi seperti,
kuku yang menjadi tipis, mendatar dan melengkung seperti sendok (spooning).
Komplikasi yang aneh tetapi khas adalah "pica" yaitu keinginan untuk
mengonsumsi bukan bahan makanan seperti kotoran atau tanah liat.
Pada sediaan apus darah tepi, eritrosit tampak kecil (mikrositik) dan pucat
24
(hipokromik). Kriteria diagnostik termasuk anemia, indeks eritrosit hipokromik
dan mikrositik, kadar feritin dan zat besi rendah pada serum, saturasi
transferin rendah, kapasitas pengikatan zat besi total meningkat dan
akhirnya, reaksi terhadap pengobatan dengan zat besi. Jumlah trombosit
seringkali meningkat yang penyebabnya belum jelas. Kadar eritropoietin
meningkat, tetapi respons pada sumsum tulang terhalang oleh kurangnya zat
besi sehingga jumlah sel (seluleritas) sumsum tulang hanya meningkat sedikit.
Penderita dengan anemia defisiensi besi dapat meninggal tetapi bukan karena
anemia. Satu hal yang penting adalah pada individu dengan gizi baik, anemia
mikrositik, hipokromik bukan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu
gejala dari adanya suatu kelainan yang mendasarinya.
b. Apa diagnosisnya?
Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis
25
Penunjang pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan
penunjang penunjang yang penunjang
tidak normal
V. Sintesis
A. ANEMIA
DEFINISI
Batas Normal Kadar Hemoglobin Menurut Umur dan jenis Kelamin (WHO,2001)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%, pada pria atau
Hb < 12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer, 1999:547).
26
Anemia atau kekurangan zat besi yang parah atau tidak diobati selama kehamilan
dapat meningkatkan resiko seperti : 1) Bayi prematur atau berat lahir rendah; 2)
transfusi darah (jika kehilangan sejumlah besar darah selama persalinan); 3)
depresi pasca melahirkan; 4) bayi dengan cacat lahir yang serius pada tulang
belakang atau otak (Jendela infomasi kesehatan, 2013).
Selain itu dampak anemia menurut PDGMI, 2013 antara lain: 1) gagal jantung
pada ibu; 2) kelahiran prematur; 3) hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak; 4) abortus; 5) lamanya waktu persalinan karena kurang
daya dorong rahim; 6) perdarahan post partum; 7) infeksi; 8) syok dan kematian
ibu saat persalinan, 9) perdarahan saat persalinan; 10) kematian bayi dalam
kandungan.
ETIOLOGI
Menurut (Sancher, 2004), terdapat tiga kategori utama penyebab anemia adalah:
c. Eritropoiesis yang tidak efektif, akibatnya terbentuk sel darah merah yang
dihasilkan abnormal.
27
KLASIFIKASI ANEMIA
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit: MCV > 73
fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik
(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik
(penyakit hati, dan myelodisplasia)
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan hiperkrom
(warna pucat) karena konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit: MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:
28
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
Adalah suatu keadaan yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan
bahan utama pembentukan sel dalah merah. Penyebab anemia defisiensi zat besi
adalah: asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase
pertumbuhan, penurunan absorbsi karena kelainan pada usus atau karena banyak
mengkonsumsi teh, kebutuhan yang meningkat pada anak sehingga memerlukan
nutrisi yang lebih banyak.
29
2) Anemia Megaloblastik
3) Anemia Pernisiosa
4) Anemia Aplastik
5) Anemia Hemolitik
30
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena penghancuran eritrosit yang
berlebihan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan bilirubin. Dalam keadaan normal sel darah merah mempunyai waktu
hidup 100- 120 hari. Penyebab anemia hemolitik diduga karena adanya kelainan
rantai Hemoglobin (Hb), infeksi, sepsis dan penggunaan obat-obatan. Anemia
jenis ini biasanya bersifat bawaan turun menurun misalnya seperti penyakit
thalassemia.
Menurut Helen Varney (2007; h. 623) gejala anemia adalah sebagai berikut : letih,
sering mengantuk, pusing, lemah, nyeri kepala, kulit pucat, luka pada lidah,
konjungtiva pucat, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.
Contoh anemia pada kasus skenario yaitu anemia defisiensi besi. Besi adalah zat
yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Besi berperan memindahkan atom dalam pembentukan ATP
melalui sistem pengangkutan elektron dari substrat dalam sel ke mol O2 di
mitokondria. Kegagalan sistem pembentukan ATP di mitokondria dapat terjadi
apabila pemasokan O2 ke jaringan berkurang, sehingga produksi energi
berkurang.
31
ANEMIA DEFISIENSI BESI
DEFINISI
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
atau hematokrit di bawah normal (Brunner & Suddarth, 2000:22). Defisiensi besi
adalah berkurangnya jumlah total besi di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi
terjadi ketika defisiensi besi yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan
eritropoesis terganggu dan menyebabkan terjadinya anemia. Keadaan ini akan
32
menyebabkan kelemahan sehingga menjadi halangan untuk beraktivitas dan juga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan di Indonesia, prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%.
ETIOLOGI
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah besi yang hilang.
Penyebab Anemia Defisiensi Besi :
33
bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat
makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam
lambung dan makanan bergerak lebih cepat pada bagian atas usus halus, tempat
utama penyerapan besi heme dan non heme.
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada
bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga
meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang
banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan harus menyerap lebih kurang 200 mg
besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk
pertumbuhannya.
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan
zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat
besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan darah akibat perdarahan
merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg)
dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa
perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-
obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non
steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh
darah submukosa usus.
PATOFISIOLOGI
34
Dalam keadaan normal, tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr besi,
hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses penuaan
serta kematian sel. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam lambung
dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal,
kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis
hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. Jika zat besi rendah dalam
tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan terganggu sehingga
produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau
menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh
menurun (Price, 1995).
Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro
(sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat
besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan
menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang
lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan
akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila
sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan
simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang
rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar
feritin serumnya <12 ug/dl. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin
serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap
akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap
defisiensi besi, yaitu :
35
Tabel 1. Tahap Defisiensi Besi
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC (total kapasitas
pengikatan besi) meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP) meningkat. FEP
adalah prekursor dari pembentukan heme.
c. Tahap ketiga
36
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progesif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama
pada ADB yang lebih lanjut.
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru
terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala ikterus khas
pada anemia hemolitik dan lainnya sedangkan gejala khas dari anemia defisiensi
besi adalah:
1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok yaitu kuku yang berubah menjadi rapuh
dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.
2. Atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah.
3. Angular cheilitis (stomatitis angularis) yaitu adanya peradangan pada salah satu
atau kedua sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
37
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.
DIAGNOSIS BANDING
38
DIAGNOSIS
39
4. Saturasi transferin <15% (N ; 20 – 50%)
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 atau 3 kriteria (ST, feritin serum, dan
FEP harus dipenuhi)
3. FEP meningkat
b. Kadar hemolobin meningkat rata-rata 0,25 – 0,4 g/dl/ hari atau PCV
meningkat 1% / hari.
7. Sumsum tulang
b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukaan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan
melihat respons hemoglobin terhadap pemberian peparat besi. Prosedur ini sangat
40
mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi
menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari
selama 3 – 4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 mg/dl maka dapat
dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
PENATALAKSANAAN
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,
ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia
41
preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapat respon pengobatan, dosis yang
dipakai 4 – 6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan
kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat
mengandung besi elemental sebanyak 20%.
Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran
pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi
besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan,
akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk
mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau
segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40 – 50%.
Obat diberikan dalam 2 – 3 tablet sehari, minimum 1 tablet sehari, diberikan
selama 2 bulan (90 hari). Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan
setelah anemia pada penderita teratasi. Hendaknya meminum dengan vitamin c
misalnya dengan air jeruk. Segera minum tablet setelah rasa mual, muntah
menghilang (Siti, 2013)
Efek samping dari pil atau tablet ini adalah : 1) kadang dapat terjadi mual; 2)
muntah; 3) perut tidak enak; 4) susah buang air besar; 5) tinja berwarna hitam.
Namun hal ini tidak berbahaya (Siti, 2013). Efek samping pemberian preparat besi
peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak.
Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel dibawah ini.
42
Tabel 3. Respon Terapi dari Pemberian Preparat
b. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi
respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya,
malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi
jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi
besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya
diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian.
PENCEGAHAN (EDUKASI)
43
b. Trimester II : Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 1 kali pada usia
kehamilan 4-6 bulan dengan mendapatkan pelayanan 5T.
c. Trimester III : Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 2 kali pada usia
kehamilan 7-9 bulan.
2. Pengaturan pola makan yang banyak mengandung asam folat dan zat besi
selama kehamilan. Zat besi pada ibu hamil bermanfaat untuk janin selama
kehamilan. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur,
ikan, hati,kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu
penyerapan besi adalah vitamin C.
3. Pemberian suplemen vitamin, zat besi, dan asam folat secara gratis kepada ibu
hamil (Pattanee, 2004).
B. NUTRISI
44
Kebutuhan Zat Gizi dalam Kehamilan
A. Karbohidrat
Peran utama karbohidrat adalah menyediakan energi untuk sel-sel di dalam tubuh,
terutama otak dan sistem saraf pusat. Dalam kehamilan, janin menggunakan
glukosa sebagai sumber utama energinya.Perpindahan glukosa dari ibu ke janin
diperkirakan sekitar 17-26 gram/hari, dan di akhir kehamilan kebanyakan glukosa
dipakai untuk perkembangan otak janin. (Shils et al, 2006).
B. Protein
C. Lemak
Lemak merupakan sumber energi terbesar untuk tubuh manusia dan menjadi
komponen penting dalam penyerapan vitamin-vitamin larut lemak dan karotenoid
(Shils et al, 2006). Jumlah asupan lemak seharusnya bergantung kepada
45
kebutuhan energi untuk penambahan berat badan yang sesuai selama kehamilan.
Jumlah anjuran lemak n-6 polyunsaturated atau lemak tak jenuh sebesar 13
gram/hari, sementara untuk lemak n-3 polyunsaturated sebesar 1,4
gram/hari.(Mahan, Stump, 2004)
Vitamin D berfungsi untuk menjaga kadar serum kalsium dan konsentrasi fosfor
dengan cara meningkatkan penyerapan sistem gastrointestinal. Selain itu, Vitamin
D juga merupakan antiproliferasi yang poten. Dalam kehamilan, peningkatan
asupan vitamin D meningkatkan konsentrasi 25(OH)D3 di sirkulasi. Jumlah
asupan vitamin D yang disarankan sebesar 5 µg (200 IU)/hari (Shils et al,2006).
