Anda di halaman 1dari 14

7 TIPS PENGASUHAN ANAK

DI ERA DIGITAL 

KARENA BAHAGIA, DIMULAI DARI KELUARGA


PEDE MENDIDIK ANAK
DI ZAMAN NOW
Nugroho Edie Santoso,SE.,MM.
Tahukah Anda?
 Orang-orang genius di Silicon Valley
(California) menjauhkan komputer dari
keseharian anak-anak mereka.
 Prancis melarang penggunaan ponsel di
sekolah.
 Jerman dan Finlandia mengawasi
penggunaan ponsel pada anak-anak
dengan ketat.
 Korea, yang dikenal memiliki
perkembangan teknologi digital terpesat
di dunia mulai mengkhawatirkan
dampaknya terhadap anak-anak,
generasi penerus masa depan.
 
Kemudahan dan Manfaat

Perangkat digital yang canggih saat ini tak dapat dielakkan telah
mempermudah hidup kita. Termasuk di antaranya dalam mengasuh
anak. Bentuknya yang atraktif menarik perhatian anak-anak dan
menjadi media belajar yang menyenangkan. Anak-anak relatif lebih
mudah ditenangkan dan lebih pintar dengan kehadirannya.
Kecemasan
Namun faktanya, di balik kehebatannya,
teknologi digital membawa pengaruh yang
mengkhawatirkan bagi masa depan anak-anak.
Fitur-fitur yang ditawarkan teknologi digital
tanpa sadar telah mengganggu pertumbuhan
fisik dan mental mereka. Anak-anak yang
terpapar perangkat digital sejak dini dapat
mengalami perkembangan otak dan emosi yang
tidak sempurna.
Yee-Jin Shin adalah psikiater dan praktisi
pendidikan anak di Korea Selatan. Setelah lebih
dari 20 tahun menangani kasus anak-anak, dia
menyadari ada hal-hal yang telah menyakiti jiwa
mereka, salah satunya teknologi digital, yang
berpotensi menjadi masalah sosial di kemudian
hari.
GENERASI MILLENIAL
Membesarkan anak di zaman millenial butuh
usaha ekstra dibanding puluhan tahun yang
lalu. Perkembangan dunia digital tak hanya
memberi kemudahan, malah kadang
membuat gap antara orangtua dan anak. Tak
jarang berakhir dengan anak yang
membangkang atau masalah lainnya. 

Psikolog dan Pendiri Yayasan Kita dan Buah


Hati Elly Risman berbagi tujuh cara
mengasuh anak di era digital yang bisa
dipraktikkan agar hubungan antara orangtua
dan anak tetap terjaga.
1. Tanggung Jawab Penuh
Ketika bicara mengenai pola asuh anak, peran seorang ibu seringkali
dianggap hal paling utama. Padahal menurut Elly, sosok ayah dalam
mendidik anak tak kalah penting. Di era digital seperti sekarang ini, ayah
dan ibu harus memiliki pandangan yang sama, yaitu sama-sama
bertanggungjawab atas jiwa, tubuh, pikiran, keimanan, kesejahteraan anak
secara utuh. Masih banyak orangtua muda masa kini yang melepaskan
anak-anaknya secara total di tangan orang ketiga, entah mertua atau
pembantu. Namun jika hal ini terpaksa dilakukan, maka perlu dicek kembali
bagaimana sejarah dari orang yang Anda rekrut untuk menjaga buah hati.
2. Kedekatan
Perlu adanya kedekatan antara ayah dan anak, juga ibu ke anak.
Kedekatan ini bukan hanya berarti melekat dari kulit ke kulit, melainkan
jiwa ke jiwa. Artinya, Anda dan pasangan tak bisa hanya sering memeluk
sang anak namun juga harus dekat secara emosional. "Banyak anak
yang tidak dapat hal itu dari kecil sehingga jiwanya hampa,".
3. Harus Jelas Tujuan Pengasuhan
"Dari riset yang Elly lakukan untuk ibu 25-45 tahun, bekerja tak bekerja,
ekonomi menengah ke atas dan menengah ke bawah. Mereka tidak
punya tujuan pengasuhan. Mereka tidak tahu anak ini mau di bawa ke
mana?“

