Anda di halaman 1dari 37

Sekadar Belajar dan Menuntut Ilmu

Inilah pertanyaan yang paling mendasar, bahkan yang


paling sering ditanyakan oleh guru di sekolah. Betul? “Anak-anak
apa tujuanmu datang ke sekolah ini nak?” Tanya guru. Dengan
santai dan tidak perlu pikir panjang tentulah jawabannya “untuk
belajar bu!” atau “untuk menuntut ilmu bu!”. Betul begitu? Ah,
sudalah jangan berdalih lagi, kalau kita pernah sekolah maka
kamu dan aku penah menjawab itu.
Nah, sadar atau tidak, itulah jawaban yang tidak kita
pikirkan. Maksudnya tidak dipikirkan, melainkan spontanitas.
Bahkan anak SD yang baru masuk pun jawabanya sama “untuk
belajar” dan “untuk menuntut ilmu.” Masa’ sih? Lah, coba
tanyakan pada siswa SD, SMP, dan SMA. Hampir-hampir jawaban
mereka semua walaupun mungkin ada yang kreatif dengan
jawaban yang unik, dan ada juga yang nglantur.
He, jadi ingat dengan pelajaran keterampilan. Ketika di
tugaskan menggambar pemandangan maka hampir seluruh siswa
di kelas menggambar pemandangan dengan konsep spontanitas
tanpa pikir panjang. Gambar apa? Yup, apalagi kalau bukan
gambar gunung. Gunungnya ada dua, lalu ada mataharinya, ada
sawahnya, ada kelapanya, ada jalannya. Yah, ini mirip-mirip
dengan menjawab pertanyaan untuk apa sekolah? Serentak akan
menjawab “untuk belajar dan menuntut ilmu”.
Tapi sebagai siswa, pernahkah berfikir sedikit saja, benarkah
ke sekolah untuk belajar? Atau biasa disebut menuntut ilmu?
Nyatanya banyak siswa yang tidak belajar dan menuntut ilmu
dengan benar.
Yah, ke sekolah paling hanya sebagai formalitas, “nanti kalau tidak
sekolah malu dong sama tetangga. Hm, jika itu tujuannya dapat
dibayangkan bagaimana siswa ini di sekolahnya atau wajar jika di
sekolah biasa-biasa saja bahkan tidak ada istimewanya. Wong
tujuannya ke sekolah biar nggak malu sama tetangga. Padalah
belum tentu juga tetangganya mempermasalahkan
pendidikannya.
Kemudian ada juga yang ke sekolah hanya ikut-ikutan teman.
Dengan alasan, “Temanku sekolah semua, masa’ aku tidak”. Yang
seperti ini juga bisa dibaca bagaimana nantinya ketika di sekolah.
Untung-untung jika semua temannya berprestasi semua, maka
kemukngkinan dia akan ikut prestasi. Lha, kalau temannya hancur
semua. Hm, tidak usahlah dibayangkan kelanjutannya, tentu akan
terbawa yang tidak membanggakan.
Belum lagi yang hanya ikut sistem pemeritah yang mewajibkan
sekolah. Ini motivasi yang kurang memikat. “Nak, sekolah yang
tinggi biar enak cari kerja”. Biasanya yang seperti ini persepsi ke
sekolah hanya untuk dapat ijazah saja,hanya perlu masuk selama
sekolah berlangsung nanti akan selesai dan kau akan dapat ijazah
yang bisa dipakai untuk mencari pekerjaan.
Halah, kalau sekadar mencari ijazah namun kecerdasan dan
keterampilan kurang jangan mimpi untuk menjadi sukses. Berapa
banyak yang tamat dengan menyandang ijazah di negeri ini yang
kebingungan mencari pekerjaan. “Berarti mendingan tidak usah
sekolah dong?” yah, ini lebih parah lagi. Yang sekolah dan punya
ijazah saja tidak mudah, apalai yang tidak sekolah sama sekali.SS
Terakhir, seklah sebatas tuntutan orang tua saja. Hm, ini yang
agak berat. Bagaimana tidak, menjalani sekolah anaknya tapi tidak
ada kemauan dan orang tuanya yang bersikukuh memaksa anak
ini bersekolah. Wah, ini juga sudah terbayang bagaimana siswa ini
kedepannya. Prestasi? Kemungkinan kecil, bisa kalau dia berubah.
Kembali ke jawaban “belajar dan menuntut ilmu”, berarti ada yang
perlu dibenahi dengan jawaban ini atau jawabannya sudah benar.
Lalu? Lalu mungkin orangnya yang salah? Hehehe, bisa jadi.
Nah, mu;ai sekarang alangkah lebih baik jika seorang siswa itu
benar-benar tahu akan tujuannya sekolah. Sehimgga dengan
mempunyai tujuan yang jelas maka hidup akan lebih terarah apa
yang ingin dicapai ke depannya.
Apa pentingnya sih tujuan itu?
Ya, pentinglah! Orang lomba lari saja punya tujuan. Bayangkan
jika tidak punya tujuan akan kemna arahnya ynag ikut lomba lari.
Apalagi yang berkaitan dengan menyangkut hidup dan masa
depan.
Jadi, kalau sekolah hanya untuk belajar, maka kau hanya kan
menjadi siswa rata-rata yang tidak ada lebihnya, tidak ada
istimewanya sams seperti siswa pada umumnnya. Lalu bagaimana
seharusnya tujuan sekolah itu agar tidak menjadi siswa rata-rata?
Beberapa menit ke depan kita akan cari tahu bagaimana
menggapai prestasi agar tidak menjadi siswa rata-rata.
Demi Orang Tua
Pernah dengar orang tua teman, atau orang tua lain yang tidak
kita kenal bercerita bangga akan anaknya? Ya, mungkin kita
pernah melihat orang tua seperti ini. Dia orang tua suka
menceritakan pprestasi anaknya. Heboh sekeliling kampung
bercerita ke sana kemari. Padahal ceritanya sama. Cerita tentang
anaknya. Dari tetangga yang satu ke tetangga yang lain dia cerita
semua kehebatan anaknya. Hm, luar biasa orang tua ini.

“Alhamdulillah, anakku ranking satu di kelasnya, nilainya Sembilan


puluh semua”. Nah, itu salah satu contoh orang tua yang anaknya
berprestasi di sekolahnya. Mereka akansenang, girang, semangat
bahagia, bahkan dengan bagga, dengan senyum, dengan lantang
ia menceritakan anaknya. “Anakku ranking satu di sekolah”
begitulah kadag orang tua. Betul?
Inilah motivasi terbesar. Selipkan pada tujuan sekolah kita. Demi
apa? Demi membahagiakan orang tua. Membahagiakan dengan
prestasi yang akan diraih. Biarkan mereka bangga menceritakan
prestasi anaknya, biarkan mereka tersenyum lebar dengan wajah
berseri-seri akan prestasimu.
Jangan sampai sebaliknya, malah membuatnya malu akan tingkah
dan ulah yang sengaja dilakukan demi kesenangan bersama
dengan teman-teman. Bayangkan ketika orang tua bercerita
hebat tentang anaknya di sisi lain ada orang tua yang malu
akananaknya yang selalu berbuat ulah, jangankan mau bercerita
tentang anaknya, ditanya orang lain pun sebisanya mereka
menutup diri, agar aib yang dilakukan anaknya tidakdiketahui
orang.
La;au yang seperti itu, tidak terbayangkan, ia akan tertunduk malu
ketika ditanya oleh tetangganya. Padahal itu bukan ulah dirinya
namun karena ulah anaknya yang tidakmembanggakan bahkan
memalukan. Pemakaian narkoba misalnya, atau contoh sederhana
ketika anaknya tidak naik kelas.
Sebisa mungkin jadikan ini motivasi tujuan mencapai prestasi
adalah untuk membuat bangga orang tua kita. Prestasi bukti bakti
pada orang tuamu. Pepatah mengatakan kalau belu bisa
memberi, janganlah menyusahkan. Membuat mereka bangga itu
sudah lebih dari sekadar cukup bagi mereka.
Capai prestasi, inngat pengorbanan orang tuamu. Dari mulai ibu
mengandung selama Sembilan bulan ia membawa kita ke mana-
mana, dalam tidurnya, dalam aktivitasnya, suka dan senangnya ia
korbankan semuanya demi kita, begitu juga dengan ayah, ketika
ia berkeinginan untuk makan yang ia suka di luar sana, lalu ia
tahan keinginan itu, demi siapa? Demi anak yang dicintainnya.
Penat lelah orang tua akan sedikit terbayarkan dengan
prestasimu. Dialah yang rela membanting tulang jangan sia-
siakan dengan nilai yang tidak membanggakan. Buatlah orang tua
tersenyum lebar dengan melihat hasil nilai tertinggimu.
Doa orang tuamu bisa menjadi penyemangan gapai prestasimu.
Berjaniilah akan menunjukkan prestasi terbaik untuk orang tuamu.
Jika kemarin kita pernah membentaknya, hari ini bahagiakan
dengan prestasi kita.
Belum banyak yang bisa dilakukan untuk orang tua, namun
tunjukkan nilai terbaik kita. Jika sudah lemah ingatlah tidak ada
orang tua yang ingin anknya menyerah, orang tua selalu berdoa,
dan menuntunmu untuk berhasil. Prestasimu memberikan
kebahagiaan di setiap senyuman orang tua. Ingat selalu prestasi
membuat bangga orang tuamu.
Nasibku Harus Lebih Baik dari Orang Tuaku
Beberapa tokoh hebat di negeri ini seperti pengusaha Chairul
Tanjung (Si anak singkong), Dahlan Iskan, Ippho Santosa (penulis
inspiratif), Tung Dessem Waringin (motivator), Jamil Azzaini
(trainer) dan yang lainnya. Bila kita perhatikan apa yang menjadi
alasan terkat seghingga mereka harus sukses adalah tidak lain
mereka ingin mengubah hidup merke yang dulunya sangat
berkekurangan menjadi lebih baik, bukan untuk dirinya namun
lebih kepada keluarga bahka semua orang.
Mungkin kalau mereka ditanya mengapa harus bersekolah?
Jawabannya bukana karena ingin belajar namun lebih kepada
ingin mengubah nasib ke arah yang lebih baik. Nasib harus lebih
baik dari orang tuanya dengan ikrar ketika sudah sukses maka
orang tua tidak perlu memikirkan kita lagi, tetapi kitalah yang
memikirkan mereka. Jangan kebalik.
Bukannya banyak orang yang setelah sekolah pun masih terlunta-
lunta meminta pada orang tuanya, dan bukannya banyak orang
yang tidak sekolah pun bisa sukses? Itu benar, tapi pastikan itu
tidak untuk kita, niatkan jika setelah sekolah ini maka kitalah yang
akan mengabdi untuk orang tua.
Terus, bagaimana mengenai banyak orang yang sukses walaupun
mereka tidak sekolah? Itu juga benar. Tapi bandinngkan berapa
banyak orang yang tidak sekolah lalu sukses dengan orang yang
sekolah lalu sukses? Hm, tentulah banyak orang yang bersekolah.
Maka dari itu niatkan dari sekarang ke sekolah bukan hanya untuk
belajar, namun tambahkan dengan niat untuk mengubah
hidupmu kea rah yang lebih baik, lebih baik dari orang tuamu.
Agar bisa menjadi kebanggaan mereka.
Bermanfaat bagi Orang Lain
Masih ingat dengan pesan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
“Sebaik-baiknya manusia di dunia adalah mausia yang paling
banyak memberikan manfaat bagi sesamanya”. Nah, ini bisa
dijadikan tujuan untuk bersekolah. Untuk apa? Adalah untuk
kebermanfaatan diri sendiri kepada orang lain.
Pada umumnya seseorang di tanya mengapa harus bersekolah?
Jawabannya tidak lebih dari sekadar untuk menyelematkan
dirinya. Agar masa depan cerah, agar diri tidak dibodohi orang
lain, agar ini, agar itu, atau dengan kata lain agar dirinya tidak
menjadi orang yang kolot bin ketinggalan zaman karena tidak
bersekolah. itu memang benar. Bahkan sepenuhnya benar!
Namun ada motivasi yang lebih kuat dari sekadar itu ialah untuk
pengabdian dirimu atau agar bermanfaat bagi keluarga dan
saudara, teman-temanmu, dan seluruh orang di tempatmu yang
mmenjadikan dirimu sebagai solusi. Solusi? Ya, solusi. Solusi bagi
dirimu, solusi bagi keluargamu, dan solusi bagi orang lain yang
sedang punya masalah. Maka dengan bangga dirimu maju ke
depan menawarkan solusi dengan modal pendidikan, wawasan dn
kecerdasan yang dimiliki.
Jangan terbalik. Ketika selesai sekolah bukan malah makin
dewasa, makin keren bisa membanu orang lain, bisa menjadi
solusi tempat orang lain meminta bantuan. Ah, malah banyak
menyusahkan. Orang lain menjadi tidak nyaman dengan
kehadiran kita, terutama orang tua. Sungguh, itu tidak akan terjadi
pada diri kita. Huh, jangan sampai ya!
Terlalu sederhana hidup ini jika polannya hanya “lahir-tumbuh-
dewasa-tua-lalu mati”. Jika pola itu yang terjadi apa bedannya kita
dengan mahluk lain yang Allah ciptakan? Bahkan lebih buruk dari
itu.
Tumbuh-tumbuhan saja memberikan manfaat bagi sekelilingnya
dengan menghasilkan oksigen bagi manusia, atau paling g tidak
memberikan keteduhan dari kegersangan panas lingkungan
sekitarnya. Contoh saja pohon pisang akan mati kalau dirinya
sudah menghasilkan buah. Masa sih? Iya, potong saja pohon
pisang selagi belum menghasilkan buah makan pohon yang
dipotong akan tumbuh kembali, dan mati setelah menghasilkan
buah, setelah memebrikan manfaat. Maka jangan ati kalau belum
bermanfaat bagi orang lain.
Bagaimana dengan hewan? Tidakjauh berbeda, hewan pun tidak
akan hidup kalau tidak memberikan manfaat pada sekelilingnya.
Sudahlah, jangan banyak tanya! Iyakan saja, toh kebermanfaatan
kita pada orang lain akan kembali pada diri kita masing-masing.
Lihat saja orang-orang sukses, mereka lebih banyak
menghabiskan waktunya demi kebermanfaatan bagi orang lain.
Sekelah presiden, mengabdikan hidupnya demi rakyatnya,
gubernur, bupati, pengusaha, pedagang, petani, guru, semuanya
demi kebermanfaatan bagi orang lain. Berbeda dengan orang
yang biasa-biasa saja. Lebih kurang manfaatnya, lebih kurang
berdaya. Sekarang, bagaimana dengan dirimu? Tanamkan pada
diri mulai hari ini, apa yan bisa dilakukan demi kebermanfaatan
pada orang lain. Percayalah esok tidak akan jadi orang biasa-biasa
saja.
Sekolah Merupakan Kebutuhan Hidup
Kita tentu sudah sering mendengar program wajib belajar kan?
Program yang kita kita kenal telah lama dicanangkan dan
dilaksanakan di negeri ini. Apa tujuannya? Adalah demi
pemerataan kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan.
Namun, celakanya, dukungan dari orang tua dan siswa sendiri
benar-benar menganggap ini sebagai kewajiban. Lha, salahnya di
mana? Perintahnya wajib belajar tho?
Iya, tidak ada yang salah atau yang menyalahkan. Akan tetapi,
prinsipnya harus lebih dari sekadar kewajiban. Sekali lagi harus
lebih dari sekadar kewajiban. Elajar akan menjadi beban jika hanya
dianggap sebagai kewajiban semata.
Sebenarnya buka hanya belajar. Apa pun bidang lain. Sesuatu
yang wajib kita anggap hanya sebagai kewajiban maka kualitas
yang dilakukannya tidak akan meningkat. Contoh bidang yang
lain shalat misalnya yang menjadi kewajiban seorang muslim slah
satunya adalah wajib shalat lima waktu. Jika dianggap hanya
sebagai kewajiban, maka benar ketik melakukannya aka merasa
terbebani. Lau bandingkan dengan sesasinya beda, nikmatnya
beda, keikhlasanya beda, rasa bahagia melakukannya pun akan
berbeda pula.
Lain halnya lagi yang hanya ikut-ikutan. Ikut-ikutan teman, ikut
tren, ikut lingkungan, ikut kata orang, ah pokoknya hanya sekadar
ikut-ikutan saja. Saya menganggapnya ini level motivasi terendah
yang hanya bisa ikut-ikutan. Mengerjakan sesuatu hanya karena
teman lain melakukannya, san dia ikut juga. Malu kalau tidak ikut.
Merasa minder jika tidak turut serta. Intinnya, melalukan karena
dorongan ingin menjadi seperti yang dilakukan oleh orang lain.
Kemudian balik lagi pada yang melakukan karena kewajiban
seperti yang telah disinggung di atas. Ini sebenarnya suda sedikit
naik level, yang awalnya ikut-ikutan kemudian tersadarkan dan
menganggap menjadi sebuah kewajiban. Merasa berdosa dan
bersalah jika tidak melakukan. Namun ditingkat ini lebih
cenderung akan merasa terbebani seperti yang telah
diungkapkan.
Bagaimana tidak, memiliki sebuah kewajiban atau diwajibkan
sesuatu yang harus dilaksanakan. Hati akan merasa terbebani.
Nah, andaikata semua hanya dilakukan karena ikut-ikutan saja,
atau sebagai kewajiban saja maka jangan heran kalau hanya
menjadi siswa rata-rata pada umumnya. Lalu bagaimana?
Sekaranglah waktunya masuk dalam level kebutuhan. Merasa
perlu dan butuh bukan merasa terpakasa apalagi dipaksa dan
perasaan aneh jika tidak dilakukan. Menjadi sebuah kebutuhan.
Harusnya ini yang diterapkan. Belajar adalah sebuah kebutuhan
bukan lagi kewajiban.
Dan level terakhir menjadikannya bukan lagi ikut-ikutan, bukan
lagi kewajiban, dan bukan lagi kebutuhan. Ada lagi? Yah, inilah
level paling tinggi. Apa itu? Menjadikan semuanya adalah sebuah
kenikmatan.
Wah, kalau sudah masuk level ini sudah bisa dibayangkan
semuanya akan menjadi indah, semuanya terasa menyenangkan
dan mengasikkan karena nikmat yang dirasakan ketika dilakukan.
Jangan ditanya bagaimana antusiasnya ketika belajar. Jangan
ditnya bagiamana prestasinya, jangan sitanya bahagianya dan
hebatnya siswa ini, karena baginya belajar itu sebuah kenikmatan.
Sesuai dengan judul bab ini, kamu masuk ranah yang mana? Ikut-
ikutan, kewajiban, kebutuhan atau kenikmatan? Hm, kitalah yang
menentukannya. Ranah yang paling tinggi berdampak dan efek
yang dihasilkan jauh lebih baik, jauh lebih hebat, jauh lebih
berprestasi. Okey? .
