Anda di halaman 1dari 12

FIQH UMRAH

A. Pengertian Umrah:
Secara bahasa, umrah adalah ziarah.
Dalam istilah syara’, umrah adalah beribadah kepada Allah dengan cara melakukan thawaf, sa’i
dan tahallul.
B. Hukum Umrah
Umrah hukumnya wajib menurut mazhab Syafie. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi dan
Mazhab Maliki, keduanya sepakat bahwa hukum umrah adalah sunnah.
C. Perbedaan Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah menjadi ibadah yang hampir mirip pada beberapa cara pelaksanaannya.
Namun, keduanya memiliki beberapa perbedaan,diantaranya adalah:
a. Waktu Pelaksanaan
Ibadah haji hanya bisa dilakukan ketika bulan haji saja (Syawal, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah).
Namun ibadah umrah bisa dilakukan kapan saja, bahkan ketika di bulan haji, umroh boleh
dilakukan.
b. Durasi Pelaksanaan
Ritual pada ibadah haji, biasanya membutuhkan waktu yang lama. Paling tidak dilakukan
selama 4 atau 5 hari. Pelaksanaannya dimulai sejak tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13
Dzulhijjah. Sementara untuk ritual ibadah umroh, hanya membutuhkan waktu kurang lebih
dua sampai tiga jam.
c. Jumlah Rukun
Sah atau tidaknya ibadah haji dan umrah, adalah bergantung pada rukunnya. Apabila
terpenuhi semua rukun-rukun ibadahnya, maka ibadah tersebut dianggap sah.
Adapun rukun dari kedua ibadah tersebut memiliki perbedaan. Rukun Haji adalah:
1) Ihram
2) Wukuf di Arafah
3) Thawaf
4) Sa'i antara bukit Shafa Marwah
5) Mencukur rambut
6) Tertib rukun

D. Keutamaan Umrah
1. Antara satu umrah dengan umrah berikutnya adalah penghapus dosa. (HR. Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah ra.)
2. Umrah di bulan Ramadhan seperti haji bersama Rasulullah SAW. (HR. Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Abbas ra.)

E. Hukum Umrah berkali-kali


1. Hukum melakukan umrah berkali-kali dalam satu tahun adalah boleh menurut jumhur
ulama (Hanafi, Syafie, dan Hambali)
1
2. Hukum melakukan umrah berkali-kali dalam satu perjalanan adalah makruh menurut
sebagian ulama salaf, termasuk pandangan Ibnu Taimiyah, Ibnu Al-Qayyim, Bin Baz dan
al-‘Utsaimin.

F. Rukun Umrah
Rukun umrah 5, yaitu:
1. Ihram
2. Thawaf umrah,
3. Sai umrah
4. Halq (menggundul) atau taqshir (memendekkan rambut), dan
5. Berurutan dalam melalukan rukun

G. Wajib Umrah
Wajib umrah ada dua:
1. Ihram dari miqat
2. Menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang saat ihram

H. Miqad
Miqat merupakan tempat atau waktu yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pintu
masuk untuk memulai haji atau umrah. Setelah mengambil miqat, jamaah menuju Baitullah dan
mulai berlaku larangan saat berpakaian ihram.
Ada dua macam miqat, yaitu: Miqad zamani dan Miqad Makani
1. Miqad Zamani:
Miqat zamani adalah batas waktu melaksanakan haji, yang dimulai sejak tanggal 1 Syawal
hingga terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah. Miqat zamani merupakan ketentuan waktu
untuk melaksanakan ibadah haji.
Sementara, untuk umrah, miqat zamani berlaku sepanjang tahun.
2. Miqad Makani
Miqat makani merupakan batas tempat untuk memulai ihram haji atau umrah. Dimana
jamaah melakukan miqat makani di lokasi yang telah ditentukan dengan berpakaian ihram,
lalu melaksanakan salat sunah 2 rakaat di lokasi miqat, mengucapkan niat, dan bertolak
menuju Mekkah untuk melakukan thawaf dan sa'i.
Jika seorang yang berniat umrah atau haji melewati tempat tersebut tanpa melakukan
ihram (yaitu berniat mulai melakukan amalan-amalan umrah atau haji) dan tanpa
melaksanakan kewajiban-kewajibannya maka wajib atasnya hadyu, berupa menyembelih
seekor kambing dan membaginya kepada fakir miskin Mekkah, tanpa mengambil bagian
darinya sedikitpun.
Tempat Miqat Makani ada 5, yaitu:
a. Zulhulaifah (Bir Ali)

2
Bir Ali menjadi tempat miqat bagi penduduk Madinah dan yang melewatinya. Jamaah
haji asal Indonesia biasanya miqat di Masjid Zulhulaifah (Bir Ali) yang berlokasi 9 km
dari Madinah.
b. Juhfah
Juhfah berlokasi sekitar 183 km di arah barat laut Mekkah. Lokasi miqat ini biasanya
digunakan jemaah dari Syria, Yordania, Mesir dan Lebanon.
c. Qarnul Manazil (as-Sail)
Lokasi Qarnul Manazil (as-Sail) di dekat kawasan pegunungan Taif, sekitar 94 km di
timur Makkah. Biasanya, titik miqat ini menjadi lokasi miqat bagi jemaah dari Dubai.
d. Yalamlam
Yalamlam berada di arah tenggara Mekkah, dengan jarak sekitar 92 km. Ini adalah
lokasi miqat bagi jamaah dari Yaman dan mereka yang melalui rute yang sama, seperti
jemaah dari India, Pakistan, China, dan Jepang. Jamaah haji Indonesia yang mengambil
miqat saat perjalanan di pesawat biasanya dilakukan ketika pesawat mendekati
Yalamlam/Qarnul Manazil.
e. Zatu Irqin
Lokasi miqat ini berjarak sekitar 94 km di arah timur laut Mekkah. Biasanya, digunakan
sebagai lokasi miqat jemaah dari Iran dan Irak atau yang melalui rute yang sama.
Dan bagi orang-orang yang tinggal di Mekkah atau yang tinggal di tempat-tempat yang
terletak setelah miqat-miqat di atas, boleh bagi mereka berihram untuk haji (baik tamattu’,
qiran maupun ifrad) dari rumah masing-masing tanpa harus pergi ke miqat lagi. Adapun bagi
penduduk Mekkah yang ingin melakukan umrah, mereka harus keluar ke daerah halal
terdekat, seperti Tan’im dan yang lainnya, lalu berihram dari sana.

Miqad Jamaah Haji Indonesia


Ada beberapa lokasi miqat makani bagi jemaah asal Indonesia, tergantung pada gelombang
keberangkatan.
a. Jamaah haji gelombang I yang mendarat di Madinah akan mengambil miqat di Bir Ali
(Zulhulaifah). 
b. Jamaah haji gelombang II yang turun di Jeddah memiliki beberapa opsi mengambil
miqat, yaitu:
1) Bisa di asrama haji embarkasi;
2) Di dalam pesawat ketika pesawat melintas sebelum atau di atas Yalamlam/Qarn
al-Manazil;
3) Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Bandara King Abdul Aziz dijadikan lokasi
miqat setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa pada 28
Maret 1980 tentang keabsahan Bandara Jeddah sebagai tempat miqat. Fatwa ini
dikukuhkan kembali pada 19 September 1981.