Defisiensi vitamin D dalam kehamilan dapat berhubungan dengan terjadinya
hipokalsemia pada neonates, hipoplasia enamel gigi, serta mempengaruhi
mineralisasi tulang janin. (Mahan, Stump, 2004)
Vitamin K berperan sebagai koenzim dalam sintesa protein tertentu yang berperan
dalam koagulasi dan metabolism tulang (Shils et al, 2006). Jumlah asupan vitamin
K yang disarankan selama kehamilan tidak berbeda baik untuk wanita hamil dan
46
tidak hamil, yakni sebesar 90mg/hari untuk wanita usia lebih dari 18 tahun dan
75mg/hari untuk wanita kurang dari 18 tahun (Mahan,Stump,2004).
Vitamin C atau asam askorbat yang dianjurkan selama masa kehamilan adalah 80-
85 mg/hari atau 20% lebih banyak dibanding yang wanita yang tidak hamil
(Cunningham,Leveno,2005).
Air merupakan pelarut dalam berbagai reaksi biokimia. Air berperan penting
dalam mempertahankan volume intravascular, mentranspor berbagai zat gizi dan
membantu mengontrol suhu tubuh. Konsumsi air yang disarankan untuk wanita
adalah 2,7-3 L/hari. Total akumulasi air sekitar 6-9 liter terjadi pada kehamilan
dengan sekitar 1,8-2,5 liter berada di interstisial. Osmolalitas plasma berkurang
sekitar 8-10 mOsm/kg selama kehamilan dan tetap rendah hingga persalinan
(Shils et al, 2006) Natrium dan klorida dibutuhkan untuk mempertahankan
volume ekstraselular dan osmolalitas serum. Natrium merupakan kation yang
terpenting dalam kompartemen ekstraselular, sedangkan klorida merupakan anion
47
terpenting dalam kompartmen ekstraselular. Walaupun perubahan substansi baik
di intravaskular maupun ekstravaskular dapat terjadi selama kehamilan,
penambahan konsumsi natrium dan klorida tidak dianjurkan (Shils et al, 2006).
G. Mineral Makro
Kalsium berperan penting dalam kekuatan tulang dan gigi. Selain itu juga
berperan dalam kontraksi vaskular, kontraksi otot, dan transmisi saraf (Shils et al,
2006). Faktor hormonal mempengaruhi metabolism kalsium pada wanita yang
sedang hamil. Hormon Human chorionic somatomammotropin dari plasenta
meningkatkan kecepatan perombakan tulang ibu. Sekitar 30 gram kalsium
terakumulasi selama kehamilan, dan kebanyakan terakumulasi di tulang janin.
Asupan kalsium yang disarankan selama kehamilan adalah 1300 mg/hari untuk
wanita kurang dari 18 tahun dan 1000 mg/hari untuk wanita lebih dari 19 tahun
(Mahan,Stump,2004).
Fosfor merupakan komponen penting dari seluruh jaringan tubuh memiliki fungsi
struktural dan fungsi regulasi. Perubahan dalam kehamilan selain dapat
meningkatkan absorpsi kalsium juga dapat meningkatkan absorpsi fosfor (Shils et
al, 2006). Asupan fosfor yang dianjurkan bagi wanita yang sedang hamil sama
dengan wanita yang tidak hamil yaitu 1250 mg/hari untuk wanita usia kurang dari
19 tahun dan 700 mg/hari untuk wanita usia lebih dari 19 tahun
(Mahan,Stump,2004).
Magnesium merupakan kofaktor untuk lebih dari 300 enzim yang bekerja di
dalam tubuh. Asupan magnesium yang disarankan untuk wanita dalam masa
kehamilan adalah 360-400 mg. Dalam hal ini terdapat peningkatan asupan senilai
40-90 mg dibanding wanita yang tidak hamil (Mahan,Stump,2004).
H. Mineral Tambang
48
kehamilan. Seorang wanita hamil harus mengkonsumsi sekitar 700 – 800 mg
penambahan zat besi selama kehamilan. Sekitar 500 mg akan digunakan untuk
proses pembentukan darah (hematopoiesis) dan 250 – 300 mg untuk
perkembangan jaringan janin dan plasenta. Untuk itu asupan zat besi yang
disarankan untuk seorang ibu hamil adalah 27 mg/hari (Mahan,Stump,2004).
Kekurangan zat besi dalam kehamilan akan meningkatkan resiko kematian pada
ibu hamil ketika anemia berat telah terjadi. Anemia maternal juga berhubungan
dengan kejadian persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR)
(Shils et al, 2006).
Zinc atau seng memiliki fungsi struktural, regulasi, dan katalisis. Ada sekitar 100
enzim yang bergantung kepada kerja zinc. Asupan harian yang dianjurkan bagi
ibu hamil yaitu 11 mg untuk wanita hamil dengan usia lebih dari 19 tahun,
sedangkan 12 mg untuk wanita hamil usia kurang dari 18 tahun. Menurut
Murtaugh dan Weingart (1995) dalam Mahan dan Stump (2004), asupan zinc rata-
rata pada wanita hamil adalah 11,1mg/hari. Wanita hamil dengan defisiensi seng
atau zinc tidak dapat mengatur penyimpanan zinc di dalam tulang secara efektif
(Mahan,Stump,2004).
Fluor atau fluoride berhubungan dengan jaringan yang terkalsifikasi. Fluor juga
dapat menghambat pembentukan dan perkembangan karies pada gigi serta dapat
merangsang perkembangan tulang (Shils et al, 2006). Asupan harian yang
disarankan selama kehamilan adalah 3 mg/hari (Mahan,Stump,2004)
Yodium atau Iodine merupakan komponen esensial hormon tiroid. Hormon tiroid
berperan dalam proses mielinasi sistem saraf pusat janin. Kekurangan yodium
dapat menyebabkan kerusakan pada otak janin serta dapat meningkatkan resiko
terjadinya kretinisme. Kretinisme merupakan salah satu bentuk gangguan
neurologis akibat hipotiroid janin yang menyebabkan retardasi mental, tubuh
pendek, bisu, tuli dan spasme otot. (Shils et al,2006). Asupan yang disarankan
selama kehamilan sebesar 220 µg/hari. Jumlah ini harus adekuat untuk memenuhi
kebutuhan yodium janin (Mahan,Stump,2004)
49
ibu hamil umumnya masih kurang. Asupan tembaga yang disarankan selama
kehamilan sebesar 1000 µg/hari (Mahan, Stump,2004).
I. Asam Folat
Kebutuhan akan asam folat meningkat selama kehamilan. Asam folat berperan
dalam pembentukan sel darah merah ibu hamil atau maternal erythropoiesis,
pertumbuhan plasenta, dan yang terpentinguntuk mencegah terjadinya neural tube
defect atau Spina Bifida (Mahan,Stump,2004).
Asupan asam folat yang disarankan selama kehamilan adalah 600 µg/hari.
Defisiensi asam folat ditandai dengan adanya pengurangan sintesis DNA atau
deoxyribonucleic acid dan aktivitas mitosis pada sel-sel individu. Anemia
megaloblastik merupakan tahap lanjut yang banyak terjadi akibat defisiensi folat.
Gejala-gejalanya mungkin tidak terlalu terlihat hingga trimester ketiga, akan tetapi
perubahan morfologi sel-sel darah dan perubahan biokimia dapat terjadi
sepanjang anemia (Mahan,Stump,2004).
50
J. Energi
Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang.
Banyaknya energi yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau
membutuhkan tambahan 300 Kkal sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata
nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Kebutuhan
kalori tiap trimester antara lain:
2) Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang
meliputi penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, payudara dan lemak.
51
3) Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhan janin dan
plasenta.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nutrisi Ibu Hamil Status gizi adalah ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrient. Gizi ibu hamil adalah makanan sehat dan
seimbang yag harus dikonsumsi ibu selama masa kehamilannya, dengan porsi dua
kali makan orang yang tidak hamil (Sitanggang, 2013).
Kesehatan ibu hamil dapat terwujud dengan berperilaku hidup sehat selama
kehamilan yaitu merawat kehamilan dengan baik melalui asupan gizi yang baik,
memakan tablet zat besi, melakukan senam hamil, perawatan jalan lahir,
menghindari merokok dan makan obat tanpa resep. Melakukan kunjungan
minimal empat kali untuk mendapat informasi dari petugas kesehatan tentang
perawatan yang harus dilakukan (Gulardi H, 2006 dalam Sitanggang, 2013).
Beberapa faktor yang mempengaruhi nutrisi ibu hamil adalah (Sitanggang, 2013):
A. Faktor Langsung
2. Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di negara tertentu atau
daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka
waktu yang panjang sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.
52
4. Pembagian makanan dan pangan masyarakat Indonesia umumnya masih
dipengaruhi oleh adat atau tradisi. Misalnya, masih ada kepercayaan
bahwa ayah adalah orang yang harus diutamakan dalam segala hal
termasuk pembagian makanan keluarga.
a) Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi (Fe) yang
dapat membantu pembentukan sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dan zat nutrisi makanan bagi ibu dan
janin. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat yang setara dengan 60
mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Tablet Tambah Darah
diminum satu tablet tiap hari di malam hari selama 90 hari
berturut-turut, karena pada sebagian ibu yang hamil merasakan
mual, muntah, nyeri pada lambung, diare, dan susah buang air
besar. Usaha lain untuk menambah asupan zat besi adalah daging
segar, ikan, telur, kacangkacangan, dan sayuran segar yang
berwarna hijau tua.
53
b) Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan
tulang dan gigi bayi, jika asupan kalsium kurang maka kebutuhan
kalsiun diambil dari tulang ibu. Kebutuhan akan 6 kalsium bagi
ibu hamil adalah 950 mg tiap harinya. Asupan Kalsium bisa
didapat dari minum susu, ikan, udang, rumput laut, keju, yoghurt,
sereal, jus jeruk, ikan sarden, kacangkacangan, biji-bijian, dan
sayur yang berwarna hijau gelap.
Kecukupan gizi bagi ibu hamil sangat penting. Bila gizi ibu kurang, tumbuh
kembang janin akan terganggu, terlebih bila keadaan gizi ibu pada masa sebelum
hamil telah buruk pula. Keadaan ini dapat mengakibatkan abortus, Bayi lahir
54
prematur, atau bahkan bayi lahir mati. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan
persalinan lama, perdarahan, infeksi dan kesulitan lain yang mungkin memerlukan
pembedahan. Berikut berbagai contoh akibat defisiensi gizi pada janin
(Soetjiningsih, 1995):
Meskipun kenaikan berat badan ibu kecil selama trisemester I kehamilan, namun
sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin dan plasenta dibentuk.
Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trisemester I dan II akan meningkatkan
bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP akan mengakibatkan ukuran plasenta
kecil dan kurangnya suplai zat-zat makanan ke janin. Bayi BBLR mempunyai
resiko kematian lebih tinggi dari pada bayi cukup bulan. Kekurangan gizi pada
ibu lebih cenderung mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum
daripada menyebabkan kelainan anatomik yang spesifik. Kekurangan gizi pada
ibu yang lama dan berkelanjutan selama masa kehamilan akan berakibat lebih
buruk pada janin daripada malnutrisi akut.
Akibat lain dari KEP adalah kerusakan struktur SSP terutama pada tahap pertama
pertumbuhan otak (hyperplasia) yang terjadi selama dalam kandungan. Dikaitkan
bahwa masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf adalah trisemester III kehamilan
sampai sekitar dua tahun setelah lahir. Kekurangan gizi pada masa dini dari
perkembangan otak akan menghentikan sintesis protein dan DNA. Akibatnya
adalah berkurangnya pertumbuhan otak, sehingga lebih sedikit sel-sel otak yang
berukuran normal. Dampaknya akan terlihat pada struktr dan fungsi otak pada
masa kehidupan mendatang, sehingga berpengaruh pada intelektual anak.
55
Pemberian suplementasi makanan kepada ibu hamil akan mengurangi kematian
perinatal dan menaikkan berat badan bayi.
b. Anemia Gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada ibu hamil,
terutama dinegara berkembang. Anemia gizi terjadi akibat kekurangan Fe, asam
folat dan vitamin B12. Anemia gizi dapat mengakibatkan antara lain, kematian
janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption plasenta,
cadangan zat besi yang berkurang pada bayi-bayi dilahirkan sudah dalam keadaan
anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kehamilan perinatal secara
bermakna lebih tinggi.
c. Defisiensi Yodium
e. Defisiensi Vitamin A
f. Defisiensi Thiamin
56
Pola Makan Ibu Hamil
Salah satu langkah untuk pola makan yang dapat mendukung kehamilan yang
sehat dan berhasil adalah dengan mengikuti pola makan berdasarkan Food Guide
Pyramid. Adapun pola makan yang disarankan sebagai berikut :
3 sajian sayur-sayuran
2 sajian buah-buahan
Pola makan yang baik selama kehamilan sangatlah penting karena pemilihan
makanan dan minuman saat hamil akan menentukan kesehatan ibu dan anak di
masa mendatang (Queensland Dietition,2013). Kebutuhan zat gizi selama
kehamilan dapat dipenuhi dengan konsumsi makanan dan minuman baik dari
sumber hewani maupun nabati. Berikut ini beberapa zat gizi dan sumbernya
57
1. Karbohidrat
2. Protein
Protein berperan sebagai zat pembangun dalam tubuh. Contoh sumber protein
yang disarankan untuk ibu hamil adalah ayam, ikan, daging, telur, hati, keju, susu,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe (Depkes, 2011).
3. Asam Folat
Asam folat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Zat gizi ini
sangat diperlukan pada masa sebelum kehamilan sampai trimester pertama
kehamilan. Sumber makanan yang kaya akan asam folat bisa didapatkan dari
sayur-sayuran hijau seperti bayam, brokoli, bok choy dan salad. Selain itu juga
bisa didapatkan dari buah-buahan dan sereal (Queensland Dietition,2013).
4. Zat Besi
Sumber zat besi yang lebih baik adalah yang berasal dari sumber hewani karena
zat besi dari sumber hewani lebih mudah diabsorbsi dibanding zat besi dari
sumber nabati. Zat besi banyak ditemukan pada daging, sayur-sayuran hijau,
kacang-kacangan. Selain itu konsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan
absorpsi zat besi.(Queensland Dietition,2013).
5. Yodium
58
Pada ibu yang terlalu gemuk, disarankan untuk mengurangi porsi makanan
sumber energi dan disesuaikan dengan kebutuhan normal.
Buatlah menu makanan yang bervariasi agar tidak bosan (Depkes, 2011).
Hindari makanan cepat saji atau junk food serta makanan tinggi kalori
C. Pemeriksaan Fisik
59
Pemeriksaan fisik
1. Tekanan Darah
Kategori TD Sistolik
TD Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan
< 80
2.Tentukan dahulu tekanan sistolik palpasi. Caranya, palpasi arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan satu jari sambil pompa manset sampai denyut nadi arteri
60
radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer. Itulah tekanan
sistolik palpasi. Lalu kempiskan manset
3.Sekarang ukur tekanan darah. Letakkan bel stetoskop di atas arteri brachialis. Kunci
bagian pengeluaran udara. Pompa manset sampai kurang lebih 30 mmhg diatas
tekanan sistolik palpasi. Kemudian kempiskan dengan membuka kunci pengeluaran
udara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmhg/detik. Dengarkan bunyi
ketukan pada stetoskop anda.
2. Nadi
Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dengan palpasi a. radialis kanan dan kiri dekat
pergelangan tangan. Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari. Hitunglah frekuensi denyut
nadi per menit. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat 5 – 10 menit.
• Tempat lain a. brakialis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis
• Yang perlu diperhatikan :
– Frekuensi denyut nadi
– Irama
– Isi nadi
– Kualitas nadi
– Kualitas dinding arteri
• Frekuensi Nadi :
– Normal 80 x permenit
– Bila > 100 x permenit takikardia
– Bila < 60 x permenit bradikardia
• Irama Denyut Nadi :
– reguler atau ireguler
– pulsus defisit frekuensi denyut nadi lebih kecil dari denyut
jantung
– pulsus bigeminus 2 denyut nadi dipisahkan oleh interval yg
panjang
– pulsus trigeminus 3 denyut nadi dipisahkan oleh interval
yang
panjang
– pulsus alternans denyut yg kuat dan lemah terjadi
bergantian
• Isi Nadi :
– Cukup
– Kecil pulsus parvus (pada perdarahan, infark miokard, efusi
perikardial, stenosis aorta
– Besar pulsus magnus (demam, bekerja keras)
• Kualitas Nadi :
61
– Bila tekanan nadi besar, pengisian dan pengosongan nadi
berlangsung mendadak pulsus celer
– Bila tekanan nadi kecil, pengisian dan pengosongan nadi lambat
pulsus tardus
• Kualitas Dinding Arteri :
– Mengeras pada aterosklerosis
3. Frekuensi Pernafasan
Hitunglah jumlah pernapasan dalam 1 menit. Lakukan dengan inspeksi atau
auskultasi.
• Normal 16 – 24 kali per menit dalam keadaan tenang.
• Bila < 16 x/menit bradipneu
• Bila > 24 x/menit takipneu
• Pernapasan yg dalam hiperpneu
• Pernapasan yg dangkal hipopneu
• Kesulitan bernapas atau sesak napas dispneu
• Sesak napas bila berbaring , nyaman bila dalam posisi tegak ortopneu
• Sesak napas malam hari paroxysmal nocturnal dyspnoe
• Sifat pernapasan :
– Pd wanita abdomino-torakal torakal lebih dominan
– Pd laki2 torako-abdominal abdominal lebih dominan
– Kussmaull cepat dan dalam pd asidosis metabolik
– Biot tidak teratur irama dan amplitudonya, diselingi periode
apneu
– Cheyne-Stokes amplitudo mula2 kecil, kemudian membesar
dan mengecil kembali, diselingi periode apneu
• Biot dan Cheyne-Stokes pada kerusakan otak
4. Suhu
Ukur suhu tubuh pasien dengan termometer badan. Sebelum mengukur suhu tubuh
pasien kibaskan termometer hingga ke nilai 35C atau di bawahnya. Ada beberapa cara
memeriksa suhu
:
Suhu oral: Termometer dimasukkan di bawah lidah, anjurkan pasien menutup
kedua bibirnya dan tunggu selama 10 menit. Kemudian baca termometer ,
masukkan kembali selama 1 menit dan baca kembali. Normal 37 C. Sangat
berfluktasi dari dini hari sampai petang/ malamhari.
Suhu rektal: Termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit,
sebelumnya olesi termometer dengan pelicin. Hasil biasanya lebih tinggi daripada
suhu oral sekitar 0,4 – 0,5
Suhu axila: Termometer dimasukkan di axila kemudian lengan
menutupnya.Tunggu selama kurang lebih 15 menit. Hasil biasanya lebih rendah
dibanding suhu oral yakni sekitar 1 C
Nilai normal:
62
Suhu tubuh normal 36 – 37 ºC
Grafik suhu tubuh 3 stadium :
Std. inkrementi suhu tubuh mulai meningkat
Std. fastigium puncak dari peningkatan suhu tubuh
Std. dekrementi turunnya suhu tubuh yg tinggi
b. Lidah
Dinilai apakah lidah berselaput, tremor, basah atau kering, dan papil atrofi. Selain itu
juga diperiksa apakah terdapat fisura, deviasi leukoplakia, glossitis,dan klanula. Lidah
harus diperiksa dalam keadaan diam dan terjulur
c. Leher (kelenjar getah bening)
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan apakah terdapat
pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan dengan palpasi menggunakan ujung
telunjuk dan jari tengah.
63
Palpasi pada limpa dimulai dari regio iliaka kanan melewati umbilicus di garis tengah
abdomen menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran pada limpa diukur dengan
menggunakan garis schuffner yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri
menuju ke umbilicus dan diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior kanan.
Palpasi dilakukan dengan keadaan pasien dimiringkan 45 derajat kearah kanan.
Manifestasi klinis dari anemia pada kehamilan yang disebabkan karena kekurangan
zat besi sangat bervariasi walaupun tanpa gejala, anemia dapat menyebabkan tanda
gejala seperti letih, sering mengantuk, malaise, pusing, lemah, nyeri kepala, luka pada
lidah, kulit pucat, konjungtiva, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan
muntah (Varney, 2006). Menentukan seseorang mengalami anemia melalui
pemeriksaan fisik sangatlah sulit karena banyak pasien yang asintomatis. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan anemia pasti.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
64
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
65
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme
66
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme
67
menandakan adanya
gangguan pada
lambung yaitu ulkus
peptikum
68
Bagaimana mekanisme terjadinya:
Konjungtiva palpebra: anemis
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu
berwarna kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada anemia)
konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva
anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah)
sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi
tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitif
yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat.
Stomatitis angularis
Pada penderita anemia defisiensi besi terjadi kekurangan zat tubuh,
sehingga sehingga kebutuhan kebutuhan zat besi (Fe) untuk untuk
eritropoesis tidak cukup. Sementara itu, pembentukan sel epitel baru untuk
menggantikan epitel yang telah terekfoliasi juga membutuhkan zat besi.
Gambaran mikroskopik pada pasien anemia adalah adanya atrofi epitel dan
penipisan yang nyata di bawah lamina propria, terjadinya perubahan
struktur epitel dan pola keratinisasi dengan berkurangnya ketebalan
kompartemen maturasi dan meningkatnya kompartemen progenitor.
Akibatnya timbullah manifestasi klinis berupa stomatitis angularis.
Atropi papil lidah
Pada atrofi papil lidah didapat gambaran dimana lidah tampak berwarna
lebih merah daripada keadaan normal, yang disebabkan oleh variasi ujung
kapiler yang berada di bawahnya, kepadatan lapisan lidah yang biasanya
tergantung pada panjangnya papila filiformis ataupun pewarnaan lidah oleh
bahan-bahan eksogen. Atrofi papila filiformis biasanya disebabkan oleh
adanya gangguan aktivitas metabolik dari sel-sel pembentuknya, yang
diduga berhubungan dengan gangguan enzim tertentu, akibat penyakit
sistemik ataupun kekurangan kandungan zat-zat gizi tertentu yang penting
bagi tubuh. Kerusakan pada lapisan epitel permukaan akan mempengaruhi
69
desmosom dan hemidesmosom yang terdapat pada membran basalis.
Keadaan ini dapat menyebabkan erosi, ulserasi dan deskuamasi pada lidah,
sehingga timbulah gambaran makroskopis berupa lidah yang licin/halus.
Spoon shaped nail (Koilonychia)
Koilonychia bisa bersifat turun temurun, didapat atau idiopatik. Penyebab
umumnya meliputi inflamasi kulit seperti psoriasis atau lichen planus,
onikomikosis, sekunder akibat anemia dan traumatik atau pekerjaan.
Koilonychia terjadi pada 5,4% pasien dengan defisiensi besi. Hal ini diduga
terjadi karena deformasi ke atas dari bagian lateral dan bagian distal dari
lempeng kuku yang defisien besi sehingga menjadi lentur di bawah tekanan
mekanis.
Mekanisme Keluhan
Mata berkunang-kunang
Anemia kadar hemoglobin dalam sel darah merah kurang menyebabkan distribusi
oksigen ke jaringan menjadi terganggu hipoksia di otakpandangan berkunang-
kunang(pusing)
Mudah lelah
Sakit kepala
Perubahan morfologi RBC -> distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu termasuk
ke otak -> menyebabkan kondisi hipoksia (kekurangan suplai O2) pada otak -> gangguan
fungsi otak -> terjadinya sakit kepala atau pusing.
Nafas Terengah-engah
70
D. Pemeriksaan Penunjang
A. Hematokrit (Hct)
Deskripsi:
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.
Implikasi klinik:
Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi
hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan
Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-
paru kronik, polisitemia dan syok.
Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.
Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil),
nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
Faktor pengganggu
Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian
juga Hb dan sel darah merahnya.
Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada kehamilan
Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk bayi lebih
tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita
biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok umur
lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih rendah pada
kelompok umur ini.
71
Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.
Hal yang harus diwaspadai Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan
kematian; Hct >60% terkait dengan pembekuan darah spontan
B. Hemoglobin (Hb)
Deskripsi
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari
dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu
pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan
hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan
kadar Hb bukan jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F
(fetal) dan S berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar
melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2
dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan
satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda
secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-
paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan
anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada
jumlah eritrosit.
Implikasi klinik :
72
Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka
bakar.
Faktor pengganggu
Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga
Hct dan sel darah merah.
Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)
Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat
meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa
1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi
gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.
2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian. Nilai
>20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi.
C. Eritrosit
Deskripsi:
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang
berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah
oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga
memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika
kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.
73
Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel utama yang dilepaskan dalam sirkulasi. Bila
kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi.
Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui
fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial). Proses
eritropoiesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Hemocytoblast
(prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit (sintesis Hb); 3. Rubrisit (inti menyusut,
sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat; 5.
Retikulosit (inti diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).
Implikasi klinik :
Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta
respon terhadap terapi anemia
Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi
ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus sistemik. Dapat juga terjadi
karena obat (drug induced anemia). Misalnya: sitostatika, antiretroviral.
Deskripsi :
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan
ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai Normositik (ukuran normal), Mikrositik
(ukuran kecil < 80 fL), atau Makrositik (ukuran kecil >100 fL).
Implikasi klinik :
Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi, anemia
pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia mikrositik.
74
Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi antimetabolik,
kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut juga anemia makrositik.
Pada anemia sel sabit, nilai MCV diragukan karena bentuk eritrosit yang abnormal.
MCV adalah nilai yang terukur karenanya memungkinkan adanya variasi berupa
mikrositik dan makrositik walaupun nilai MCV tetap normal.
MCV pada umumnya meningkat pada pengobatan Zidovudin (AZT) dan sering
digunakan sebagi pengukur kepatuhan secara tidak langsung.