BAB 2
KONSEP BELAJAR

Hidup Hanya Sekali


Siapa yang tidak tahu pelajar? Pelajar dinobatkan sebagai anak
muda yang masih di bangku sekolah. Apa yang dilakukan
mereka? Duh, nanya kok segitunya! Yah, belajarlah! Lha, ini
banyak pelajar yang hanya datang ke sekolah, namun jauh dari
niat sebenarnya bahkan ikut-ikutan teman saja. Ah, jangan terlalu
naif, walau kebenaran ada, tapi masih banyak yang jauh lebih baik
dari itu.
Sesuai dengan judulnya “hidup hanya sekali”. Ya, sekali lagi saya
ulangi “hanya sekali”. Kalau dua kali itu bukan manusia, tapi robot.
He, ganti baterainya atau di charge kembali maka robot hidup
lagi. Lha, kita? Tidak mungkin seperti itu, maka hidup hanya sekali
menjadi subjudul kali ini.
Lalu kaitannya dengan pelajar? Lha, bukankah menjadi pelajar
juga hanya sekali? Kecuali kalau memang mau mengulang
sekolah berkali-kali. Emang ada yang mau? Saya berani jamin
tidak akan ada yang mau. Maka dari itu pergunakan sebaik
mungkin kesempatan yang hanya sekali ini. Harus hebat, harus
berprestasi, harus bermanfaat dan berarti bagi diri kedepan
maupun bagi orang lain.
Sebenarnya bukan hanya siswa. Seluruh manusia yang hidup
harusnya punya sejarah dan cerita yang berarti dan bermanfaat
selama hidupnya. Kalau kata Muhammad Rifa’i Rif’an“Jangan
sampai ada dan tiadamu di dunia ini tidak ada bedanya”. Harus
punya segudang sejarang kebaikan tentang diri kita. Bukan
sebaliknya. Ah, saya tidak bisa membayangkan jika nantinya kita
sudah tidak ada tapi cerita keburukan kita masih melanglang
buana. Dengan kata lain, tidak boleh meninggalkan cerita atau
kisah perjalanan buruk ketika kita sudah tiada nanti.
Untuk menghindari itu, baiknya persiapkan mulai sekarang, mulai
saat inni, tentukan apa yang menjadi visi kita ke depan. Apa visi
seorang pelajar? Tentu mendapatkan pelajaran dengan prestasi
yang membanggakan.
Jika sekolah hanya sekadar datang ke sekolah tidak ada bedanya
dirimu dengan yang tidak sekolah sama sekali. Wong ke sekolah
hanya untuk mendapatkan ijazah saja kok. Berapa banyak di
negeri ini yang setelah tamat sekolah terlunta-lunta bingung
menentukan nasibnya. Mngandalkan ijazah tidak punya keahlian
kreativitas dan kepandaian siap-siap akan menghadapi
kebingungan setelah sekolah nanti.
Hidup hanya sekali. Perjuangkan prestasimu sekarang untuk masa
depan yang cerah nanti, waktu tidak akan berulang kembali. Mana
mungkin kalau sekarang lagi di bangku sekolah, prestasi akan kita
ubah nanti. Tidak bisa! Perjuangkan jangan jadi siswa rata-rata.
Harus jadi luar biasa, karena sudah terlalu banyak yang biasa, dan
yang luas biasalah yang akan maju ke depan, yang luar biasalah
yang menjadi bintang.
Siapa Aku?
Baik, setelah kita lewati bahasan hidup hanya sekali, sekarang kita
lanjutkan lagi dengan “Siapa Aku?”. Kamu tahu siapa aku?
Bapakku pejabat, ibuku pengusaha. Aku adalah anak terpandang.
He, sombong amat jadi orang ya?
Bukan itu yang saya maksudkan. Pertanyaan “siapa aku?” bukan
untuk orang lain, melainkan untuk diri sendiri. Karena orang lain
pun belum tentu tahu siapa dirimu yang sebenarnya.
Tanyakan pada diri sendiri “siapa aku?”. Sudah? Pertanyaan
pendek, sekilas sangat mudah dijawab. “jawabnya tinggal sebutin
nama saja kok!”. Itu betul kalau pertanyaannya “siapa namaku?”
maka sebut saja nama, selesai. Nah, untuk menjawab pertanyaan
ini tidak cukup hanya menyebutkan nama saja. Namun perlu
jawaban yang kompleks tentang jati diri, tujuan hidup dan
prinsip-prinsip yang dijalaninya untuk menjalani hidup.
Kadang-kadang orang perlu perenungan yang panjang untuk
menemukan jawaban “siapa aku?”. Karena ini sangat penting.
Untuk apa? Hanya untuk merencanakan langkah hidup efektif dan
waktu yang digunakan produktif. Kalau tidak tahu, bagaimana
untuk merancang semua itu?

Tapi banyak juga yang tidak bisa menjawab. Betul?


Yah, alasannya macam-macam, ada yang malas mikir da nada
juga yang katanya belum menemukan jati diri yang sebenarnya.
Ya, sudahlah.
Jika seseorang itu tidak tahu siapa dirimya, dalam artian dia tidak
tahu apa kelebihannya, apa kekuranganya? Apa potensi yang ada
pada yang ada padanya? Semuanya masih bingung. Dapat
dipastikan orang ini akan gelagapan juga dalam melangkah ke
depan harus ke mana, dan harus bagaimana pun ia tidak tahu.
Biasanya menentukan “siapa aku?” tidak lepas dari masa lalunya.
Tidak heran kalau ada orang lupa ingatan, hilang memori masa
lalunya ia akan bertanya-tanya “siapa aku?”. Tapi di sini bukanlah
tentang orang lupa ingatan, namun hanya untuk memantapkan
kelebihan dan memperbaiki kekurangan yang ada pada diri
sendiri,
Masa lalu menjawab siapa dirinya ynag sekarang. Maka masa lalu
itu penting. Akan tetapi juga tidak mengabaikan masa sekarang
karena masa sekarang lebih penting. Masa sekarang yang
menentukan masa yang akan datang. Keputusan kita masa lalu
menjawab siapa kita sekarang dan keputusan kita sekarang
menentukan siapa kita pada masa akan datang.
Coba seandainya dulu kita memutuskan untuk tidak melanjutkan
SMA, jelas hari ini tidak mungkin kita duduk di bangku sekolah
SMA. Atau sekaranng kita tidak bisa baca Al-Qur’an, itu juga
keputusan kita di masa lalu yang memutuskan tidak pernah
belajar baca Al-Qur’an. Maka hari ini putuskan untuk berprestasi
maka akan tampak seperti apa di masa akan datang.
“siapa aku?” ini juga akan mengarah pada konsep pelajar yang
mengarah pada termasuk pelajar level manakah nanti dirinya.
Bukan berarti harus menjadi minder dengan pertanyaan ini. Ketika
terjawab siapa dirinya dan lalu akhirnya memojokkan diri merasa
tidak layak bersama teman yang lainnya. Bukan seperti itu
maksudnya. Ketahui “siapa aku?” sehingga lebih mudah untuk
melejitkan potensi diri untuk berprestasi.
“Aku Adalah….”
Mari kita lanjutkan dari “siapa aku?”, mencari jawaban menjadi
“aku adalah…”. Sebagai langkah awal memang tidak bisa lepas
dari masa lalu yang kita bahas sebelumnya. Namun di sisi lain
juga sudah dijelaskan masa lalu dan sekarang sangat menentukan
masa depan. Kalau bahasa yang sekarang “aku yang dulu
bukanlah yang sekarang”. Hehehe :D
“Aku adalah…” hanya ada pada diri kita sendiri yang bisa
menjawabnya. Apakah mau diisi dengan aku adalah pelajar yang
berprestasi, atau akau adalah berandalan yang di takuti, atau
mungkin aku adalah bergantung apa yang orang katakana
padaku. Banyak jawaban lainnya mengenai “aku adalah…”.
Aku adalah pelajar yang berprestasi. Masa lalu tidak seperti yang
diharapkan sekarang. Jika dulunya biasa-biasa saja. Hari ini
putuskan aku adalah pelajar berprestasi,. Berarti di detik ini ada
perubahan menjadi lebih baik. Ketika memproklamirkan aku
adalah pelajar berprestasi, jelas bukan hanya sebagai ucapan
belaka, tapi dibuktikan dengan hasil yang diraih nantinya. Jika
masih seperti yang lama, biasa-biasa saja. Wah, jangan katakan
aku adalah pelajar yang berprestasi.
Sudah dijelaskan, apa yang kita putuskan sekarang menentukan
jadi apa kita nantinya. Aku adalah berandalan yang ditakuti. Hm,
kalau membuat keputusan seperti ini, maka sudah bisa dibaca
akanjadi apa nantinya. Preman mungkin, atau gelandangan ynag
tidak punya arah tujuan. Semoga tidak demikian.
Yang ketiga, aku adalah bergantung apa yang orang katakan
kepadaku. Kalau yang seperti ini, tipe orang yang selalu
mengharap penilaian orang lain. Padahal belum tentu
kebenaranya. Untunglah kalau yang orang katakan itu sifatnya
membangun. Kalau sekadar mengejek dan menjatuhkan, maka
yag terjadi adalah hilang kepercayaan diri untuk merealisasikan
apa yang kita impikan. Kurang pede untuk mengubah diri, karena
apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan perkataan orang lain.
Saran saya, jadilah diri sendiri (be yourself). Itu lebih baik.
Sekali lagi saya katakan, apa punkita yang dulu jadikan gambaran
untuk kita merubah di masa sekarang dan yang akan datang.
Intinya berubah, jika dulunya tidak baik hari ini akan lebih baik.
Jika dulunya sudah baik, tentu sampai sekarang dan yang akan
datang juga lebih baik lagi. Orang yang tumbuh, berkembang dan
sukses adalah orang-orang yang mau mengubah hidupnya
menjadi kea arah yang lebih positif dan lebih maju.
Sebenarnya dengan seiringnya waktu tidak ada di dunia ini yang
tidak tumbuh berubah. Kehidupan berubah, teknologi berubah,
gaya hidup berubah sampai pandangan hidup pun berubah. Maka
hari ini jika kita sama dengan yang lalu tidak pernah berubah,
siap-siaplah dilebeli kuno, katrok, tidak mengikuti perkembangan
zaman.

Level Mana Dirimu?


Buku ini ditulis memang untuk siswa untuk berpikir secara logis,
dewasa dan tidak menyia-nyiakan masa mudanya berbuat yang
tidak menghebatkan. Ada macam-macam jenis siswa dengan
tingkah dan ulahnya. Ada yang pintar, ada juga yang sangat
pintar. Ada yang gila ada juga yang gila banget. Hehehe.
Setiap orang punya prinsip ynag berbeda. Maka tingkah dan
pemikirannya juga berbeda-beda. Ya, itu wajar saja. Jangankan
satu sekolah atau sekelas, teman ynag duduk sebangku saja beda
pemikiran dengan kita, beda motivasi, bed acara pandang, beda
kelakuannya. Mari kita lihat satu per satu. Hanya saya paprkan tiga
selebihnya silahkan tambahkan sendiri!
1. Siswa yang Penting Sekolah
Kenal dengan tipe yang ini? Mudah-mudahan saja kamu sekarang
tidak berucap dalam hati “ini aku banget”. Hehehe.
Mengapa siswa ini dilabeli siswa yang penting sekolah?
Bagaimana tidak, siswa ini bersih absen. Jangan di tanya alpa
(tanpa keterangan) di absensinya, izin tidak masuk pun jarang
ialakukan. Kecuali kalau sudah terkapar sakit parah.
Prinsip siswa tipe ini adalah yang penting hadir di sekolah. Ketika
dalam kelas duduk manis apa adanya pun tidak jadi masalah.
Aslinya benar-benar datang dan diam.
Menariknya tipe ini termasuk siswa rajin. Kok bisa? Sudah saya
katakana absennya benar-benar bersih dari coretan alpa, izin,
kecuali sakit yang tidak bisa dia hindari. Nah, sifat tidak baiknya
iasemangat untuk masuk sekolah tapi tidak untukbelajar. Entah
apa yang jadi motivasinya ke sekolah kadang-kadang pun ia tidak
tahu. Aneh! Hahaha.
Sekali lagi prinsipnya adalah yang penting masuk sekolah. Soal
nilai dan ilmu yang didapat? Tidak pesuli nilainya bagus, hancur,
dan ilmu yang didapat atau tidak tidak jadi masalah buatnya.
Siswa ini kalau bicara nilai biasanya aman-aman saja. Mengapa?
Karena dianggap guru tidak pernah berbuat ulah, dan rajin
sekolah walaupun kemampuan otaknya biasa saja maka nilainya
tidak pernah unggul akan tetapi tetap aman-aman saja. He, gitu
ya? Tapi tidak semuanya.
Dan dia banyak tingkah dan tidak menonjol dari teman. Masalah
tugas PR, nilai dan sebagainya tidak begitu dikejar. Yang penting
dia hadir maka itu akan menjadi aman dan tidak mungkin tidak
naik kelas. Begitulah kira-kira tipe ini.
2. Siswa Rata-Rata
Sesuai dengan cover buku ini “Jangan mau jadi siswa rata-rata”,
maka mari kita cari tahu bagaimana tipe siswa rata-rata ini. Paling
tidak siswa pembaca nantinya mampu mengungguli siswa rata-
rata ini. Ia adalah siswa paling dominan atau paling banyak di
sekolah maupun di kelas. Namanya juga siswa rata-rata bin siswa
kebanyakan. Hehehe.
Ciri-cirinya apa? Siswa ini prestasi belajarnya tidak begitu buruk
namun juga tidak begitu baik. Hampir mirip dengan siswa yang
penting sekolah. Intinya lebih mencari titik aman saja (comfort
zone) ketimbang bersemangat mengejar prestasi.
Hanya yang membedakan dengan tipe siswa ynag penting
sekolah adalah sisa ini tidak terlalu memperjuangkan absennya
harus bersih, dan dalam pelajaran juga tidak seberapa buruk.
Yang penting dirinya ikut saja seperti teman kebanyakan yang
lainnya.
Ketika ada tigas latihan atau PR (Pekerjaan Rumah) siswa ini
mampu mengerjakan. Cuma sayangnya ia tidak mau unggul.
Hanya sekadar bisa tapi tidak sampai berprestasi.
Hidupnya mengalir begitu saja. Soal mode dan trend? Nah, siswa
ini tidak mau ketinggalan. Dia tidak mau dikatakan ketinggalan
zaman, daripada nanti di bilang aneh sendiri, namun juga tidak
mau berbuat sensasi atau hal baru agar menjadi menonjol.
Jadi ke sekolah ikut peraturan yang ada, dalam keseharian ikut
saja aturan main dalam proses belajar. Soal prestasi mereka tidak
ambil pusing. Yang penting lewat dan selamat. Itu sudah cukup
bagi mereka.
3. Siswa yang di Atas Rata-Rata
Hm, dari judulnya kita sudah tahu. Mereka ini adalah siswa
unggul, pengejar prestasi, dan lebih dari apa adanya. Wah, keren
nih. Iya, jika di lihat hasil prestasinya. Tapi bagaimana usahanya?
Ini yang harus kita ambil pelajaran dan ikuti. Sepertinya sih
gampang, itu kata kita. He… coba saja nanti. Coba ikuti jejaknya
sang prestasi. Rasakan sensasi menjadi sang juara.
Siswa ini akan sibuk dengan pelajaranya. Biasanya jumlah tidak
banyak yang seperti ini, bahkan bisa dibilang langka di sekolah.
Makanya yang prestasiitu hanya satu dua orang saja. Tapi ingat,
kelangkaan mereka satu sekolah kenal akan namanya. Wah, kayak
BBM saja, langka segala. Hehehe.
Sifat bagusnya, ketika mendapat tugas akan dikerjakan habis-
habisan pastinya akan memberikan yang terbaik. Saat mereka
tidak bisa, di saat itulah mereka semakin penasaran. “Kok bekum
ketemu solusinya?”. Beda dengan yang rata-rata, ketika tidak bisa
mengerjakan tugas, hm, kamu sudah tau jawabanya, di saat itulah
malas melanda. Hahaha.
Tambah lagi jika melakukan sesuatu biasanya all out, memang
tidak akan puas dengan nilai baiknya kecuali inginya sangat baik.
Belum lagi tantangan ynag disukainya, dan cenderung
perfectionis.
Jangan ditanya suksesnya dalam studi, dan kebanyakan juga
suskses di masa mendatang. Ada juga yang tidak, tapi pada
umumnya iya. Mengecewakan orang tuanya? Pantang baginya
kalau tidak sebaliknya yaitu membanggakan orang tuanya.
Tekadnya sekarang dan akan datang harus mempunyai
kebermanfaatan bagi orang lain apalagi setelah tamat sekolah
nantinya. Nah, begitulah siswa di atas rata-rata ini.
Sekarang ambil kaca, ayo lihat diri masing-masing… Grak! Ada di
level mana dirimu? Apakah sudah di level yang dibanggakan atau
masih yang penting masuk sekolah saja?

BAB 10
PRESTASI LANGIT
Doa
Mengawali bab ini saya akan menulis tentang doa. Terus ada yang
nyeletuk “Sekarang pengen menjadi prestasi agar tidak menjadi
siswa rata-rata, terus apa kaitanya dengan doa? Kok yang dibahas
tentang doa?”
Camkan baik-baik! Yang membuat dan menjadkan prestasi kita itu
adalah Allah Swt. Dan kita hanya berusaha mengikuti pola-pola
yang agar menjadi prestasi. Berhasil atau tidak semua ketentuan-
Nya. Dengan harapan dipermudah dalam berikhtiar, mudah dalam
menerima dan mempelajari materi yang diajarkan di sekolah.
Toh dalam keseharian pun kuta belum memulai pelajaran di kelas
berdoa terlebih dulu? “sebelum belajar marilah kita berdoa
menurut agama dan kepercayaannya masing-masing!” bukan
begitu aba-aba dari ketua kelas?
Nabi juga mengajarkan untuk selalu berdoa dalam segala
aktivitas. Ketika mau makan berdoa, ketika mau berdoa, ketika
mau tidur ada doanya, mau ke toilet pun tak lupa berdoa.
Termasuk ketika mau belajar tentu tidak melupakan doa.
Nah, apa tujuannya? Yang pasti, agarsetiap aktivitas yang kita
lakukan mendapat berkah, tidak hanya sekadar aktivitas namun
pahala juga diperoleh. Tidak kalah pentingnya juga harapan agar
diberikan kemudahan dalam memahami pelajaran. Kalau kita
analogikan, misalnya pencipta kompuuter pasti tau betul
akankomputernya, pencipta motor paham benar dengan
ciptaanya. Mereka paham seluk beluk yang mereka ciptakan.
Lantas bukankah Tuhan yang menciptakan kita. Dia tahu betul
akan kita, yang kita perlukan, maka sepantasnya berdoalah
kepada-Nya.