I. URUTAN AMALAN PELAKSANAAN UMRAH


Pertama : Ihram dari miqad

3
Ihram adalah berniat memulai pelaksanaan ibadah umrah atau haji.
Tata caranya sebagai berikut:
1. Mendatangi miqat.
2. Memotong kuku, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu
kemaluan. Hal ini bukan termasuk amalan ihram, hanya saja apabila seseorang mau
melakukannya ketika ihram maka dilarang, oleh karena itu hendaklah ia melakukannya
sebelum ihram, kecuali jika ia berniat menyembelih qurban maka tidak boleh
melakukannya jika telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai ia menyembelih.
3. Tidak dibenarkan mencukur atau memotong jenggot.
4. Mandi seperti mandi janabat.
5. Mandi ini juga berlaku bagi wanita haid dan nifas, karena Nabi saw memerintahkan
Asma’ binti Umais ra untuk mandi ketika ia melahirkan di Dzul Hulaifah, sebagaimana
dalam hadits Jabir yg masyhur (Hadits tsb sekaligus sebagai dalil sahnya ihram wanita
haid dan nifas, serta boleh melakukan semua amalan haji dan umroh kecuali tawaf,
harus menunggu suci terlebih dahulu kemudian tawaf).
6. Menggunakan wewangian pada tubuh (pada bagian tubuh yang tidak terkena pakaian
ihram) bila memungkinkan.
7. Pakaian ihram tidak boleh dikenakan wewangian.
8. Bagi yang miqatnya dilewati dengan kendaraan yang tidak mungkin berhenti seperti
pesawat maka mandinya bisa dilakukan sejak dari rumah atau sebelum naik pesawat
maupun setelah berada di pesawat.
9. Mengenakan pakaian ihram yang terdiri dari dua helai (yang afdhal berwana putih),
yaitu sehelai disarungkan pada tubuh bagian bawah dan sehelai lagi diselempangkan
pada tubuh bagian atas dengan menutup seluruh tubuh bagian atas termasuk kedua
bahu.
10. Diantara hikmah mengenakan pakaian ihram tanpa dibedakan antara si kaya dan si
miskin, atasan dan bawahan, pemerintah dan rakyatnya adalah untuk mengingatkan
kepada kain kafan, bahwa setiap manusia hanya akan membawa kain kafannya sampai
ke kuburan.
11. Bagi yang miqatnya dilewati dengan kendaraan yang tidak mungkin berhenti seperti
pesawat, maka pakaian ihramnya bisa dikenakan menjelang naik pesawat terbang atau
setelah berada di atas pesawat terbang, meskipun jeda waktu yang agak lama dengan
miqatnya agar ketika melewati miqat dalam kondisi telah mengenakan pakaian ihram.
12. Adapun pakaian ihram wanita adalah pakaian yang menutup seluruh auratnya yang
sesuai dengan batasan-batasan syar’i.
13. Wanita yang ihram tidak boleh menggunakan cadar dan kaos tangan.
14. Setelah mengenakan pakaian ihram, lakukan shalat 2 raka’at dengan niat shalat sunnah
wudhu’ atau shalat wajib jika bertepatan dengannya, dan yang shahih tidak ada shalat
khusus untuk ihram.
15. Ketika masih berada di miqat, naik ke kendaraan lalu mulai berniat ihram untuk
melakukan umrah dengan mengucapkan:

‫َل َّب ْي َك ُع ْم َر ًة‬

“Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah.” [HR. Muslim dari Anas bin Malik]
Lalu membaca talbiyah:

4
‫ ِإ َّن ا ْل َح ْم َد َوال ِّن ْع َم َة َل َك َوا ْل ُم ْل َك ل َا َش ِر ْي َك َل َك‬،‫ َل َّب ْي َك ل َا َش ِر ْي َك َل َك َل َّب ْي َك‬،‫َل َّب ْي َك ال َّل ُه َّم َل َّب ْي َك‬
“Kusambut panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,
kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah
milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar
ra]
16. Jika khawatir tidak bisa menyempurnakan seluruh rangkaian ibadah haji atau umrah
hendaklah membaca ucapan pensyaratan niat:

‫ال َّل ُه َّم َم ِح ِّلي َح ْي ُث َح َب ْس َت ِني‬

Ya Allah tempat berakhir amalanku di mana Engkau menahanku.” [HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
Faidah ucapan pensyaratan niat adalah jika seseorang terhalangi dari
menyempurnakan haji atau umrahnya, maka tidak ada fidyah dan qadha’ atasnya. Ini
bermanfaat terutama bagi wanita haid yang melakukan umrah dan khawatir
ditinggalkan rombongannya jika harus menunggu sampai suci.
17. Boleh bagi wanita untuk minum obat penunda haid selama tidak membahayakannya.
18. Berangkat ke Mekkah.
19. Memperbanyak ucapan talbiyah ini dengan mengeraskan suara sepanjang perjalanan
ke Mekkah.
20. Diharuskannya wanita mengumandangkan talbiyah juga dikisahkan oleh Aisyah yang
mengumandangkan talbiyah dengan suara lantang sampai terdengar oleh Abu Athiyah
dan Mu'awiyah.
21. Berhenti mengucapkan talbiyah ketika menjelang thawaf (adapun ketika haji, membaca
talbiyah sampai sebelum melempar jamrah ‘aqabah pada tg. 10 Dzulhijjah).
22. Boleh memakai sandal, sepatu yang tidak menutupi mata kaki, cincin, kacamata,
walkman, jam tangan, sabuk, dan tas yang digunakan untuk menyimpan uang dan
barang-barang berharga lainnya.
23. Boleh mencuci pakaian ihram atau mengganti dengan pakaian ihram yang lain.
24. Sebelum masuk Mekkah, jika memungkinkan untuk mandi kembali.
25. Hendaklah senantiasa menjalankan printah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya
seperti perbuatan syirik, kefasikan, kata-kata keji dan kotor, berdebat untuk membela
kebatilan, dan lain-lain.

