Anda di halaman 1dari 26

Modul 5

Karakteristik Pengusaha (Kecil)

PENDAHULUA N

P ada modul sebelumnya telah dijelaskan berbagai pandangan yang


muncul mengenai karakteristik umum seorang entrepreneur atau
wirausaha. Pengamatan para peneliti menemukan berbagai ciri tersebut
dipraktekkan dalam bentuk lain oleh para entrepreneur di lapangan.
Kemudian, dari berbagai praktek lapangan yang dijumpai, para peneliti
mencoba menarik kesimpulan bersifat umum (generalisasi) mengenai ciri-ciri
Entrepreneur. Karena itu, tidaklah selalu mudah untuk melihat ataupun
membayangkan wujud dari setiap ciri teoretis tersebut dalam praktek sehari-
hari di lapangan. Kursus-kursus ataupun materi pelajaran mengenai
Entrepreneurship sering kali memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri
Entrepreneur dalam bentuk teoretis sehingga ciri-ciri tersebut dipahami oleh
peserta kursus ataupun kuliah, tetapi tidak membuat mereka berhasil
mempraktekkannya secara nyata di lapangan.
Modul ini mencoba memberikan mengenai ciri-ciri yang sering dijumpai
pada seorang Entrepreneur di lapangan, dengan harapan menjadi lebih
mudah dipahami dan juga dipraktekkan. Setelah mempelajari modul ini,
diharapkan mahasiswa mampu:
1. memahami karakteristik entrepreneur secara teoritik;
2. memahami karakteristik entrepreneur di “lapangan”;
3. memahami ciri-ciri pengusaha yang berhasil.
5.2 Kewirausahaan z

Kegiatan Belajar 1

Karakteristik Pengusaha

D alam kasus sehari-hari banyak hal-hal yang dianggap sederhana di


sekitar kehidupan kita sehari-hari, ternyata mengandung peluang
usaha 1 . Banyak pihak setiap hari melihat dan menggunakan antena TV, tetapi
F F

ternyata sedikit sekali yang mampu melihat peluang usaha tersembunyi di


dalam perangkat ini. Hanya para entrepreneur yang jeli yang mampu melihat
peluang tersebut.
Di samping harus pandai melihat peluang usaha, menurut John Kao, ada
beberapa karakteristik entrepreneur, yaitu:
1. bertanggung jawab penuh, berhati yang teguh, dan memiliki daya tahan
yang tinggi;
2. memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil maupun untuk tumbuh;
3. berorientasi pada peluang dan memiliki sasaran yang jelas;
4. berinisiatif dan bersedia memikul tanggung jawab secara pribadi;
5. memiliki ketekunan dalam memecahkan masalah;
6. realistis dan mampu menghargai humor;
7. mencoba memperoleh umpan balik dan memanfaatkannya;
8. menginginkan kebebasan mengatur diri sendiri (internal locus of
control);
9. bersedia menanggung risiko yang terhitung;
10. tidak mengindahkan status dan tidak tertarik pada kekuasaan;
11. memiliki integritas dan merupakan seseorang yang bisa dipercaya.

Atau pandangan dari seorang peneliti lain yang mengungkapkan bahwa


terdapat 42 ciri yang biasanya dimiliki oleh seorang Entrepreneur adalah
sebagai berikut.
1. Percaya diri.
2. Memiliki daya tahan dan keteguhan hati yang kuat.
3. Penuh energi dan tekun.
4. Memiliki banyak akal.

1
Kemungkinan masih banyak peluang usaha bisa muncul dari perangkat sehari-hari
lainnya seperti kompor gas, pompa air, sumber air, jaringan listrik, dsb., akan tetapi
belum dimanfaatkan karena belum “ditemukan”.
z EKMA4370/MODUL 5 5.3

5. Kemampuan untuk mengambil risiko terhitung.


6. Dinamis dan memiliki kepemimpinan.
7. Optimis.
8. Memiliki dorongan untuk berhasil.
9. Memiliki aneka ragam kemampuan, pemahaman mengenai produk,
pasar, peralatan, dan teknologi.
10. Kreatif.
11. Memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain.
12. Memiliki kemampuan untuk membina hubungan baik dengan pihak lain
13. Berinisiatif.
14. Fleksibel.
15. Cerdas.
16. Cenderung memiliki sasaran yang jelas.
17. Menanggapi tantangan secara positif.
18. Independen.
19. Menanggapi saran dan kritik secara positif.
20. Pandai memanfaatkan waktu dan efisien.
21. Kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat.
22. Bertanggung jawab.
23. Mampu melihat ke masa depan.
24. Memiliki ketelitian dan pengamatan yang lengkap.
25. Mampu bekerja sama.
26. Kecenderungan pada keuntungan.
27. Kemampuan untuk belajar dari kesalahan.
28. Kemampuan memahami kekuasaan.
29. Memiliki kepribadian yang menyenangkan.
30. Memiliki harga diri.
31. Memiliki keberanian.
32. Memiliki imajinasi.
33. Cepat paham.
34. Mampu menerima situasi mendua.
35. Agresif.
36. Memiliki kemampuan untuk menikmati kegembiraan.
37. Efektif.
38. Menepati janji.
39. Kemampuan untuk mempercayai karyawan.
40. Peka terhadap orang lain.
5.4 Kewirausahaan z

41. Jujur dan memiliki integritas.


42. Memiliki kedewasaan dan keseimbangan.

Ataupun sepuluh karakteristik yang dianggap paling sering dijumpai


pada seorang Entrepreneur dan dianggap merupakan ciri-ciri Entrepreneur
abad ke-21, adalah berikut ini.
1. Mampu mengenali dan memanfaatkan peluang.
2. Memiliki aneka ragam kemampuan.
3. Kreatif.
4. Memiliki impian masa depan.
5. Berpikiran bebas.
6. Pekerja keras.
7. Optimis.
8. Penemu sesuatu yang baru (inovator).
9. Berani mengambil risiko.
10. Memiliki jiwa pemimpin.

Pengamatan para peneliti menemukan berbagai ciri tersebut


dipraktekkan dalam bentuk lain oleh para Entrepreneur di lapangan.
Kemudian, dari berbagai praktek lapangan yang dijumpai, para peneliti
mencoba menarik kesimpulan bersifat umum (generalisasi) mengenai ciri-ciri
Entrepreneur. Karena itu, tidaklah selalu mudah untuk melihat ataupun
membayangkan wujud dari setiap ciri teoretis tersebut dalam praktek sehari-
hari di lapangan. Kursus-kursus ataupun materi pelajaran mengenai
Entrepreneurship sering kali memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri
Entrepreneur dalam bentuk teoretis sehingga ciri-ciri tersebut dipahami oleh
peserta kursus ataupun kuliah tetapi tidak membuat mereka berhasil
mempraktekkannya secara nyata di lapangan.
Bab ini mencoba memberikan mengenai ciri-ciri yang sering dijumpai
pada seorang Entrepreneur di lapangan, dengan harapan menjadi lebih
mudah dipahami dan juga dipraktekkan.
z EKMA4370/MODUL 5 5.5

KASUS ANTENA TV

Satu hari, Monang, pemuda perantau tamatan SMA, yang berasal dari
sebuah kampung kecil di pinggiran Pulau Samosir duduk termenung di
beranda rumah pamannya di Bandung. Sudah empat bulan ia di Bandung,
setelah melalui perjalanan yang melelahkan dari kampungnya, mula-mula
menyeberang danau Toba menuju kota Medan, kemudian naik bus ALS
(Antar Lintas Sumatra) dua hari tiga malam dari Medan menuju Bandung.
Sejak berangkat dia sudah waswas mengenai peluangnya untuk bisa
“maju” di kota Bandung. Waktu ibunya menulis surat kepada pamannya yang
menampungnya sekarang ini, meminta agar bersedia menampung Monang,
surat balasan pamannya tegas-tegas mengatakan “kalau si Monang ke
Bandung, tempat tinggal dan makannya bisa saya tanggung. Tapi, saya tidak
sanggup jika diminta menyekolahkan. Andaikata dia ingin bekerja, harus
cari sendiri. Saya cuma orang kecil di Bandung ini, gaji pas-pasan dan tidak
ada koneksi!”.
Memang benar, Monang juga menyaksikan sendiri sang paman (guru
SMA), dan bibinya (guru SD), hidup sederhana di Bandung. Mereka harus
disiplin sekali mengatur pengeluaran agar setiap bulan bisa membayar
angsuran rumah sederhana yang sekarang mereka tempati. Untung saja
pamannya belum punya anak. Monang segera sadar bahwa memang mustahil
bagi sang paman untuk menyekolahkannya.
Karena itu, Monang juga sadar bahwa ia harus berusaha segera mendapat
penghasilan. Tapi, memang sulit. Sebagai orang baru ia belum punya kenalan
di kota Bandung. Tempat tinggalnya juga agak di pinggir kota, maklum
perumahan sederhana, sehingga sulit buat Monang mencoba “keliling”
mencari peluang, sebab perlu ongkos yang lumayan. Padahal persediaan
uangnya sudah sangat menipis, sisa-sisa bekal yang dibawanya dari
kampung.
Tanpa terasa sudah hampir 4 bulan ia tanpa “kemajuan” di Bandung.
Makin lama ia makin resah. Kehadirannya tentu jadi beban (walaupun paman
dan bibinya tidak pernah mengeluh). Kembali ke kampung juga bukan
pilihan. Mencari pekerjaan juga sulit, hanya berijazah SMA, keterampilan
lain tidak ada, kenalan terbatas, apalagi koneksi. Empat bulan ini ia hanya
bergaul dengan keluarga-keluarga sederhana tetangga pamannya. Monang
cepat populer. Barangkali karena penampilannya lugu, seperti anak SMA,
ramah, dan mungkin karena logat batak-nya yang kental.
5.6 Kewirausahaan z

Hari ini Monang duduk termenung di beranda rumah pamannya. Paman


dan bibinya sudah sejak pagi berangkat bekerja. Hatinya resah, bingung,
karena ia tidak tahu apa yang hendak dilakukan dan kemana kakinya mesti
dilangkahkan. Sesekali di pelupuk matanya terbayang ibunya, dan tentu saja
kampung-halamannya – yang nyaman walaupun tidak memberi harapan.
Terbayang tetesan air mata ibu waktu melepasnya, berangkat meninggalkan
rumah panggung tempat mereka tinggal, padahal sekarang ini ia ternyata
seakan terperangkap tanpa daya di Bandung.
Tanpa terasa sudah lama Monang duduk melamun. Lokasi rumahnya
memang agak sepi karena terletak paling ujung, berbatasan dengan pinggiran
kompleks perumahan lain yang penghuninya kebanyakan golongan
menengah atas. Matanya menerawang kosong, sebab pikirannya sedang
kalut.
Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa, tiang Antena
TV di salah satu rumah di kompleks tetangga itu patah, dan karena ia sehari-
hari di rumah, ia juga tahu bahwa di rumah itu tidak ada penghuninya yang
“pantas” naik ke atap. Pikiran Monang mulai berputar: “siapa yang akan
naik membetulkan tiang Antena TV itu ?”
Saat itu, Ibu Ocid salah satu tetangga Monang, kebetulan lewat. Bu Ocid
sehari-hari menjajakan kue-kue (kue lapis, kue bugis, dan lain-lain) dari
rumah ke rumah, terutama di kompleks perumahan menengah atas itu.
Bu Ocid : “Monang, kasep, jajan?”
Monang : “Tidak Bu, saya sudah sarapan, dan terutama sih ... bangkrut!”

Monang kemudian menunjukkan rumah yang tiang antena TV-nya patah itu
kepada Ibu Ocid:
Monang : “Bu, lihat rumah itu, tiang antena TV-nya patah. Kasian, pasti
tidak bisa nonton ‘Tersanjung’ nanti malam.
Bu Ocid : (sambil melihat ke arah yang ditunjukkan Monang) “Iya, itu
rumah Bu Yanto. Sudah 3 hari TV mereka tidak ada gambarnya.
Di rumah itu memang tidak ada yang bisa naik ke atap”
Monang : “Kasian ya! Padahal nyuruh saya saja, saya juga lagi nganggur”

Sambil menjajakan dagangannya, Bu Ocid menyampaikan tawaran Monang


itu kepada Bu Yanto:
z EKMA4370/MODUL 5 5.7

Bu Ocid : “Bu Yanto, beli apa? kuenya masih hangat nih, kue lapis, bugis
juga ada. TV-nya sudah nyala Bu? Padahal, Bu Yanto nyuruh
si Monang saja”.
Bu Yanto : “Iya Bu, tidak ada yang bisa naik. Masak mesti saya, badan
sebesar kulkas begini, kalau naik ke atap bisa-bisa rumah
ambruk! Ada keponakan yang mau membetulkan, tapi 2
minggu lagi. Dia lagi sibuk ujian semester. Siapa Bu yang mau
bantu? Orangnya baik?”
Bu Ocid : “Si Monang, Bu. Tuh, yang rumahnya cat hijau, keponakan
Pak Guru. Anaknya baik, rajin, suka ketawa, lucu, kasihan
masih nganggur, padahal jauh-jauh datang dari Sumatra”.

Akhirnya, siang itu, Monang diantar Bu Ocid ke rumah Bu Yanto.


Dengan cekatan ia naik ke atap mengganti tiang antena TV yang patah,
mengatur arahnya sehingga semua stasiun TV tertangkap dengan jelas.
Monang harus turun-naik atap, tapi ia memang terampil panjat-memanjat
karena sudah biasa memetik buah-buahan semasa di kampung.
Setelah antena TV diperbaiki, Monang melihat talang air rumah Bu Yanto
juga penuh daun-daunan: “Bu, talang air sekalian saya bersihkan ya. Musim
hujan begini, kuatir mampet”.
Hampir jam 5 sore, baru pekerjaan Monang selesai. Antena TV sudah
bagus, talang air sudah bersih. Tangga dan peralatan yang ia gunakan sudah
ia simpan dengan rapi. Saat pamitan, Monang berkata: “Bu, kalau perlu
bantuan lagi, jangan ragu-ragu panggil saya”. Ternyata Ibu Yanto
menyumpalkan beberapa lembar uang ke saku celananya (walaupun Monang
sungguh-sungguh menolak). Bu Yanto mengancam: “kalau Monang tidak
mau terima, ibu tidak mau kenal lagi, apalagi minta tolong”.
Malam itu Monang kembali termenung. Uang yang dijejalkan Bu Yanto
lumayan besar, Rp 25.000,- : “besok, saya mau jajan kue Bu Ocid” (Monang
berpikir: “Bu Ocid berjasa” – jadi kalau ia jajan dari Bu Ocid seakan-akan ia
memberikan “marketing fee”).
Beberapa hari kemudian, Monang dipanggil kembali oleh Bu Yanto:
“Monang, ibu minta tolong lagi, genting ada yang bocor”. Lain kali ia
dipanggil untuk memasang kabel listrik di kamar Bu Yanto, membetulkan
pagar, memasang bel, membetulkan engsel pintu, dan lain-lain. Monang
akhirnya seakan-akan menjadi “teknisi” rumah Bu Yanto.
5.8 Kewirausahaan z