Semua punya impian dan segudang harapan untuk lebih baik ke
depannya. Dan tahukah kamu ternyata pada hakikatnya doa ini,
harapn juga, dan termasuk impian adalah kurang lebih sama saja?
Sama-samas sesuatu yang ingin kita wujudkan. Namun
sayangnya, doa setiap hari kita lakukan terkadang tidak
memaksimalkannya, bahkan lebih banyak hanya sebagai
formalitas saja yang pernting berdoa.
Selesai shalat berdoa? Berdoa. Mau makan, mau tidur, sampailah
ketika memulai pelajaran di kelas berdoa? Berdoa. Cuma seklai
lagi hanya rutinitas saja, untuk lebih menghayati benar-benar
menyadarkan harapan pada ucapan doa yang dipanjatkannya
sepertinya belum sering kita lakukan.
Namun perlu diingat jangan sampai sudah benar-benar
memaksimalkan doanya, lalu tidak berusaha hanya
mengandalkandoa saja? Itu konyol. Tidak mungkin akan berhasil
kalau tidak ada usaha. Begitu juga dengan kebalikannya, yang
berusaha tanpa berdoa. Ini juga tidaktepat bisa masuk ke dalam
kesombongan, karena Allah menentukan segalanya. Bagaimana
baiknya? Adukan kepada Tuhan dengan berdoa kepada-Nya,
kemudian wujudkan dengan usaha dan kerja keras. Ini baru betul.
Masalah hasil, tentu bergantung seberapa keras doa dan usaha
kita.
Nah, ini kita manfaatkan dalam meraih prestasi. Berdoalah dan
berusahalah dengan maksimal! Lebih powerfull lagi, tambah
dengan meminta doa pada orang tua. Karena doa mereka lebih
melangit, lebih makbul dibandingkan doa kita sendiri. Tidak
percaya? Coba saja! Sedikit bercanda, malin kundang sajabisa jadi
batu karena doa orang tuanya. He, apalagi hanya sekadar
mendoakan prestasi dan kesuksesan, itu lebih baik ketimbang doa
bisa jadi batu. Hihihi.
Yang terakhir, tatkala doa telah kita panjatkan jangan lupa
selipkan mendoakan kemudahan jeberhasilann orang lain juga.
Bukan apa, ketika kita mendoakan orang lain, maka di saat itu
pula malaikat berdoa untuk kita. Ih, keren! Cuma jangan sampai
mendoakan ynag tidak baik untuk orang lain, bahaya! Kebanyakan
doa yang sama juga di mohonkan malaikat untuk kita. He, jangan
sampai.
Ibadah
Kok bawa-bawa ibadah segala? Ibadah ya ibadah, prestasi ya
prestasi! Begitulah sebagian dari kita berpikir pada umumnya. Jadi
tidak ada keterkaitan antara ibbadah dan prestasi. Hm, jangan
salah, menurut henat saya ini keliru. Tidak terkira kesuksesan-
kesuksesan orang luar biasa di luar sana mereka sangat
memperhatikan ibdahnya. Makin prestasi makin mantap
ibadahnya. Begitu juga sebaliknya makin beribadah makin mantap
prestasinya.
Dimulai dari ynag pertama, ibadah yang paling mudah dan cepat
yaitu sedekah. Mudah dan cepat? Iya, kalau ibadah lain perlu
belajar, perlu meghafal, perlu contoh untuk melakukannya. Lantas
sedekah? Saya rasa hanya perlu keluarkan uang atau bentuk lain
lalu sedekahkan, selesai.
Mudah dan cepatkan? Lalu, apa hubungannya sedekah dengan
prestasi?
Msri kita lihat orang-orang sukses stingkat Bill Gates dan Steve
Jobs! Mereka adalah orang tersohor dengan kekayaanya, dan
ternyata mereka juga tersohor dengan kedermawanannya. Nah,
tidak mustahil, sedekah yang mantapjuga diikuti dengan prestasi
yang mantap. Jika masih belum prestasi di akademik, in sha Allah
nanti akan kau dapatkan prestasi kesuksesan di dunia nyata. Dan
kalau juga belum kau dapatkan maka kahirat menanti prestasi dari
Tuhan Rabulla’lamain. Aamiin.
Lalu ibadah lain adalah shalat Dhuha. Ini juga berpengaruh pada
prestasi. Aslinya memang ini adalah shalat pembuka reseki,
namun bukankah prestasi itu juga reseki? Sandiaga Uno wakil
Gubernur Jakarta kabarnya sejak SMA sudah merutinkan shalat
Dhuha. Bagaimana prestasinya? Hm, beliau adalah sebuah
prestasi yang wow.
Apalagi ibadah penunjang prestasi? Tidak diragukan lagi selain
shalat wajib, shalat yang paling dianjurkan adalah shalat Tahajud.
Kaa Allah, “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah
(uuntuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau
lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan
perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu
Perkataan yang berat”. (QS. Al-Muzammil:1-5).
Pintarkan Orang Lain
Tahun 1998 dann dibuka secara resmi perusahaan google di
Menlo Park, California. Siapa tak kenal google, mesin pencari di
dunia maya yang sarat dengan informasi. Ngomong-ngomong
Anda tahu nama google dari mana?
Tarnyata Google berasal dari kata Googlo yang diciptakan oleh
Milton Sirotta, Ponakan Edward Kanser seorang ahli Matemattika
dari AS. Menariknya istilah Googlo dibuat untuk menyebutkan
angka 1 (satu) yang diikuri 100 angka 0 (nol). Kalau mau
disebutkan, berapaan itu ya? Satu terus serratus nolnya. Ah,
sudahlah yang jelas kata Google ini adalah hasil dari refleksi kata
Googlo.
Terlepas dari nama Googlo atau Google, cerita ketika saya dulu
ada tugas sekolah atau kuliah, dan kesulitan, tidak tahu harus
bertanya kepada siapa, maka teman menyarankan cari saja di
Google pasti ada jawabannya. Dengan siapa saya langsung ke
warnet (warung internet) karena dulu belum seliar menggunakan
smartphone seperti sekarang untuk browsing. Dan benar saj
langsung ketemu jawabannya sesuai dengan kata perintah yang
kita cari di Google. Hm, sekarang juga masih begitu kali. Hehehe.
Saya bertanya, kok bisa ya semua yang kita cari ada informasinya?