Deskripsi:
Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel darah
merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik,
hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk mendiagnosa anemia.
Implikasi Klinik:
MCHC = hemoglobin/hematokrit
Deskripsi:
Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah; semakin kecil
sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan MCHC tergantung pada Hb dan Hct.
75
Indeks ini adalah indeks Hb darah yang lebih baik, karena ukuran sel akan
mempengaruhi nilai MCHC, hal ini tidak berlaku pada MCH.
Implikasi Klinik:
MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik.
D. Leukosit
Deskripsi:
Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan
dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan
pelepasan leukosit. Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang
belum dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit
(ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofi l pada tahap awal
kedewasaan), dan akhirnya, neutrofi l. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast
(belum dewasa) kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi
limfosit (sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum
dewasa) kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel
dewasa).
Implikasi klinik:
76
Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3
mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit
yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita
kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan
leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.
Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak ditemukan
anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia
Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih
Deskripsi:
77
Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
78
No Pemeriksaan Hasil Rentang Normal Interpretasi
Laboratorium
Eosinofil = 1-3 %
Neutrofil batang
= 2-6 %
Neutrofil segmen
= 50 - 70 %
Limfosit = 20 - 40
%
Monosit = 2- 8 %
Cara Perhitungan :
79
= 23/3,1 x 10fL
= 74fL
= 8/3,1 x 10pg
= 26pg
= 35%
80
Mekanisme penurunan Hb, Ht, RBC, MCV, dan MCH pada defisiensi besi
Anemia : Cadangan besi menurun -> besi yang bisa diikat protoporfirin hanya
sedikit -> heme yang terbentuk sedikit -> hemoglobin yang terbentuk berkurang -
> anemia
Hemodilusi : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> hematocrit rendah
RBC rendah : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang
LED meningkat : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> LED meningkat
81
Pemeriksaan Tambahan
Kimia Klinik:
82
Gambaran Klinis Anemia Defisiensi Besi
Pada umumnya anemia defisiensi besi biasanya ringan dan tidak disertai gejala
(asimtomatik). Wujud (manifestasi) penyakit yang tidak spesifik misalnya rasa
lemah, lesu dan pucat mungkin terjadi pada kasus-kasus yang berat. Pada anemia
berlangsung lama, abnormalitas pada kuku jari dapat terjadi seperti, kuku yang
menjadi tipis, mendatar dan melengkung seperti sendok (spooning). Komplikasi
yang aneh tetapi khas adalah "pica" yaitu keinginan untuk mengonsumsi bukan
bahan makanan seperti kotoran atau tanah liat.
Pada sediaan apus darah tepi, eritrosit tampak kecil (mikrositik) dan pucat
(hipokromik). Kriteria diagnostik termasuk anemia, indeks eritrosit hipokromik
dan mikrositik, kadar feritin dan zat besi rendah pada serum, saturasi
transferin rendah, kapasitas pengikatan zat besi total meningkat dan
akhirnya, reaksi terhadap pengobatan dengan zat besi. Jumlah trombosit
seringkali meningkat yang penyebabnya belum jelas. Kadar eritropoietin
meningkat, tetapi respons pada sumsum tulang terhalang oleh kurangnya zat besi
sehingga jumlah sel (seluleritas) sumsum tulang hanya meningkat sedikit.
Penderita dengan anemia defisiensi besi dapat meninggal tetapi bukan karena
anemia. Satu hal yang penting adalah pada individu dengan gizi baik, anemia
mikrositik, hipokromik bukan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu gejala
dari adanya suatu kelainan yang mendasarinya.
83
VI. Kerangka Konsep
VII. Kesimpulan
Ibu Rani, ibu rumah tangga berusia 35 tahun menderita Anemia Mikrositik
Hipokrom Anisopoikilositosis akibat defisiensi besi karena kurang mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi.
84
DAFTAR PUSTAKA
Juliany, Fitri, & Saputri, Amelia Intan (2018). Anemia Defisiensi Besi.
Diakses di
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/viewFile/1033/552 pada
tanggal 13 November 2019.
Rachmawati, Aisyah, dkk. 2015. Nutrisi Ibu Hamil dan Pertumbuhan Janin [Makalah].
Malang(ID): Universitas Negeri Malang.
Zulfianto, Nils Aria. 2018. Data Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Bakta, I. M., 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Setiati, S., 2013. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Jakarta: Interna
Publishing.
85
w., B., V. & J., 2015. Koilonychia: an update on pathophysiology, differentialdiagnosis
and clinical relevance. JEADV.
Hoffbrand AV, Moss PAH, Petit JE. Erythropoiesis In: Essential Haematology.
Blackwell Publishing, 5th ed. 2006: p 20-27
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, dan Jon C. Aster. 2013. Robbins basic pathology. Edisi
ke 10. Canada: Elvesier.
Risma Isti, Zelly Dia Rofinda, Husni. 2018. Gambaran Morfologi Eritrosit Packed
Red Cell Berdasarkan Waktu Penyimpanan Di Bank Darah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Padang. Jurnal Fakultas Kedokteran Andalas. Diakses melalui
https://pdfs.semanticscholar.org/08c1/f9f9b424fa3a961e1d174f8bf18d733264e9.pdf
pada Selasa, 12 November 2019
Bain BJ. Blood cell morphology in health and disease. In Dacie& Lewis Practical
Hematology. 9th ed. 2001. Churchill Livingstone.
86