LARANGAN-LARANGAN IHRAM
Larangan-larangan ihram ada 9, yaitu:
a. Memotong rambut (seluruh badan)
b.Memotong kuku.
c. Menggunakan wewangian (adapun menggunakan wewangian sebelumnya dilakukan
sebelum ihram).
d.Mengenakan penutup kepala yang menempel (yang tidak menempel seperti payung atau
berteduh di bawah atap tidak mengapa).

5
e. Mengenakan pakaian yang membentuk tubuh (yang diistilahkan oleh sebagian fuqaha
dengan pakaian berjahit).
f. Membunuh hewan tanah haram, bahkan diharamkan sekedar menakutinya atau
membuatnya lari. Termasuk dalam hal ini mencabut atau merusak tumbuhan yang
ditumbuhkan Allah Ta’ala (bukan yang ditanam manusia) di tanah haram.
g. Akad nikah dan melamar atau menikahkan dan melamar untuk orang lain.
h.Berhubungan suami istri.
i. Bercumbu antara suami istri, baik dengan perkataan maupun perbuatan.

HUKUMAN-HUKUMAN BAGI YANG MELANGGAR LARANGAN IHRAM


Hukuman bagi yang melanggar 9 larangan di atas terbagi 5 bentuk:
a. Melakukan pelanggaran nomor (a)-(e) maka hukumannya adalah membayar fidyah
berupa menyembelih seekor kambing atau memberi makan 6 orang miskin (setiap
orang dapat 1/2 sha’. Ukuran 1 sha’ = 3 kg beras) atau berpuasa 3 hari. Boleh memilih.
b. Melakukan pelanggaran nomor (f) maka hukumannya hendaklah menyembelih yang
semisalnya dari hewan yang biasa digunakan untuk zakat lalu bersedekah dengannya
dan tidak boleh makan darinya sedikit pun. Atau menakarnya dengan makanan dan
membaginya kepada fakir miskin, setiap orang mendapat 1/2 sha’. Atau berpuasa
selama sejumlah orang-orang miskin tersebut. Jika yang melanggar tidak menemukan
hewan yang semisalnya barulah ia diberi pilihan apakah memberi makan ataukah
puasa.
c. Melakukan pelanggaran nomor (g) tidak ada fidyah namun berdosa jika dilakukan
bukan karena lupa atau tidak tahu dan nikahnya dihukumi sebagai nikah syubhat,
harus diulang setelah ihram. Dan hendaklah bertaubat kepada Allah Ta’ala.
d. Melakukan pelanggaran nomor (g) (berhubungan suami sitri), apabila sebelum tahallul
awwal (pada haji) maka hajinya tidak sah dan wajib membayar fidyah dengan
menyembelih seekor unta dan dibagikan bagi fakir miskin di haram dan wajib
mengqadha’ haji tersebut di tahun depan. Apabila dilakukan setelah tahallul awwal
maka hajinya sah berdasarkan ijma’ dan baginya fidyah berupa menyembelih seekor
kambing.
Adapun dalam umrah, jika pelanggarannya dilakukan sebelum thawaf atau sa’yu maka
batal umrahnya, hendaklah melakukan umrah lagi sebagai ganti, yaitu keluar lagi ke
miqat dan wajib baginya fidyah menyembelih seekor kambing. Jika dilakukan pada
umrah setelah thawaf dan sa’yu (yakni sebelum memendekkan atau mencukur
rambut) maka umrahnya sah dan wajib baginya fidyah.
e. Melakukan pelanggaran nomor (h), jika seorang bercumbu dengan istrinya di selain
kemaluannya, walaupun sampai mengeluarkan mani, maka hajinya tidak batal,
hendaklah dia menyembelih unta jika hal itu dilakukan sebelum tahallul awal.
Jika dilakukan setelahnya, hendaklah menyembelih kambing. Bagi wanita sama
hukumanya dengan laki-laki kecuali jika ia dipaksa untuk melakukannya.
Hukuman-hukuman di atas berlaku bagi orang yang sengaja melakukannya baik karena
butuh atau tidak. Adapun yang tidak tahu hukumnya atau karena lupa maka tidak ada
hukuman baginya, dan hajinya tetap sah.