Teman saya menjawab mereka orang di luar sana senang berbagi
informasi. Setiap orang berbagi informasi menggunakan internet,
maka lengkaplah apa yang kita cari tertera pada pencarian
Google. Semakin menjalar pertanyaan saya,apa untungnya buat
mereka yang memposting informasi ke dunia maya itu? Sekali lagi
apa untungya?
Nah, mari kita cari tahu, kata kuncinya adalah berbagi. Dan hokum
kausalitas berlaku. Ketika kita memberikan informasi, itu menurut
kita, tapi bagi mereka ada tujuan lain, apa itu? Mendapatkan
pejalaran.
Analoginya begini, ketika siswa yang mengajarkan (baca memberi)
siswa lain, maka semakin sering ia mengajarkan maka semakin
piawai dan terampil pula dengan apa yang diajarkannya. Semakin
ia membantu temannya, semakin terbantu pula meningkatkan
kehebatan dirinya.
Rumus ini, bukan rahasia umum lagi kita ketahui, ketika kita
berbagi, maka di situ akan mendapatkan. Pendek kata, kepedulian
terhadap sesama akan melangitkan impian-impian kita.
 Ingin suskes? Sukseskan orang lain.
 Ingin dipermudah, mudahkan orang lain.
 Ingin impian terwujud? Wujudkan impian orang lain.
 Ingn doa terkabul? Doakan orang lain.
 Ingin cepat ditolong Allah? Tolong dulu orang lain.
 Ingin pintar? Pintarkan orang lain (dengan mengajarkanya).
Prestasi yang Sesungguhnya
Tidak dielakkan lagi, siapa pun kita pastilah ingin jadi yang
terbaik, ingin beprestasi, ingin menjadi sukses. Nah, ketahuilah
sidang pembaca sekalian, mulai sekarang bahwa sebenarnya
semuanya adalah orang ynag beruntung, dan kita semua
berprestasi bahkan hebat, baik dalam pelajaran maupun
kehidupan sehari-hari. Dan itu harus diapresiasi. Kalaupun tidak
adayang mengapresiasi, ya udah apresiasi sendiri saja! Hehehe.
Nggak masalah yang penting legal dan tidak merugikan orang
lain. Hm, kurang percaya? Simak alenia-alenia berikut!
Jika sekarangkamu duduk di banku sekolah kelas berapapun atau
sudah selesai, itu adalah pencapaian yang luar biasa. Bukankah itu
juga adalah prestasi? Bagaimana tidak, berapa banyak di luar sana
yang tidak bisa melanjutkan studinya karena sesuatu dan lain hal.
Ada yang memang putus sekolah di tengah jalan karena merried,
ada yang karena sudah tidak minat lagi sekolah, dan berbagai
problema yangmereja hadapi sehingga tidak bisa setinggi kelas
dirimu sekarang ini, itu adalah prestasi.
Prestasi yang kedua. seandainya pun tahun ini ada sesuatu yang
membuatmu harus tinggal di kelas karena mungkin penilaian dari
guru-guru sekolahmu, kamu belum mampu untuk ke jenjang
selanjutnya. Akan tetapi ada juga pencapaian hebat karena kamu
bisa bertahan (tidak putus sekolah) itu adalah sebuah prestasi.
Yah, orang lain hanya tiga tahun dan dirimu empat tahun di
sekolah. Lebih banyak lebih baik toh? Hehehe. Becanda. Coba
tanyakan pada dirimu, mengapa sampai tinggal di kelas atau tidak
naik kelas, apakah itu karena dirimu benar-benar bodoh? Hm,
saya yakin bukan itu penyebabnya. Biasanya kenalakanlah yang
membuat seseorang kurang memberdayakan dirinya. Tapi jika
dipaksakan berprestasi? Saya yakin bisa.kalau saya saja yakin
bagaimana mungkin dirimu tidak meyakini diri sendiri.
Lalu yang ketiga, jika hari ini kita pernah mengalami
kesengsaraan, tekanan, keputusasaan, dan menaganggap diri
tidak berprestasi, tidak berguna, jauh ketinggalan dari teman
lainnya. Ketahuilah, di luar sana masih banyak yang di bawah kita.
Bahkan mereka mempunyai nasib jauh lebih buruk dari kita.
Mereka tidak bisa belajar karena ketakutan disebabkan perang,
mereka tidak bisa belajar karena impitan ekonomi yang emang
hanya untuk bertahan hidup.
Dan hari ini kamu masih dapat membaca buku ini, itu juga
merupakan sebuah prestasi yang patut disyukuri. Bagaimana
tidak, ada ratusan juta jiwa di luar sana mereka tidak bisa sama
sekali hanya sekadar untuk baca tulis. Dengan segudang
permintaan dan harapan untuk terwujudkan keinginan, impian
kita. Mari tetap syukuri apa yang telah kita gapai.
Yang keempat, prestasi yang sesungguhnya adalah bila kita bisa
bermanfaat bagi orang lain. Penghargaan di sekolah berlaku
ketika di sekolah saja. Nah, jika sudah masuk dalam kehidupan
nyata, kita harus berdaya. Apalah artinya di dalam akademik
bertumpuk prestasi tapi tidak punya manfaat sedikit pun bagi
orang lain. Justru saya lebih baik sebaliknya. Walau kita biasa saja
namun memberikan solusi bagi orang lain, berdaya dan
bermanfaat bagi orang lain itu merupakan kebanggan dan
prestasi yang tidak terbayangkan.
Yang kelima, walau apa pun keadaan maka kebahagiaan orang
tualah yang utama. Prestasi ini yang harus kita pertahankan.
Betungkus lumus mengejar prestasi namun jika di hati orang tua
dilukai, disakiti, akan sirna semuanya. Bagaimana tidak, mereka
sudah berkorban dari mulai melahirkan, membesarkan, mendidik,
dan membiayai seluruh kebutuhan kita. Toh, kita sakiti hatinya
maka bukanlah merupakan sebuah prestasi jika demikian adanya.
Yang terakhir dalam prestasi sesungguhnya adalah teguhnya iman
sampai akhir hayat. Seluruh prestasi tidak ada gunanya jika tidak
ada keridhoan dari Allah Swt. Prestasi yang hakiki adalah prestasi
yang diberikan Allah Swt. Predikat sebagai orang berima dan
bertakwa. Jika di sekolah harus melewati ulangan atau ujaran
barulah tahu akan prestasi atau tidak. Dan ternyata Allah lebih
dulu memberikan itu. ”Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2). Maka inilah
puncak prestasi yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai