Anda di halaman 1dari 8

Membersamai Bukan Sebatas Bersama.

Oleh: Siska Ummu Omair

Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya rajin belajar, dan sedikit dari mereka
yang mengikuti keinginan sang anak. Menuntut anak paham sesuatu bukan dengan caranya
dan banyak diantaranya menuntut hal tersebut tanpa membersamai anak-anaknya.
Membersamai anak bukan sebatas bersama duduk manis, atau sang anak anteng dengan
mainan legonya begitu juga sang ibu anteng dengan mainan handphone-nya.

Masih ingat tentang video viral anak usia pra sekolah atau sekitar usia lima tahun di
awal tahun 2018, yang menonton video porno di ponsel, tepat bersampingan dengan ibunya
sendiri? Video yang berdurasi kurang lebih satu menit itu, walaupun belum diketahui di mana
kejadian tersebut. Sang ibu kala itu tidak mengetahui apa yang ditonton oleh anaknya, namun
ada orang lain yang melihat kejadian tersebut dan merekamnya.1

Miris, serasa hancur rasa di dada ketika mendapatkan kabar tersebut. Saya yakin,
seorang ibu yang memiliki anak tersebut tidak menginginkan hal seperti itu terjadi pada
anaknya. Mengambil hikmah dari kejadian tersebut, sebaiknya para orang tua tidak memberi
ponsel pada anak usia dini tanpa pengawasan. Bersama dengan anak tidaklah sama dengan
membersamai. Saya mendifinisikan kalimat membersamai yaitu, kehadiran jiwa dan raga saat
menemani antara dua orang atau lebih, atau bahkan ikut serta pada perkumpulan yang terjadi.

Kasus yang lain, meninggalnya balita usia 2 tahun dikarenakan tercebur ke dalam
ember yang berisi air di rumahnya, Dusun Tanetea, Desa Bontosunggu, Kecamatan Bajeng.
Kejadian terjadi pada malam hari, sebelumnya sang anak minta dibuatkan susu oleh tantenya
lalu minta diantar ke Ayahnya yang kala itu sedang menonton TV. Selang beberapa menit,
Ayah korban tidak mendengar anaknya tersebut, dan mencarinya ke setiap sujud rumah.
Ternyata sang anak sudah dalam posisi terbalik, kepalanya masuk ember berisi air tadi di
kamar mandi.2

Ini murni kelalaian orang tua yang tidak membersamai anak secara optimal.
Setidaknya orang tua tetap fokus saat bersama, terutama bagi anak usia dini yang mana pada
masa-masanya dia tumbuh dan berkembang dengan semangat rasa ingin tahu yang tinggi.

1
(Priambodo, 2018)
2
(Nurmin, 2016)
Fitrahnya anak manusia adalah pembelajar. Dia sangat senang belajar sesuatu yang
baru, mencoba dan terus mencoba. Dari mulai bayi dia jatuh bangun belajar tengkurap,
merangkak, berdiri, bahkan berjalanpun jatuh bangun dia tetap semangat berdiri kembali.
Namun, proses belajar sang anak juga butuh dukungan orang-orang di sekitarnya. Siapa lagi
kalau bukan orang tuanya, yang seharusnya punya peran utama terhadap anak-anaknya.

Peran orang tua membersamai anak sangat penting. Karena orang tualah yang akan
mengarahkan jika terjadi penyimpangan pada anak-anaknya. Dari itu, orang tua dapat
memahami karakter belajar sang anak

Membersamai anak merupakan momen yang paling berharga bagi orang tua dan anak.
Kenapa? Karena momen ini tidak dapat diulang kembali, semakin hari anak semakin tumbuh
dan berkembang. Dari mulai masa anak lahir ke dunia, yang mana tujuh tahun pertama adalah
fase awal pembangunan fondasi. Fase ini harus didirikan dengan kokoh agar fase selanjutnya
tidak mudah goyah apalagi ambruk.

Sedangkan bagi anak, jika orang tua membersamai mereka itu merupakan kebahagian
yang tidak akan tergantikan, sampai kelak mereka tumbuh dan berkembang kedepannya akan
teringat selalu. Bagaimana tidak? Saat anak mengajak bermain, orang tua juga hadir bukan
hanya secara fisiknya saja namun, raga dan jiwanya hadir dalam membersamai anak. Selain
itu, membersamai anak dapat mempengaruhi kedekatan antara orang tua dan anak.

Menjalankan peran sebagai orang tua dengan memberi pendidikan yang baik saat
membersamai anaknya juga merupakan kewajiban orang tua sehingga hal ini seharusnya
menjadi prioritas selain mencari nafkah. Masing-masing orang tua lebih tau bagaimana
harapan dalam keluarganya, dan sebagai orang tua seharusnya menjadi teladan bagi anak-
anaknya. Orang tua adalah sosok pemimpin dalam rumah tangganya. Sebagaimana
menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin, yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat
kelak.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ‫ﷺ‬, yang artinya: “Kamu sekalian adalah
pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang
Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga
pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan
kamu sekalian akan diminta pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya.”3

Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, yang artinya:

“Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban


mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga
akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada
dirimu.”(Tuhfah al Maudud hal. 123).4

Maka dari itu, orang tua bertanggung jawab atas anak-anaknya. Membersamai anak
bukan hal yang mudah. Maka, butuh ilmu dan ketekunan dalam belajar serta kesabaran agar
terciptanya generasi yang sesuai harapan ummat. Tekun dalam belajar walaupun penuh
dengan tantangan, agar menyiapkan anak-anak yang akan hidup pada zamannya kelak.

Terkadang pertanyaan anak-anak membuat Anda sebagai orang tua sulit dan rumit
untuk mencari jawaban. Sebenarnya itu adalah langkah kita dalam meningkatkan kapasitas
diri sebagai orang tua. Berusahalah dalam membekali diri dengan ilmu sesuai pedoman
ummat Islam yaitu al-Quran dan Assunnah. Agar dapat membawa anak keturunan sesuai
harapan. Sebagai kaum muslim, melindungi keluarga dari api neraka adalah menjadi tujuan.

Hal yang harus dihindari saat membersamai anak

1. Hadir bukan sebatas fisik


Membersamai anak bukan hanya sekedar menjawab “iya, boleh, jangan ya dek!”
dengan mata menatap ke layar handphone, televiasi atau lainnya. Namun belajar
bersama, merespon dengan kasih sayang, setidaknya dengan kehadiran Anda dengan
tidaknya itu membuat suasana berbeda. Jangan sampai ada gak ada orang tua saat
bersama anak itu sama aja, karena tidak adanya eyes contact.
2. Tidak menuntut kesempurnaan
Setiap anak memiliki tingkatan tumbuh kembang yang berbeda. Ada sebagian anak
yang ‘lambat’ masa pertumbuhannya dan ada anak yang memang sudah sesuai dengan

3
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 893, 5188, 5200), Muslim (no. 1829), Ahmad (II/5, 54, 111)
dari Ibnu ‘Umar radhi-yallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari. Sumber: (Yazid, 2004)
4
(Muslim, 2014)
kriteria usianya namun, dituntut ‘sempurna’ oleh orang tua dalam melakukannya.
“Nulisnya yang rapi dek! Kan sudah dikasih tau tadi.”, “Tuh kan jatuh, gimana sih dek.
Bawa ini aja tidak bisa.”, Masih banyak lagi contoh-contoh yang sering terucap oleh
orang tua pada anaknya. Sedangkan dia, lupa memberi stimulasi mengenai motoriknya.
Atau bahkan ada yang anak usia segitu memang belum waktunya untuk menulis. Orang
tua yang hanya menuntut kesempurnaan pada anaknya seperti ini dapat membuat sang
anak tertekan, bosan dan mematikan kreativitas.
3. Membandingkannya dengan orang lain
Setiap anak memiliki keunikkan masing-masing. Tumbuh dan kembang dengan
berbagai macam faktor, salah satunya adalah lingkungan. Kadang ada anak yang
usianya dua tahun sudah dapat membuka bajunya sendiri tanpa bantuan. Ada yang
usianya tiga tahun namun belum dapat membuka bajunya sendiri. Maka sebagai orang
tua tidak perlu putus asa dulu, jangan langsung membandingkan anak A dan anak B “Si
B aja bisa, masak kamu gak bisa.” Membandingkan akan menjadikan anak tidak
percaya diri. Fokus pada solusinya, berilah tahapan stimulasi sesuai usia anak.
Berbedanya usia juga mempengaruhi tumbuh kembang anak. otomatis kecapaian
mereka juga tidaklah sama. Walaupun ada yang seusianya sama, namun tahapan
stimulasi yang didapat oleh anak berbeda juga akan mempengaruhi bagaimana sang
anak mencapai suatu pengetahuan.
4. Komunikasi yang tidak produktif
Banyak faktor dalam berkomunikasi yang produktif, salah satunya cara berpikir orang
tua, maka berpikirlah secara positif agar komunikasi Anda bersama anak-anak menjadi
energi. Contoh dalam perkuliahan Institut Ibu Profesional diajarkan, mengantikan
beberapa kata seperti: kata ‘masalah’ diganti menjadi ‘tantangan’, kata ‘susah’ diganti
dengan ‘menarik’ sedangkan kata ‘aku tidak tahu’ diganti dengan kata ‘ayo kita cari
tahu.’
Misalkan, ada anak yang biasanya sudah mneyerah dalam mencoba suatu tantangan
“Ma, aku tidak tahu lagi ini harus bagaimana” kita dapat memjawabnya dengan
kalimat, “Ayoh, kita cari tahu bersama kenapa yah ...” Dengan ini anak bisa lebih
semangat karena ditemani oleh orang tuanya yang ikut empati sama dia.

Membersamai anak bukan hanya sebatas bersama, namun dengan membersamai


orang tua dapat memahami karakteristik belajar sang anak. Pada usia dini, cara belajar anak
akan terus berkembang dan masih melakukan ‘percobaan’cara dalam belajar. Sebelum
menemukan cara belajar yang pas untuk diri anak, semuanya harus di rasakan dulu biar Anda
lebih paham bagaimana karakteristik belajar anak.Menurut Robbi De Poter, ada tiga macam
cara belajar, yaitu:5

1. Visual
Cara belajar anak yang dominanya menggunakan ketajaman penglihatan. Anak lebih
mudah belajar dan memahami sesuatu melalui penglihatannya. Seperti belajar
membaca buku berikut ilustasinya, mencoret atau menulis menggunkan alat tulis
berwarna, belajar memakai grafik, tabel, diagram, flash card dan berbagai ilustrasi
lainnya. Anak yang memiliki cara belajar visual, dia lebih mengingat apa yang dilihat
dari pada apa yang didengar.
2. Auditori
Cara belajar anak dengan mengandalkan pendengaran atau memahami suatu
informasi. Ciri dari cara belajar auditori ini seperti, belajar dengan suara yang agak
keras, jika menghafal dia menggunakan suara dan membaca, suka bicara atau diskusi
dan lain-lain. Keunggulan anak yang cara belajar auditori, lebih mengingat apa yang
dia dengarkan.
3. Kinestetik
Sedangkan cara belajar kinestetik adalah anak belajar dengan cara banyak bergerak
dan menyentuh. Seperti belajar dengan isyarat tubuh, menggunakan jari dan tangan
saat belajar, menghafal sambil berjalan dan lain-lain. Anak yang cara belajar
kinestetik biasanya lebih mudah meniru suatu intruksi lebih baik.

Dengan memahami berbagai macam karakteristik belajar anak, orang tua dapat
mengoptimalkan kecerdasannya memalui gaya belajar masing-masing. Setiap anak bisa jadi
memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun pasti ada yang lebih menonjol atau dominan
diantaranya.