Elly menyarankan agar orangtua mulai merumuskan tujuan


pengasuhan sejak anak dilahirkan. Perlu membuat kesepakatan
bersama suami, prioritas apa saja yang diberikan kepada anak dan
bagaimana cara pendekatannya.
4. Berbicara Baik-baik

Orangtua harus belajar berbicara baik-baik dengan anak. Tidak boleh


membohongi, lupa membahas keunikan anak, dan juga perlu membaca
bahasa tubuh, serta mau mendengar perasaan anak.
"Menyalahkan, memerintah, mencap, membandingkan, komunikasi seperti ini
akan membuat anak merasa tak berharga, tak terbiasa memilih dan tak bisa
mengambil keputusan.“
5. Mengajarkan Agama
Menjadi kewajiban orangtua untuk
mengajarkan anak-anaknya tentang agama.
Pendidikan tentang agama perlu ditanam
sejak sedini mungkin. Dalam hal ini,
mengajarkan agama tak hanya terbatas ia bisa
membaca Al-Qur'an misalnya, bisa berpuasa
atau pergi ke gereja. Orangtua perlu
menanamkan secara emosional agar anak
menyukai aktivitas itu. 

"Jangan kosong dan lalu


dimasukkan ke sekolah agama.
Tidak ada dasarnya jika begitu.
Bisa dan suka itu berbeda. Bisa
hanya sekadar melakukan, tapi
jika suka, ada atau tidak ada
orangtua dia akan tetap baik,".
6. Persiapkan Anak Masuk Pubertas
Kebanyakan orangtua malu membicarakan masalah seks dengan anak
dan cenderung menghindarinya. Menurut Elly, pembicaraan justru
perlu dimulai sejak dini dengan bahasa yang mengikuti usianya. 

"Kalau sudah keluar air mani, sudah menstruasi, itu artinya mereka sudah
aktif secara seksual dan sudah telat untuk menanamkan tentang pemahaman
seks. Ya jadi suka-sukanya anak, dia bebas melakukan berbagai macam hal,".
7. Persiapkan Anak Masuk Era Digital
Bukan berarti Anda harus memberikannya gadget sejak bayi. Namun mengajarkan
anak jika penggunaan gadget ada waktunya dan memiliki batasan untuk itu. Akses
internet pun perlu dibatasi untuk mencegah anak melihat situs yang tidak
diinginkan.

"Ajarkan mereka untuk menahan pandangan, menjaga kemaluan. Karena jika


otakmu rusak, kemaluanmu tidak bisa dikendalikan. Jika kita tidak
membicarakan, anak tidak tahu bagaimana akan bersikap.“
Komunikasi Sebagai Regulasi
Kedepankan komunikasi sebagai pengganti
gadget. Sebagai contoh, ajak anak bicara tiap kali
pulang sekolah. Hal-hal di sekolah seperti tugas
menumpuk, teman jahil atau guru menyebalkan
sudah menjadi hal berat untuknya. Oleh karena
itu, Elly menyarankan untuk berkomunikasi
tentang perasaannya. Misalnya tanya
perasaannya di hari itu, apa yang membuatnya
bahagia dan apa yang membuatnya sedih.
Dengan begitu, secara otomatis anak akan dengan
mudah bercerita pada Anda tiap kali ia merasakan
sesuatu.
"Ketika anak dibatasi dia pegang gadget, orangtua
perlu beri alternatif lain. Tidak bisa kalau ibu atau
ayahnya tidak di rumah. Contohnya ikuti les
berenang, main basket, futsal, gitar atau apa yang
disukai anak," pungkas Elly. 
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai