Tulisan akan saya tag ke siapa aja yang melintas di otak saya. Jadi utk mereka yang sensitif,
tolong jangan tersinggung. Bapak/Ibu saya tag bukan karena saya yakin anak Bapak/Ibu malas
tapi semata2 karena muka Bapak/Ibu pas nyelonong ke otak saya saat waktu nge-tag tibaJ
Pertama-tama, mari kita bahas apa yang dimaksud malas pada tulisan ini. Ada berbagai bentuk
kemalasan. Malas bantuin si mbak beresin mainan (kayak anak saya),malas makan, malas
bantuin ortu kalo diminta, malas belajar (tipe ini adalah kembar siam dari malas baca),dll. Saya
hanya akan membahas tentang malas tipe terakhir yaitu malas belajar.
Dalam sehari, anak dicekoki 6-7 pelajaran berbeda yang rata2 diuji secara sangat superfisial:
Menghafal kata demi kata. Ini sangat melelahkan.
2. Sistem mengajar yang tidak menarik atau tidak suka pada pelajaran / guru
Coba diperhatikan, siapa tahu anak malas hanya pada pelajaran tertentu. Jika ya, maka ini
mungkin berhubungan dengan metode mengajar guru yang buruk, anak tak suka pada pelajaran
tersebut atau rasa tak suka pada guru.
Tidak semua anak memiliki kemampuan akademis yang tinggi. Yang saya maksud akademis
di sini adalah pelajaran serius yang mendominasi kurikulum seperti Bahasa Inggris, Matematika,
IPA, Bahasa Indonesia, PPKn,dll. Ada anak yang kelak akan menghabiskan hidup sebagai foto
model, pelukis, koreografer, pemain bola,fotografer,dll. Anak-anak model begini sangat
mungkin malas menghabiskan waktu dengan tekun untuk capek-capek menghafal untuk
ulangan, misalnya.
4.Gangguan fisik.
Mungkin ada gangguan pendengaran atau penglihatan. Tentu saja harus dilakukan observasi dan
bahkan pengecekan medis.
5.Masalah keluarga atau problem emosional
Misal, orang tua orang tua hendak bercerai, merasakan bersaing dengan saudara kandung secara
akdamis dan terus-menerus kalah, teman terdekatnya baru pindah ke sekolah lain,dll.
Anak tak punya contoh tentang apa yang dimaksud dengan rajin. Anak kecil belum mampu
berpikir konkret, mereka butuh contoh nyata untuk hampir semua hal yang harus mereka
lakukan.
Coba diingat-ingat, pernah ngga bicara,Papa Mama tuh kerja biar kamu bisa sekolah. Jangan
kayak Papa dulu, dulu tukang bolosSuka dipanggil guru. Saat bicara, Bapak/Ibu sudah
dalam keadaan punya rumah, mampu berlibur ke Bali, punya mobil 2-3, misalnya???? Secara
sadar atau tidak sadar, mereka akan berpikir,Ohhh.Bokap Nyokap gue dulu bandel, malas,
sekarang ternyata sukses tuhYa udah. Ga papa dong sekarang gue malas, nanti gue juga
berhasil. Berhati-hatilah saat bicara.
8.Fasilitas berlebih.
Anak pindah ke sekolah baru yang sistem pendidikannya beda padahal dia sudah betah dengan
sistem sebelumnya, misal:Dari sekolah nasional pindah ke sekolah internasional dan sebaliknya.
Hal lain: Apakah dia mengalami bullying ? Bullying, atau olok-olok baik secara fisik ataupun
psikologis, berpotensi bukan hanya menghancurkan area akademis si anak tapi juga merusak dia
secara mental/kejiwaan.
10.Belum tahu cara belajar yang cocok, strategi belajar yang tepat atau lingkungan khas yang
bisa memacu semangat belajarnya
Tipe anak belajar bermacam-macam. Ada anak yang mudah paham jika dia mendengarkan
(audio learner) , ada yang lebih mudah ngerti kalo dikasih lihat gambar (visual learner),dll.
Kemalasan belajar bisa jadi muncul karena anak belajar hanya dengan cara yang ternyata bukan
metode yang cocok dengannya. Ada juga anak yang baru bisa belajar jika belajar sambil
mendengarkan musik atau susah belajar jika ada orang ngobrol, dll.
Coba dilihat, di mana Bapak/Ibu tinggal? Di perkampungan padat yang berisik padahal si anak
sudah 6 tahun tinggal di perumahan yang tenang sebelumnya sehingga ia biasa belajar di tempat
yang sepi ? Atau pas di sebelah rumah ada warnet ?Atau rumah teman ngobrolnya hanya
berjarak 50 meter dari tempat Bapak/Ibu tinggal dan mereka berdua tak dibatasi jam bertemunya
oleh orang tua sehingga sampai rumah sudah capek? Satu-satunya cara mengatasi penyebab
macam ini adalah mendisiplinkan anak untuk bisa mengatasi hambatan atau godaan.