Untuk mengetahui karakteristik belajar anak, Anda dapat melakukan observasi


dengan menggunakan cek list seperti di bawah ini:

5
(Waldan, 2016)
VISUAL AUDITORI KINESTETIK

 Banyak gambar atau  Suka membaca dengan  Berbicara menggunakan


ilustrasi di bukunya suara keras tangan/gesture

 Menyukai hal-hal yang  Suka berbicara sendiri saat  Lebih mudah mengingat
sifat detail dan rapi menyimpan dan mengingat sesuatu/pengetahuan yang
informasi dilakukan dari pada yang
 Ketika berpikir sambil
dibaca/didengarkan.
menutup mata sambil  Mengemukakan ide dengan
membayangkan ekspresi kata-kata/verbal  Menyukai pelajaran yang
berhubungan dengan praktik
langsung.

Anda dapat membersamai anak belajar dengan karakter belajarnya sendiri, seperti contoh di
bawah ini:

VISUAL AUDITORI KINESTETIK

 Memberi/membaca  Ceritakan  Jangan paksa duduk


buku bergambar untuk pengetahuan melalui terlalu lama
anak berkisah.  Belajar menjelajah
 Belajar menggunakan  Mengajak diskusi suatu yang ingin di
media gambar (Poster, secara verbal pahami, misalkan
Vidio, Flascard dll)  Dorong anak mengenal binatang
 Memberi peluang membaca dengan ke kebun binatang
anak agar suara keras  Belajar dengan
menggambar ide-  Memberi media gerakan seperti
idenya. rekaman saat belajar berhitung sambil
 Memberi pensil warna meloncat/naik
untuk membedakan tangga, bermain
tulisan/catatannya di peran dll
buku tulis.
Referensi:

Jawaz, Yazid bin Abdul Qadir. (2004, 27 September). Kewajiban Mendidik Anak. Dikutip 11
Oktober 2019, dari: https://almanhaj.or.id/1048-kewajiban-mendidik-anak.html

Muslim, ST., Muhammad Nur Ichwan.(2014, 17 Maret).Pendidikan Anak Tanggung Jawab


Siapa? Dikutip 11 Oktober 2019, dari: https://muslim.or.id/20835-pendidikan-anak-
tanggung-jawab-siapa.html

Nurmin, Wa Ode. (2016, 11 Mei).Ayah Asyik Nonton TV Saat Jaga Balita di Gowa Tewas di
Ember Kamar Mandi.Dikutip 11 Oktober 2019, dari:
https://makassar.tribunnews.com/2016/05/11/ayah-asyik-nonton-tv-saat-jaga-balita-
di-gowa-tewas-di-ember-kamar-mandi

Priambodo, Angga Roni. (2018, 15 Maret).Heboh Anak Kecil Nonton Video Porno di
Samping Ibunya Duh, Miris! Dikutip 11 Oktober 2019, dari:
https://www.brilio.net/duh/heboh-anak-kecil-nonton-video-porno-di-samping-ibunya-
duh-miris-180315c.html#

Waldan, Noverita K. (2016, 2 November). Cara Mengenali Gaya Belajar Anak Visual
Auditory atau Kinestetik?Dikutip 11 Oktober 2019, dari:
https://nova.grid.id/read/07654377/cara-mengenali-gaya-belajar-anak-visual-auditory-
atau-kinestetik?page=all
Profil Penulis

Siska Ummu Omair, Ibu kelahiran 1993 yang baru dikaruniai 2 orang anak (Omair 3
tahun 4 bulan, dan Khawla 2 bulan lebih).Keseharian bekerja di ranah domestik dan
membantu dipergerakan ummat salah satunya di Pondok Pesantren Turats Nabawi, Bangka.
Selain itu mengamanahkan diri dari bagian penggerak HSKM BABEL dan Ibu Profesional
Bangka Belitung.

Karya antalogi yang pernah dibukukan adalah Full-Time Mom (Rezeki Suamiku
Berlimpah Setelah Aku Tak Lagi Kerja), Mendidik Jangan Mendadakdan Latte For
Happieness Rahasia Keharmonisan Hidup.

FB : Ummu Omair

Blog : Ummuumair1.blogspot.com

IG : siskasartika46

Anda mungkin juga menyukai