Suatu hari, Monang dipanggil Bu Yanto: “Monang, Bu Candra sebelah minta


tolong, atapnya bocor. Selesai di sebelah, tolong betulkan lagi antena TV ya,
TPI gambarnya tidak jelas”.
Makin lama rumah-rumah di kompleks itu makin banyak yang
memanfaatkan tenaga Monang. Monang jadi populer, terutama di kalangan
ibu-ibu. Hampir tiap hari ada rumah yang memerlukan bantuan. Kadang-
kadang ia dibayar, sering kali juga tidak dibayar. Tapi, Monang tetap seperti
semula, seluruhnya ia kerjakan dengan ramah.
Suatu hari, Monang dipanggil ke rumah Bu Maman, masih di kompleks
perumahan tempat tinggal Bu Yanto:
Bu Maman : “Monang, ibu minta tolong ya. Pompa air rusak, memang
umurnya sudah lebih 8 tahun. Barangkali bagusnya diganti
saja, kita beli saja pompa air yang baru”.
Monang : (terkejut) “Bu, saya tidak paham Pompa Air. Saya biasa
panjat-memanjat, tapi membetulkan pompa air saya sama
sekali tidak ada pengalaman. Di kampung saya dulu,
jangankan pompa air Bu, listrik saja belum masuk”.

Monang tiba-tiba teringat pada kenalannya, Mang Tatang, tukang rokok yang
berjualan di gerbang kompleks. Kabarnya dia ini dulunya tukang reparasi
pompa air:
Monang : “Bu, kalau urusan pompa air, bagaimana kalau saya
panggilkan saja Mang Tatang? Itu lho Bu, yang jualan rokok
di depan. Kata orang sih dia itu dulunya tukang reparasi
pompa air.
Bu Maman : “Yang hitam, berkumis itu? Jujur atau tidak? Jangan-jangan
siang dia masuk ke rumah Ibu malamnya malah mencuri.”
Monang : “Wah, saya tidak tahu Bu soal kejujurannya. Tapi kata orang
Mang Tatang memang ahlinya pompa air. Saya sering lihat
dia membetulkan pompa air di kiosnya”
Bu Maman : “Tapi, pompa air Ibu perlu cepat diperbaiki. Baru sehari saja
tidak ada air, rasanya sudah sangat susah, tidak bisa mandi,
nyuci, piring juga kotor semua. Tadi pagi, Ibu minta air ke
rumah sebelah. Padahal Ibu lagi repot. Sebentar lagi pergi
arisan, pulangnya ke rumah mertua. Paling-paling nanti sore
baru bisa pulang.
z EKMA4370/MODUL 5 5.9

Akhirnya, muncul gagasan di kepala Bu Maman:


Bu Maman : “Begini saja. Pokoknya, Monang urus saja semuanya. Coba
dulu Monang tanya-tanya, Mang Tatang itu jujur atau tidak.
Ibu harus pergi. Ibu tinggalkan uang, kalau perlu beli pompa
baru, pergi ke tokonya Monang harus ikut, uangnya jangan
dipegang Mang Tatang. Nanti, saat dia pasang pompa baru,
tolong Monang awasi. Kalau perlu minum, bikin kopi, masak
sendiri saja di dapur. Ibu pulangnya jam 5 sore. Kalau sudah
beres, tolong dikunci semua, titipkan saja kuncinya ke Ibu
sebelah”.

Ternyata, Monang berhasil: Mang Tatang ternyata memang ahlinya.


Pompa air Bu Maman berganti baru, air kembali mengalir lancar, rumah
aman, dan waktu Bu Maman pulang ia sangat senang menjumpai rumahnya
dalam keadaan bersih, semua peralatan sudah disimpan, sehingga Monang
diberi bayaran yang lumayan besar (sambil berpesan: “jangan kapok ya
kalau Ibu minta tolong!”).
Sesudah pompa air Bu Maman, kembali muncul berbagai permintaan
yang mengharuskan Monang mempekerjakan macam-macam tenaga tukang,
seperti tukang tembok, tukang pelitur, tukang gali sumur, penata taman, dan
sebagainya. Setahun kemudian Monang menyewa sebuah ruangan kecil di
dekat rumah pamannya, memasang telepon, Monang mendirikan “Marmata
Services” – “terima mengerjakan berbagai jenis pekerjaan perawatan dan
reparasi rumah tinggal”.
Mula-mula ia hanya dikenal di kompleks perumahan tempat tinggal Bu
Yanto. Lama-kelamaan ia mulai mencetak kartu nama, mencetak brosur
untuk memperkenalkan perusahaannya di kompleks perumahan yang lain.
Makin lama nama Monang makin terkenal, pelanggannya makin banyak, dan
ia juga makin makmur, sehingga setiap akhir bulan ia sanggup mengirimi
ibunya uang. Kepada semua pelanggan yang sudah dilayani, dan kelihatan
puas, Monang selalu minta bantuan: “Bu, kalau ada kenalan Ibu yang
memerlukan bantuan, tolong saya dikenalkan ya”, Ia biasa meninggalkan
beberapa lembar kartu nama maupun brosur di setiap rumah yang sudah ia
layani.
Suatu malam, Monang kedengaran mengobrol dengan pamannya:
Monang : “Paman, TV paman ini kelihatannya sudah uzur, bagusnya
diganti saja.”
5.10 Kewirausahaan z

Paman : “Wah, kau ini, mana ada uangnya Monang, bayar cicilan rumah
saja sudah hampir habis nafas paman”

Esok harinya, sebuah mobil bak terbuka datang ke rumah paman


Monang. Sebuah televisi 29 inci, model terbaru, diturunkan dari mobil itu .....
Monang sekarang sudah sanggup membantu pamannya, tidak percuma ia
merantau begitu jauh dari Pulau Samosir!

ooo

Kasus ini menunjukkan bahwa banyak hal yang dianggap sederhana di


sekitar kehidupan kita sehari-hari, ternyata mengandung peluang usaha 2 . F F

Banyak pihak setiap hari melihat dan menggunakan antena TV, tetapi
ternyata sedikit sekali yang mampu melihat peluang usaha, tersembunyi di
dalam perangkat ini. Bahkan Monang dalam kasus yang sudah dibahas
sebelumnya, juga menemukan peluang usaha secara tidak sengaja. Dan
setelah memiliki banyak pengalaman melaksanakan pekerjaan perbaikan dan
perawatan barulah ia menyadari bahwa yang ia tawarkan adalah jasa
perbaikan dan perawatan rumah tinggal.
Di lapangan sering kali dijumpai pengusaha kecil yang berhasil memiliki
pola pengalaman seperti yang dialami oleh Monang, yaitu mengerjakan
sesuatu tanpa pemikiran apapun, tetapi melakukannya dengan sabar, ramah
dan sungguh-sungguh, dan apa yang dikerjakannya itu kemudian ternyata
menjadi sebuah perusahaan yang berhasil.
Bagian ini mencoba untuk menjelaskan ciri-ciri pengusaha kecil yang
berhasil di lapangan, berbeda dengan ciri-ciri teoretis Entrepreneur yang telah
dibahas pada bab QQQ.

2
Kemungkinan masih banyak peluang usaha bisa muncul dari perangkat sehari-hari
lainnya seperti kompor gas, pompa air, sumber air, jaringan listrik, dsb., akan tetapi
belum dimanfaatkan karena belum “ditemukan”.
z EKMA4370/MODUL 5 5.11

RA NGK UMA N

1. Pengamatan para peneliti menemukan berbagai ciri tersebut


dipraktekkan dalam bentuk lain oleh para entrepreneur di lapangan.
Kemudian, dari berbagai praktek lapangan yang dijumpai, para
peneliti mencoba menarik kesimpulan bersifat umum (generalisasi)
mengenai ciri-ciri Entrepreneur. Karena itu, tidaklah selalu mudah
untuk melihat ataupun membayangkan wujud dari setiap ciri teoretis
tersebut dalam praktek sehari-hari di lapangan. Kursus-kursus
ataupun materi pelajaran mengenai Entrepreneurship sering kali
memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri Entrepreneur dalam
bentuk teoretis sehingga ciri-ciri tersebut dipahami oleh peserta
kursus ataupun kuliah tetapi tidak membuat mereka berhasil
mempraktekkannya secara nyata di lapangan.
2. Menurut John Kao, ada beberapa karakteristik entrepreneur, yaitu:
a. bertanggung jawab penuh, berhati yang teguh, dan memiliki
daya tahan yang tinggi;
b. memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil maupun untuk
tumbuh;
c. berorientasi pada peluang dan memiliki sasaran yang jelas;
d. berinisiatif dan bersedia memikul tanggung jawab secara
pribadi;
e. memiliki ketekunan dalam memecahkan masalah;
f. realistis dan mampu menghargai humor;
g. mencoba memperoleh umpan balik dan memanfaatkannya;
h. menginginkan kebebasan mengatur diri sendiri (internal locus
of control);
i. bersedia menanggung risiko yang terhitung;
j. tidak mengindahkan status dan tidak tertarik pada kekuasaan;
k. memiliki integritas dan merupakan seseorang yang bisa
dipercaya.
5.14 Kewirausahaan z

Kegiatan Belajar 2

Ciri-ciri Pengusaha Kecil yang Berhasil

D i lapangan sering kali dijumpai pengusaha kecil yang berhasil ternyata


memiliki perilaku yang berlawanan dengan teori-teori mengenai
Entrepreneur yang telah dibahas sebelumnya, sehingga mendorong kita
untuk menganggap bahwa teori-teori itu tidaklah benar. Tampaknya teori-
teori tersebut tidaklah keliru. Dalam sebuah kelompok perusahaan kecil yang
umumnya berhasil, ciri-ciri teoretis pengusaha yang berhasil tampaknya
hanya dimiliki pengusaha pertama, yaitu orang yang menjadi pelopor jenis
usaha tersebut. Sementara pengusaha berhasil lainnya adalah “peniru yang
beruntung”, yaitu kebetulan ikut-ikutan pada jenis usaha yang prospeknya
baik, sehingga juga terbawa menjadi pengusaha yang berhasil.
Dengan demikian bisa dipertanyakan apakah diperlukan bakat apabila
seseorang bercita-cita hendak menjadi pengusaha kecil yang berhasil.
Kenyataan mengejutkan pernah dijumpai di suatu kelompok industri kecil
yang membuat produk teknik dan tergolong berhasil. Ternyata lebih 80%
pengusaha yang berhasil tersebut sebenarnya tidak bercita-cita menjadi
pengusaha, melainkan lebih menginginkan menjadi Pegawai Negeri. Dengan
demikian berarti bahwa mereka menjalankan usaha dengan keinginan yang
tidak selaras atau searah dengan yang mereka jalankan, dan tetap bisa
berhasil.
Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa keberhasilan usaha kecil lebih
didukung oleh ketepatan pilihan produk atau jasa, yaitu yang memang hanya
sesuai bagi usaha kecil (yang dibahas pada bab sebelumnya), dan bukan
karena dipimpin pengusaha berbakat 3 . Dengan demikian terbuka peluang
F F

bagi siapa pun juga, berbakat ataupun tidak, untuk menjadi pengusaha kecil
yang berhasil.

3
Keberhasilan perusahaan kecil lebih bergantung pada pilihan produk/jasa dibanding
karakteristik pengusahanya. Karena itu, banyak ditemukan perusahaan kecil sukses –
dengan pilihan produk atau jasa yang sesuai bagi usaha kecil - yang dipimpin oleh
pengusaha yang tidak berbakat. Sebaliknya, mungkin sulit untuk menemukan
gabungan pengusaha yang berbakat – dengan pilihan produk atau jasa yang tidak
sesuai bagi usaha kecil - yang perusahaannya bisa berhasil. Pendapat ini masih bisa
diperdebatkan, dan belum pernah diuji kebenarannya secara ilmiah.
z EKMA4370/MODUL 5 5.15

Pengamatan di lapangan, menunjukkan dua ciri menonjol dari pengusaha


kecil yang berhasil, yaitu (1) memiliki kemampuan “melihat lebih dalam”
sehingga mampu menemukan peluang usaha, dan (2) memiliki keuletan atau
konsistensi untuk menjalankan peluang usaha tersebut. Kedua ciri lapangan
tersebut akan diuraikan berikut ini.

A. KEMAMPUAN “MELIHAT LEBIH DALAM”

Pengusaha kecil yang berhasil pada umumnya mampu melihat dan


memahami, secara lebih mendalam, kondisi dan apa yang terjadi, dalam
lingkup usaha mereka. Mereka pada umumnya sangat menghayati kegiatan
yang mereka jalankan dan juga situasi yang terjadi di sekeliling mereka
sehingga mereka mampu menemukan peluang usaha, yang kemudian terbukti
berhasil, dari hal-hal yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan oleh orang
lain.
Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan melihat lebih
dalam” terdiri dari jenis kemampuan berikut :

1. Kemampuan Membaca Peluang Usaha


Kemampuan mengidentifikasikan atau mencium adanya peluang usaha,
baik berupa permintaan yang sudah muncul ataupun yang masih tersembunyi
dari peristiwa yang mereka lihat ataupun yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari, seperti contoh kasus Antena TV ataupun contoh kasus
berikut ini.

IBU RUMAH TANGGA SEKOLAH S-2

Suatu hari, seorang dosen di sebuah perguruan tinggi memasuki kantor


tempat ia menjadi pengelola program Pasca Sarjana S-2, Sejumlah
mahasiswa S-2 berkerumun di depan pintu masuk kantor itu.
Mahasiswa S-2 ini pada umumnya berusia sekitar 30 tahun, pada
umumnya sudah bekerja, sedang berusaha membangun karier, sehingga
berusaha meningkatkan pendidikannya agar dapat meraih masa depan
yang lebih baik. Sebagian baru menikah 3 sampai 5 tahun, dan beberapa
di antaranya sudah mempunyai anak yang masih usia balita.
5.16 Kewirausahaan z

Tepat di pintu masuk, sang dosen masih sempat mendengar obrolan yang
sangat menarik, dari dua orang ibu muda, keduanya mahasiswa program
S-2:

Ibu A : “kamu kok kelihatan agak kusut?”


Ibu B : “iya, sialan, lagi musim ujian begini, mertua datang,
sudah dua hari!“

Mendengar dialog yang sangat unik ini sang dosen mengurungkan


niatnya masuk ke ruangan kantor. Ia malah menghampiri kedua
mahasiswa S-2 itu, dan kemudian bertanya: “Ibu, apa sebabnya ‘sialan’
kalau mertua datang?”