12.Terlalu capek
13.Kemiskinan
Kemiskinan menyebabkan mereka tak bisa tinggal di rumah yang nyaman. Kemiskinan mungkin
memaksa mereka untuk cari nafkah sepulang sekolah, membuat mereka minder karena uang
sekolah terus ditagih guru di depan kelas atau membuat mereka tak bisa membeli buku teks
(banyak sekolah yang tidak menggunakan buku tulis. Ada banyak sekali anak yang mampu
menerabas keterbatasan ini, dalam arti mereka tetap bisa rajin kendati situasi amat terbatas,
namun harus diakui bahwa keterbatasan ini bagi banyak anak lainnya sangat mungkin menjadi
penyebab mengapa mereka malas belajar.
Tips atau cara praktis untuk mengatasi anak malas belajar dengan mudah bisa didapat di buku-
buku atau internet. Bagaimanapun, saya yakin bahwa tips tersebut akan sulit dilakukan secara
konsisten jika kita tidak membereskan hal yang sifatnya fundamental:Kelancaran berkomunikasi
yang membuat kita tahu apa keinginan dan kebutuhan anak, cara berkomunikasi yang membuat
anak merasa nyaman dengan dirinya sendirinya,dengan orang tuanya serta dengan hidupnya
secara keseluruhan.
Berikut ini saya akan fokuskan pembahasan hanya pada faktor-faktor mendasar yang bisa
membuat orang tua kesulitan memecahkan masalah-masalah di atas.
Komunikasi yang baik adalah percakapan yang melibatkan dua orang:Keduanya bisa bicara,
saling melemparkan pendapat dan saling mendengarkan. Komunikasi juga berarti Si A
(pembicara) menyampaikan sebuah pesan kepada si B (si pendengar) dan pesan itu diterima
dengan baik. Orang tua sering bicara ke anak namun jarang membangun komunikasi sama
sekali. Jika Bapak/Ibu hanya biasa bicara sepihak, anak hanya boleh mendengarkan, tentu saja
proses investigasi akan gagal.
Pendidikan adalah bangunan bersisi tiga, idealnya harus ada kerja sama murid-orang tua dan
pihak sekolah (dalam hal ini guru). Cobalah buat janji dengan guru, minta ketemu dan tanyakan
hal-hal yang Bapak/Ibu pandang perlu. Kalo Bapak/Ibu benar-benar ngga tahu mau tanya apa,
tetap saja ketemu lalu tanya,Saya ingin anak saya berhasil di sekolah, apa saja yang harus saya
lakukan ya? Kalo gurunya malas jawab, berarti sekolah anak Bapak/Ibu adalah sekolah
jelek,percayalah.
Banyak orang tua yang beranggapan bahwa kalo anak masuk Harvard atau ITB, anak tersebut
suksesKalo anak masuk akademi perawat, jadi ibu asrama, jadi ibu rumah tangga, dancers,
pelukis atau pemahat berarti kurang sukses. Kalo anak hafal tabel perkalian berarti orang itu
sukses tapi kalo ia hafal nama semua tetangga, rajin menegur sapa dan menolong mereka,
berarti ngga sukses. Kekacauan macam ini membuat orang tua menuntut anak untuk rajin belajar
walau anaknya, katakanlah, otaknya tidak di area akademik. Saya pernah punya murid yang
dianggap bodoh tapi berkepribadian supel dan akhirnya pindah ke sekolah pariwisata lalu sukses
di situ. Apakah ia bodoh? Kecerdasan interpersonalnya sangat tinggi,kok, bagaimana mungkin ia
dikatakan bodoh? Ada juga anak yang pernah ngga naik kelas tapi pintar ngarang lagu. Apakah
ia bodoh ? Jangan pernah lupa, kecerdasan ada banyak jenis dan kecerdasan musikal adalah salah
satunya.
d.Gaya hidup atau kebiasaan sehari-hari yang tidak nyambung dengan tuntutan terhadap anak
untuk rajin belajar
Ada yang terus menerus membawa anaknya ke konter baju dan sepatu tapi di rumah ngoceh
tentang pentingnya membacaAda orang tua yang rela mengeluarkan 300 ribu untuk beli sepatu
dan saat anaknya menunjukkan buku cerita seharga 50 ribu, orang tua langsung teriak, Mahal
amattt! tapi di rumah ngomel kenapa anaknya malas baca. Kalo saya jadi anaknya, langsung
deh saya nyahut,Tapi saya rajin pake sepatu,kannnKan sepatu lebih penting daripada
buku??? Anak-anak tak akan pernah rajin membaca jika orang tua menunjukkan bahwa buku
adalah benda yang tak pantas untuk dihargai.
Saat anak saya berusia 3 tahun, saya pernah ngajak dia beli sepatu karena sepatunya rusak. Dia
trus menerus memilih sandal. Balik dari mal, saya baru sadar bahwa saya ngga punya sepatu
(Saya punya sepatu sandal dan sandal. Sepatu tertutup saya taruh di sekolah, hanya dipake saat
ngajar). Bagaimana mungkin dia milih sepatu, lha wong dia nyaris ga pernah liat ibunya pake
sepatu??Coba perhatikan, anak-anak yang malas baca hampir semua tak terbiasa melihat orang
tuanya baca, bagaimana lantas mereka bisa rajin membaca/belajar ?
Sudah jelas, anak malas berkomunikasi dengan orang tua macam ini.
Orang tua malas cari tahu mengapa anaknya malas, menganggap bahwa tips mengatasi
kemalasan anak yang baru saja dibaca di buku cara mengasuh anak terlalu mengada-ada (walau
tahu bahwa itu ditulis oleh psikolog anak senior, misalnya),dll. Orang tuanya kerjanya cuma
shopping, baca tabloid, ngga pernah baca buku parenting, ngga pernah diskusi dengan orang tua
lain yang sudah berpengalaman. Jangan berharap buah semangka berbuah jagung. Kalo ortunya
malas ya anaknya malas jugalah.
h. Kurang mengeksplisitkan kenyataan, tidak ada dialog yang berisi dengan anak.
Ada orang tua yang mengurus bisnis online dari rumah atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Kedua profesi ini (dan beberapa profesi lainnya seperti penulis, konselor, illustrator,dll) bisa
dijalani dengan gaya yang (seolah-olah, sepertinya) santai. Penting bagi orang tua untuk bicara
dengan anak bahwa hidup mereka sesungguhnya tidaklah santai. Ibu rumah tangga setelah capek
membereskan rumah dan mengurus anak serta suami, sangat mungkin akan nonton infotainment
atau ke rumah tetangga lalu ngegossip. Jika anak dianggap sudah mengerti, jelaskan bahwa
nonton TV dan ke rumah tetangga adalah hiburan karena anda sudah capek. Jangan biarkan anak
anda berpikir,Wah, enak aja Nyokap gue, cuma bisa merintah gue rajin belajar. Dia sendiri
kerjanya cuma nyuci, nonton TV,masak..
Jelaskan bahwa anda sedang kerja. Saat sedang mengetik, katakan,Ini Papa/Mama lagi kerja
loh,lagi buat surat ke bos. Saat sedang browsing gambar di internet,katakan,Ini Papa/Mama
lagi cari contoh barang nih untuk dikirim ke orang yang mau beli barang. Layar yang penuh
warna sangat mungkin membuat anak berpikir bahwa hidup anda mudah dan santai.Saat sedang
masukkan baju ke lemari katakan,Kalo tugasmu belajar tugas Mama beresin baju, nyetrika,
rapikan lemari... Jangan berasumsi bahwa anak akan mengerti dengan sendirinya bahwa anda
sedang mengerjakan tugas.
Pengalaman Pribadi
Saya adalah orang tua yunior,belum sampai 7 tahun jadi ibu. Anak saya perempuan, lahir tahun
2004 dan sekarang 1 SD. Menurut guru-gurunya, ia (sangat) pintar. Izinkan saya untuk
lancangberbagi pengalaman di tengah-tengah teramat minimnya pengalaman saya sebagai
orang tua.
1. Saya rajin bercerita dan bertanya ke Merryll.
Merryll tahu siapa nama teman-teman dekat saya saat kuliah, buku apa yang saya sedang tulis,
nama murid-murid saya,kebaikan yang dilakukan orang kepada saya, orang yang saya idolakan,
asal-usul nama lengkap dirinya, buku apa yang sedang saya tulis, dll. Kami juga punya buku
harian yang kami isi berdua (Cuma lupa naruhhh, udah lama ngga diisi). Saya menyampaikan
apa yang terjadi di dunia saya dalam bahasa yang sangat sederhana, kalo ga bisa diserhanakan ya
saya ngga sampaikan. Atau, saya coba sampaikan tapi dengan istilah yang yang belum dia
pahami sehingga dia berkesempatan mempelajari sesuatu yang baru. Kalo dia tetap ngga ngerti,
ya saya brenti, ga coba lagi karena itu berarti jangkauan nalarnya memang belum nyampe.
Intinya, saya berusaha membuat ia merasa nyaman untuk bercerita dengan saya karena yakin
sekali bahwa semua masalah,termasuk malas belajar jika suatu saat ia berubah menjadi anak
malas,bisa diatasi jika kami punya pola komunikasi yang baik.Saya juga sangat rajin bertanya
tentang apa yang baru saja ia alami, mainan apa yang ia mainkan bersama teman di sekolah,
siapa teman yang ia suka atau ia tidak suka, siapa guru favoritnya.Hal-hal kecil tapi sangat
menolong saya untuk tahu kondisinya.
Saya berusaha untuk menghindari kata,Pokoknya. Jika sesuatu masih bisa dijelaskan, ya
saya jelaskan. Hal lain adalah saya coba membiasakan dia untuk berdiskusi, yaitu ngobrol
dan nanya-nanya. Saat Merryll berusia 4 tahun, mbaknya tiba-tiba pulang. Ngga ada yang jaga
dia di rumah sesudah dia pulang sekolah. Beberapa kawan menawarkan bantuan. Saya tanyakan
kepada Merryll bahwa Tante A,B dan C ngga keberatan dia pulang ke rumahnya, dia mau pilih
siapa dan alasannya apa? Jangan salah kira, dia ngga ngatur saya. Saya bertanya dengan tujuan
untuk tahu apa perasaannya terhadap tiap pilihan yang ada dan untuk menunjukkan kepadanya
bahwa saya menghargai pendapat dan pilihannya. Tentu saja pada akhirnya saya yang
menjatuhkan pilihan.
3.Saya hampir tidak naik kelas 2 kali dan sering bolos saat kuliah.
Saat SMP saya benci sekolah karena pelajarannya terlalu banyak. Pernah hampir jd urutan paling
rendah waktu kelas 1 atau 2 SMP.Saat SMA saya absen 2-3 bulan berturut-turut karena stres
(masalah keluarga) dan nyaris ga naik. Saat kuliah saya rajin bolos karena aktif ikut kegiatan
non-akademis. Bagaimanapun, saat ambil S2 di bidang pendidikan, saya rajin banget saat
semester 1-5 karena semuanya tentang pendidikan. Di semester ke-6 saya mendapat mata kuliah
manajemen. Saya ngga tertarik manajemen jadi sering bolos, saat jam kuliah saya pergi ke
perpustakaan Sekolah Tinggi Filsafat Drijarkara atau ke Universitas Atma Jaya (ada IKIPnya)
dan belajar sendiri. Orang jauh lebih mudah rajin jika ia menjalani sesuatu yang memang ia
sukai. Sampai ke titik tertentu, sebenarnya normal kalo anak malas belajar (sal jangan keseringan
malasnya). Isi kurikulum sepertinya memang dirancang agar anak gagal di sekolah sehingga
mereka lantas cari guru privat, beli buku soal latihan sebanyak-banyaknya, atau ambil bimbel.
Pada akhirnya, harus diakui, pendidikan adalah barang dagangan.
Saya tiap malam, sebelum tidur, minta maaf atas kesalahan yang saya buat hari itu ke Merryll
(dia juga lakukan hal yang sama). Tadi malam saya mengambil Silver Queennya tanpa izin dan
dia marah. Tadi pagi, saya minta maaf karena memang jelas banget sepupunya bilang,Ini buat
Merryll saat coklat itu diletakkan di meja. Kenapa minta maafnya bukan tadi malam?Karena
tadi malam saya pikir,Halahh,.Cuma coklat doang, serius amat sih pake acara bilang sori
segala macam. Pagi ini saya bangun dengan ingatan bahwa benda sekecil apapun, kalo diambil
tanpa bilang, lha ya tetap aja namanya nyolong. Jadi saya putuskan utk bilang sori. Membiarkan
anak tahu bahwa kita sadar akan kesalahan kita dan tak segan minta maaf (dan juga tak segan
memaafkan dia) membuat dia merasa sangat nyaman untuk bergaul dengan orang tuanya.
1. Faktor Penyebab Rendahnya Minat Baca pada Siswa
Rendahnya minat baca pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya sebagai
berikut :
A. Lemahnya Sarana dan Prasarana Pendidikan
Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca siswa tergolong rendah karena
sarana dan prasarana pendidikan khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum
mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya. Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan
adanya buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang
proses pembelajaran.
Faktor lain yang menghambat kegiatan siswa untuk mau membaca adalah kurikulum yang tidak
secara tegas mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian, serta para tenaga
kependidikan baik sebagai guru, dosen maupun para pustakawan yang tidak memberikan
motivasi pada anak-anak peserta didik bahwa membaca itu penting untuk menambah ilmu
pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis persoalan, dan sebagainya.