Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK 11

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK A4
Argo Fauzan (04011381823205)
Sherly Febriani (04011381823196)
Voneisha Tania (04011281823088)
Muhammad Naufal (04011281823151)
Olivia (04011281823136)
Raden Reza Akbar Sumawikarta (04011281823091)
Amanda Moeza F (04011281823076)
Muhammad Iqbal Kuncoro (04011281823176)
Putri Mahirah Afladhanti (04011381823223)
Muhammad Rayhansyah Irawan (04011281823157)
Rizka Fathia (04011281823133)
Adelia Sascita (04011291923145)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2019

1
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor : dr. Nursanti Apriyani, Sp.PA (K)

Moderator : Raden Reza Akbar Sumawikarta

Sekretaris 1 : Sherly Febriani

Sekretaris 2 : Argo Fauzan

Pelaksanaan : 12 November 2019 & 14 November 2019

07.30-10.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

- Angkat tangan bila ingin berpendapat dan jika diberi kesempatan


- Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial
- Dilarang memotong pembicaraan orang lain
- Selama tutorial dilarang makan tapi diperbolehkan minum
- Diperbolehkan ke toilet seizin tutor tapi diperbolehkan langsung keluar
apabila tutor sedang tidak ada di ruangan

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang menyertai kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan tutorial untuk pleno dari skenario A pada blok 11 ini.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami, dr.
Nursanti Apriyani, Sp.PA (K) yang telah mengarahkan dan membimbing kami
dalam menyelesaikan laporan tutorial ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman seperjuangan yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan serta menjaga
keharmonisan saat menjalani proses tutorial yang lalu. kami mengucapkan pula
rasa terimakasih yang paling dalam kepada orangtua kami yang selalu mendukung
segala hal yang kami kerjakan berkenaan dengan pengembangan diri kami.

Kiranya laporan pleno ini dapat bermanfaat bagi semua yang


membacanya. Dalam penyusunan laporan pleno ini, kami menyadari masih
banyak kekurangan dari laporan ini, mengingat pengetahuan dan pengalaman
kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan. Terimakasih.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK .................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. 1
SKENARIO A BLOK 11 .............................................................................. 2
KLARIFIKASI ISTILAH ............................................................................. 3
IDENTIFIKASI MASALAH ........................................................................ 4
ANALISIS MASALAH ................................................................................ 6
LEARNING ISSUES ................................................................................... 25
SINTESIS MASALAH ............................................................................... 26
A. Anemia ............................................................................................ 26
B. Nutrisi .............................................................................................. 45
C. Pemeriksaan Fisik............................................................................. 59
D. Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 71
KERANGKA KONSEP ............................................................................... 84
KESIMPULAN ............................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 85

1
TUTORIAL SKENARIO A
BLOK 11 TAHUN 2019

Rani, seorang ibu berumur 35 tahun, memiliki empat orang anak. Rani adalah ibu
rumah tangga sementara suami Rani bekerja sebagai petani. Sehari-hari keluarga
Rani hanya makan dengan nasi dengan sayur dan sekali dalam satu minggu
makan dengan telur atau tempe. Saat ini Rani sedang hamil 24 minggu.

Rani datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah dan lemas. Rani juga
merasa pandangan berkunang-kunang. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu dan sekarang bertambah berat. Selain itu, Rani juga mengeluh sering
sakit kepala dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat lainnya.

Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94 x/menit,
Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis, atropi papil Iidah.
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol % (35-45 vol %),
Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4. 000.000 -5.000.000/ mm3). White
Blood Cell (WBC): 7.400/mm3 (5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92 fL),
MCH: 26 pg (27-32 Pg).
MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3 (150.000-450.000/mm3),
Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah (LED): 40 mm/jam (0-20 mm/jam).
Kimia:
Besi Serum: 15
TIBC: 560

2
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect defisiensi besi.

I. Klarifikasi Istilah
1. Lelah: Fatigue; Keadaan meningkatnya ketidaknyamanan dan
menurunya efisiensi akibat kerja yang berkepanjangan atau berlebihan;
Kehilangan tenaga atau kemampuan untuk menjawab
rangsangan.(Dorland)
2. Lemas: Kondisi ketika kekuatan fisik atau otot tubuh berkurang
sehingga tubuh merasa tidak ada tenaga.(Jurnal)
3. Berkunang-kunang: Sensasi berputar di kepala dengan
kecenderungan jatuh.(Merriam Webster)
4. Anemis: Pucat yang disebabkan karena penurunan jumlah eritrosit,
kuantitas hemoglobin, atau volume packed red cell dalam darah
dibawah normal.(Dorland)
5. Napas terengah-engah: Mengap-mengap dengan napas memburu;
kembang kempis dan cepat napasnya.(KBBI)
6. Somatitis angularis: Somatitis: Inflamasi genarisata pada mukosa
mulut; Angularis: Menekuk dengan tajam.(Dorland)
7. Atropi papil lidah: Pengecilan ukuran jaringan pada papil
lidah.(Dorland)
8. Spoon shaped nail: Koilonychia: Distrofi kuku jari dengan kuku
menjadi tipis dan cekung dengan tepi meninggi.(Dorland)
9. Hemoglobin: Pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh
eritrosit yang sedang berkembang di dalam sumsum tulang.(Dorland)

3
10. Hematokrit: Presentase volume eritrosit dalam Whole
Blood.(Dorland)
11. Red Blood Cell: Salah satu unsur yang dibentuk dalam darah tepi.
Normalnya pada manusia bentuk matur eritrosit adalah cakram
bikonkaf yang berwarna kekuningan dan tidak berinti yang
mengandung hemoglobin dan mengangkut oksigen.(Dorland)
12. White Blood Cell: Sel darah putih; sel darah tidak berwarna yang
mampu bergerak secara ameboid yang fungsi utamanya untuk
melindungi tubuh dari mikroorganisme yang menyebabkan penyakit
dan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama: yaitu granular
dan non-granular.(Dorland)
13. MCV: Volume Eritrosit rata-rata.(Dorland)
14. MCH: Hemoglobin eritrosit rata-rata.(Dorland)
15. MCHC: Konsentrasi hemoglobin konsentrasi rata-rata.(Dorland)
16. Trombosit: Stuktur mirip cakram dengan diameter 2-4 mikrometer
yang ditemukan dalam darah semua mamalia dan memiliki peran
penting dalam bekuan darah.(Dorland)
17. Diff. count: Penghitungan proporsi berbagai jenis leukosit yang
berbeda pada apusan darah yang dipulas dinyatakan dalam
persentase.(Dorland)
18. Laju Endap Darah: Tes untuk mengetahui proses inflamasi kronis
atau akut.(Dorland)
II. Identifikasi Masalah
No. Identifikasi Masalah Prioritas
Rani, seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun, sedang hamil
24 minggu. Sehari-hari keluarga Rani hanya makan dengan nasi
1. **
dengan sayur dan sekali dalam satu minggu makan dengan telur
atau tempe.
Rani datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah dan
lemas. Rani juga merasa pandangan berkunang-kunang. Keluhan
2. ***
ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan sekarang
bertambah berat. Selain itu, Rani juga mengeluh sering sakit

4
kepala dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat
lainnya.
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94
x/menit, Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis,
3. atropi papil Iidah. *
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
(KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol
% (35-45 vol %), Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4.
000.000 -5.000.000/ mm3). White Blood Cell (WBC): 7.400/mm3
(5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92 fL), MCH: 26 pg (27-
32 Pg).
MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3 (150.000-
450.000/mm3), Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah
(LED): 40 mm/jam (0-20 mm/jam).
4. Kimia: *
Besi Serum: 15
TIBC: 560
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan
pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect

5
defisiensi besi.
Alasan Prioritas: Karena keluhan utama yang menyebabkan Rani datang ke
Puskesmas dan harus segera ditangani.

III. Analisis Masalah


No. Analisis Masalah
1. Rani datang ke Puskesmas dengan keluhan mudah lelah dan lemas. Rani juga
merasa pandangan berkunang-kunang. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu dan sekarang bertambah berat. Selain itu, Rani juga mengeluh
sering sakit kepala dan napas terengah-engah saat melakukan pekerjaan berat
lainnya.

a. Bagaimana hubungan keluhan Ibu Rani dengan asupan gizi ibu


Rani?
Angka kecukupan gizi (AKG) Indonesia yang dianjurkan pada wanita 34
tahun yaitu 2150 kalori perhari, protein 57 gram, karbohidrat 323 gram,
lemak 60 gram, zat besi 26 mcg, dan vitamin B12 2,4 mcg.
Kurang nya asupan gizi yang di perlukan oleh tubuh, terutama besi
dalam waktu lama akan menyebabkan terganggunya proses eritropoiesis,
sehingga suplai oksigen berkurang, yang menyebabkan lelah, lemas,
pandangan berkunang-kunang, dan sakit kepala, serta nafas terengah-
engah sebagai bentuk kompensasi tubuh akibat kekurangan oksigen
b. Bagaimana hubungan ibu hamil dengan keluhan yang dialaminya?
Ibu hamil membutuhkan lebih banyak asupan gizi untuk kebutuhan
janin, namun pada kasus ibu Rani kekurangan asupan gizi sehingga
energi yang dihasilkan juga berkurang ditambah dengan pengaruh
hormonal pada masa kehamilan yang menyebabkan ibu rani merasa
lemas, lelah dan sakit kepala.
c. Bagaimana mekanisme timbulnya keluhan pada ibu Rani?
1. Lelah dan lemas
Mekanisme mudah lelah ini terjadi karena anemia > Kurangnya jumlah
hemoglobin menyebabkan oksigen yang ditranspot menjadi berkurang >

6
Hal ini menyebabkan pembentukan energy melalui fosforilasi oksidatif
berkurang atau terhambat sehingga menyebabkan jumlah ATP yang
dihasilkan berkurang > Berkurangnya jumlah ATP yang dihasilkan
menyebabkan mudah lelah.

2. Berkunang-kunang
Anemia > kadar hemoglobin dalam sel darah merah kurang >
menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu >
hipoksia di otak > pandangan berkunang-kunang(pusing)

3. Sakit Kepala
Perubahan morfologi RBC > distribusi oksigen ke jaringan menjadi
terganggu termasuk ke otak > menyebabkan kondisi hipoksia
(kekurangan suplai O2) pada otak > gangguan fungsi otak > terjadinya
sakit kepala atau pusing.

4. Napas terengah-engah
Penderita anemia mikrositik hipokrom > berkurangnya Hb dan suplai
oksigen ke berbagai area tubuh. Tingginya intesitas pekerjaan >
pengaruh percepatan pembentukan asam laktat, suplai oksigen yang
kurang > kompensasi tubuh untuk mendapatkan oksigen > menaikan
laju pernafasan agar tidak terjadi hipoksi jaringan pada ekstermitas, otak
dan organ viseral.
2. Rani, seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun, sedang hamil 24 minggu.
Sehari-hari keluarga Rani hanya makan dengan nasi dengan sayur dan sekali
dalam satu minggu makan dengan telur atau tempe.

a. Bagaimana nutrisi yang tepat untuk mencukupi bagi ibu hamil?


24 minggu berarti 6 bulan, maka sudah masuk dalam trimester II.

7
b. Apakah ada hubungan antar makanan yang dikonsumsi dengan
keluhan yang diderita oleh ibu Rani?
Hal tersebut menyebabkan berkurangnya asupan zat-zat yang diperlukan
tubuh terutama besi, Karena asupan besi yang berkurang dalam waktu
yang lama, menyebabkan terganggunya proses eritropoiesis, serta
pembentukan hemoglobin, dimana besi ini berguna dalan sintesis rantai
alpha dan beta untuk mengikat oksigen ke jaringan tubuh.
c. Bagaimana asupan gizi pada Bu Rani?
Tempe
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
 Air (Water) : 55.3 g
 Energi (Energy) : 201 Kal
 Protein (Protein) : 20.8 g

8
 Lemak (Fat) : 8.8 g
 Karbohidrat (CHO) : 13.5 g
 Serat (Fibre) : 1.4 g
 Abu (ASH) : 1.6 g
 Kalsium (Ca) : 155 mg
 Fosfor (P) : 326 mg
 Besi (Fe) : 4.0 mg
 Natrium (Na) : 9 mg
 Kalium (K) : 234.0 mg
 Tembaga (Cu) : 0.57 mg
 Seng (Zn) : 1.7 mg
 Beta-Karoten (Carotenes) : 0 mcg
 Thiamin (Vit. B1) : 0.19 mg
 Riboflavin (Vit. B2) : 0.59 mg
 Niasin (Niacin) : 4.9 mg

Telur
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
 Air (Water) : 61.9 g
 Energi (Energy) : 251 Kal
 Protein (Protein) : 16.3 g
 Lemak (Fat) : 19.4 g
 Karbohidrat (CHO) : 1.4 g
 Serat (Fibre) : 0.0 g
 Abu (ASH) : 1.0 g
 Kalsium (Ca) : 62 mg
 Fosfor (P) : 250 mg
 Besi (Fe) : 2.5 mg
 Retinol (Vit. A) : 36 mcg
 Karoten Total (Re) : 221 mcg
 Thiamin (Vit. B1) : 0.21 mg
 Riboflavin (Vit. B2) : 0.00 mg
 Vitamin C (Vit. C) : 0 mg