Kedua ibu muda itu tertegun, Ibu B akhirnya menjawab: “Pak, kalau
suami saya, dia paham betul bahwa saya sedang sekolah, dan sedang
sibuk menghadapi ujian, karena dia juga dulu sekolah di sini. Jadi, kalau
saya tidak sempat memasak dengan serius, dia juga bisa memaklumi.
Tapi, ibu mertua menginap sudah 2 hari, mustahil saya suguhi makan
mie instan tiap hari!”
Ibu B malah kemudian menambahkan: “di mana kita bisa memesan
makanan rumah yang bisa diantar? Andaikata ada, ‘kan melayani mertua
jadi mudah!”
ooo

Kasus Ibu Rumah Tangga Sekolah S-2 ini memberikan gambaran bahwa
gagasan mengenai peluang usaha ternyata bisa muncul dari peristiwa yang
kita alami sehari-hari. Secara khusus kasus ini menunjukkan munculnya
peluang usaha, apabila ada pihak yang tidak dapat menjalankan fungsi yang
biasanya ia jalankan. Ibu rumah tangga yang biasanya tinggal di rumah,
menyediakan makan untuk keluarga, meninggalkan fungsi yang biasa ia
jalankan karena menjadi mahasiswa S-2.
Kebutuhan yang mudah terlihat adalah yang bersifat konsumtif, karena
jelas seperti makanan dan pakaian, sehingga merupakan jenis gagasan usaha
yang biasanya muncul pada para pengusaha kecil baru. Karena itu, akan lebih
mudah apabila pengusaha baru mencari gagasan lain di luar jenis usaha yang
bersifat konsumtif. Secara lebih lengkap, peluang usaha bisa muncul dari
berikut ini.
z EKMA4370/MODUL 5 5.17

a. Kebutuhan menggantikan fungsi


Kebutuhan bisa muncul apabila ada pihak yang terpaksa meninggalkan
tugas atau fungsinya sehingga perlu digantikan, seperti contoh yang telah
ditunjukkan melalui kasus Ibu Rumah Tangga Sekolah S-2 sebelumnya.
b. Kebutuhan untuk menghubungkan
Kehidupan manusia modern jauh lebih rumit dibanding kehidupan
manusia di jaman dahulu. Di masa sebelumnya, manusia cenderung
harus menyediakan seluruh komponen kebutuhannya sendiri. Memakan
makanan yang ia tanam ataupun hasil perburuannya sendiri, mengenakan
pakaian yang ia buat sendiri, dan seterusnya. Sementara, manusia
modern tidak lagi memiliki kesempatan untuk memenuhi sendiri seluruh
jenis kebutuhannya. Manusia modern mengonsumsi nasi yang berasal
dari padi yang ditanam oleh orang lain, memakan daging yang berasal
dari peternakan yang tidak dikelolanya sendiri. Kebutuhan berpakaian
juga tidak lagi dipenuhi sendiri, manusia modern tinggal pergi ke toko
dan membeli pakaian yang diproduksi oleh pihak lain. Kesimpulannya,
semakin modern tingkat kehidupan, semakin banyak pula komponen
kebutuhan manusia yang tidak dapat diusahakan sendiri dan perlu
disediakan oleh orang lain.
Berbagai jenis komponen yang dibutuhkan tersebut memang dibuat atau
disediakan oleh pihak lain. Tetapi, karena pihak yang membutuhkan
ternyata memiliki keterbatasan waktu, tempat tinggalnya terlalu jauh dari
lokasi penyedia, ataupun tidak memiliki pemahaman yang memadai
untuk memilih sendiri, dan juga berbagai alasan lainnya, menyebabkan
pihak yang membutuhkan tidak tepat apabila mencoba mendapatkannya
secara langsung dari pihak penyedia. Kondisi seperti ini mendorong
munculnya kebutuhan akan fungsi perantara, yang menghubungkan
pihak yang membutuhkan dengan pihak penyedia, sehingga pihak yang
membutuhkan menjadi terbantu untuk memperoleh komponen-
komponen kebutuhannya.
Dengan bantuan fungsi perantara, pihak yang membutuhkan tidak perlu
mencari, memeriksa, memilih sendiri, ataupun mendatangi lokasi yang
jauh untuk mendapatkan kebutuhannya. Pihak yang membutuhkan akan
memperoleh kebutuhannya dengan mudah, akan tetapi ia perlu
membayar jasa dari pihak yang menjadi perantara.
Semakin modern kehidupan manusia, maka semakin banyak komponen
kehidupannya yang akan lebih mudah diperoleh melalui perantara.
5.18 Kewirausahaan z

Karena itu, peluang untuk menjalankan fungsi perantara banyak


dijumpai di kota besar.
Kebutuhan akan fungsi perantara ini bisa dijumpai hampir pada seluruh
aspek kehidupan manusia, seperti digambarkan pada contoh kasus
berikut ini.

DELIVERY MAKAN SIANG

Gendut, mahasiswa sebuah perguruan tinggi teknik, perantau dari sebuah


kota kecil di Jawa Timur, tinggal bersama belasan mahasiswa lainnya di
sebuah rumah kos sederhana dekat kampus. Tempat kos Gendut tidak
menyediakan makan bagi para penghuni, tetapi tidak menjadi sulit bagi
Gendut dan kawan-kawan karena rumah kosnya bersebelahan dengan
sebuah toko kecil yang menjual berbagai jenis kebutuhan sehari-hari,
juga sebuah warung makan yang murah dan cukup enak.
Mahasiswa yang serumah dengan Gendut, ternyata kebanyakan berasal
dari bidang Teknik Kimia, yang kegiatan sehari-harinya relatif sibuk.
Sehari-hari, selain mengikuti kuliah di kelas, para mahasiswa Teknik
Kimia ini banyak mendapat tugas praktikum di laboratorium. Kegiatan
praktikum sangat banyak menyita waktu dan perhatian para mahasiswa
Teknik Kimia ini. Sebagian praktikum hanya membutuhkan waktu
3 jam, tetapi beberapa jenis praktikum lain membutuhkan waktu yang
lebih panjang. Salah satu praktikum membutuhkan waktu hingga 10 jam,
dilakukan mulai jam 7.00 pagi hingga jam 17.00 sore, dengan waktu
istirahat antara jam 12.00 hingga 13.00.
Di awal pelaksanaan praktikum, mahasiswa sudah sibuk dengan
keharusan mempersiapkan Laporan Pendahuluan dan menjalankan Tes
Pendahuluan, yang seluruhnya harus selesai sebelum kegiatan praktikum
yang sebenarnya berlangsung. Selama pelaksanaan praktikum, kegiatan
dan pikiran para peserta praktikum terkonsentrasi pada berbagai
percobaan kimia yang harus mereka jalankan. Karena itu, tidak
mengherankan jika pada saat istirahat yang hanya diberikan selama
1 jam sering kali tidak mencukupi. Pada saat istirahat yang pendek itu,
peserta praktikum harus melakukan pengolahan data hasil praktikum,
dan mempersiapkan Laporan Akhir yang harus diserahkan di akhir
praktikum. Karena itu, waktu yang tersisa untuk keperluan pribadi para
peserta praktikum ini sempit sekali. Kebanyakan peserta praktikum
z EKMA4370/MODUL 5 5.19

biasanya hanya sempat melaksanakan ibadah salat, tetapi jarang yang


bisa membeli makan siang. Ini juga diakibatkan karena lokasi kantin
agak jauh dari laboratorium mereka.
Peserta praktikum yang tinggal di rumah sendiri biasanya sengaja
membawa bekal makan siang dari rumah. Tetapi, mahasiswa yang
tinggal di rumah kos seperti Gendut, kebanyakan akhirnya terpaksa
menahan lapar, dan baru bisa mengisi perut setelah praktikum usai, jam
17.00 sore.
Kondisi semacam ini menyebabkan munculnya gagasan “bisnis” di
kepala Gendut. Ia memutuskan untuk menjadi penyedia makan siang,
yang akan diantarkan langsung kepada para pemesan di laboratorium
tempat praktikum berlangsung. Tetapi, Gendut tidak membayangkan
akan memproduksi makanan sendiri, ia tidak punya keterampilan
memasak yang memadai, tidak memiliki peralatan, dan ia sendiri juga
harus kuliah.
Gendut mencoba menawarkan jasa tersebut kepada para mahasiswa
Teknik Kimia yang tinggal serumah dengannya: “kalau mau, saya bisa
sediakan makan siang buat kalian, diantar jam 12.00 ke laboratorium.
Tapi, harganya beda sedikit dari yang biasa ya!”. Kemudian ia mencoba
berunding dengan Ibu pemilik warung makan di sebelah rumah kosnya,
yang ternyata setuju untuk menyediakan makanan yang dipesan Gendut,
asalkan dibayar di muka.
Usaha Gendut berjalan lancar. Peserta praktikum ternyata merasa sangat
senang, bisa makan siang tanpa kehilangan waktu, harganya juga
termasuk “miring”, dan mereka juga bisa memilih makanan yang
diinginkan sesuai selera dan kantong mereka. Pemesanan dilakukan
seminggu sebelum praktikum dengan pembayaran di muka. Daftar
pesanan itu kemudian diserahkan kepada Ibu pemilik warung. Pada saat
praktikum berlangsung, Gendut mengantarkan sendiri pesanan makanan
itu ke laboratorium.
Lama kelamaan hampir seluruh peserta praktikum memesan makanan
dari Gendut, juga termasuk para asisten, dan akhirnya juga para dosen.
Gendut akhirnya mulai lagi berpikir: “di kampus ini banyak sekali
laboratorium dan tentu saja praktikum”. Gendut mulai berpikir untuk
menjajaki kemungkinan pengembangan usahanya.
ooo
5.20 Kewirausahaan z

c. Kebutuhan akan jenis produk/jasa tertentu karena terjadi perubahan


atau karena suatu kondisi khusus
Berbagai jenis perubahan selalu terjadi dalam kehidupan manusia
maupun dalam masyarakat, baik perubahan yang terjadi karena situasi
yang memang bergeser, ataupun karena peraturan pemerintah. Berbagai
perubahan tersebut sering kali disertai dengan munculnya kebutuhan
tertentu yang mungkin bisa dimanfaatkan sebagai peluang usaha.
Beberapa contoh perubahan yang menumbuhkan peluang usaha antara
lain sebagai berikut.
1) Perubahan Tegangan Listrik, menyebabkan munculnya kebutuhan
akan transformator Step-up Step-down yang mampu mengubah
tegangan listrik, dari 110 volt menjadi 220 volt, dan sebaliknya.
2) Perubahan Peraturan Lalu Lintas, yang mewajibkan pengendara
sepeda motor mengenakan helm ataupun pengendara mobil
menggunakan sabuk pengaman, menyebabkan munculnya berbagai
jenis usaha yang berkaitan dengan kedua jenis perangkat tersebut.
3) Pengetatan Penagihan Pajak, sementara aturan dan formulir untuk
membayar pajak pengisiannya relatif menyulitkan bagi pembayar
pajak, menyebabkan tumbuhnya kebutuhan akan konsultan pajak.
4) Meningkatnya minat untuk melanjutkan pendidikan di sekolah
ataupun perguruan tinggi yang dianggap bermutu menyebabkan
munculnya usaha bimbingan tes maupun les privat.

2. Kemampuan Membaca atau Memahami Hal Mendasar dari Produk


atau Jasa
Setelah memilih jenis produk ataupun jasa yang hendak diusahakan
(menggunakan berbagai instrumen yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya), perlu dimiliki kemampuan untuk memahami hal mendasar
(esensial) dari pengusahaan produk atau jasa tersebut. Pemahaman akan hal
mendasar dari produk atau jasa akan membuat pengusaha memahami secara
lengkap sifat dari produk atau jasa yang diusahakannya, sehingga akan
mampu menonjolkan hal-hal penting maupun melindungi aspek-aspek yang
rawan dari usahanya. Sebagai contoh, dalam kasus Antena TV sebelumnya,
pada saat Ibu Ocid menawarkan bantuan Hamonangan untuk membetulkan
tiang antena TV yang patah (lihat halaman 4), calon klien, yaitu Bu Yanto,
sama sekali tidak bertanya mengenai keahlian atau kompetensi yang dimiliki
z EKMA4370/MODUL 5 5.21

Hamonangan dan justru bertanya mengenai kelakuannya: “Siapa Bu yang


mau bantu? Orangnya baik?”
Ini menunjukkan bahwa hal mendasar yang dibutuhkan oleh calon klien
dalam usaha jasa seperti yang dijalankan oleh Hamonangan adalah rasa
aman. Setelah terbukti berkelakuan baik, selanjutnya Hamonangan berulang-
kali diminta membantu melakukan berbagai jenis perbaikan di rumah Bu
Yanto, memasang kabel listrik, membetulkan pagar, memasang bel,
membetulkan engsel pintu, dan lain-lain. Dengan demikian usaha jasa seperti
yang dijalankan oleh Hamonangan ini perlu dipromosikan dengan
menonjolkan jaminan rasa aman bagi para pelanggannya.
Kegagalan pengusaha, terutama yang berukuran kecil, sering kali terjadi
karena tidak memahami hal-hal mendasar dari produk atau jasa yang
diusahakannya, sehingga saat memasarkan ataupun menawarkan produk atau
jasa tidak tepat ataupun tidak secara lengkap menonjolkan aspek-aspek yang
diinginkan konsumen, ataupun cenderung hanya menonjolkan aspek teknis.

3. Kemampuan Membaca Potensi ataupun Keterbatasan Diri


Setelah memiliki pilihan produk atau jasa dengan prospek yang baik dan
juga memahami hal mendasar dari produk atau jasa tersebut, selanjutnya
perlu dipahami kesesuaian pilihan tersebut dengan potensi ataupun
keterbatasan diri pengusaha ataupun usaha yang dijalankannya.
Sering kali dikatakan bahwa seseorang sebaiknya menjalankan bidang
usaha yang betul-betul ia pahami dan juga sesuai dengan potensi ataupun
keterbatasan dirinya. Menjalankan usaha tanpa pemahaman akan memaksa
pengusaha tersebut mempekerjakan pihak lain dengan keahlian yang lebih
tinggi. Akibatnya sering dijumpai perusahaan tidak terkendalikan dengan
baik karena pengusaha didikte oleh pihak yang lebih ahli.
Selain itu pada umumnya sering terjadi kekeliruan dalam memahami
arti potensi diri. Potensi diri sering kali hanya ditafsirkan sebagai “keahlian
teknis”, misalnya keahlian menjahit, mengelas, main musik, dan sebagainya,
yang sulit dan perlu waktu panjang untuk dikuasai. Masih banyak jenis
potensi diri lainnya, yang mungkin sudah bertahun-tahun kita miliki tanpa
sadar, dan ternyata memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam
mengembangkan perusahaan, seperti sifat ramah, sifat sebagai perunding
(negosiator), memiliki pergaulan dengan network yang luas ataupun
pergaulan di kalangan elite, sehingga bisa dimanfaatkan untuk memasarkan
suatu jenis produk atau jasa yang sesuai seperti yang digambarkan pada kasus
5.22 Kewirausahaan z

berikut ini. Kasus ini memberikan gambaran bahwa tanpa disadari seseorang
mungkin sudah berada dalam pasar, dengan daya beli yang kuat dan juga
sudah sangat dikenal, sehingga tinggal memikirkan produk ataupun jasa yang
tepat untuk ditawarkan,