6
Kedua : Thawaf sebanyak tujuh putaran mengelilingi ka’bah

1. Thawaf adalah rukun umrah yang kedua.


2. Thawaf adalah ibadah khusus mengitari ka’bah sebanyak 7 kali, adapun thawaf
dengan mengitari selain ka’bah adalah mengada-ada dalam agama.
3. Disunnahkan masuk Makkah di waktu siang setelah mandi, karena Nabi saw
melakukannya, beliau menginap di Dzi Tuwa, shalat shubuh dan mandi di sana,
sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Umar ra dalam Ash-Shahihain.
4. Tiba di Masjidil Haram Makkah, pastikan telah bersuci dari najis dan hadats.
5. Disunnahkan untuk beristirahat sejenak sebelum memulai thawaf.
6. Masuk dengan kaki kanan dan membaca doa masuk masjid:

‫َأ ُعو ُذ ِبال َّل ِه ا ْل َع ِظي ِم َو ِب َو ْج ِه ِه ا ْل َك ِري ِم َو ُس ْل َطا ِن ِه ا ْل َق ِدي ِم ِم َن ال َّش ْي َطا ِن ال َّر ِجيم‬
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang maha mulia
dan kekuaasaan-Nya yang maha terdahulu, dari setan yang terkutuk.” [HR. Abu Daud
dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra,]
Kemudian membaca:

‫ال َّل ُه َّم ا ْف َت ْح ِلى َأ ْب َوا َب َر ْح َم ِت َك‬

“Ya Allah bukakanlah pintu-pintu rahmat-mu.” [HR. Muslim dari Abu Usaid ra]

7. Keluar masjid membaca:


‫ال َّل ُه َّم ِإ ِّنى َأ ْس َأ ُل َك ِم ْن َف ْض ِلك‬

“Ya Allah aku memohon kepada-Mu anugerah dari-Mu.” [HR. Muslim dari Abu Usaid
ra]

8. Dan bershalawat kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, lalu membaca,

‫ال َّل ُه َّم ا ْع ِص ْم ِني ِم َن ال َّش ْي َطا ِن ال َّر ِجي ِم‬

“Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu dari setan yang terkutuk.” [HR.
Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.]
Lafaz-lafaz do’a di atas berlaku umum di seluruh masjid. Tidak ada do’a khusus untuk
masjidil Haram, baik ketika haji dan umroh maupun tidak.
9. Melakukan idhthiba’.
Caranya, selempangkan pakaian atas ke bawah ketiak kanan dan membiarkan pundak
kanan terbuka dan pundak kiri tetap tertutup.
Idhtiba’ ini khusus bagi laki-laki dan khusus pada thawaf qudum dan thawaf umrah.
Adapun bagi wanita dan selain pada thawaf qudum dan thawaf umrah tidak
disyari’atkan.

7
10. Segera menuju Hajar Aswad, menghadapnya, menyentuhnya dengan tangan kanan
dan menciumnya tanpa ada suara ciuman.Jika tidak memungkinkan, hendaklah
menyentuhnya dengan tangan kanan dan mencium tangan yang menyentuhnya.
Jika tidak memungkinkan maka dengan tongkat dan sejenisnya lalu mencium tongkat
tersebut.
Jika tidak memungkinkan maka cukup berisyarat kepadanya.
11. Jika seseorang bisa menciumnya maka hendaklah dia membaca, “Bismillahi Allahu
Akbar” (Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma dalam Sunan Al-
Baihaqi).
Jika berisyarat kepadanya hanya membaca, “Allahu Akbar” (Berdasarkan hadits Ibnu
‘Abbas ra dalam Shahih Al-Bukhari) [Lihat At-Talkhis Al-Habir, 2/47]
12. Lakukan thawaf sebanyak tujuh putaran mengelilingi kakbah. Mulai dari Hajar Aswad
dengan memposisikan kakbah di sebelah kiri, sambil mengucapkan bacaan di atas
ketika memulai thawaf.
13. Dari Hajar Aswad sampai ke Hajar Aswad lagi terhitung satu putaran.
14. Disunnahkan berlari-lari kecil dengan mendekatkan langkah-langkah (raml) pada tiga
putaran pertama (hal ini disunnahkan pada thawaf umrah dan thawaf qudum pada
haji) dan berjalan pada putaran keempat sampai ketujuh.
15. Raml dan idhthiba’ tidak disyari’atkan untuk wanita berdasarkan ijma’.
16. Disyari’atkan sepanjang thawaf untuk memperbanyak dzikir dan doa, namun tidak
ada dzikir dan doa khusus yang disunnahkan selain bacaan-bacaan yang telah kami
sebutkan di atas.
17. Tidak boleh mengeraskan suara ketika thawaf, termasuk ketika berdzikir dan berdo’a
saat tawaf, agar tidsk mengganggu kaum muslimin.
18. Tidak ada do’a khusus ketika thawaf, kecuali ketika berada di antara dua rukun, yaitu
Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca:

‫ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي ال آخرة حسنة وقنا عذاب النار‬
19. Disunnahkan setiap kali sejajar dengan Rukun Yamani untuk menyentuhnya tanpa
dicium, sambil mengucapkan, “Bismillahi Allahu Akbar”. Jika tidak memungkinkan
untuk menyentuhnya maka tidak disyari’atkan untuk berisyarat kepadanya dan tidak
pula mencucapkan tasmiyyah dan takbir.
20. Tidak menyentuh ka’bah atau apapun selain hajar Aswad dan rukun Yamani, karena
tidak ada dalilnya.
21. Disunnahkan setiap kali sejajar dengan Hajar Aswad untuk melakukan sebagaimana
ketika mulai pertama kali, sampai pun pada putaran terakhir.
22. Tidak disyari’atkan untuk mengusapkan tangan ke badan setelah mengusap Hajar
Aswad maupun Rukun Yamani.
23. Bahkan tidak disyari’atkan untuk mengusap dan mencium selain Hajarul Aswad dan
mengusap selain Rukun Yamani dan tidak pula ada bacaan tertentu ketika
melewatinya.
24. Menyentuh dan mencium Hajar Aswad dan menyentuh Rukun Yamani hanya
dilakukan ketika thawaf saja, kecuali menyentuh Hajar Aswad juga disyari’atkan
setelah selesai shalat dua raka’at thawaf di belakang maqam Ibrahim as. Selain itu
tidak disyari’atkan.
8
25. Janganlah berdesak-desakan untuk mencapai Hajar Aswad atau Rukun Yamani, agar
tidak menyakiti kaum muslimin, karena mencium Hajar Aswad dan menyentuh Rukun
Yamani hukumnya sunnah, sedangkan memuluskan dan tidak menyakiti kaum
muslimin adalah wajib.
26. Juga tidak boleh bagi wanita berdesak-desakan dengan laki-laki, melainkan mereka
berjalan di belakang kaum laki-laki.
27. Tidak mengapa melakukan thawaf di belakang zam-zam dan di seluruh masjid
(termasuk di lantai atas dan atap), terutama ketika sangat ramai, namun lebih dekat
ke ka’bah yang lebih afdhal. Para ulama sepakat tidak boleh thawaf di luar masjid.
28. Tidak sah thawaf di dalam ka’bah atau dalam Al-Hijr, karena Al-Hijr termasuk ka’bah.
29. Jika tidak mampu thawaf sambil berjalan, tidak mengapa mengendarai kendaraan
atau digendong.
30. Tidak disyari’atkan menyentuh Maqam Ibrahim, dinding kakbah dan kiswahnya.
31. Tidak ada lafazh niat thawaf.
32. Jika terjadi keraguan pada jumlah putaran thawaf, hendaklah diambil persangkaan
yang paling kuat, jika tidak memiliki persangkaan kuat maka ambil hitungan yang
paling sedikit, lalu menambah putaran yang masih kurang.
33. Jika telah dikumandangkan iqamah shalat hendaklah memutuskan thawaf dan
melakukan shalat, setelah shalat dilanjutkan kembali, tanpa harus memulai dari awal
kembali. Kecuali jika terpaut waktu yang panjang maka hendaklah dimulai dari awal,
sebab muwaalah (dilakukan secara bersambung) adalah syarat thawaf.
34. Jika batal wudhu’ maka boleh terus melanjutkan thawaf, karena tidak ada dalil shahih
dan tegas yang mengharuskan berwudhu’. Namun lebih afdhal berwudhu’ kembali
dan terus melanjutkan thawaf tanpa harus memulai dari awal. Kecuali jika terpaut
waktu yang lama maka hendaklah mulai dari awal.
35. Menyentuh wanita dengan sengaja maupun tanpa sengaja tidak membatalkan wudhu’,
namun tidak boleh hukumnya menyentuh dengan sengaja.
36. Setelah thawaf, tutup kembali pundak kanan dengan pakaian ihram bagian atas
seperti sebelum thawaf.
37. Pergi ke Maqam Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika
membangun Ka’bah) lalu membaca:

‫َوا َّت ِخ ُذو ْا ِمن َّم َقا ِم ِإ ْب َرا ِهي َم ُم َص ًّلى‬

“Dan jadikanlah bagian dari maqom Ibrahim itu sebagai tempat sholat.” [HR. Muslim
dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]
Lalu shalat dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim walaupun tidak tepat di
belakangnya.
Jika tidak memungkinkan maka lakukan shalat di mana saja di Masjidil Haram.
Lakukan shalat ini walaupun bertepatan dengan waktu-waktu yang dilarang untuk
shalat. Jika lupa mengerjakannya maka tidak ada kewajiban fidyah.
38. Disunnahkan pada raka’at pertama membaca surat Al-Fatihah dan Al-Kafirun. Raka’at
kedua membaca surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlash. Dan tidak ada doa khusus sebelum
dan selesai sholat.

9
39. Menghalangi orang yang lewat di depan kita ketika sedang sholat hendaklah
dilakukan, dan tidak ada dalil yang mengecualikan masjidil Haram.
40. Disunnahkan sholat yang ringan, tidak memperpanjang bacaan agar tidak
menyulitkan orang lain.
41. Tidak disunnahkan menyentuh atau mencium maqom Ibrahim ‘alaihissalam. Berdo’a
kepada maqam Ibrahim atau mengharapkan berkah darinya termasuk syirik besar.
42. Lalu minum zam-zam dan siramkan sebagiannya ke kepala.
43. Disunnahkan berdo’a di Multazam, yaitu tempat yang berada diantara hajarul Aswad
dan pintu ka’bah. Dan waktu berdo’a di Multazam boleh kapan saja karena tidak ada
dalil yang membatasi waktunya. Dan diriwayatkan sebagian sahabat menyandarkan
dadanya, wajahnya dan dua lengannya ke multazam.
44. Jika memungkinkan untuk kembali menyentuh atau mencium Hajar Aswad setelah
shalat dan minum zam zam. Jika tidak, maka tidak perlu berisyarat kepadanya.
45. Lalu pergi ke bukit Shafa untuk melakukan sa’yu.
46. Hendaklah bersegera melakukan sa’yu setelah thawaf, walaupun bersegera bukan
syarat, sehingga boleh misalkan seseorang thawaf di pagi hari lalu sa’yu di sore hari.

Ketiga: Sa’yu sebanyak tujuh putaran antara shafa dan marwa marwa
1. Sa’yu adalah rukun pada haji dan umrah, dan tidak ada dalil melakukan sa’yu selain
pada haji dan umrah. Berbeda dengan thawaf, boleh melakukannya kapan saja.
2. Jika telah mendekati Shafa hendaklah membaca:

‫ِإ َّن ال َّص َفا َوا ْل َم ْر َو َة ِمن َش َعا ِئ ِر الل ِه‬


“Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu termasuk syi’ar-syi’ar Allah.” (Al-Baqarah: 158)
Lalu membaca:

‫َأ ْب َد ُأ ِب َما َب َد َأ الل ُه ِب ِه‬


“Aku memulai (sa’yu) dengan apa yang dimulai oleh Allah (yakni disebutkan dulu
Shafa lalu Marwah).” [HR. Muslim dari Jabir ra]
3. Masih di Shafa, jika memungkinkan untuk menaikinya, lalu menghadap Ka’bah dan
mengucapkan:

‫ َل ُه ا ْل ُم ْل ُك َو َل ُه ا ْل َح ْم ُد ُي ْح ِيي َو ُي ِم ْي ُت َو ُه َو َع َلى‬،‫ الل ُه َأ ْك َب ُر ل َا ِإل َه ِإل َّا الل ُه َو ْح َد ُه ل َا َش ِر ْي َك َل ُه‬،‫ الل ُه َأ ْك َب ُر‬،‫الل ُه َأ ْك َب ُر‬
‫ُك ِّل َش ْي ٍء َق ِد ْي ٌر ل َا ِإل َه ِإل َّا الل ُه َو ْح َد ُه َأ ْن َج َز َو ْع َد ُه َو َن َص َر َع ْب َد ُه َو َه َز َم ْال َأ ْح َزا َب َو ْح َد ُه‬

Dibaca 3 kali, setiap kali selesai salah satunya, disunnahkan untuk berdoa kepada Allah
Ta’ala sesuai keinginan kita sambil mengangkat tangan, berdasarkan hadits Jabir ra
dalam riwayat Muslim.
4. Setelah itu berjalan ke Marwah, ketika lewat di antara dua tanda hijau langkah
dipercepat. Setelah melewati tanda tersebut hendaklah kembali berjalan seperti biasa.
5. Bagi wanita tetap berjalan seperti biasa meskipun pada dua tanda hijau berdasarkan
ijma’ ulama sebagaimana yang dinukil Ibnul Mundzir rahimahullah. Adapun berlarinya

10
Hajar Ummu Ismail ‘alaihimassalam ketika dalam keadaan beliau seorang diri, sehingga
aman dari fitnah.
6. Boleh naik kendaraan dalam melakukan sa’yu jika terdapat masyaqqah (beban yang
berat).
7. Tiba di Marwah telah dianggap melakukan satu putaran (kembalinya ke Shafa juga
terhitung satu putaran).
8. Berdiri di Marwah dan lakukan seperti yang dilakukan di Shafa.
9. Setelah itu kembali lagi ke Shafa dan seterusnya sampai 7 putaran yang berakhir di
Marwah.
10. Boleh melakukan sa’yu di lantai atas.
11. Disyari’atkan untuk memperbanyak dzikir dan doa ketika melakukan sa’yu,
diantaranya do’a yang dibaca oleh sebagian Salaf seperti Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar
radhiyallahu’anhum,

‫ال َّل ُه َّم ا ْغ ِف ْر َوا ْر َح ْم َو َأ ْن َت ال َأ َع ُّز ال َأ ْك َرم‬

“Ya Allah ampunilah aku, dan Engkau yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia.” [HR. Al-
Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahumullah
dalam Mansak beliau, hal. 28]
12. Menghindari perkataan dosa dan perkataan sia-sia.
13. Disunnahkan melakukan sa’yu dalam keadaan suci, jika dilakukan dalam keadaan
berhadats maka tidak mengapa. Sehingga jika seorang wanita haid setelah thawaf,
boleh baginya melakukan sa’yu.
14. Tidak mengapa jika seseorang melakukan sa’yu sebelum thawaf karena tidak tahu atau
lupa.
15. Jika lupa jumlah putaran hendaklah mengambil persangkaan jumlah yang paling kuat,
jika tidak memiliki persangkaan kuat maka hendaklah mengambil jumlah yang paling
kecil.
16. Jika sa’yu terputus karena shalat atau karena suatu hajat boleh melanjutkan kembali
tanpa harus mengulang dari awal, sebab al-muwaalah tidak dipersyaratkan menurut
pendapat yang paling kuat, akan tetapi jika seseorang memulainya dari awal lagi itu
lebih baik agar lebih hati-hati, terlebih jika terpaut waktu yang lama hendaklah dimulai
dari awal lagi.

Keempat: mencukur atau memendekkan rambut


1. Mencukur atau memendekkan rambut termasuk kewajiban haji dan umrah.
2. Setelah melakukan sa’yu, segera mencukur atau memendekkan rambut secara merata.
3. Tidak cukup mencukur atau memendekkan sebagian rambut, namun harus seluruh
rambut secara merata.
4. Mencukur lebih afdhal dibanding memendekkan (karena Nabi saw mendo’akan 3 kali
untuk yang mencukur dan 1 kali untuk yang memendekkan saja, sebagaimana dalam
Ash-Shahihain dari Abu Hurairah ra).
5. Kecuali yang melakukan umrah untuk haji tamattu’, lebih afdhal baginya
memendekkan, untuk kemudian mencukur pada tanggal 10 Dzulhijjah, jika waktu
umrahnya sudah mendekati tanggal 10 Dzulhijjah.
6. Bagi wanita hanya memotong pada ujung-ujung rambutnya sepanjang ujung jari.
11
7. Hendaklah tetap mencukur atau memendekkan rambut meskipun telah niat berkurban
dan telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah.
8. Dengan ini, telah masuk pada tahallul, yakni telah halal semua yang tadinya diharamkan
ketika ihram.
Selesailah rangkaian ibadah umrah.

12

Anda mungkin juga menyukai