9
Nasi
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
 Air (Water) : 56.7 g
 Energi (Energy) : 180 Kal
 Protein (Protein) : 3.0 g
 Lemak (Fat) : 0.3 g
 Karbohidrat (CHO) : 39.8 g
 Serat (Fibre) : 0.2 g
 Abu (ASH) : 0.2 g
 Kalsium (Ca) : 25 mg
 Fosfor (P) : 27 mg
 Besi (Fe) : 0.4 mg
 Natrium (Na) : 1 mg
 Kalium (K) : 38.0 mg
 Tembaga (Cu) : 0.10 mg
 Seng (Zn) : 0.6 mg
 Retinol (Vit. A) : 0 mcg
 Beta-Karoten (Carotenes) : 0 mcg
 Thiamin (Vit. B1) : 0.05 mg
 Riboflavin (Vit. B2) : 0.10 mg
 Niasin (Niacin) : 2.6 mg
 Vitamin C (Vit. C) : 0 mg

Sayur
Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD)
100 %
 Air (Water) : 93.5 g
 Energi (Energy) : 23 Kal
 Protein (Protein) : 1.2 g
 Lemak (Fat) : 0.6 g
 Karbohidrat (CHO) : 3.7 g
 Serat (Fibre) : 1.1 g

10
 Abu (ASH) : 1.0 g
 Kalsium (Ca) : 150 mg
 Fosfor (P) : 35 mg
 Besi (Fe) : 0.5 mg
 Natrium (Na) : 16 mg
 Kalium (K) : 308.4 mg
 Tembaga (Cu) : 0.20 mg
 Seng (Zn) : 0.3 mg
 Retinol (Vit. A) : 0 mcg
 Beta-Karoten (Carotenes) : 3,282 mcg
 Karoten Total (Re) : 2,864 mcg
 Thiamin (Vit. B1) : 0.02 mg
 ⁸Riboflavin (Vit. B2) : 0.10 mg
 Niasin (Niacin) : 0.9 mgVitamin C (Vit. C) : 19 mg
Gizi Rani belum terpenuhi, akibat defisiensi gizi pada janin (Soetjiningsih,
1995):
1. Kekurangan energi dan protein (KEP)
Meskipun kenaikan berat badan ibu kecil selama trisemester I
kehamilan, namun sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin dan
plasenta dibentuk. Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trisemester I dan II
akan meningkatkan bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP akan
mengakibatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai zat-zat makanan ke
janin. Bayi BBLR mempunyai resiko kematian lebih tinggi dari pada bayi
cukup bulan. Kekurangan gizi pada ibu lebih cenderung mengakibatkan BBLR
atau kelainan yang bersifat umum daripada menyebabkan kelainan anatomik
yang spesifik. Kekurangan gizi pada ibu yang lama dan berkelanjutan selama
masa kehamilan akan berakibat lebih buruk pada janin daripada malnutrisi akut.
2. Anemia Gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada ibu
hamil, terutama dinegara berkembang. Anemia gizi terjadi akibat kekurangan
Fe, asam folat dan vitamin B12. Anemia gizi dapat mengakibatkan antara lain,
kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption
plasenta, cadangan zat besi yang berkurang pada bayi-bayi dilahirkan sudah
dalam keadaan anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kehamilan

11
perinatal secara bermakna lebih tinggi.
3. Defisiensi Yodium
Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trisemester pertama kehamilan
merupakan faktor utama terjadinya kretin endemik. Pemberian yodium pada
wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian kretin endemik.
Akibat lain dari defisiensi yodium bisa mengakibatkan janin diresorpsi, abortus,
lahir mati, atau bayi lahir lemah, masa hamil yang lebih lama atau partus lama.
4. Defisiensi Seng (Zn)
Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan pada
pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang dilahirkan
dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan nampak setelah anak
berada dalam masa pertumbuha cepat,
5. Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan
meningkatnya prevalensi prematuritas dan reterdasi janin.
6. Defisiensi Thiamin
Defisiensi thiamin yang berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri
congenital. g. Defisiensi Kalsium Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan
mengakibatkan kelainan struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.

d. Bagaimana hubungan pekerjaan suami Bu Rani dengan asupan gizi


Bu Rani?
Tingkat aktifitas ibu hamil dikategorikan kedalam kerja tingkat ringan, tingkat
sedang, dan tingkat berat tergantung pada pekerjaan yang dilakukannya, karena
terdapat beberapa ibu hamil yang bekerja sebagai karyawan toko mendapatkan
keringanan atas dasar kehamilannya.
Ibu hamil dengan pekerjaan tingkat ringan sebesar 68% bekerja sebagai ibu
rumah tangga, penjaga toko, dan buruh idep, ibu hamil dengan pekerjaan tingkat
sedang sebesar 28% bekerja sebagai karyawan PT, menjahit, dan penjaga toko,
sedangkan ibu hamil dengan tingkat pekerjaan berat sebesar 4% adalah ibu hamil
yang ikut membantu pekerjaan suaminya sebagai petani.

12
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan 0,824
kali untuk mengalami KEK (Kurang Energi Kronik) dibandingkan dengan ibu yang
bekerja. Hal ini disebabkan karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja tidak
memerlukan banyak asupan nutrisi dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Lamanya
waktu bekerja serta peran ganda ibu akan meningkatkan kebutuhan nutrisi dalam masa
kehamilan sehingga berakibat pada suatu kerentanan terhadap masalah malnutrisi
terutama selama masa kehamilan.

Ibu hamil dengan status pekerjaan tidak bekerja hanya sebagai ibu rumah tangga
merupakan faktor resiko terjadinya Anemia karena sebagian besar pendapatannya
bergantung pada penghasilan suami untuk memenuhi kebutuhannya, sebagian ibu
rumah tangga tersebut merupakan pada tingkat sosial ekonomi rendah. Anemia

13
ditemukan pada pendapatan bulanannya rendah.
3. Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : Tekanan Darah (TD): l10/70, Heart Rate (HR): 94 x/menit,
Respiration Rate (RR): 24 x/mcnit. Temperatur: 36,6“C.
Kepala: Konjungtiva palpebra: anemis, stomatitis angularis, atropi papil Iidah.
Leher: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening (KGB).
Abdomen: Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: spoon shaped nail
a. Bagaimana interpretasi dan mekanismenya?
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik

14
Bagia Pemeriksaan Kasus Mekanisme
n
Kepal Konjungtiva palpebra Anemis Kurangnya Hb
a dalam darah
dikarenakan
penurunan
jumlah eritrosit,
sedangkan darah
yang ada di
perifer di
pasokkan ke
organ – organ
vital sehingga
pasokan darah
perifer
berkurang.
Cheilitis (+) Peradanga Defisiensi besi
n dalam plasma
permukaan darah akan
yang menghambat
mempunya penyembuhan
i ciri-ciri lesi dan dapat
bibir kering menyebabkan
dan pecah- cheilitis.
pecah.
Atropi papil lidah Permukaan Akibat dari
lidah defisiensi satu
menjadi atau lebih sistem
licin dan enzim oksidase.
mengkilap Kekurangan besi
karena atau
papil llidah ketidakmampuan
menghilang menggunakan
. besi akan
mengganggu
enzim sitokrom.
Pada anemia
defisiensi besi
pinggir lidah
merah kemudian
papila
mengalami
atrofi, warna
lidah menjadi
lebih pucat.

15
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme

Leher KGB Tidak Normal


ditemuka
n
pembesar
an
Abdome Hepar dan lien Tidak Limfadenopati,
n teraba Hepatosplenomeg
ali, nyeri tulang
(terutama di
sternum); nyeri
tulang dapat
disebabkan oleh
adanya ekspansi
karena penyakit
infiltratif (seperti
pada leukemia
mielositik kronik),
lesi litik ( pada
mieloma multipel
atau metastasis
kanker). Tidak
terjadi
hepatosplenomeg
ali menandakan
bahwa sumsum
tulang masih bisa
melakukan
eritropoisis
dengan jumlah
besi yang rendah
sehingga idak
meminta bantuan
ke hepar dan lien
yang berakibat

16
pada lien dan
hepar tidak
membesar.
Sedangkan nyeri
tekan pada
epigastrium
menandakan
adanya gangguan
pada lambung
yaitu ulkus
peptikum

Nyeri tekan epigastrium Nyeri di perut


(+) atas dapat
disebabkan oleh:
Organ dalam
rongga perut:
penyakit saluran
makanan
(lambung,
duodenum, usus
halus, usus
besar),
hati,empedu dan
salurannya,
pankreas.
Organ dalam
rongga dada:
esofagus, jantung.
Ekstremit Koilonychia (+ Kuku Didasari oleh
as sendok kelainan lempeng
(spoon kuku; terjadi
nail), penipisan dan
rapuh, perlunakan
bergaris- lempeng kuku
garis diikuti dengan
vertikal pendataran
dan lempeng kuku,
cekung jika terus terjadi
mirip akan
sendok menyebabkan
lempeng kuku
berubah bentuk
menjadi cekung,
dan terlihat

17
seperti sendok.
Ketebalan rerata
kuku jari tangan.
Pria : 0.6 mm
Wanita : 0.5 mm

Bagaimana mekanisme terjadinya:


 K
onjungtiva palpebra: anemis
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu
berwarna kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada anemia)
konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva
anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah)
sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup
jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area
sensitif yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak
pucat.
 S
tomatitis angularis
Pada penderita anemia defisiensi besi terjadi kekurangan zat tubuh,
sehingga sehingga kebutuhan kebutuhan zat besi (Fe) untuk untuk
eritropoesis tidak cukup. Sementara itu, pembentukan sel epitel baru untuk
menggantikan epitel yang telah terekfoliasi juga membutuhkan zat besi.
Gambaran mikroskopik pada pasien anemia adalah adanya atrofi epitel
dan penipisan yang nyata di bawah lamina propria, terjadinya perubahan
struktur epitel dan pola keratinisasi dengan berkurangnya ketebalan
kompartemen maturasi dan meningkatnya kompartemen progenitor.
Akibatnya timbullah manifestasi klinis berupa stomatitis angularis.

18
 A
tropi papil lidah
Pada atrofi papil lidah didapat gambaran dimana lidah tampak berwarna
lebih merah daripada keadaan normal, yang disebabkan oleh variasi ujung
kapiler yang berada di bawahnya, kepadatan lapisan lidah yang biasanya
tergantung pada panjangnya papila filiformis ataupun pewarnaan lidah
oleh bahan-bahan eksogen. Atrofi papila filiformis biasanya disebabkan
oleh adanya gangguan aktivitas metabolik dari sel-sel pembentuknya, yang
diduga berhubungan dengan gangguan enzim tertentu, akibat penyakit
sistemik ataupun kekurangan kandungan zat-zat gizi tertentu yang penting
bagi tubuh. Kerusakan pada lapisan epitel permukaan akan mempengaruhi
desmosom dan hemidesmosom yang terdapat pada membran basalis.
Keadaan ini dapat menyebabkan erosi, ulserasi dan deskuamasi pada lidah,
sehingga timbulah gambaran makroskopis berupa lidah yang licin/halus.
 S
poon shaped nail (Koilonychia)
Koilonychia bisa bersifat turun temurun, didapat atau idiopatik. Penyebab
umumnya meliputi inflamasi kulit seperti psoriasis atau lichen planus,
onikomikosis, sekunder akibat anemia dan traumatik atau pekerjaan.
Koilonychia terjadi pada 5,4% pasien dengan defisiensi besi. Hal ini
diduga terjadi karena deformasi ke atas dari bagian lateral dan bagian
distal dari lempeng kuku yang defisien besi sehingga menjadi lentur di
bawah tekanan mekanis.
4. Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium:
Hemoglobin (Hb): 8 g/dL ( l2-14 g/dL), Hematokrit (Ht): 23 vol % (35-45 vol
%), Red Blood Cell (RBC): 3.100.000/mm3 (4. 000.000 -5.000.000/ mm3).
White Blood Cell (WBC): 7.400/mm3 (5.000-l0.000/ mm3). MCV: 74 fL (82-92
fL), MCH: 26 pg (27-32 Pg). MCHC: 35% (32-36%), Trombosit: 320.000/mm3
(150.000-450.000/mm3), Diff.count: 0/2/3/58/32/5, Laju Endap Darah (LED):
40 mm/jam (0-20 mm/jam).
Kimia:

19
Besi Serum: 15
TIBC: 560
Ferritin: 5 nanogram/ml
Saturasi Transferrin: 2,6 %
Darah tepi:
Eritrosit: Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis. Ditemukan pencil cell.
Leukosit: Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit: jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal.
Kesan : Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis suspect defisiensi
besi.

a. Bagaimana interpretasi dan mekanismenya?


Interpretasi Pemeriksaan Penunjang pada Kasus

No Pemeriksaan Hasil Rentang Normal Interpretasi


Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb) 8 g/dL 12-14 g/dL Menurun

2. Hematokrit (Ht) 23 vol% 35-45 vol% Menurun

3. Red Blood Cell (RBC) 3.100.000/mm3 4.000.000- Menurun


5.000.000/mm3

4. White Blood Cell 7.400/mm3 5.000-10.000/mm3 Normal


(WBC)

5. MCV 74 fL 82-92 fL Menurun

6. MCH 26pg 27-32pg Menurun

7. MCHC 35% 32-36% Normal

8. Trombosit 320.000/mm3 150.000- Normal


450.000/mm3

20
9. Diff.count 0/2/3/58/32/5 Basofil = 0 - 1 % Normal

Eosinofil = 1-3 %

Neutrofil batang = 2-
6%

Neutrofil segmen =
50 - 70 %

Limfosit = 20 - 40 %

Monosit = 2- 8 %

10 Laju Endap Darah 40 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat


. (LED)

Cara Perhitungan :

MCV = Ht/RBC x 10fL

= 23/3,1 x 10fL

= 74fL

MHC = Hb/RBC x 10pg

= 8/3,1 x 10pg

= 26pg

MCHC = Hb/Ht x 100 g/dL

= 8/23 x 100 g/dL

= 35%

21
Sumber : Basic Patologi Robbins

Mekanisme penurunan Hb, Ht, RBC, MCV, dan MCH pada defisiensi besi

Kekurangan zat besi berkembang secara lambat laun; dimulai dengan


kekurangan pada simpanan zat besi yang ditandai dengan penurunan feritin
dalam serum dan tidak adanya zat besi yang dapat terpulas pada sumsum tulang.
Perubahan ini diikuti oleh penurunan kadar zat besi dalam serum dan
peningkatan transferin serum. Akhirnaya, kemampuan untuk menyintesis
hemoglobin, mioglobin dan protein-protein lain yang mengandungi zat besi
berkurang, menyebabkan anemia mikrositik, gangguan kinerja fisis dan kognitif,
dan bahkan penurunan imunokompetisi.

22
Anemia : Cadangan besi menurun -> besi yang bisa diikat protoporfirin hanya
sedikit -> heme yang terbentuk sedikit -> hemoglobin yang terbentuk berkurang
-> anemia

Hemodilusi : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> hematocrit rendah

RBC rendah : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang

LED meningkat : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> LED meningkat

Pemeriksaan Tambahan

Kimia Klinik:

No. Pemeriksaan Hasil Rentang Interpretasi


Normal
1. Besi Serum 15 µg/dL 35-150 Rendah
µg/dL

2. Total Iron Binding 560 µg/dL 260-445 Tinggi


Capacity (TIBC) µg/dL
3. Ferritin 5 ng/dL 13-150 Rendah
ng/dL
4. Saturasi Transferin 2,6% 20-45% Rendah

Gambaran Darah Tepi:

Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, ditemukan pencil cell

Leukosit : jumlah cukup, morfologi normal

23
Trombosit : jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis suspek


defisiensi besi

Hipokrom (pucat) Anisopoikilositosis

Gambaran Klinis Anemia Defisiensi Besi

Pada umumnya anemia defisiensi besi biasanya ringan dan tidak disertai gejala
(asimtomatik). Wujud (manifestasi) penyakit yang tidak spesifik misalnya rasa
lemah, lesu dan pucat mungkin terjadi pada kasus-kasus yang berat. Pada
anemia berlangsung lama, abnormalitas pada kuku jari dapat terjadi seperti,
kuku yang menjadi tipis, mendatar dan melengkung seperti sendok (spooning).
Komplikasi yang aneh tetapi khas adalah "pica" yaitu keinginan untuk
mengonsumsi bukan bahan makanan seperti kotoran atau tanah liat.

Pada sediaan apus darah tepi, eritrosit tampak kecil (mikrositik) dan pucat

24
(hipokromik). Kriteria diagnostik termasuk anemia, indeks eritrosit hipokromik
dan mikrositik, kadar feritin dan zat besi rendah pada serum, saturasi
transferin rendah, kapasitas pengikatan zat besi total meningkat dan
akhirnya, reaksi terhadap pengobatan dengan zat besi. Jumlah trombosit
seringkali meningkat yang penyebabnya belum jelas. Kadar eritropoietin
meningkat, tetapi respons pada sumsum tulang terhalang oleh kurangnya zat
besi sehingga jumlah sel (seluleritas) sumsum tulang hanya meningkat sedikit.

Penderita dengan anemia defisiensi besi dapat meninggal tetapi bukan karena
anemia. Satu hal yang penting adalah pada individu dengan gizi baik, anemia
mikrositik, hipokromik bukan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu
gejala dari adanya suatu kelainan yang mendasarinya.

b. Apa diagnosisnya?
Anemia Mikrositik Hipokrom Anisopoikilositosis

IV. Learning Issue


1. Anemia dan Nutrisi
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang

Learning What I don’t What I must How I


No. What I Know
Issue know prove learn

1. Anemia dan Pengertian, Asupan gizi Mekanisme,


Nutrisi jenis Anemia faktor yang
dan Nutrisi mempengaruhi
Text Book
dan Jurnal
2. Pemeriksaan Jenis Mekanisme Interpretasi
Fisik Pemeriksaan hasil periksaan pemeriksaan fisik
Fisik Fisik yg tidak
normal
3. Pemeriksaan Definis, Jenis Mekanisme Interpretasi

25
Penunjang pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan
penunjang penunjang yang penunjang
tidak normal

V. Sintesis

A. ANEMIA

DEFINISI

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah akibat


kekurangan gizi dimana gizi tersebut berperan dalam pembentukan hemoglobin,
baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. Zat gizi yang
bersangkutan adalah besi, protein, vitamin B6, yang berperan sebagai katalisator
dalam sintesis hemoglobin. Vitamin C dapat mempengaruhi absorbsi dan
pelepasan besi kedalam jaringan tubuh dan vitamin E yang mempengaruhi
stabilitas membran sel darah merah (Almatsier, 2009; h. 258).

Batas Normal Kadar Hemoglobin Menurut Umur dan jenis Kelamin (WHO,2001)

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal yaitu bila Hb < 14 g/dL dan Ht < 41%, pada pria atau
Hb < 12 g/dL dan Ht < 37% pada wanita (Mansjoer, 1999:547).

Resiko Anemia pada Kehamilan (Manuaba, 2010; h. 239)

26
Anemia atau kekurangan zat besi yang parah atau tidak diobati selama kehamilan
dapat meningkatkan resiko seperti : 1) Bayi prematur atau berat lahir rendah; 2)
transfusi darah (jika kehilangan sejumlah besar darah selama persalinan); 3)
depresi pasca melahirkan; 4) bayi dengan cacat lahir yang serius pada tulang
belakang atau otak (Jendela infomasi kesehatan, 2013).

Selain itu dampak anemia menurut PDGMI, 2013 antara lain: 1) gagal jantung
pada ibu; 2) kelahiran prematur; 3) hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak; 4) abortus; 5) lamanya waktu persalinan karena kurang
daya dorong rahim; 6) perdarahan post partum; 7) infeksi; 8) syok dan kematian
ibu saat persalinan, 9) perdarahan saat persalinan; 10) kematian bayi dalam
kandungan.

ETIOLOGI

Menurut (Sancher, 2004), terdapat tiga kategori utama penyebab anemia adalah:

1. Gangguan pembentukan sel darah merah:

a. Penyakit defisiensi; defisiensi substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga),


vitamin (B12, asam folat), asam amino.

b. Anemia hipoproliferatif (sumsum tulang yang secara fungsional berkurang)

c. Eritropoiesis yang tidak efektif, akibatnya terbentuk sel darah merah yang
dihasilkan abnormal.

2. Kehilangan sel darah merah yang berlebihan:

a. Perdarahan; perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan


total sel darah merah dalam sirkulasi.

b. Hemolisis; hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

3. Kelainan distribusi sel darah merah.

27
KLASIFIKASI ANEMIA

Klasifikasi anemia dibagi menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom (anemia


defisiensi besi, anemia penyakit kronis), Anemia makrositik (defisiensi vitamin
B12, defisiensi asam folat), Anemia karena perdarahan, Anemia hemolitik,
Anemia aplastik (Mansjoer, 1999:547).

Anemia dapat diklasifikasi menurut Hb dan faktor-faktor morfologik sel darah


merah dan indeks-indeksnya (Price, 2005).

Berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan


darah tepi, anemia di bagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1) Anemia Normositik Normokrom.

Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,


hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan bentuk,
ukuran, dan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal: MCV 73 – 101 fl,
MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %).

2) Anemia Makrositik Hiperkrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit: MCV > 73
fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik
(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik
(penyakit hati, dan myelodisplasia)

3) Anemia Mikrositik Hipokrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan hiperkrom
(warna pucat) karena konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit: MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab anemia
mikrositik hipokrom:

1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.

2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.

28
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.

Makrositik Hiperkrom Normositik Normokrom Mikrositik Hipokrom

1. Anemia defisiensi 1. Anemia pasca 1. Anemia defisiensi


asam folat perdarahan akut besi

2. Anemia defisiensi B12 2. Anemia aplastik 2. Thalasemia

3. Anemia pada penyakit 3. Anemia hemolitik 3. Anemia


hati sideroblastik
4. Anemia pada gagal
4. Anemia pada ginjal kronik
hipotirodisme
5. Anemia penyakit
kronis

Menurut Nursalam, dkk, 2005; h. 124-128, macam-macam anemia menurut Hb


adalah :

1) Anemia Defisiensi Zat Besi

Adalah suatu keadaan yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan
bahan utama pembentukan sel dalah merah. Penyebab anemia defisiensi zat besi
adalah: asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase
pertumbuhan, penurunan absorbsi karena kelainan pada usus atau karena banyak
mengkonsumsi teh, kebutuhan yang meningkat pada anak sehingga memerlukan
nutrisi yang lebih banyak.

29
2) Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan asam


folat. Disebut juga dengan anemia defisiensi asam folat. Asam folat berfungsi
sebagai sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolisme inti sel.
Beberapa penyebab dari anemia megaloblastik adalah karena asupan asam folat
yang kurang (pemberian nutrisi yang tidak seimbang), gangguan absorbs atau
adanya gangguan pada gastrointestinal, pemberian obat yang menghambat kerja
asam folat.

3) Anemia Pernisiosa

Anemia pernisiosa terjadi karena kekurangan vitamin B12. Vitamin B12


berfungsi untuk metabolism jaringan saraf dan pematangan normoblas. Selain
asupan yang kurang, anemia pernisiosa disebabkan karena adanya kerusakan
lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan secret yang berfungsi
untuk absorbs B12. 6) Anemia Sickle Cell Anemia yang terjadi karena sintesa
Hemoglobin (Hb) abnormal dan mudah rusak.Anemia jenis ini merupakan
penyakit

4) Anemia Aplastik

Merupakan anemia dikarenakan kerusakan sumsum tulang belakang, mengalami


penurunan fungsi atau sama sekali tidak mampu memproduksi sel darah (
eritrosit,leukosit, dan trombosit). Anemia ini ditandai dengan pansitopenia
(penurunan jumlah semua sel darah) dan menurunnya selularitas sumsum tulang.
Sehingga hal tersebut akan menghambat produksi sel darah merah. Adapun
beberapa penyebab terjadinya anemia aplastik adalah:
a) Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah.
b) Adanya radiasi dan kemoterapi yang lama yang mengakibatkan infiltrasi sel.
c) Penurunan poitin yang berfungsi untuk merangsang sel-sel darah dalam
sumsum tulang.
d) Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menghambat maturasi sel dalam
sumsum tulang.

5) Anemia Hemolitik

30
Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena penghancuran eritrosit yang
berlebihan  mempengaruhi fungsi hepar, sehingga dapat mengakibatkan
peningkatan bilirubin. Dalam keadaan normal sel darah merah mempunyai waktu
hidup 100- 120 hari. Penyebab anemia hemolitik diduga karena adanya kelainan
rantai Hemoglobin (Hb), infeksi, sepsis dan penggunaan obat-obatan. Anemia
jenis ini biasanya bersifat bawaan turun menurun misalnya seperti penyakit
thalassemia.

TANDA & GEJALA

Menurut Helen Varney (2007; h. 623) gejala anemia adalah sebagai berikut : letih,
sering mengantuk, pusing, lemah, nyeri kepala, kulit pucat, luka pada lidah,
konjungtiva pucat, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.

Contoh anemia pada kasus skenario yaitu anemia defisiensi besi. Besi adalah zat
yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah
(eritropoesis). Besi berperan memindahkan atom dalam pembentukan ATP
melalui sistem pengangkutan elektron dari substrat dalam sel ke mol O2 di
mitokondria. Kegagalan sistem pembentukan ATP di mitokondria dapat terjadi
apabila pemasokan O2 ke jaringan berkurang, sehingga produksi energi
berkurang.

31
ANEMIA DEFISIENSI BESI

DEFINISI

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
atau hematokrit di bawah normal (Brunner & Suddarth, 2000:22). Defisiensi besi
adalah berkurangnya jumlah total besi di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi
terjadi ketika defisiensi besi yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan
eritropoesis terganggu dan menyebabkan terjadinya anemia. Keadaan ini akan

32
menyebabkan kelemahan sehingga menjadi halangan untuk beraktivitas dan juga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak praremaja. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial
ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan di Indonesia, prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%.

ETIOLOGI

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah besi yang hilang.
Penyebab Anemia Defisiensi Besi :

1. Asupan zat besi


Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makanan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari
nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber
zat besi. Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang
salah, baik jumlah maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya
penyediaan pangan, distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang
salah, kemiskinan dan ketidaktahuan. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang
menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang
terkandung dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung
susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsropsi bayi,
sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsropsi. Pada bayi yang
mengkonsumsi susu sapi lebih banyak daripada ASI lebih berisiko tinggi terkena
anemia defisiensi besi.

2. Penyerapan zat besi


Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh
karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan

33
bahan makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat
makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam
lambung dan makanan bergerak lebih cepat pada bagian atas usus halus, tempat
utama penyerapan besi heme dan non heme.

3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada
bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga
meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang
banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan harus menyerap lebih kurang 200 mg
besi selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk
pertumbuhannya.

4. Kehilangan zat besi

Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan
zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat
besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan darah akibat perdarahan
merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg)
dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa
perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-
obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non
steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh
darah submukosa usus.

PATOFISIOLOGI

34
Dalam keadaan normal, tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr besi,
hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses penuaan
serta kematian sel. Besi yang dimakan diubah menjadi besi keto dalam lambung
dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal,
kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis
hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan. Jika zat besi rendah dalam
tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan terganggu sehingga
produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah yang berkurang atau
menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga transportasi oksigen dan
nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini mengakibatkan metabolisme tubuh
menurun (Price, 1995).

Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro
(sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat
besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan
menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang
lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan
akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila
sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan
simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang
rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar
feritin serumnya <12 ug/dl. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin
serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap
akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap
defisiensi besi, yaitu :

35
Tabel 1. Tahap Defisiensi Besi

a. Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih normal.

b. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC (total kapasitas
pengikatan besi) meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP) meningkat. FEP
adalah prekursor dari pembentukan heme.

c. Tahap ketiga

36
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progesif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama
pada ADB yang lebih lanjut.

MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru
terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala ikterus khas
pada anemia hemolitik dan lainnya sedangkan gejala khas dari anemia defisiensi
besi adalah:

1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok yaitu kuku yang berubah menjadi rapuh
dan bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.

2. Atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah.

3. Angular cheilitis (stomatitis angularis) yaitu adanya peradangan pada salah satu
atau kedua sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.

37
4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.

Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang paling


mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya fungsi
intelektual, terganggunya fungsi motorik dapat muncul lebih dahulu sebelum
anemia terbentuk. Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara
keadaan kurang besi dan uji kognitif. Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan
non makanan yang tidak dapat dicerna atau benda asing yang tidak memiliki nilai
gizi, atau pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu merupakan gejala
sistemik lain dari defisiensi besi. Pica dapat menyebabkan pengkonsumsian
bahan-bahan mengandung timah sehingga akan menyebabkan plumbisme.

DIAGNOSIS BANDING

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya


seperti :

anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara


membedakan

keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

38
DIAGNOSIS

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai
untuk menentukan ADB

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

2. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%)

3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80 – 180 ug/dl)

39
4. Saturasi transferin <15% (N ; 20 – 50%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:

1. Anemia hipokrom mikrositik

2. Saturasi transferin <16%

3. Nilai FEP >100 ug/dl

4. Kadar feritin serum <12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 atau 3 kriteria (ST, feritin serum, dan
FEP harus dipenuhi)

Lanzkowsky menyimpulakan ADB dapat diketahui melalui:

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan


MCV, MCH, dan MCHC yang menurun.

2. Red cell distribution width (RDW) > 17%

3. FEP meningkat

4. Feritin serum menurun

5. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 10%

6. Respon terhadap pemberian preparat besi

a. Retikulositosis mencapai pundak pada hari ke 5 – 10 setelah pemberian besi

b. Kadar hemolobin meningkat rata-rata 0,25 – 0,4 g/dl/ hari atau PCV
meningkat 1% / hari.

7. Sumsum tulang

a. Tertundanya maturasi sitoplasma

b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukaan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat
besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan
melihat respons hemoglobin terhadap pemberian peparat besi. Prosedur ini sangat

40
mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi
menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari
selama 3 – 4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 mg/dl maka dapat
dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan


mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Upaya
pemerintah dalam mengatasi anemia defisiensi besi ibu hamil yaitu terfokus pada
pemberian tablet tambahan darah (Fe) pada ibu hamil. Salah satu faktor yang
menyebabkan masih tingginya anemia defisiensi besi pada ibu hamil adalah
rendahnya kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi. Sebanyak
74,16% ibu hamil dinyatakan tidak patuh dalam mengkonsumsi tablet besi
(Indreswari, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet besi antara lain pengetahuan, sikap, dan efek samping
dari tablet besi yang diminumnya. Faktor yang sering dikemukakan oleh ibu
hamil ialah pernyataan “lupa” untuk meminum tablet besi (Purwaningsih dkk,
2006). Tingkat pengetahuan ibu hamil yang rendah akan mempengaruhi
bagaimana ibu hamil menjaga kehamilannya. Pengetahuan kurang memiliki risiko
1,45 kali lebih besar untuk menderita anemia dalam kehamilan dibandingkan
dengan ibu hamil yang berpengetahuan baik (Mulyati, 2007).

Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian


peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan pemberian secara
parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat
memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi secara peroral
karena ada gangguan pencernaan.

a. Pemberian preparat besi

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,
ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia

41
preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapat respon pengobatan, dosis yang
dipakai 4 – 6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan
kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat
mengandung besi elemental sebanyak 20%.

Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran
pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi
besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan,
akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk
mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau
segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40 – 50%.
Obat diberikan dalam 2 – 3 tablet sehari, minimum 1 tablet sehari, diberikan
selama 2 bulan (90 hari). Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan
setelah anemia pada penderita teratasi. Hendaknya meminum dengan vitamin c
misalnya dengan air jeruk. Segera minum tablet setelah rasa mual, muntah
menghilang (Siti, 2013)

Efek samping dari pil atau tablet ini adalah : 1) kadang dapat terjadi mual; 2)
muntah; 3) perut tidak enak; 4) susah buang air besar; 5) tinja berwarna hitam.
Namun hal ini tidak berbahaya (Siti, 2013). Efek samping pemberian preparat besi
peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak.

Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel dibawah ini.

42
Tabel 3. Respon Terapi dari Pemberian Preparat

Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya


mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan
untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang
sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml.
Dosis dihitung berdasarkan :

Dosis besi 9 mg = BB (9kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

b. Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi
respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya,
malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi
jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi
besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya
diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian.

PENCEGAHAN (EDUKASI)

1. Meningkatkan program antenatal care (ANC) dengan meningkatkan penyedian


layanan ke arah pencegahan, memberikan informasi yang baik dan benar yang
bertujuan meningkatkan kesehatan selama hamil sehingga dapat menyelesaikan
kehamilan dan melahirkan bayi yang sehat. Pelayanan antenatal care meliputi :

a. Trimester I : Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 1 kali pada 3 bulan


pertama umur kehamilan dengan mendapatkan pelayanan 5T (timbang berat
badan, mengukurm tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri, pemberian
imunisasi TT, dan pemberian tablet zat besi) disebut juga K.1 (kunjungan pertama
ibu hamil). Pada saat ini juga dilakukan pemeriksaan kadar Hb yang diulangi pada
minggu ke 28 , atau lebih sering pada ibu hamil yang di dicurigai gizi buruk atau
di diagnose anemia sebelumnya.

43
b. Trimester II : Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 1 kali pada usia
kehamilan 4-6 bulan dengan mendapatkan pelayanan 5T.
c. Trimester III : Ibu memeriksakan kehamilannya minimal 2 kali pada usia
kehamilan 7-9 bulan.

2. Pengaturan pola makan yang banyak mengandung asam folat dan zat besi
selama kehamilan. Zat besi pada ibu hamil bermanfaat untuk janin selama
kehamilan. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur,
ikan, hati,kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu
penyerapan besi adalah vitamin C.

3. Pemberian suplemen vitamin, zat besi, dan asam folat secara gratis kepada ibu
hamil (Pattanee, 2004).

B. NUTRISI

Kebutuhan Energi dalam Kehamilan Normal

Energi tambahan dibutuhkan selama kehamilan untuk mendukung kehamilan dan


pertumbuhan janin. Metabolisme meningkat 15% selama kehamilan.
(Mahan,Stump,2004). Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal kira-kira
80.000 kkal di atas konsumsi biasanya selama seluruh masa kehamilan yaitu 280
hari. Kebutuhan energi ini memperhitungkan kebutuhan energi untuk
pertumbuhan janin dan plasenta serta memenuhi kebutuhankebutuhan lain karena
perubahan tubuh ibu selama kehamilan. Hal ini berarti penambahan sebanyak 300
kkal setiap hari selama masa hamil. (Budianto, 2009)

World Health Organization (WHO) menganjurkan penambahan sebanyak 150


kkal per hari di atas konsumsi harian selama trimester pertama dan 350 kkal per
hari di atas konsumsi harian sesudah masa itu. Angka-angka ini dihitung hanya
berdasarkan kehamilan, dan tidak memperhitungkan faktor lain seperti variasi
aktivitas fisik, perubahan temperatur sekeliling atau kebutuhan untuk
pertumbuhan kedewasaan yang tak ada kaitannya dengan kehamilan. Pengeluaran
energi menurun selama trimester ketiga karena berkurangnya kegiatan. (Budianto,
2009)

44
Kebutuhan Zat Gizi dalam Kehamilan

A. Karbohidrat

Peran utama karbohidrat adalah menyediakan energi untuk sel-sel di dalam tubuh,
terutama otak dan sistem saraf pusat. Dalam kehamilan, janin menggunakan
glukosa sebagai sumber utama energinya.Perpindahan glukosa dari ibu ke janin
diperkirakan sekitar 17-26 gram/hari, dan di akhir kehamilan kebanyakan glukosa
dipakai untuk perkembangan otak janin. (Shils et al, 2006).

Rekomendasi asupan harian atau Dietary Recommended Intake (DRI)


menyarankan kebutuhan rata-rata karbohidrat pada ibu hamil adalah 135-175
gram/hari. Jumlah ini cukup dan mampu menyediakan kalori yang cukup,
mencegah terjadinya ketosis, dan menjaga kadar glukosa dalam darah yang sesuai
dan normal selama kehamilan. (Mahan,Stump,2004).

B. Protein

Protein merupakan komponen struktural utama di dalam tubuh manusia. Protein


juga dapat berfungsi sebagai enzim dan hormon. Selama kehamilan terjadi
peningkatan perombakan protein di dalam tubuh dan sejumlah protein dapat
terakumulasi sejalan dengan pertumbuhan janin, uterus, volume darah, plasenta,
cairan amnion (Shils et al, 2006).

Ibu hamil membutuhkan tambahan protein untuk mendukung sintesis jaringan


tubuhnya dan jaringan tubuh janin. Kebutuhan protein meningkat selama
kehamilan dan mencapai puncak pada trimester ketiga. Adapun rekomendasi
asupan harian untuk protein sebesar 71 gram/hari (Mahan, Stump, 2004).

C. Lemak

Lemak merupakan sumber energi terbesar untuk tubuh manusia dan menjadi
komponen penting dalam penyerapan vitamin-vitamin larut lemak dan karotenoid
(Shils et al, 2006). Jumlah asupan lemak seharusnya bergantung kepada

45
kebutuhan energi untuk penambahan berat badan yang sesuai selama kehamilan.
Jumlah anjuran lemak n-6 polyunsaturated atau lemak tak jenuh sebesar 13
gram/hari, sementara untuk lemak n-3 polyunsaturated sebesar 1,4
gram/hari.(Mahan, Stump, 2004)

D. Vitamin Larut Lemak

Vitamin A berperan penting dalam pengaturan eskpresi gen serta mendukung


proliferasi dan diferensiasi sel secara khusus untuk perkembangan tulang
belakang, medula spinalis, anggota gerak, jantung, mata dan telinga (Shils et al,
2006). Jumlah asupan vitamin A yang disarankan untuk ibu hamil dengan usia
kurang dari 18 tahun adalah sebesar 750 µg retinol atau 2800 IU, sedangkan untuk
ibu hamil dengan usia lebih dari 18 tahun sebesar 770 µg atau 3000 IU. Kelebihan
asupan retinol dapat menyebabkan efek teratogenik yakni kelainan neural crest
(Mahan, Stump, 2004)

Vitamin D berfungsi untuk menjaga kadar serum kalsium dan konsentrasi fosfor
dengan cara meningkatkan penyerapan sistem gastrointestinal. Selain itu, Vitamin
D juga merupakan antiproliferasi yang poten. Dalam kehamilan, peningkatan
asupan vitamin D meningkatkan konsentrasi 25(OH)D3 di sirkulasi. Jumlah
asupan vitamin D yang disarankan sebesar 5 µg (200 IU)/hari (Shils et al,2006).
Defisiensi vitamin D dalam kehamilan dapat berhubungan dengan terjadinya
hipokalsemia pada neonates, hipoplasia enamel gigi, serta mempengaruhi
mineralisasi tulang janin. (Mahan, Stump, 2004)

Vitamin E berperan sebagai antioksidan di dalam tubuh. Vitamin E atau


Tokoferol juga berfungsi menghambat aktivitas protein kinase. Jumlah asupan
vitamin E yang disarankan tidak berbeda untuk wanita yang sedang hamil dan
tidak hamil yakni sebesar 15 mg α- tokoferol. (Shils et al, 2006)

Vitamin K berperan sebagai koenzim dalam sintesa protein tertentu yang berperan
dalam koagulasi dan metabolism tulang (Shils et al, 2006). Jumlah asupan vitamin
K yang disarankan selama kehamilan tidak berbeda baik untuk wanita hamil dan

46
tidak hamil, yakni sebesar 90mg/hari untuk wanita usia lebih dari 18 tahun dan
75mg/hari untuk wanita kurang dari 18 tahun (Mahan,Stump,2004).

E. Vitamin Tidak Larut Lemak

Vitamin B1 atau thiamin berperan sebagai koenzim dalam metabolisme


karbohidrat dan asam amino-rantai-bercabang. Peningkatan kebutuhan thiamin
sebesar 30% dalam kehamilan didasarkan pada peningkatan pertumbuhan baik
untuk kompartemen maternal dan janin (Shils et al,2006).

Vitamin B2 atau riboflavin berperan sebagai koenzim dalam banyak reaksi


oksidasi-reduksi di dalam tubuh. Kebutuhan tambahan untuk riboflavin selama
masa kehamilan didasarkan pada penambahan kebutuhan energi dan pertumbuhan
(Shils et al, 2006).

Vitamin B3 atau niacin dibutuhkan untuk pembentukan nicotinamide-adenine


dinucleotide yang berperan dalam proses oksidasi dan biosintesis asam lemak
serta steroid (Shils et al, 2006).

Vitamin C atau asam askorbat yang dianjurkan selama masa kehamilan adalah 80-
85 mg/hari atau 20% lebih banyak dibanding yang wanita yang tidak hamil
(Cunningham,Leveno,2005).

F. Air dan Elektrolit

Air merupakan pelarut dalam berbagai reaksi biokimia. Air berperan penting
dalam mempertahankan volume intravascular, mentranspor berbagai zat gizi dan
membantu mengontrol suhu tubuh. Konsumsi air yang disarankan untuk wanita
adalah 2,7-3 L/hari. Total akumulasi air sekitar 6-9 liter terjadi pada kehamilan
dengan sekitar 1,8-2,5 liter berada di interstisial. Osmolalitas plasma berkurang
sekitar 8-10 mOsm/kg selama kehamilan dan tetap rendah hingga persalinan
(Shils et al, 2006) Natrium dan klorida dibutuhkan untuk mempertahankan
volume ekstraselular dan osmolalitas serum. Natrium merupakan kation yang
terpenting dalam kompartemen ekstraselular, sedangkan klorida merupakan anion

47
terpenting dalam kompartmen ekstraselular. Walaupun perubahan substansi baik
di intravaskular maupun ekstravaskular dapat terjadi selama kehamilan,
penambahan konsumsi natrium dan klorida tidak dianjurkan (Shils et al, 2006).

G. Mineral Makro

Kalsium berperan penting dalam kekuatan tulang dan gigi. Selain itu juga
berperan dalam kontraksi vaskular, kontraksi otot, dan transmisi saraf (Shils et al,
2006). Faktor hormonal mempengaruhi metabolism kalsium pada wanita yang
sedang hamil. Hormon Human chorionic somatomammotropin dari plasenta
meningkatkan kecepatan perombakan tulang ibu. Sekitar 30 gram kalsium
terakumulasi selama kehamilan, dan kebanyakan terakumulasi di tulang janin.
Asupan kalsium yang disarankan selama kehamilan adalah 1300 mg/hari untuk
wanita kurang dari 18 tahun dan 1000 mg/hari untuk wanita lebih dari 19 tahun
(Mahan,Stump,2004).

Fosfor merupakan komponen penting dari seluruh jaringan tubuh memiliki fungsi
struktural dan fungsi regulasi. Perubahan dalam kehamilan selain dapat
meningkatkan absorpsi kalsium juga dapat meningkatkan absorpsi fosfor (Shils et
al, 2006). Asupan fosfor yang dianjurkan bagi wanita yang sedang hamil sama
dengan wanita yang tidak hamil yaitu 1250 mg/hari untuk wanita usia kurang dari
19 tahun dan 700 mg/hari untuk wanita usia lebih dari 19 tahun
(Mahan,Stump,2004).

Magnesium merupakan kofaktor untuk lebih dari 300 enzim yang bekerja di
dalam tubuh. Asupan magnesium yang disarankan untuk wanita dalam masa
kehamilan adalah 360-400 mg. Dalam hal ini terdapat peningkatan asupan senilai
40-90 mg dibanding wanita yang tidak hamil (Mahan,Stump,2004).

H. Mineral Tambang

Peningkatan suplai aliran darah selama kehamilan juga meningkatkan kebutuhan


terhadap zat besi selain itu volume eritrosit juga meningkat 20% - 30% selama

48
kehamilan. Seorang wanita hamil harus mengkonsumsi sekitar 700 – 800 mg
penambahan zat besi selama kehamilan. Sekitar 500 mg akan digunakan untuk
proses pembentukan darah (hematopoiesis) dan 250 – 300 mg untuk
perkembangan jaringan janin dan plasenta. Untuk itu asupan zat besi yang
disarankan untuk seorang ibu hamil adalah 27 mg/hari (Mahan,Stump,2004).
Kekurangan zat besi dalam kehamilan akan meningkatkan resiko kematian pada
ibu hamil ketika anemia berat telah terjadi. Anemia maternal juga berhubungan
dengan kejadian persalinan prematur dan berat badan bayi lahir rendah (BBLR)
(Shils et al, 2006).

Zinc atau seng memiliki fungsi struktural, regulasi, dan katalisis. Ada sekitar 100
enzim yang bergantung kepada kerja zinc. Asupan harian yang dianjurkan bagi
ibu hamil yaitu 11 mg untuk wanita hamil dengan usia lebih dari 19 tahun,
sedangkan 12 mg untuk wanita hamil usia kurang dari 18 tahun. Menurut
Murtaugh dan Weingart (1995) dalam Mahan dan Stump (2004), asupan zinc rata-
rata pada wanita hamil adalah 11,1mg/hari. Wanita hamil dengan defisiensi seng
atau zinc tidak dapat mengatur penyimpanan zinc di dalam tulang secara efektif
(Mahan,Stump,2004).

Fluor atau fluoride berhubungan dengan jaringan yang terkalsifikasi. Fluor juga
dapat menghambat pembentukan dan perkembangan karies pada gigi serta dapat
merangsang perkembangan tulang (Shils et al, 2006). Asupan harian yang
disarankan selama kehamilan adalah 3 mg/hari (Mahan,Stump,2004)

Yodium atau Iodine merupakan komponen esensial hormon tiroid. Hormon tiroid
berperan dalam proses mielinasi sistem saraf pusat janin. Kekurangan yodium
dapat menyebabkan kerusakan pada otak janin serta dapat meningkatkan resiko
terjadinya kretinisme. Kretinisme merupakan salah satu bentuk gangguan
neurologis akibat hipotiroid janin yang menyebabkan retardasi mental, tubuh
pendek, bisu, tuli dan spasme otot. (Shils et al,2006). Asupan yang disarankan
selama kehamilan sebesar 220 µg/hari. Jumlah ini harus adekuat untuk memenuhi
kebutuhan yodium janin (Mahan,Stump,2004)

Tembaga merupakan salah satu komponen metalloenzym yang berperan dalam


oksidasi dan reduksi molekul oksigen (Shils et al, 2006). Asupan tembaga pada

49
ibu hamil umumnya masih kurang. Asupan tembaga yang disarankan selama
kehamilan sebesar 1000 µg/hari (Mahan, Stump,2004).

Selenium merupakan komponen esensial dari enzim glutathione peroxidase, yang


mengkatalisis perubahan hydrogen peroksida menjadi air. Seleniuma adalah salah
satu komponen pertahanan tubuh yang penting dalam melawan kerusakan akibat
radikal bebas. Defisiensi zat mineral ini dapat menyebabkan manifestasi
Cardiomyopathy pada ibu hamil dan pada anak-anak. Asupan selenium yang
dianjurkan pada ibu hamil sebesar 60 µg/hari (Cunningham,Leveno,2005).

I. Asam Folat

Kebutuhan akan asam folat meningkat selama kehamilan. Asam folat berperan
dalam pembentukan sel darah merah ibu hamil atau maternal erythropoiesis,
pertumbuhan plasenta, dan yang terpentinguntuk mencegah terjadinya neural tube
defect atau Spina Bifida (Mahan,Stump,2004).

Asupan asam folat yang disarankan selama kehamilan adalah 600 µg/hari.
Defisiensi asam folat ditandai dengan adanya pengurangan sintesis DNA atau
deoxyribonucleic acid dan aktivitas mitosis pada sel-sel individu. Anemia
megaloblastik merupakan tahap lanjut yang banyak terjadi akibat defisiensi folat.
Gejala-gejalanya mungkin tidak terlalu terlihat hingga trimester ketiga, akan tetapi
perubahan morfologi sel-sel darah dan perubahan biokimia dapat terjadi
sepanjang anemia (Mahan,Stump,2004).

Centers for disease control and prevention (CDC) telah merekomendasikan


seluruh wanita yang sedang hamil untuk meningkatkan asupan asam folat dan
konsumsi suplemen asam folat juga seharusnya sudah dimulai sebelum konsepsi.
Beberapa contoh makanan yang kaya akan asam folat adalah roti, beras, dan pasta
(Mahan,Stump,2004).

50
J. Energi

Tambahan energi selain untuk ibu, janin juga perlu untuk tumbuh kembang.
Banyaknya energi yang dibutuhkan hingga melahirkan sekitar 80.000 Kkal atau
membutuhkan tambahan 300 Kkal sehari. Menurut RISKESDAS 2007 Rerata
nasional Konsumsi Energi per Kapita per Hari adalah 1.735,5 kkal. Kebutuhan
kalori tiap trimester antara lain:

1) Trimester I, kebutuhan kalori meningkat, minimal 2.000 kilo kalori/hari.

2) Trimester II, kebutuhan kalori akan meningkat untuk kebutuhan ibu yang
meliputi penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, payudara dan lemak.

51
3) Trimester III, kebutuhan kalori akan meningkat untuk pertumbuhan janin dan
plasenta.

Faktor yang Memengaruhi Status Nutrisi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nutrisi Ibu Hamil Status gizi adalah ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrient. Gizi ibu hamil adalah makanan sehat dan
seimbang yag harus dikonsumsi ibu selama masa kehamilannya, dengan porsi dua
kali makan orang yang tidak hamil (Sitanggang, 2013).

Kesehatan ibu hamil dapat terwujud dengan berperilaku hidup sehat selama
kehamilan yaitu merawat kehamilan dengan baik melalui asupan gizi yang baik,
memakan tablet zat besi, melakukan senam hamil, perawatan jalan lahir,
menghindari merokok dan makan obat tanpa resep. Melakukan kunjungan
minimal empat kali untuk mendapat informasi dari petugas kesehatan tentang
perawatan yang harus dilakukan (Gulardi H, 2006 dalam Sitanggang, 2013).

Beberapa faktor yang mempengaruhi nutrisi ibu hamil adalah (Sitanggang, 2013):

A. Faktor Langsung

Nutrisi secara langsung dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit,


khususnya penyakit infeksi. Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Keterbatasan ekonomi, yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan


yang berkualitas baik, sehingga mengganggu pemenuhan gizi.

2. Produk pangan, dimana jenis dan jumlah makanan di negara tertentu atau
daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat untuk jangka
waktu yang panjang sehingga menjadi sebuah kebiasaan turun-temurun.

3. Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan) hendaknya jangan


sampai membuat kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan
menjadi tercemar atau tidak higienis dan mengandung kuman penyakit.

52
4. Pembagian makanan dan pangan masyarakat Indonesia umumnya masih
dipengaruhi oleh adat atau tradisi. Misalnya, masih ada kepercayaan
bahwa ayah adalah orang yang harus diutamakan dalam segala hal
termasuk pembagian makanan keluarga.

5. Pengetahuan gizi yang kurang, prasangka buruk pada bahan makanan


tertentu, salah persepsi tentang kebutuhan dan nilai gizi suatu makanan
dapat mempengaruhi status gizi seseorang.

6. Pemenuhan makanan berdasarkan pada makanan kesukaan saja akan


berakibat pemenuhan gizi menurun atau berlebih.

7. Pantangan pada makanan tertentu, sehubungan dengan makanan yang


dipandang pantas atau tidak untuk dimakan. Tahayul dan larangan yang
beragam didasarkan pada kebudayaan daerah yang berlainan. Misalnya,
ada sebagian masyarakat yang masih percaya ibu hamil tidak boleh makan
ikan.

8. Selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi.


Selera makan dipicu oleh sistem tubuh (misal dalam keadaan lapar) atau
pun dipicu oleh pengolahan serta penyajian makanan.

9. Suplemen Makanan. Ada beberapa suplemen makanan yang biasanya


diberikan untuk ibu hamil, antara lain:

a) Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung zat besi (Fe) yang
dapat membantu pembentukan sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dan zat nutrisi makanan bagi ibu dan
janin. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat yang setara dengan 60
mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Tablet Tambah Darah
diminum satu tablet tiap hari di malam hari selama 90 hari
berturut-turut, karena pada sebagian ibu yang hamil merasakan
mual, muntah, nyeri pada lambung, diare, dan susah buang air
besar. Usaha lain untuk menambah asupan zat besi adalah daging
segar, ikan, telur, kacangkacangan, dan sayuran segar yang
berwarna hijau tua.

53
b) Kalsium merupakan zat yang dibutuhkan untuk perkembangan
tulang dan gigi bayi, jika asupan kalsium kurang maka kebutuhan
kalsiun diambil dari tulang ibu. Kebutuhan akan 6 kalsium bagi
ibu hamil adalah 950 mg tiap harinya. Asupan Kalsium bisa
didapat dari minum susu, ikan, udang, rumput laut, keju, yoghurt,
sereal, jus jeruk, ikan sarden, kacangkacangan, biji-bijian, dan
sayur yang berwarna hijau gelap.

c) Vitamin juga diperlukan untuk menjaga kesehatan ibu yang hamil.


Beberapa vitamin ibu hamil yang dibutuhkan adalah vitamin C (80
mg) yang berfungsi untuk membantu penyerapan zat besi, vitamin
A (6000 IU), vitamin D (4 mcg). Vitamin ini dapt diperoleh dari
cabe merah, mangga, pepaya, wortel, ubi, aprikot, dan tomat.

B. Faktor Tidak Langsung

1. Pendidikan keluarga. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi


kemampuan menyerap pengetahuan tentang gizi yang diperolehnya
melalui berbagai informasi.

2. Faktor budaya. Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan


makanan tertentu yang jika dipandang dari segi gizi, sebenarnya
sangat baik bagi ibu hamil.

3. Faktor fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan sangat penting untuk


menyokong status kesehatan dan gizi ibu hamil, dimana sebagai
tempat masyarakat memperoleh informasi tentang gizi dan
informasi kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi kuratif, tetapi
juga preventif dan rehabilitatif

Akibat Gangguan Gizi pada Pertumbuhan Janin

Kecukupan gizi bagi ibu hamil sangat penting. Bila gizi ibu kurang, tumbuh
kembang janin akan terganggu, terlebih bila keadaan gizi ibu pada masa sebelum
hamil telah buruk pula. Keadaan ini dapat mengakibatkan abortus, Bayi lahir

54
prematur, atau bahkan bayi lahir mati. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan
persalinan lama, perdarahan, infeksi dan kesulitan lain yang mungkin memerlukan
pembedahan. Berikut berbagai contoh akibat defisiensi gizi pada janin
(Soetjiningsih, 1995):

a. Kekurangan energi dan protein (KEP)

Meskipun kenaikan berat badan ibu kecil selama trisemester I kehamilan, namun
sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin dan plasenta dibentuk.
Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trisemester I dan II akan meningkatkan
bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP akan mengakibatkan ukuran plasenta
kecil dan kurangnya suplai zat-zat makanan ke janin. Bayi BBLR mempunyai
resiko kematian lebih tinggi dari pada bayi cukup bulan. Kekurangan gizi pada
ibu lebih cenderung mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum
daripada menyebabkan kelainan anatomik yang spesifik. Kekurangan gizi pada
ibu yang lama dan berkelanjutan selama masa kehamilan akan berakibat lebih
buruk pada janin daripada malnutrisi akut.

Pada saat ini dikembangkan penelitian tentang mekanisme selular pertumbuhan


organ-organ tubuh, yaitu dengan cara mengukur banyaknya DNA dari organ
berbagai indeks dari banyaknya sel dan kandungan protein untuk indeks dari
besarnya sel. Pertumbuhan organ tubuh pada awalnya dimulai dengan pembelahan
sel, kemudian diikuti dengan pembesaran sel. Kalau terdapat gangguan gizi pada
saat pembelahan sel, maka secara bermakna akan mempengaruhi besarnya organ,
dimana perubahan ini tidak bisa normal kembali.

Akibat lain dari KEP adalah kerusakan struktur SSP terutama pada tahap pertama
pertumbuhan otak (hyperplasia) yang terjadi selama dalam kandungan. Dikaitkan
bahwa masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf adalah trisemester III kehamilan
sampai sekitar dua tahun setelah lahir. Kekurangan gizi pada masa dini dari
perkembangan otak akan menghentikan sintesis protein dan DNA. Akibatnya
adalah berkurangnya pertumbuhan otak, sehingga lebih sedikit sel-sel otak yang
berukuran normal. Dampaknya akan terlihat pada struktr dan fungsi otak pada
masa kehidupan mendatang, sehingga berpengaruh pada intelektual anak.

55
Pemberian suplementasi makanan kepada ibu hamil akan mengurangi kematian
perinatal dan menaikkan berat badan bayi.

b. Anemia Gizi

Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi pada ibu hamil,
terutama dinegara berkembang. Anemia gizi terjadi akibat kekurangan Fe, asam
folat dan vitamin B12. Anemia gizi dapat mengakibatkan antara lain, kematian
janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption plasenta,
cadangan zat besi yang berkurang pada bayi-bayi dilahirkan sudah dalam keadaan
anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kehamilan perinatal secara
bermakna lebih tinggi.

c. Defisiensi Yodium

Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trisemester pertama kehamilan


merupakan faktor utama terjadinya kretin endemik. Pemberian yodium pada
wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian kretin endemik.
Akibat lain dari defisiensi yodium bisa mengakibatkan janin diresorpsi, abortus,
lahir mati, atau bayi lahir lemah, masa hamil yang lebih lama atau partus lama.

d. Defisiensi Seng (Zn)

Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan pada


pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang dilahirkan
dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan nampak setelah anak berada
dalam masa pertumbuha cepat,

e. Defisiensi Vitamin A

Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan meningkatnya


prevalensi prematuritas dan reterdasi janin.

f. Defisiensi Thiamin

Defisiensi thiamin yang berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri congenital.


g. Defisiensi Kalsium Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan mengakibatkan
kelainan struktur tulang secara menyeluruh pada bayi.

56
Pola Makan Ibu Hamil

Pola makan pada wanita hamil dibutuhkan untuk mendukung peningkatan


kebutuhan nutrisi sesuai yang dianjurkan. Karena pentingnya peningkatan
kebutuhan akan nutrisi, maka pilihan makanan untuk mencukupi kebutuhan
nutrisi harus tepat dan adekuat. Kebutuhan nutrisi paling banyak meningkat dalam
kehamilan adalah zat besi yakni 50%, asam folat 50%, yodium 47%, vitamin B6
46%, zinc 38%, dan protein 38% lebih banyak dibanding pada saat tidak hamil.
(Shils et al,2006)

Salah satu langkah untuk pola makan yang dapat mendukung kehamilan yang
sehat dan berhasil adalah dengan mengikuti pola makan berdasarkan Food Guide
Pyramid. Adapun pola makan yang disarankan sebagai berikut :

 6 sajian dari bahan dasar nasi, roti, sereal, dan pasta

 3 sajian dari daging, ikan, kacang-kacangan, dan telur

 3 sajian sayur-sayuran

 2 sajian buah-buahan

 2 sajian dari bahan susu, yoghurt, dan keju (Wardlaw,Hampl,2004).

Makanan-makanan tersebut akan menyuplai kebutuhan protein , karbohidrat dan


zat gizi lainnya. Sumber nutrisi harus diseimbangkan antara sumber hewani dan
nabati. Sayuran dan buah-buahan dapat menyuplai kebutuhan berbagai vitamin
dan mineral yang dibutuhkan tubuh selama kehamilan (Wardlaw,Hampl,2004).

Pola makan yang baik selama kehamilan sangatlah penting karena pemilihan
makanan dan minuman saat hamil akan menentukan kesehatan ibu dan anak di
masa mendatang (Queensland Dietition,2013). Kebutuhan zat gizi selama
kehamilan dapat dipenuhi dengan konsumsi makanan dan minuman baik dari
sumber hewani maupun nabati. Berikut ini beberapa zat gizi dan sumbernya

57
1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber zat tenaga. Sumber karbohidrat yang disarankan


untuk ibu hamil seperti beras, kentang, bihun, mie, roti, macaroni, krackers
(Depkes, 2011).

2. Protein

Protein berperan sebagai zat pembangun dalam tubuh. Contoh sumber protein
yang disarankan untuk ibu hamil adalah ayam, ikan, daging, telur, hati, keju, susu,
kacang-kacangan, tahu, dan tempe (Depkes, 2011).

3. Asam Folat

Asam folat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Zat gizi ini
sangat diperlukan pada masa sebelum kehamilan sampai trimester pertama
kehamilan. Sumber makanan yang kaya akan asam folat bisa didapatkan dari
sayur-sayuran hijau seperti bayam, brokoli, bok choy dan salad. Selain itu juga
bisa didapatkan dari buah-buahan dan sereal (Queensland Dietition,2013).

4. Zat Besi

Sumber zat besi yang lebih baik adalah yang berasal dari sumber hewani karena
zat besi dari sumber hewani lebih mudah diabsorbsi dibanding zat besi dari
sumber nabati. Zat besi banyak ditemukan pada daging, sayur-sayuran hijau,
kacang-kacangan. Selain itu konsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan
absorpsi zat besi.(Queensland Dietition,2013).

5. Yodium

Yodium diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan otak janin. Yodium


bisa didapatkan dari sayur-sayuran, buah-buahan, makanan laut, telur, serta garam
beryodium. (Queensland Dietition, 2013)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pola makan:

 Makan makanan bergizi seimbang dan hindari bahan pengawet

58
 Pada ibu yang terlalu gemuk, disarankan untuk mengurangi porsi makanan
sumber energi dan disesuaikan dengan kebutuhan normal.

 Bila ibu terlalu kurus, disarankan untuk menambah makanan sumber


energi dan protein.

 Usahakan konsumsi makanan secara teratur dengan porsi kecil dan


frekuensi sering

 Buatlah menu makanan yang bervariasi agar tidak bosan (Depkes, 2011).

Hal-hal yang perlu dihindari dalam pola makan:

 Jangan melakukan diet selama kehamilan karena diet akan meningkatkan


resiko kekurangan vitamin, mineral, dan energi pada ibu hamil.

 Hindari merokok dan minuman beralkohol

 Hindari makanan cepat saji atau junk food serta makanan tinggi kalori

 Hindari makanan yang tinggi garam dan pengawet makanan


(Siswosuharjo,Chakrawati,2010)

C. Pemeriksaan Fisik

59
Pemeriksaan fisik

1. Tekanan Darah

 Diukur dgn tensimeter (sfigmometer)


 Dengan stetoskop terdengar denyut nadi Korotkof :
 Korotkof I  suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan
mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg  sesuai dg tekanan
sistolik
 Korotkof II  suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20
mmHg berikutnya
 Korotkof III  suara menjadi kecil kualitasnya, lebih jelas dan keras selama
5-7 mmHg berikutnya
 Korotkof IV  suara meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6
mmHg berikutnya
 Korotkof V  titik dimana suara menghilang  sesuai dengan tekanan
diastolik.

Kategori TD Sistolik
TD Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 dan
< 80

Prehipertensi 120 – 139


atau 80 – 89
Cara mengukur tekanan darah :
Hipertensi tingkat 1
1.Persiapan
140 – 159
 atau
Sebaiknya untuk 90 – 99tekanan darah pasien tidak merokok atau minum
mengukur
Hipertensi
minuman berkafeintingkat
selama2kurang lebih 30 menit
≥ 160 sebelum pengukuran dan
istirahat sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran.
atau ≥ 100
 Lengan yang diperiksa tidak tertutup pakaian.
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140
Palpasi arteri brachialis dan
 < Atur90posisi lengan sedemikan sehingga arteri brachialis pada fossa antecubital
terletak setinggi jantung (kira-kira sejajar dengan intercosta 4).
 Letakkan manset di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah
manset kurang lebih 2,5 cm diatas fosa antecubital. Lingkarkan manset dengan
tepat , posisikan lengan pasien sedikit flexi

2.Tentukan dahulu tekanan sistolik palpasi. Caranya, palpasi arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan satu jari sambil pompa manset sampai denyut nadi arteri

60
radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer. Itulah tekanan
sistolik palpasi. Lalu kempiskan manset
3.Sekarang ukur tekanan darah. Letakkan bel stetoskop di atas arteri brachialis. Kunci
bagian pengeluaran udara. Pompa manset sampai kurang lebih 30 mmhg diatas
tekanan sistolik palpasi. Kemudian kempiskan dengan membuka kunci pengeluaran
udara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2-3 mmhg/detik. Dengarkan bunyi
ketukan pada stetoskop anda.

Yang disebut tekanan sistolik adalah bunyi ketukan pertama yangterdengar


(Korotkoff I). Yang disebut tekanan diastolik adalah saat bunyi ketukan sama sekali
hilang (korotkoff V)

2. Nadi
Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dengan palpasi a. radialis kanan dan kiri dekat
pergelangan tangan. Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari. Hitunglah frekuensi denyut
nadi per menit. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat 5 – 10 menit.
• Tempat lain  a. brakialis, a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis
• Yang perlu diperhatikan :
– Frekuensi denyut nadi
– Irama
– Isi nadi
– Kualitas nadi
– Kualitas dinding arteri
• Frekuensi Nadi :
– Normal  80 x permenit
– Bila > 100 x permenit  takikardia
– Bila < 60 x permenit  bradikardia
• Irama Denyut Nadi :
– reguler atau ireguler
– pulsus defisit  frekuensi denyut nadi lebih kecil dari denyut
jantung
– pulsus bigeminus  2 denyut nadi dipisahkan oleh interval yg
panjang
– pulsus trigeminus  3 denyut nadi dipisahkan oleh interval
yang
panjang
– pulsus alternans  denyut yg kuat dan lemah terjadi
bergantian
• Isi Nadi :
– Cukup
– Kecil  pulsus parvus (pada perdarahan, infark miokard, efusi
perikardial, stenosis aorta
– Besar  pulsus magnus (demam, bekerja keras)
• Kualitas Nadi :

61
– Bila tekanan nadi besar, pengisian dan pengosongan nadi
berlangsung mendadak  pulsus celer
– Bila tekanan nadi kecil, pengisian dan pengosongan nadi lambat
 pulsus tardus
• Kualitas Dinding Arteri :
– Mengeras pada aterosklerosis

3. Frekuensi Pernafasan
Hitunglah jumlah pernapasan dalam 1 menit. Lakukan dengan inspeksi atau
auskultasi.
• Normal  16 – 24 kali per menit dalam keadaan tenang.
• Bila < 16 x/menit  bradipneu
• Bila > 24 x/menit  takipneu
• Pernapasan yg dalam  hiperpneu
• Pernapasan yg dangkal  hipopneu
• Kesulitan bernapas atau sesak napas  dispneu
• Sesak napas bila berbaring , nyaman bila dalam posisi tegak  ortopneu
• Sesak napas malam hari  paroxysmal nocturnal dyspnoe
• Sifat pernapasan :
– Pd wanita  abdomino-torakal  torakal lebih dominan
– Pd laki2  torako-abdominal  abdominal lebih dominan
– Kussmaull  cepat dan dalam  pd asidosis metabolik
– Biot  tidak teratur irama dan amplitudonya, diselingi periode
apneu
– Cheyne-Stokes  amplitudo mula2 kecil, kemudian membesar
dan mengecil kembali, diselingi periode apneu
• Biot dan Cheyne-Stokes  pada kerusakan otak

