Film ini merupakan karya anak bangsa yang bercerita mengenai realita marginal
di Indonesia, cerita di awali dengan adegan seorang pemuda bernama muluk yang
merupakan sarjana menajemen yang melamar pekerjaan diberbagai perusahaan namun
selalu ditolak. Pada suatu siang ketika melintasai pasar dikala mencari pekerjaan, muluk
memergoki seorang anak kecil memcopet sebuah dompet, dikejarnya anak itu dari
belakang lalu ditangkapnya, “ Hei, enak banget lho nyuri dompet orang, lho ndak sadar
orang itu susah nyari duit tapi lho ambil seenaknya gini” Ujur muluk. “ Yah namanya
juga pencopet bang, buat cari makan”. Jawab pencopet kecil sekenanya. Seketika
pencopet tersebut pun bergasil melepaskan diri dari dekapan muluk dan berlari bersama
dompet curiannya. Belum juga dapat pekerjaan muluk berniat berternak cacing untuk
mendapat penghasilan, banyak teman-temannya yang mentertawakan ide tersebut.
Pada sutu hari dipasar, muluk bertemu dengan pencopet yang dipergokinya ,
setelah terlibat percakapan yang lama, muluk pun meminta dibawa ke bos pencopet
yang bernama jarot, muluk sebagai seorang sarjana menajemen menewarkan usul
kerjasama, muluk ingin pada suatu saat maraeka berhenti menjadi pencopet dan dapat
mencari pekerjaan yang halal, muluk menawarkan program pemberdayaan yang
meliputi pendidikan dan agama serta rencana pengelolaan bisnis jangka panjang, namun
sebagai gantinya muluk meminta jatah 10 persen dari pendapatah hasil copet. Untuk
memeksimalkan program tersebut, muluk mengajak temannya asrul seorang sarjana
pendidikan yang pengangguran untuk mengajarkan baca tulis, dan pipit untuk
mengajarkan ilmu agama ( sholat dan mengaji ). Tantangan silih berganti karena anak-
anak pencopet itu memiliki esistensi terhadap muluk, namun lambat laun anak-anak itu
menerima kehadiran muluk dan kawan-kawannya. Pada akhirnya muluk dan kawan-
kawannya menyampaikan kepada para pencopet itu untuk berhenti menjadi pencopet
dan beralih menjadi pengasong, muluk menyediakan enam set peralatan pengasong,
anak-anak pencopet pun tergugah atas usaha muluk, saat ini sebagian mereka
memutuskan untuk menjadi pengasong walaupun pendapatan mereka kecil. Namun
tantangan terus datang menerpa, mereka terus berlari dan bersembunyi dari opersai
pamong praja di jalanan, muluk yang melihat anak-anak itu dikejar pun marah kepada
pamong praja, akhirnya muluk ditangkap oleh petugas, dari kejauhan anak-anak
pengasong terharu menitikkan air mata seiring dengan kepergian mobil yang membawa
muluk pergi.