IBU JENDERAL BUKA CATERING 4 F

Istri seorang Jenderal (Ibu Jenderal) merasa bahwa ia harus banyak


mensyukuri kebahagiaan yang diberikan Tuhan kepada keluarganya.
Sekarang mereka sekeluarga hidup nyaman di Jakarta, uangnya banyak
sehingga mereka mampu memiliki sebuah rumah yang besar di daerah
elit, sudah sering jalan-jalan ke luar negeri (paling sedikit setahun
sekali), karier suami bagus, dan yang luar biasa ketiga anaknya juga bisa
dibanggakan, sekolahnya maju – bahkan anak sulungnya diangkat
menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka, dan
mendapat bea-siswa untuk mengikuti program doktor di luar negeri;
sementara anak kedua dan ketiga juga sedang menyelesaikan pendidikan
mereka di perguruan tinggi negeri yang lain.
Ibu Jenderal masih ingat bagaimana di awal perkawinannya dengan Pak
Jenderal, mereka hidup sangat sederhana. Waktu itu, suaminya masih
berpangkat sersan-mayor, harus pandai-pandai berhemat karena gaji
suami relatif kecil. Tetapi, pangkat suaminya naik tingkat demi tingkat,
hingga akhirnya mampu menjadi jenderal, dengan tugas yang relatif
“empuk” mengelola berbagai jenis perusahaan milik tentara di berbagai
daerah di Indonesia. Tanpa korupsi-pun penghasilan suaminya sudah
cukup besar untuk bisa hidup nyaman, seperti yang mereka nikmati saat
ini.
Pergaulannya juga berubah, istri jenderal tentunya bergaul dengan ibu-
ibu jenderal juga. Dulu, waktu pangkat suaminya masih rendah,
pergaulannya dengan ibu-ibu bintara, dan obrolan waktu arisan tentang
kiat menghemat agar gaji sebulan bisa cukup; sekarang berubah sekolah
anak di luar negeri, bowling, parfum, shopping, Paris, Singapura, dan
lain-lain. Tetapi, karena ia pernah merasakan hidup dari “bawah”, urusan

4
Kasus semacam ini dimungkinkan terjadi pada saat bisnis militer masih diizinkan di
Indonesia.
z EKMA4370/MODUL 5 5.23

dapur bukan hal yang luar biasa bagi Ibu Jenderal, bahkan boleh dibilang
bahwa jika ia memasak hasilnya sangat enak.
Pada suatu hari, si Ibu Jenderal sibuk di dapur memasak, karena ia
mendapat giliran menyelenggarakan acara arisan istri-istri tentara.
Undangan yang datang juga tentunya kebanyakan ibu-ibu jenderal, dan
banyak peserta arisan yang pada saat hendak pulang memberikan pujian:
“Jeng, masakannya enaaak sekali!”

Beberapa minggu kemudian, si Ibu Jenderal ditelepon oleh seorang


rekannya, anggota arisan:
Rekan Ibu Jenderal : “Jeng, waktu arisan yang lalu, masakannya enak
sekali. Dari catering mana ya?”
Ibu Jenderal : “Bukan catering Jeng, saya sendiri kok”.
Rekan Ibu Jenderal : “Oooh, tadinya saya pikir catering. Tadinya
saya mau pesan, kebetulan mau sukuran, si
sulung baru pulang dari Amerika, sekolahnya
sudah tamat”.

Ibu Jenderal akhirnya menawarkan bantuan agar ia yang memasak untuk


acara sukuran rekannya itu, yang ternyata berakhir sukses karena para
tamu merasa puas dengan hidangannya yang enak. Tidak berapa lama
kemudian, beberapa istri jenderal yang lain juga minta bantuan
memasak, sehingga akhirnya si Ibu Jenderal dikenal sebagai ahli masak
yang ulung di kalangan rekan-rekannya.
Suatu saat, si Ibu Jenderal ditelepon oleh seorang rekannya: “Jeng, minta
bantuan masak lagi ya, kebetulan perusahaan Bapak mau meresmikan
gedung baru. Tolong bikinkan kalkulasinya ya. Tolong yang agak ‘wah’,
soalnya Ibu Panglima juga mau hadir”.
Lama-kelamaan kegiatan si Ibu Jenderal menjadi perusahaan catering
yang laku keras. Langganannya, mula-mula ibu-ibu jenderal, berbagai
kesatuan militer, perusahaan-perusahaan milik tentara, kemudian
menjalar ke perusahaan-perusahaan swasta murni. Jadilah usaha si Ibu
Jenderal catering besar yang sangat menguntungkan.
Suatu saat Bapak dan Ibu Jenderal berangkat ke luar negeri untuk
menjenguk anak sulung mereka yang sedang mendapat tugas belajar.
Kembali ke Indonesia, mereka bawa seperangkat radio komunikasi CB
(Citizen Band) untuk anak bungsu mereka, pemuda, mahasiswa sebuah
5.24 Kewirausahaan z

perguruan tinggi negeri ternama di Jakarta. Peralatan komunikasi seperti


ini masih langka dan belum banyak dijual di Indonesia pada saat itu.
Dua tahun kemudian, si bungsu juga ternyata menjadi pengusaha. Ia
membuka toko yang menjual dan menyervis radio CB. Dua tahun
sebelumnya, radio CB dari orang tuanya segera ia operasikan. Kawan-
kawannya banyak yang tertarik, mula-mula mencoba, dan akhirnya ingin
memiliki. Anak jenderal biasanya bergaul dengan anak-anak muda yang
daya belinya kuat. Karena ia yang paling pertama memiliki radio CB,
teman-temannya banyak yang bertanya tentang cara mengoperasikan,
minta bantuan memasang, dan juga membeli perangkat radio CB,
sehingga akhirnya menjadi perusahaan!

ooo

4. Kemampuan Mengusahakan Kesesuaian


Pilihan jenis produk atau jasa perlu sesuai dengan corak permintaan
pasar, dan juga sesuai untuk dijalankan oleh usaha kecil (terutama sesuai
dengan potensi maupun keterbatasannya). Kesesuaian ketiga unsur tersebut
merupakan kunci keberhasilan berdirinya usaha kecil.
Pemahaman mengenai corak permintaan pasar, corak proses produksi,
hal-hal yang mendasar dari produk atau jasa yang diusahakan, dan juga
paham potensi maupun keterbatasan usaha kecil yang dijalankan, secara
keseluruhan berawal dari “kemampuan melihat lebih dalam”. Pada bab 4
halaman 8 telah dijelaskan bagaimana cara-cara yang disarankan untuk
mengembangkan kreativitas. Kreativitas dibutuhkan untuk menemukan jenis
produk atau jasa yang akan diusahakan. Selanjutnya, diperlukan kemampuan
melihat lebih dalam untuk memahami cara yang tepat untuk menjalankan
usaha.
Di lapangan, perjalanan para pengusaha kecil yang berhasil dilalui
dengan banyak melakukan kesalahan. Mereka berulang kali melakukan
berbagai kekeliruan, tetapi kemampuan melihat lebih dalam akhirnya
membuat para pengusaha berhasil, bisa memiliki pemahaman yang lebih
lengkap untuk mengerti cara menjalankan usaha secara lebih baik, yaitu cara
yang mampu mengusahakan kesesuaian antara ketiga unsur yang telah
dibahas sebelumnya.
z EKMA4370/MODUL 5 5.25

B. ULET/KONSISTEN

Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa melalui berbagai jenis


kekeliruan yang dialami, pengusaha kecil yang berhasil akhirnya memiliki
pemahaman yang lengkap mengenai kegiatan usaha yang mereka jalankan,
karena memiliki kemampuan melihat lebih dalam. Karena itu, persyaratan
kedua agar pengusaha kecil bisa berhasil adalah ulet atau konsisten. Keuletan
atau konsistensi membuat para pengusaha kecil yang berhasil mampu tetap
bertahan walaupun dihadapkan pada serangkaian kekeliruan, dan akhirnya
memiliki pemahaman yang relatif sempurna mengenai cara menjalankan
kegiatannya.

KASUS HAJI SOMA

Haji Soma, pengusaha pertenunan yang sukses dari Majalaya, sebuah


kota kecil 30 km ke arah tenggara kota Bandung. Ia memulai usaha
pertenunan sejak jaman penjajahan Belanda. Sebelumnya, ia dan istrinya
bekerja di rumah seorang pejabat Belanda sebagai pembantu. Sang
suami menjadi tukang kebun, sedang si istri di dapur. Pasangan suami
istri ini bekerja dari pagi hingga sore, dan sehari-hari mereka tidur di
rumah milik mereka sendiri, tidak menginap di tempat sang majikan.
Setelah cukup lama menabung, mengumpulkan sisa-sisa gaji bulanan,
akhirnya mereka berhasil membeli 2 buah alat tenun (ATBM – Alat
Tenun Bukan Mesin). Selanjutnya, mereka kembali menabung untuk
membeli bahan baku (benang tenun). Setelah memiliki bahan baku,
setiap malam, selepas jam kerja, Haji Soma dan istrinya mulai bertenun
kain.
Setelah menghasilkan beberapa gulung kain, Haji Soma kemudian
meminta cuti beberapa hari. Gulungan kain dinaikkan pada sebuah
sepeda, diikat, dan karena cukup banyak jumlahnya sepeda tersebut tidak
lagi bisa ditunggangi, dan hanya bisa didorong. Ia kemudian berkeliling,
mendorong sepeda, menjajakan kain.
Di kota asalnya, Majalaya, biasanya tidak ada kain yang berhasil dijual,
karena di kota tersebut sangat banyak perusahaan pertenunan kelas
rumahan. Haji Soma kemudian berjalan kaki ke arah kota Bandung,
sambil mendorong sepeda yang sarat dimuati gulungan tekstil. Lima
kilometer kemudian ia sampai di Ciparay, yang juga penuh dengan
5.26 Kewirausahaan z

pengrajin tenun, sehingga biasanya tidak ada juga kain yang berhasil
dijual. Melanjutkan perjalanan, 30 kilometer kemudian ia sampai di
pinggiran kota Bandung, dan mulailah beberapa gulungan kain berhasil
dijual.
Puluhan tahun kemudian, Haji Soma sudah menjadi pengusaha yang
terbilang paling sukses di daerahnya. Suatu saat ia diwawancarai oleh
seorang peneliti yang ingin mempelajari perjalanan perkembangan para
pengusaha kecil yang berhasil.

Peneliti : “Pak Haji, biasanya perjalanan mendorong sepeda sambil


bawa kain, berakhir di mana?”
Haji Soma : “Kadang-kadang sampai Tanjung Priok, Jakarta.
Pulangnya, saya naik kereta api sampai ke Majalaya”.
Peneliti : “Berapa lama Pak Haji berjualan kain dengan cara
seperti itu?”
Haji Soma : “Yaah, barangkali 3 sampai 6 tahun”.
Peneliti : “Terus-terusan seperti itu caranya berjualan selama
6 tahun?”
Haji Soma : “Tidak juga, kadang-kadang berhenti dulu, soalnya
uangnya sering terpakai keperluan yang lain, ada yang
sakit, dan lain-lain. Tapi, kalau uangnya sudah ada lagi,
mulai lagi, bikin tekstil lagi”

Hampir semua pengusaha kecil yang berhasil ternyata pernah mengalami


masa-masa “keras”, terutama di awal memulai usaha. Tetapi mereka
secara konsisten akan selalu mencoba kembali menekuni usaha yang
sebelumnya sudah mereka mulai.

Mengapa keuletan atau konsistensi menjadi persyaratan utama?


Keuletan dan konsistensi menjadi penting karena pengusaha yang tetap
bertahan akan mengakumulasi pengalaman, sehingga menjadi paham
dan menguasai seluruh aspek penting maupun yang rawan dari usaha
yang dijalankannya. Calon pengusaha yang “cepat patah”, segera
berhenti atau pindah ke jenis usaha yang lain begitu mengalami
kesulitan, sulit untuk menguasai aspek-aspek penting suatu jenis usaha
secara lengkap dan mendalam.
z EKMA4370/MODUL 5 5.27

Pengusaha yang ulet dan konsisten akhirnya paham dan menguasai


seluruh aspek penting dari kegiatan usahanya, mula-mula paham cara
bertahan-hidup (survive) kemudian paham cara untuk menjadi unggul
seperti ditunjukkan pada wawancara selanjutnya.
Peneliti : “Apa sebabnya Pak Haji malah membuka peternakan
bebek, pabrik batako, dan lain-lain? Mengapa bukan
perusahaan pertenunan saja yang dibesarkan. Sekarang
Pak Haji cuma punya 120 mesin tenun, padahal saya lihat
Pak Haji Dodi punya 350 tenun, bahkan di pabrik Pak
Haji Ahadiat ada 600 mesin?”
Haji Soma : “Iya, saya juga tahu. Tapi, saya juga sudah coba, punya
200 mesin tenun, pernah juga 80 mesin tenun. Ternyata,
yang paling menguntungkan 120 mesin tenun. Buat apa
punya 600 mesin tenun kalau sehari-hari kebanyakan
menganggur!”

Di saat yang lain, si peneliti mencoba mempertanyakan teori tentang


pertumbuhan perusahaan kepada Pak Haji Soma. Menurut teori, semakin
besar persentase keuntungan yang ditanamkan kembali di perusahaan
(reinvestasi) maka perusahaan akan lebih cepat tumbuh (growth).

Peneliti : “Kalau Pak Haji untung 100, berapa yang ditanamkan


kembali di perusahaan?”
Haji Soma : “ Maksimum 3!”
Peneliti : “Lho, kok ada maksimumnya? Bukannya makin banyak
makin bagus? Biar perusahaan Pak Haji cepat jadi
besar?”
Haji Soma : “ Kalau lebih dari 3, jadi “modal mati! Saya sudah
pernah coba, 10, 5, 2, ternyata yang paling pas 3. Lebih
dari 3, barang tidak terjual!”

Kesimpulannya, pengusaha yang konsisten selalu mencoba “melihat


lebih dalam”, akhirnya akan dapat menemukan bentuk dan cara menjalankan
kegiatan usahanya secara tepat, sehingga memiliki peluang lebih besar untuk
berhasil. Ditunjukkan bahwa Haji Soma berulang-ulang melakukan
kesalahan, tetapi karena konsisten akhirnya mampu menemukan bentuk
paling sesuai untuk menjalankan usahanya.
5.28 Kewirausahaan z

RA NGK UMA N

Di antara persyaratan untuk menjadi pengusaha kecil yang berhasil,


yaitu:
1. memiliki kemampuan “melihat lebih dalam”, sehingga bisa
menemukan jenis produk ataupun jasa yang sesuai untuk ia
usahakan, dan juga mampu memahami hal mendasar dari kegiatan
usahanya. Pemahaman ini akhirnya membuat pengusaha menjadi
mampu mewujudkan bentuk pengusahaan yang sesuai dengan
karakteristik produk,, ataupun jasa yang ia usahakan maupun
terhadap kondisi-kondisi di luar perusahaan;
2. memiliki keuletan atau konsistensi, sehingga mampu tetap bertahan
untuk mengantarkan usahanya, mulai dari tahapan survive,
berkembang, akhirnya sukses.

Anda mungkin juga menyukai