4. Suhu
Ukur suhu tubuh pasien dengan termometer badan. Sebelum mengukur suhu tubuh
pasien kibaskan termometer hingga ke nilai 35C atau di bawahnya. Ada beberapa cara
memeriksa suhu
:
 Suhu oral: Termometer dimasukkan di bawah lidah, anjurkan pasien menutup
kedua bibirnya dan tunggu selama 10 menit. Kemudian baca termometer ,
masukkan kembali selama 1 menit dan baca kembali. Normal 37 C. Sangat
berfluktasi dari dini hari sampai petang/ malamhari.
 Suhu rektal: Termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit,
sebelumnya olesi termometer dengan pelicin. Hasil biasanya lebih tinggi daripada
suhu oral sekitar 0,4 – 0,5
 Suhu axila: Termometer dimasukkan di axila kemudian lengan
menutupnya.Tunggu selama kurang lebih 15 menit. Hasil biasanya lebih rendah
dibanding suhu oral yakni sekitar 1 C
Nilai normal:

62
Suhu tubuh normal  36 – 37 ºC
Grafik suhu tubuh  3 stadium :
 Std. inkrementi  suhu tubuh mulai meningkat
 Std. fastigium  puncak dari peningkatan suhu tubuh
 Std. dekrementi  turunnya suhu tubuh yg tinggi

5. Pemeriksaan Anggota Tubuh


a. Konjungtiva
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari di palpebra inferior kemudian
melakukan Gerakan menarik kearah inferior. Pada pemeriksaan ini dapat dinilai
kepucatan pada mata, pterygium pinguekula, flikten, dan bercak bitot.

b. Lidah
Dinilai apakah lidah berselaput, tremor, basah atau kering, dan papil atrofi. Selain itu
juga diperiksa apakah terdapat fisura, deviasi leukoplakia, glossitis,dan klanula. Lidah
harus diperiksa dalam keadaan diam dan terjulur
c. Leher (kelenjar getah bening)
Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan apakah terdapat
pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan dengan palpasi menggunakan ujung
telunjuk dan jari tengah.

d. Hepar dan lien


Pemeriksaan palpasi hepar dilakukan dengan dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke
tepi lengkung iga kanan. Dinding abdomen ditekan kebawah dengan arah dorsal dan
kranial sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan
berulang dan posisinya digeser 1-2 jari kea rah lengkung iga. Penekanan dilakukan saat
pasien inspirasi

63
Palpasi pada limpa dimulai dari regio iliaka kanan melewati umbilicus di garis tengah
abdomen menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran pada limpa diukur dengan
menggunakan garis schuffner yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri
menuju ke umbilicus dan diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior kanan.
Palpasi dilakukan dengan keadaan pasien dimiringkan 45 derajat kearah kanan.

Manifestasi klinis dari anemia pada kehamilan yang disebabkan karena kekurangan
zat besi sangat bervariasi walaupun tanpa gejala, anemia dapat menyebabkan tanda
gejala seperti letih, sering mengantuk, malaise, pusing, lemah, nyeri kepala, luka pada
lidah, kulit pucat, konjungtiva, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan
muntah (Varney, 2006). Menentukan seseorang mengalami anemia melalui
pemeriksaan fisik sangatlah sulit karena banyak pasien yang asintomatis. Oleh karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan anemia pasti.

1. Gejala Umum Anemia


Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai
pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini
berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-gejala
dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat,
terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.

2. Gejala Khas Defisiensi Besi


Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah :

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,


bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.

64
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.


Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson
Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik
mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Fisik

65
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme

Kepala Konjungtiva palpebra Anemis Kurangnya Hb


dalam darah
dikarenakan
penurunan
jumlah eritrosit,
sedangkan darah
yang ada di
perifer di
pasokkan ke
organ – organ
vital sehingga
pasokan darah
perifer
berkurang.
Cheilitis (+) Peradangan Defisiensi besi
permukaan dalam plasma
yang darah akan
mempunyai menghambat
ciri-ciri bibir penyembuhan
kering dan lesi dan dapat
pecah- menyebabkan
pecah. cheilitis.
Atropi papil lidah Permukaan Akibat dari
lidah defisiensi satu
menjadi atau lebih sistem
licin dan enzim oksidase.
mengkilap Kekurangan besi
karena papil atau
llidah ketidakmampuan
menghilang. menggunakan
besi akan
mengganggu
enzim sitokrom.
Pada anemia
defisiensi besi
pinggir lidah
merah kemudian
papila
mengalami
atrofi, warna
lidah menjadi
lebih pucat.

66
Bagian Pemeriksaan Kasus Mekanisme

Leher KGB Tidak Normal


ditemukan
pembesara
n
Abdomen Hepar dan lien Tidak Limfadenopati,
teraba Hepatosplenomegali,
nyeri tulang
(terutama di
sternum); nyeri
tulang dapat
disebabkan oleh
adanya ekspansi
karena penyakit
infiltratif (seperti
pada leukemia
mielositik kronik), lesi
litik ( pada mieloma
multipel atau
metastasis kanker).
Tidak terjadi
hepatosplenomegali
menandakan bahwa
sumsum tulang masih
bisa melakukan
eritropoisis dengan
jumlah besi yang
rendah sehingga idak
meminta bantuan ke
hepar dan lien yang
berakibat pada lien
dan hepar tidak
membesar.
Sedangkan nyeri
tekan pada
epigastrium

67
menandakan adanya
gangguan pada
lambung yaitu ulkus
peptikum

Nyeri tekan epigastrium (+) Nyeri di perut atas


dapat disebabkan
oleh:
Organ dalam rongga
perut: penyakit
saluran makanan
(lambung,
duodenum, usus
halus, usus besar),
hati,empedu dan
salurannya, pankreas.
Organ dalam rongga
dada: esofagus,
jantung.
Ekstremita Koilonychia (+ Kuku Didasari oleh
s sendok kelainan lempeng
(spoon nail), kuku; terjadi
rapuh, penipisan dan
bergaris- perlunakan lempeng
garis kuku diikuti dengan
vertikal dan pendataran lempeng
cekung kuku, jika terus
mirip terjadi akan
sendok menyebabkan
lempeng kuku
berubah bentuk
menjadi cekung, dan
terlihat seperti
sendok.
Ketebalan rerata
kuku jari tangan.
Pria : 0.6 mm
Wanita : 0.5 mm

68
Bagaimana mekanisme terjadinya:

Konjungtiva palpebra: anemis
Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya konjungtiva itu
berwarna kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada anemia)
konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva
anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah)
sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi
tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitif
yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat.

Stomatitis angularis
Pada penderita anemia defisiensi besi terjadi kekurangan zat tubuh,
sehingga sehingga kebutuhan kebutuhan zat besi (Fe) untuk untuk
eritropoesis tidak cukup. Sementara itu, pembentukan sel epitel baru untuk
menggantikan epitel yang telah terekfoliasi juga membutuhkan zat besi.
Gambaran mikroskopik pada pasien anemia adalah adanya atrofi epitel dan
penipisan yang nyata di bawah lamina propria, terjadinya perubahan
struktur epitel dan pola keratinisasi dengan berkurangnya ketebalan
kompartemen maturasi dan meningkatnya kompartemen progenitor.
Akibatnya timbullah manifestasi klinis berupa stomatitis angularis.

Atropi papil lidah
Pada atrofi papil lidah didapat gambaran dimana lidah tampak berwarna
lebih merah daripada keadaan normal, yang disebabkan oleh variasi ujung
kapiler yang berada di bawahnya, kepadatan lapisan lidah yang biasanya
tergantung pada panjangnya papila filiformis ataupun pewarnaan lidah oleh
bahan-bahan eksogen. Atrofi papila filiformis biasanya disebabkan oleh
adanya gangguan aktivitas metabolik dari sel-sel pembentuknya, yang
diduga berhubungan dengan gangguan enzim tertentu, akibat penyakit
sistemik ataupun kekurangan kandungan zat-zat gizi tertentu yang penting
bagi tubuh. Kerusakan pada lapisan epitel permukaan akan mempengaruhi

69
desmosom dan hemidesmosom yang terdapat pada membran basalis.
Keadaan ini dapat menyebabkan erosi, ulserasi dan deskuamasi pada lidah,
sehingga timbulah gambaran makroskopis berupa lidah yang licin/halus.

Spoon shaped nail (Koilonychia)
Koilonychia bisa bersifat turun temurun, didapat atau idiopatik. Penyebab
umumnya meliputi inflamasi kulit seperti psoriasis atau lichen planus,
onikomikosis, sekunder akibat anemia dan traumatik atau pekerjaan.
Koilonychia terjadi pada 5,4% pasien dengan defisiensi besi. Hal ini diduga
terjadi karena deformasi ke atas dari bagian lateral dan bagian distal dari
lempeng kuku yang defisien besi sehingga menjadi lentur di bawah tekanan
mekanis.

Mekanisme Keluhan
Mata berkunang-kunang

Anemia  kadar hemoglobin dalam sel darah merah kurang menyebabkan distribusi
oksigen ke jaringan menjadi terganggu hipoksia di otakpandangan berkunang-
kunang(pusing)

Mudah lelah

Anemia  menurunnya eritrosit dan Hb  menurunnya suplai oksigen tubuh ke otot


dan meningkatnya aktifitas kerja tubuh terjadi metabolisme anaerobik 
pembentukan asam laktat  kelelahan.

Sakit kepala

Perubahan morfologi RBC -> distribusi oksigen ke jaringan menjadi terganggu termasuk
ke otak -> menyebabkan kondisi hipoksia (kekurangan suplai O2) pada otak -> gangguan
fungsi otak -> terjadinya sakit kepala atau pusing.

Nafas Terengah-engah

Penderita anemia mikrositik hipokrom -> berkurangnya Hb dan suplai oksigen ke


berbagai area tubuh. Tingginya intesitas pekerjaan -> pengaruh percepatan
pembentukan asam laktat, suplai oksigen yang kurang -> kompensasi tubuh untuk
mendapatkan oksigen -> menaikan laju pernafasan agar tidak terjadi hipoksi jaringan
pada ekstermitas, otak dan organ viseral.

70
D. Pemeriksaan Penunjang

A. Hematokrit (Hct)

Deskripsi:

Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.

Implikasi klinik:

 Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi
hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan
Hct sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.

 Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-
paru kronik, polisitemia dan syok.

 Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel darah merah pada ukuran eritrosit
normal, kecuali pada kasus anemia makrositik atau mikrositik.

 Pada pasien anemia karena kekurangan besi (ukuran sel darah merah lebih kecil),
nilai Hct akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume
yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.

 Nilai normal Hct adalah sekitar 3 kali nilai hemoglobin.

 Satu unit darah akan meningkatkan Hct 2% - 4%.

Faktor pengganggu

 Individu yang tinggal pada dataran tinggi memiliki nilai Hct yang tinggi demikian
juga Hb dan sel darah merahnya.

 Normalnya, Hct akan sedikit menurun pada hidremia fi siologis pada kehamilan

 Nilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan jender. Nilai normal untuk bayi lebih
tinggi karena bayi baru lahir memiliki banyak sel makrositik. Nilai Hct pada wanita
biasanya sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.

 Juga terdapat kecenderungan nilai Hct yang lebih rendah pada kelompok umur
lebih dari 60 tahun, terkait dengan nilai sel darah merah yang lebih rendah pada
kelompok umur ini.

71
 Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct.

Hal yang harus diwaspadai Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan
kematian; Hct >60% terkait dengan pembekuan darah spontan

B. Hemoglobin (Hb)

Deskripsi

Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari
dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu
pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan
hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan
kadar Hb bukan jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F
(fetal) dan S berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar
melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2
dalam plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan
satu anion HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda
secara individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-
paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan
anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin lebih penting daripada
jumlah eritrosit.

Implikasi klinik :

 Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena


kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan
cairan dan kehamilan.

 Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),


penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di
daerah dataran tinggi.

72
 Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka
bakar.

 Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons


terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan
anemia.

Faktor pengganggu

 Orang yang tinggal di dataran tinggi mengalami peningkatan nilai Hb demikian juga
Hct dan sel darah merah.

 Asupan cairan yang berlebihan menyebabkan penurunan Hb

 Umumnya nilai Hb pada bayi lebih tinggi (sebelum eritropoesis mulai aktif)

 Nilai Hb umumnya menurun pada kehamilan sebagai akibat peningkatan volume


plasma

 Ada banyak obat yang dapat menyebabkan penurunan Hb. Obat yang dapat
meningkatkan Hb termasuk gentamisin dan metildopa

 Olahraga ekstrim menyebabkan peningkatan Hb

Hal yang harus diwaspadai

1. Implikasi klinik akibat kombinasi dari penurunan Hb, Hct dan sel darah merah. Kondisi
gangguan produksi eritrosit dapat menyebabkan penurunan nilai ketiganya.

2. Nilai Hb <5,0g/dL adalah kondisi yang dapat memicu gagal jantung dan kematian. Nilai
>20g/dL memicu kapiler clogging sebagai akibat hemokonsenstrasi.

C. Eritrosit

Deskripsi:

Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang
berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah
oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga
memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika
kadar oksigen menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.

73
Eritrosit, dengan umur 120 hari, adalah sel utama yang dilepaskan dalam sirkulasi. Bila
kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan dilepaskan kedalam sirkulasi.
Pada akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui
fagositosis di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial). Proses
eritropoiesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Hemocytoblast
(prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit (sintesis Hb); 3. Rubrisit (inti menyusut,
sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa Hb meningkat; 5.
Retikulosit (inti diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).

Implikasi klinik :

 Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta
respon terhadap terapi anemia

 Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan fungsi
ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus sistemik. Dapat juga terjadi
karena obat (drug induced anemia). Misalnya: sitostatika, antiretroviral.

 Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia sekunder,


diare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di dataran tinggi.

Susunan Sel Darah Merah

1) Mean Corpuscular Volume (MCV) (Volume korpuskuler rata – rata)

MCV (femtoliter) = 10 x Hct (%) : Eritrosit (106 sel/μL)

Nilai normal : 80 – 100 (fL)

Deskripsi :

MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan
ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai Normositik (ukuran normal), Mikrositik
(ukuran kecil < 80 fL), atau Makrositik (ukuran kecil >100 fL).

Implikasi klinik :

 Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi, anemia
pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia mikrositik.

74
 Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi antimetabolik,
kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut juga anemia makrositik.

 Pada anemia sel sabit, nilai MCV diragukan karena bentuk eritrosit yang abnormal.

 MCV adalah nilai yang terukur karenanya memungkinkan adanya variasi berupa
mikrositik dan makrositik walaupun nilai MCV tetap normal.

 MCV pada umumnya meningkat pada pengobatan Zidovudin (AZT) dan sering
digunakan sebagi pengukur kepatuhan secara tidak langsung.

2) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) (Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)


MCH (picogram/sel) = hemoglobin/sel darah merah

Nilai normal : 28– 34 pg/ sel

Deskripsi:

Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel darah
merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik,
hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk mendiagnosa anemia.

Implikasi Klinik:

 Peningkatan MCH mengindikasikan anemia makrositik

 Penurunan MCH mengindikasikan anemia mikrositik.

3) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (Konsentrasi Hemoglobin


Korpuskuler rata – rata)

MCHC = hemoglobin/hematokrit

Nilai normal : 32 – 36 g/dL

Deskripsi:

Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah; semakin kecil
sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan MCHC tergantung pada Hb dan Hct.

75
Indeks ini adalah indeks Hb darah yang lebih baik, karena ukuran sel akan
mempengaruhi nilai MCHC, hal ini tidak berlaku pada MCH.

Implikasi Klinik:

 MCHC menurun pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik, anemia karena
piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik.

 MCHC meningkat pada sferositosis, bukan anemia pernisiosa.

D. Leukosit

Deskripsi:

Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan


memfagosit organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan
antibodi. Ada dua tipe utama sel darah putih:

Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil

Agranulosit: limfosit dan monosit Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous),


disimpan dalam jaringan limfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke
organ dan jaringan.

Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam amino dibutuhkan
dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan dan
pelepasan leukosit. Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang
belum dewasa di sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit
(ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofi l pada tahap awal
kedewasaan), dan akhirnya, neutrofi l. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast
(belum dewasa) kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi
limfosit (sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum
dewasa) kemudian tumbuh menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel
dewasa).

Implikasi klinik:

76
 Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3
mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit
yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita
kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan
leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.

 Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak ditemukan
anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia

 Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.

 Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin,


leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.

 Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih

 Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit

Deskripsi:

 Neutrofi l melawan infeksi bakteri dan gangguan radang

 Eosinofi l melawan gangguan alergi dan infeksi parasit

 Basofi l melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif

77
 Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri

 Monosit melawan infeksi yang hebat

E. Laju Endap Darah


Deskripsi:
LED atau juga biasa disebut Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR) adalah
ukuran kecepatan endap eritrosit, menggambarkan komposisi plasma serta
perbandingan eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah
dan luas permukaan sel serta gravitasi bumi.
Implikasi klinik
• nilai meningkat terjadi pada: kondisi infeksi akut dan kronis,
misalnya tuberkulosis, arthritis reumatoid, infark miokard
akut, kanker, penyakit Hodkin’s, gout, Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), penyakit tiroid, luka bakar, kehamilan
trimester II dan III. Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam
harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan
pemeriksaan terkait infeksi akut maupun kronis, yaitu: kadar
protein dalam serum dan protein, immunoglobulin, Anti
Nuclear Antibody (ANA) Tes, reumatoid factor. Sedangkan
peningkatan nilai LED >100mm/jam selalu dihubungkan
dengan kondisi serius, misalnya: infeksi, malignansi,
paraproteinemia, primary macroglobulinaemia,
hiperfibrinogenaemia, necrotizing vaskulitis, polymyalgia
rheumatic.

• nilai menurun terjadi pada: polisitemia, gagal jantung


kongesti, anemia sel sabit, Hipofibrinogenemia, serum protein
rendah Interaksi obat dengan hasil laboratorium: etambutol,
kuinin, aspirin, dan kortison.

Interpretasi Pemeriksaan Penunjang pada Kasus

78
No Pemeriksaan Hasil Rentang Normal Interpretasi
Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb) 8 g/dL 12-14 g/dL Menurun

2. Hematokrit (Ht) 23 vol% 35-45 vol% Menurun

3. Red Blood Cell 3.100.000/mm3 4.000.000- Menurun


3
(RBC) 5.000.000/mm

4. White Blood Cell 7.400/mm3 5.000- Normal


(WBC) 10.000/mm3

5. MCV 74 fL 82-92 fL Menurun

6. MCH 26pg 27-32pg Menurun

7. MCHC 35% 32-36% Normal

8. Trombosit 320.000/mm3 150.000- Normal


3
450.000/mm

9. Diff.count 0/2/3/58/32/5 Basofil = 0 - 1 % Normal

Eosinofil = 1-3 %

Neutrofil batang
= 2-6 %

Neutrofil segmen
= 50 - 70 %

Limfosit = 20 - 40
%

Monosit = 2- 8 %

10. Laju Endap Darah 40 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat


(LED)

Cara Perhitungan :

MCV = Ht/RBC x 10fL

79
= 23/3,1 x 10fL

= 74fL

MHC = Hb/RBC x 10pg

= 8/3,1 x 10pg

= 26pg

MCHC = Hb/Ht x 100 g/dL

= 8/23 x 100 g/dL

= 35%

Sumber : Basic Patologi Robbins

80
Mekanisme penurunan Hb, Ht, RBC, MCV, dan MCH pada defisiensi besi

Kekurangan zat besi berkembang secara lambat laun; dimulai dengan


kekurangan pada simpanan zat besi yang ditandai dengan penurunan feritin dalam
serum dan tidak adanya zat besi yang dapat terpulas pada sumsum tulang.
Perubahan ini diikuti oleh penurunan kadar zat besi dalam serum dan peningkatan
transferin serum. Akhirnaya, kemampuan untuk menyintesis hemoglobin,
mioglobin dan protein-protein lain yang mengandungi zat besi berkurang,
menyebabkan anemia mikrositik, gangguan kinerja fisis dan kognitif, dan bahkan
penurunan imunokompetisi.

Anemia : Cadangan besi menurun -> besi yang bisa diikat protoporfirin hanya
sedikit -> heme yang terbentuk sedikit -> hemoglobin yang terbentuk berkurang -
> anemia

Hemodilusi : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> hematocrit rendah

RBC rendah : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang

LED meningkat : Cadangan besi menurun -> heme yang terbentuk sedikit ->
hemoglobin yang terbentuk berkurang -> gangguan eritropoiesis -> RBC yang
dihasilkan berkurang -> LED meningkat

81
Pemeriksaan Tambahan

Kimia Klinik:

No. Pemeriksaan Hasil Rentang Interpretasi


Normal
1. Besi Serum 15 µg/dL 35-150 Rendah
µg/dL

2. Total Iron Binding 560 µg/dL 260-445 Tinggi


Capacity (TIBC) µg/dL
3. Ferritin 5 ng/dL 13-150 Rendah
ng/dL
4. Saturasi Transferin 2,6% 20-45% Rendah

Gambaran Darah Tepi:

Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, ditemukan pencil cell

Leukosit : jumlah cukup, morfologi normal

Trombosit : jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis suspek


defisiensi besi

Hipokrom (pucat) Anisopoikilositosis

82
Gambaran Klinis Anemia Defisiensi Besi

Pada umumnya anemia defisiensi besi biasanya ringan dan tidak disertai gejala
(asimtomatik). Wujud (manifestasi) penyakit yang tidak spesifik misalnya rasa
lemah, lesu dan pucat mungkin terjadi pada kasus-kasus yang berat. Pada anemia
berlangsung lama, abnormalitas pada kuku jari dapat terjadi seperti, kuku yang
menjadi tipis, mendatar dan melengkung seperti sendok (spooning). Komplikasi
yang aneh tetapi khas adalah "pica" yaitu keinginan untuk mengonsumsi bukan
bahan makanan seperti kotoran atau tanah liat.

Pada sediaan apus darah tepi, eritrosit tampak kecil (mikrositik) dan pucat
(hipokromik). Kriteria diagnostik termasuk anemia, indeks eritrosit hipokromik
dan mikrositik, kadar feritin dan zat besi rendah pada serum, saturasi
transferin rendah, kapasitas pengikatan zat besi total meningkat dan
akhirnya, reaksi terhadap pengobatan dengan zat besi. Jumlah trombosit
seringkali meningkat yang penyebabnya belum jelas. Kadar eritropoietin
meningkat, tetapi respons pada sumsum tulang terhalang oleh kurangnya zat besi
sehingga jumlah sel (seluleritas) sumsum tulang hanya meningkat sedikit.

Penderita dengan anemia defisiensi besi dapat meninggal tetapi bukan karena
anemia. Satu hal yang penting adalah pada individu dengan gizi baik, anemia
mikrositik, hipokromik bukan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu gejala
dari adanya suatu kelainan yang mendasarinya.

83
VI. Kerangka Konsep

VII. Kesimpulan
Ibu Rani, ibu rumah tangga berusia 35 tahun menderita Anemia Mikrositik
Hipokrom Anisopoikilositosis akibat defisiensi besi karena kurang mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat besi.

84
DAFTAR PUSTAKA

Juliany, Fitri, & Saputri, Amelia Intan (2018). Anemia Defisiensi Besi.
Diakses di
https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/viewFile/1033/552 pada
tanggal 13 November 2019.

Admin. 2017. Anemia. Diakses di


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41601/Chapter%20I
I.pdf?sequence=4&isAllowed=y pada tanggal 13 November 2019.

Pamungkas, Sarifah, dkk. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil


Tentang Tablet Penambah Darah Dengan Kejadian Anemia Di Puskesmas
Sragen. Diakses di file:///D:/User/Downloads/23-41-2-PB.pdf pada tanggal
13 November 2019.

Admin. 2016. Anemia. Diakses di http://eprints.ums.ac.id/16666/2/BAB_I.pdf


pada tanggal 13 November 2019.

Admin. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Diakses di file:///D:/User/Downloads/23-


43-1-SM.pdf pada tanggal 13 November 2019.

Elsa. 2017. Anemia. Diakses di


http://eprints.undip.ac.id/43853/3/Elsa_G2A009017_BAB_2.pdf pada
tanggal 13 November 2019.

Rachmawati, Aisyah, dkk. 2015. Nutrisi Ibu Hamil dan Pertumbuhan Janin [Makalah].
Malang(ID): Universitas Negeri Malang.

Zulfianto, Nils Aria. 2018. Data Komposisi Pangan Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Bakta, I. M., 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Hoffbrand, M. & P., 2006. Essential Haematology. Massachusetts: Blackwell Publishing.

Rena, R. A., 2017. Anemia Defisiensi Besi, Bali: Universitas Udayana.

Setiati, S., 2013. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Jakarta: Interna
Publishing.

85
w., B., V. & J., 2015. Koilonychia: an update on pathophysiology, differentialdiagnosis
and clinical relevance. JEADV.

Hoffbrand AV, Moss PAH, Petit JE. Erythropoiesis In: Essential Haematology.
Blackwell Publishing, 5th ed. 2006: p 20-27

Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementerian Kesehatan RI. 2011.

Kumar, Vinay, Abul K. Abbas, dan Jon C. Aster. 2013. Robbins basic pathology. Edisi
ke 10. Canada: Elvesier.

Risma Isti, Zelly Dia Rofinda, Husni. 2018. Gambaran Morfologi Eritrosit Packed
Red Cell Berdasarkan Waktu Penyimpanan Di Bank Darah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Padang. Jurnal Fakultas Kedokteran Andalas. Diakses melalui
https://pdfs.semanticscholar.org/08c1/f9f9b424fa3a961e1d174f8bf18d733264e9.pdf
pada Selasa, 12 November 2019

Evi Muktiat. Anemia. Digilib Unimus. Diakses melalui


http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/161/jtptunimus-gdl-evimuktiat-8023-3-babii.pdf
pada Selasa, 12 November 2019

Bain BJ. Blood cell morphology in health and disease. In Dacie& Lewis Practical
Hematology. 9th ed. 2001. Churchill Livingstone.

Dian Sukma Hanggara. 2009. Gambaran Eritrosit Abnormal. Diakses melalui


https://patologiklinik.com/2009/12/24/gambaran-eritrosit-abnormal/ pada Selasa, 12
November 2019.

Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian hasil pemeriksaan hematologi


rutin. Cermin Dunia Kedokteran. 1983
Gandasoebrata, R. 1968. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.
Pedoman Interpretasi Data Klinik, KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA 2011

86

Anda mungkin juga menyukai