Anda di halaman 1dari 3

Cara Menanggapi Cita-cita Anak

“Nanti kalau sudah besar, mau jadi apa, Nak?” Mama bisa bayangkan, betapa bangganya Eyang
dan Opung ketika anak menjawab lantang, “Aku mau jadi dokter!” atau “Aku mau jadi pilot!”
Tapi, bagaimana kira-kira reaksi mereka, kalau si kecil menjawab bahwa ia ingin jadi pawang
singa, atau pemiliki toko hotwheels paling besar di dunia? Bisa jadi Om, Tante, Kakek atau Nenek
tertawa. Bukan tidak mungkin pula mereka mengarahkan jawaban anak agar keren, seperti
menjadi dokter, arsitek dan jenderal bintang empat. Satu yang tak bisa dipungkiri, kita hidup
dalam jaman perubahan yang amat cepat. Sepuluh tahun yang lalu, tak ada orang tahu apa itu
profesi manajer media sosial, app developer, atau cloud computing specialist. Kini, 3 profesi itu
banyak dicari.

Heidi sempat bimbang dan gusar ketika Oki (15) menyatakan ingin melanjutkan sekolah ke SMK
jurusan tataboga. Ia tak pernah menduga SMK tataboga menjadi pilihan Oki. “Saya berpikir umum
saja, masuk SMA setelah lulus SMP, lalu kuliah di universitas yang baik, “ tutur Heidi. Oki
bersikeras dengan pilihannya. Tataboga bukan dunia yang asing bagi Oki karena mamanya senang
memasak dan sering menerima pesanan makanan dari berbagai pihak. Seiring waktu, rasa gusar
Heidi menghilang. Ia melihat Oki amat menikmati belajar di SMK. Ia sering mengajak ibunya
berdiskusi tentang berbagai ilmu baru yang dipelajari di SMK. Belum lagi lulus, Oki mendapat
kesempatan untuk magang di luar Indonesia.

“Orang tua yang sadar pada minat dan potensi anaknya, biasanya akan memfasilitasi anak dengan
menempatkannya di tempat belajar yang dipercaya bisa menggali dan mengembangkan minat dan
potensi itu. Di sisi lain, banyak juga orang tua masih khawatir tentang karier dan masa depan
anaknya yang mendalami seni rupa,” tutur Marda Yuantika, Kepala Sekolah Erudio School Of Art
(ESOA), Jakarta.

Marda amat menikmati bekerja sama dengan murid-murid ESOA (setingkat SMA) yang selalu
belajar dengan senang hati karena mempelajari bidang ilmu yang mereka inginkan. “Ketika diberi
kesempatan menggali minat dan potensi mereka, anak-anak sebenarnya sedang belajar mengenali
diri mereka sendiri, dan itu adalah pengalaman yang amat berharga.”

Pilihan karier dapat kita mulai sejak anak masih kecil. Bagaimanapun, orang tua memiliki peran
kunci untuk mendukung pilihan dan perjalanan karier anak. Mama dan Papa sering menjadi tempat
bertanya dan berdiskusi yang pertama tentang cita-cita dan keinginan di masa depan. Sikap kita
mengenai suatu profesi, pekerjaan, atau bidang usaha akan berdampak besar pada pilihan anak
kelak. Maka, menunjukkan sikap positif dan terbuka pada minat, bakat, hobi dan pilihan anak
akan amat membantu mereka mendapatkan pilihan yang sesuai bagi dirinya.

Sebagai orang tua generasi Z dan generasi Alpha, Anda perlu menyadari bahwa kelak anak-anak
kita akan berkarier di abad ke-21. Makna karier di abad ke-21 ini sudah bergeser dari masa
sebelumnya. Karier tak lagi berarti satu pekerjaan yang sama seumur hidup. Suatu karier adalah
sebuah pengalaman sepanjang hidup termasuk periode belajar, berlatih, bekerja, menjadi
relawan, menganggur, magang, dan peran-peran hidup yang lain. Anak-anak akan membutuhkan
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk melalui pengalaman yang beragam ini.

Mereka juga perlu memiliki daya lenting (resiliensi) yang tinggi untuk terus bergerak maju apabila
pilihan mereka ternyata tidak serta merta membawa hasil. Menurut Marda, sebaiknya orang tua
melihat minat dan potensi anak sebagai berkah, bukan musibah. Tidak semua anak menyadari
minat dan potensinya di usia muda, jadi sebenarnya anak-anak yang sudah dapat memilih jurusan
atau sekolah berdasarkan minat dan potensinya di usia muda justru anak-anak yang hebat.

Berikan mereka kesempatan untuk mencoba hal-hal baru atau mengenali kemampuan diri di
bidang-bidang yang mereka minati, sehingga anak-anak akan mendapat pengalaman hidup yang
seru. “Tidak ada keputusan yang salah dalam hal ini. Salah dan gagal menjadi bagian dari
pembelajaran dan proses, lagi-lagi, mengenali diri,” tutur Magda. (foto: 123rf)

Lakukan 4 Hal Ini untuk Mendukung


Anak Meraih Cita-cita
Setiap orang tua ingin anaknya berhasil meraih impian dan cita-cita. Tapi sudahkah Anda
melakukan tugas Anda untuk mendukungnya? Ada peran penting dari orang tua sebagai support
system bagi anak. Antarkan si kecil ke gerbang cita-citanya dengan melakukan beberapa hal ini: 

Temani anak berjuang


Anak Anda mungkin pernah merasa ingin menyerah pada hal-hal yang sedang dilakukannya.
Misalnya, “Aku nggak bisa soal matematika ini!” Atau ia mengatakan, “Aku ini payah kalau
bermain bola.”

Untuk mencegah anak berkesimpulan seperti itu, cobalah ubah perspektifnya. Cobalah bingkai
ulang pemikirannya menjadi lebih positif dengan mengatakan hal berikut, “Sekarang kamu belum
bisa mengerjakannya, tapi nanti pasti bisa.” Atau, “Semua olahraga baru memang sulit dipelajari
awalnya.”

Dan, biarkan anak tahu bahwa bukan dia satu-satunya yang frustasi, karena teman-temannya yang
lain pasti mengalami hal ini juga. Supaya ia tetap optimis, Anda boleh membantunya mengingat
kembali tentang keberhasilannya yang lalu, misalnya, “Ingat, kan, dulu kamu sama sekali tidak
bisa berenang, Tapi lihat sekarang, kamu berenang seperti ikan.”
 
Tetaplah realistis
Saat anak sedang sedih, Anda mungkin begitu ingin menghibur anak dengan kata-kata yang manis
dan bisa membuat anak kembali ceria. Misal ketika anak baru saja merusakkan mainannya secara
tidak sengaja, Anda mungkin ingin berkata “Tenang, nanti dibelikan lagi sama papa mainan yang
baru.”

Padahal, bisa jadi kata-kata yang Anda ucapkan itu mengandung harapan palsu. Tahan diri Anda,
Ma. Lebih baik Anda katakan pada anak, “Ya, Mama tahu kamu tidak sengaja menjatuhkannya.
Sekarang mainan kamu rusak, ya memang itulah risikonya kalau kita tidak hati-hati.”

Ironisnya, meyakinkan anak bahwa segalanya akan baik-baik saja justru malah akan membawa
dampak yang sebaliknya. Rasa optimis yang sesungguhnya membutuhkan pemikiran yang realistis,
tak sekadar pemikiran yang positif.
 
Memberi contoh
Orang tua merupakan sosok yang ditemui anak setiap hari di rumah. Sikap dan sifat anak
kebanyakan merupakan cerminan dari orang tuanya. Itu sebabnya, orang tua harus menunjukkan
sikap optimis di depan anak-anaknya, agar anak bisa meniru dan memiliki rasa percaya diri.
Jadilah orang tua yang patut dicontoh oleh anak.

Dan yang paling penting, bentuklah lingkungan yang memungkinkan anak Anda dapat tumbuh
menjadi individu yang percaya diri.

Tunggu sebelum beraksi


Ketika melihat anak Anda diejek, apa reaksi Anda? Apakah Anda akan langsung mendatangi anak
yang mengejek dan membela anak Anda? Tak perlu, Ma. Tak perlu terlalu sering membantu anak
dalam memecahkan suatu masalah yang sedang ia hadapi.

Yang perlu Anda lakukan adalah mengatakan pada anak bahwa Anda percaya ia mampu
menyelesaikan sendiri masalahnya. Lihat saja, setelah Anda mengatakan hal ini, sangat mungkin
anak akan merasa lebih berani membela dirinya sendiri ketika ia diejek oleh temannya. “Aku tidak
seperti yang kamu katakan!”

Ketika anak kesulitan menemukan jawaban PR atau menempatkan satu keping potongan puzzle,
sangatlah mudah bagi Anda untuk mengintervensi dan membantu anak menyelesaikan masalahnya.

Tapi tahan diri, Ma. Membiarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan Anda akan
meningkatkan rasa bangga atas pencapaiannya, serta membuatnya lebih optimis mengenai apa
yang bisa dilakukannya di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai