Anda di halaman 1dari 8

KARTIKA-JURNAL ILMIAH FARMASI, Des 2016, 4(2), 13-20 13

p-ISSN 2354-6565 /e-ISSN 2502-3438

ANALISIS MASALAH TERKAIT OBAT PADA PASIEN LANJUT USIA


PENDERITA OSTEOARTRITIS DI POLI ORTOPEDI
DI SALAH SATU RUMAH SAKIT DI BANDUNG

Ani Anggriani1, Ida Lisni2, Dede Siti Rahmah Faujiah1


1
Program Studi Strata Satu Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, Bandung.
2
RS. Muhammadiyah Bandung
Corresponding author email:anianggriani01@gmail.com

ABSTRAK

Osteoartritis (OA) adalah penyakit nyeri sendi yang paling sering ditemukan dan menjadi penyebab
kecacatan, terutama pada usia lanjut. Masalah medis yang kompleks yang umumnya ditemui pada
pasien lanjut usia, menyebabkan golongan usia ini rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang
berkaitan dengan obat yang dapat mempengaruhi hasil terapi. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan menilai kejadian masalah terkait obat pada pasien lanjut usia penderita
osteoartritis. Penelitian ini bersifat deskriptif, meliputi penetapan kriteria pasien, penetapan kriteria
obat, kriteria penggunaan obat, pengumpulan data dari rekam medik secara retrospektif, dan analisa
data. Hasil penelitian ditemukan jumlah pasien osteoartritis adalah 34 pasien, pasien terbanyak adalah
perempuan sebesar 70.6 %. Jumlah pasien berdasarkan penggunaan obat terbanyak adalah golongan
NSAID yaitu natrium diklofenak sebanyak 58.8 %. Masalah terkait obat yang terjadi adalah adanya
potensi interaksi obat antara obat golongan NSAID (Diklofenak, AsamMefenamat) terhadap obat
golongan H-2 bloker (Ranitidin) yaitu 11.7%.

Kata kunci : Masalah Terkait Obat, Lanjut Usia, Osteoartritis

ABSTRACT

Osteoarthritis (OA) is a disease of joint pain is most commonly found and the cause of disability,
especially in the elderly. Complex medical problems commonly seen in elderly patients, causing this
age group is vulnerable to the onset of the problems related to drugs use (Drug Related Problems)
which may affect the outcome of therapy. The purpose of this study is to identify and assess the
incidence of Drug Related Problems in elderly patients of osteoarthritis. The study was descriptive,
covering the establishment of criteria for patients, criteria of drugs, drug use criteria, collecting data
from medical records retrospectively, and data analysis. The research found the number of patients
with osteoarthritis is 34, women 70.6%. The number of patients is based on the use of drugs is the
highest class of NSAIDs is diclofenac sodium as much as 58.8%. DRPs is happening is the potential
for drug interactions between drugs known as NSAIDs (Diclofenac, Mefenamic Acid) to the class of
drugs H-2 blockers (Ranitidine) is 11.7%.

Keywords : Drug related problems (DRPs), the elderly, osteoarthritis

PENDAHULUAN Farmasis juga berperan penting sebagai sumber


informasi obat yang jelas, benar, lengkap serta
Masalah terkait obat adalah bagian dari
mampu bersikap kritis dengan terapi yang
asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang
diberikan kepada pasien, demi menekan angka
menggambarkan suatu keadaan, dimana
kejadian masalah terkait obat pada pasien lansia
profesional kesehatan (apoteker) menilai adanya
penderita Osteoartritis, khususnya di Jawa Barat
ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai
(IRA, 2014).
terapi yang sesungguhnya.
Populasi usia lanjut di seluruh dunia terus
Upaya untuk menghindari serta menurunkan
meningkat, seiring dengan peningkatan
angka kejadian masalah terkait obat yang
pelayanan kesehatan yang memberikan dampak
dilakukan analisis masalah untuk dicari jalan
meningkatnya angka harapan hidup. Berdasarkan
keluarnya. Peran seorang farmasis diharapkan
laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi
dapat melakukan pengidentifikasian tersebut.
peningkatan UHH (Umur Harapan Hidup). Pada

Anggriani, dkk
14 Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20

tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun kasus reumatik pada tahun 2010, 73%
(dengan persentase populasi lansia adalah diantaranya adalah penderita OA (IRA, 2014).
7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 Golongan obat yang digunakan adalah obat
tahun pada tahun 2010 (dengan persentase NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drugs).
populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun Mengingat osteoartritis merupakan masalah
2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase kesehatan dengan prevalensi, morbiditas, dan
populasi lansia adalah 7,58%). Meningkatnya mortalitas yang terus meningkat, serta resiko
populasi usia lanjut menyebabkan perlunya terjadinya masalah terkait obat pada pasien usia
antisipasi pada peningkatan jumlah pasien usia lanjut besar, sedangkan jumlah populasi usia
lanjut yang memerlukan bantuan dan perawatan lanjut di Indonesia terus meningkat, maka perlu
medis. Penyakit yang timbul biasanya tidak dilakukan penelitian tentang kejadian masalah
hanya satu macam akan tetapi muncul berbagai terkait obat pada terapi pasien lansia dengan
penyakit, menyebabkan usia lanjut memerlukan diagnosa osteoartritis untuk memastikan bahwa
bantuan, perawatan dan obat-obatan untuk proses obat-obatan tersebut digunakan secara rasional
penyembuhan atau sekedar mempertahankan yaitu aman, efektif, dan ekonomis sehingga dapat
agar penyakitnya tidak bertambah parah meminimalkan efek samping yang tidak
(Kemenkes RI, 2013). Masalah kesehatan usia diharapkan. Hasil dari penelitian ini diharapkan
lanjut adalah khas yang timbul akibat interaksi dapat memberi masukan kepada rumah sakit
pada proses menua dan penyakit pada satu maupun tenaga kesehatan terkait dengan tujuan
individu. Perubahan fisiologik akibat proses meminimalisasi terjadinya masalah terkait obat
menua, multipatologik, presentasi penyakit tidak sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan
spesifik, dan penurunan status fungsional dapat kesejahteraan pasien.
berpengaruh terhadap terapi obat yang berujung
pada masalah yang berkaitan dengan obat. METODE PENELITIAN
Masalah medis yang kompleks (complex Penelitian ini merupakan penelitian yang
medicine) yang umumnya ditemui pada pasien bersifat deskriptif yang dilakukan secara
lanjut usia, menyebabkan golongan usia ini retrospektif. Penelitian ini meliputi penetapan
rentan terhadap timbulnya masalah-masalah yang kriteria pasien, penetapan kriteria obat, kriteria
berkaitan dengan obat merupakan masalah penggunaan obat, pengumpulan data pasien yang
kesehatan yang serius yang dapat terjadi pada didiagnosa osteoartritis dengan melihat data
semua tingkat umur, dapat mempengaruhi rekam medik rumah sakit, serta analisa tentang
kualitas hidup pasien serta menimbulkan dampak kejadian masalah terkait obat dengan kriteria
ekonomi yang cukup besar. adanya indikasi penyakit yang tidak diobati,
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit yang seleksi obat yang tidak tepat, dosis subterapi,
berkembang dengan lambat, biasa mempengaruhi dosis obat berlebih, pemberian obat tanpa
terutama sendi diartrodial perifer dan rangka indikasi dan interaksi obat pada terapi pasien
aksial. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan lansia dengan diagnosa osteoartritis. Kemudian
dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat dilakukan pengorganisasian data dan analisis
pada pembentukan osteofit, rasa sakit, data serta pengambilan kesimpulan.
pergerakan yang terbatas, deformitas, dan
Penetapan Kriteria Penderita. Kriteria
ketidakmampuan (ISO Farmakoterapi, 2013).
penderita yang diikutsertakan dalam penelitian
Seiring dengan meningkatnya usia harapan
ini adalah semua pasien lansia baik pria dan
hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi
wanita yang didiagnosis dokter menderita
usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414%
penyakit osteoartritis pada pasien poli ortopedi di
dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi
salah satu rumah sakit di Bandung.
OA lutut yang tampak secara radiologis
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada Penetapan Kriteria Obat. Kriteria obat
wanita yang berumur antara 40-60 tahun. merupakan kriteria obat yang digunakan dokter
Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat dalam mengobati penyakit osteoartritis dan
ke klinik reumatologi RSHS pada tahun 2007 dijadikan acuan dalam analisa kejadian masalah
dan 2010, didapatkan: OA merupakan 74,48% terkait obat pada pasien lansia penderita
dari keseluruhan kasus (1297) reumatik pada osteoartritis. Kriteria obat yang digunakan yaitu
tahun 2007. Enam puluh sembilan persen Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID).
diantaranya adalah wanita dan kebanyakan
merupakan OA lutut (87%). Dan dari 2760

Anggriani, dkk
Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20 15

Penetapan Kriteria Penggunaan Obat. Distribusi Pasien Osteoatritis Berdasarkan


Kriteria penggunaan obat merupakan kriteria Jenis Kelamin
penggunaan obat yang ditetapkan untuk Tabel 1. Jumlah Karakteristik Pasien Berdasarkan
dijadikan acuan yang digunakan dokter dalam Jenis Kelamin
pemberian obat yang tepat untuk penderita dan Jenis Kelamin Σ Pasien %
sebagai acuan dalam melakukan analisa kejadian Pria 10 29,4
masalah terkait obat dengan kriteria adanya Wanita 24 70,6
indikasi penyakit yang tidak diobati, seleksi obat Total Pasien 34 100
yang tidak tepat, dosis subterapi, dosis obat
Pada Tabel 1 distribusi pasien osteoartritis di
berlebih, pemberian obat tanpa indikasi dan
poli ortopedi berdasarkan jenis kelamin
interaksi obat pada terapi pasien lansia penderita
menunjukan bahwa osteoartritis lebih sering
osteoartritis. Kriteria terdiri dari dosis, indikasi,
terjadi pada wanita dibanding pria dengan
interaksi obat dan efek samping.
persentase 70,6 %. Wanita lebih rentan terkena
Data dan Sumber Data. Data yang diambil osteoartritis dibanding pria hal ini disebabkan
pada penelitian ini adalah data yang bersumber gangguan osteoartritis erat kaitannya dengan
dari data rekam medik pasien poli ortopedi masalah hormonal. Wanita memiliki hormon
Rumah Sakit TNI AU dr. M. Salamun Bandung estrogen dan progesteron yang berfungsi
selama periode 1 Maret–30 Mei 2016. Data menjaga kekenyalan otot dan ligamen. Pada
kemudian diorganisakan pada lembar pengolahan wanita yang sudah mengalami menopause
data yang kemudian dilakukan analisa. biasanya terjadi ketidakseimbangan hormon,
Analisis data. Analisa data dilakukan secara pengeroposan tulang dan ligamen kendur.
kuantitatif dan kualitatif. Analisa data secara Wanita lebih cepat 2-3 persen mengalami
kuantitatif diolah secara statistik untuk pengeroposan tulang ketimbang pria kondisi
mengetahui jumlah pasien berdasarkan jenis inilah yang membuat tulang bekerja lebih kuat
kelamin, usia, jenis dan jumlah obat yang sehingga mengalami perubahan biomekanik
digunakan berdasarkan golongan farmakologi. dalam lutut. Normalnya, beban kerja diterima
Dan analisis kualitatif dilakukan untuk oleh tulang dan otot namun pada penderita
mengidentifikasi masalah terkait obat dengan osteoartritis sebagian besar beban kerjanya
kriteria adanya indikasi penyakit yang tidak diterima oleh tulang.
diobati, seleksi obat yang tidak tepat, dosis Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori Usia
subterapi, dosis obat berlebih, pemberian obat
Tabel 2. Jumlah Pasien Berdasarkan Kategori Usia
tanpa indikasi dan interaksi obat pada terapi Usia Σ Pasien %
pasien lansia dengan diagnosa osteoartritis yang 46-50 tahun 7 20,6
telah disusun berdasarkan pustaka. 51-55 tahun 15 44,1
Pengambilan Kesimpulan. Dari hasil analisa 56-60 tahun 12 35,3
Total pasien 34 100
data yang telah dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif diambil kesimpulan mengenai kejadian Pada tabel 2, usia 51-55 tahun didapatkan
DRP’s pada pasien lansia penderita osteoartritis. persentase terbanyak penderita osteoartritis di
poli ortopedi yaitu 44,1 %. Hal ini sejalan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan penelitian Arissa MI et al di RSU dr.
Analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif Soedarso Pontianak tahun 2012 dimana proporsi
dilakukan untuk mengetahui gambaran kasus OA terbanyak dialami kelompok usia 55-
prevalensi pasien osteoartritis di poli ortopedi 72 tahun dan penelitian Hasibi WA di wilayah
RSAU dr. M. Salamun Bandung. Data yang kerja Puskesmas Susut I Kabupaten Bangli tahun
dianalisis secara kuantitatif meliputi distribusi 2014 berdasarkan karakteristik sosio-demografi,
penderita osteoartritis berdasarkan jenis kelamin, kejadian OA lutut lebih banyak dialami oleh
kategori usia pasien, terapi yang digunakan, serta kelompok usia 50-70 tahun (61,2%). Hal ini
penggunaan golongan obat osteoartritis. Populasi terjadi dikarenakan pada lansia terjadi perubahan
pasien osteoartritis di poli ortopedi pada bulan kolagen dan penurunan sintetis proteoglikan
Maret – Mei 2016 yaitu sebanyak 34 pasien. yang menyebabkan tulang dan sendi lebih rentan
Pengambilan sampel berdasarkan data rekam terhadap tekanan dan kurang elastis sehingga
medik yang tersedia di rumah sakit tersebut. rawan sendi menjadi menipis, rusak dan

Anggriani, dkk
16 Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20

menimbulkan gejala osteoartritis seperti nyeri NSAID merupkan Nonsteroidal Anti-


sendi, kaku dan deformitas. Inflammatory Drug. Terapi farmakologi pada
penderita osteoartritis bersifat simptomatis.
Distribusi Pasien Berdasarkan Golongan
Asetaminofen (parasetamol) merupakan obat
Farmakologi Obat
pilihan pertama untuk tatalaksananyeri kronik
Tabel 3. Jumlah Pasien Berdasarkan Golongan pada lansia dan untuk kasus nyeri
Farmakologi Obat muskuloskeletal dengan pemantauan dosis dan
Σ efek samping. Namun NSAID dinyatakan lebih
Golongan obat %
Pasien unggul untuk mengatasi nyeri pada osteoartritis
NSAID
dengan terapi jangka pendek. Dan penggunaan
Na Diklofenak 1 2,94
Meloxicam 1 2,94
obat COX 2 inhibitor lebih diutamakan untuk
Paracetamol 1 2,94 menghindari terjadinya efek gastrointestinal pada
Suplemen lansia (Barus J, 2015). Salah satu obat golongan
Kalsitriol + Vitamin dan Mineral 1 2,94 COX 2 adalah celecoxib.
NSAID + NSAID/Analgetik opioid Berdasarkan Tabel 3 penggunaan celecoxib
Na Diklofenak + Paracetamol 1 2,94 jarang diberikan dikarenakan harganya yang
Ketorolak + Paracetamol 1 2,94 mahal. Berdasarkan jumlah pasien yang dianalisa
Na Diklofenak + Paracetamol + 1 2,94 didapatkan persentase terbanyak sebesar 55,88 %
Tramadol penggunaan obat natrium diklofenak untuk terapi
NSAID + Suplemen
pasien osteoartritis. Natrium diklofenak
Na Diklofenak + Glukosamin dan 6 17,64
kondroitin sulfat
merupakan obat dengan mekanisme kerja
Na diklofenak + Glukosamin dan 4 11,76 menghambat enzim siklooksigenase 1 dan 2 yang
kondroitin sulfat dan kalsitriol menghasilkan penurunan prekursor prostaglandin
Na Diklofenak + Glukosamin 1 2,94 sehingga memiliki efek analgetik. Natrium
Celecoxib + Glukosamin dan 1 2,94 diklofenak lebih sering digunakan karena
kondroitin sulfat natrium diklofenak bisa berakumulasi dengan
Meloxicam + Kalsitriol 1 2,94 baik pada cairan sinovial setelah pemberian oral.
Ketorolak + Glukosamin 1 2,94 Menurut literatur natrium diklofenak merupakan
NSAID + Analgetika opioid + NSAID yang memiliki durasi efek terapeutik
Suplemen
dicairan sinovial lebih lama daripada waktu
Na Diklofenak + Tramadol + 1 2,94
Glukosamin
paruh di plasma (Katzung BG, 2004).
NSAID + H2 Blocker Osteoartritis merupakan inflamasi yang terjadi
Na Diklofenak + ranitidin 1 2,94 pada kartilago sendi sehingga diperlukan obat
Asam mefenamat + ranitidin 2 5,9 yang bisa berakumulasi dan bekerja dengan baik
Meloxicam + ranitidin 2 5,9 pada sendi. Obat golongan NSAID lain yang
NSAID + H2 Blocker + Suplemen diberikan adalah meloxicam karena memiliki
Meloxicam + ranitidin + 1 2,94 efek samping paling minimal terhadap saluran
Glukosamin, kondroitin sulfat, cerna, menurut literatur meloxicam mampu
Vitamin dan Mineral menghambat COX-2 sepuluh kali lipat daripada
Meloxicam + ranitidin + 1 2,94
COX-1 pada percobaan ex vivo (Waranugraha
mecobalamin
Meloxicam + ranitidin + kalsitriol 1 2,94
dkk, 2010). Secara teoritis obat golongan NSAID
NSAID + PPI + Kortikosteroid memiliki efek samping pada gastrointestinal
Na Diklofenak + lansoprazole + 1 2,94 sehingga diberikan bersama obat golongan H2
Metil prednisolon blocker terutama untuk pasien yang memiliki
NSAID + H2 blocker + injeksi riwayat pada gastritis.
intraartikular Kombinasi analgetik tidak diharamkan selama
Na Diklofenak + Ranitidin + Injeksi 1 2,94 perhitungan efektivitas dan efek samping
Hialuronat dilakukan dengan seksama. Sebagai contoh,
NSAID + Suplemen + Injeksi pasien dapat diterapi dengan analgetik non-
Intraartikular opioid, opioid, dan adjuvan selama memang
Paracetamol + Glukosamin dan 1 2,94
kondroitin sulfat + Injeksi Hialuronat
dibutuhkan (Barus J, 2015).
NSAID + Injeksi intraartikular Pemilihan kombinasi dengan suplemen
Na diklofenak + Injeksi Hialuronat 1 2,94 seperti glukosamin dan kondroitin yang secara
Total pasien 34 100 alami ada dalam tulang rawan sendi tubuh
berfungsi membantu tulang tetap sehat dan

Anggriani, dkk
Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20 17

sebagai pelumas sendi. Karena terapi medis kombinasi dengan suplemen seperti glukosamin
osteoartritis hanya memiliki efisiensi sedang dan yang dapat meningkatkan terapi. Osteoartritis
merupakan terapi jangka pendek untuk pain memiliki berbagai gejala klinis, diantaranya
control diperlukan obat dengan senyawa yang nyeri, rentang gerak yang berkurang dan dapat
memiliki efek dengan jangka panjang dan dapat meningkatkan disabilitas penderitanya.
mengatasi kerusakan sendi. Dari penelitian yang Analgesik seperti paracetamol dan NSAID paling
telah dilakukan GAIT (The sering digunakan sebagai obat penahan nyeri
Glukosamin/Kondroitin Artritis Intervention kasus osteoartritis. NSAID dinyatakan lebih
Trial) tahun 2006 pada pasien osteoartritis lutut unggul untuk mengatasi nyeri dalam jangka
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang pendek. Beberapa penelitian mengindikasikan
signifikan antara obat glukosamin yang diberikan bahwa keberhasilan NSAID mengatasi nyeri
secara monoterapi dan kombinasi dengan obat berkaitan dengan mekanisme kerjanya
golongan NSAID, namun terjadi penurunan skor menghambat COX-2 dengan efikasi sedang jika
WOMAC sebesar 2% (Kardiman, 2013). dibandingkan dengan risiko efek samping pada
penggunaan jangka panjang (Kardiman, 2013).
Analisis kualitatif. Analisis kualitatif
Jenis dan golongan obat yang diberikan pada
dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian
pasien osteoartritis di poli ortopedi RSAU
masalah terkait obat pada pasien lansia dengan
Salamun dapat dilihat pada Tabel 3 mengenai
diagnosa osteoartritis di poli ortopedi salah satu
jumlah pasien berdasarkan golongan obat.
rumah sakit di kota Bandung. Jumlah pasien
pada penelitian ini yaitu sebanyak 34 pasien. Pemberian obat tanpa indikasi. Pada
Kejadian masalah terkait obat yang dianalisis penelitian ini semua obat yang diberikan pada
meliputi adanya indikasi penyakit yang tidak pasien osteoartritis sudah tepat indikasi dan
diobati, pemberian obat tanpa indikasi, dosis obat sesuai dengan kriteria penatalaksanaan terapi
subterapeutik, dosis obat berlebih (overdosis) osteoartritis yang direkomendasikan oleh
dan interaksi obat pada penderita osteoartritis. Indonesia Reumatologi Association (IRA) tahun
2014. Karakteristik OA ditandai dengan keluhan
Adanya Indikasi Penyakit yang Tidak
nyeri sendi dan gangguan pergerakan yang
Diobati. Setiap obat memiliki spektrum terapi
terkait dengan derajat kerusakan pada tulang
yang spesifik sehingga ketika indikasi penyakit
rawan. Pada penelitian ini obat yang diberikan
tidak diobati akan terjadi kegagalan terapi
sudah sesuai indikasi dimana pasien dengan
dengan adanya efek lain yang tidak diharapkan
keluhan nyeri ringan diberikan obat pilihan
terjadi sedangkan terapi utama belum terobati.
pertama yaitu parasetamol dan untuk pasien
Pada penelitian ini indikasi utama penderita
dengan keluhan nyeri ringan sampai berat
osteoartritis terobati secara keseluruhan. Indikasi
diberikan terapi obat kombinasi analgetik dengan
yang tidak diobati merupakan potensi adanya
glukosamin sesuai keadaan radiografi pasien.
kejadian masalah terkait obat karena pemberian
untuk pasien dengan gejala nyeri berat dan
obat yang tidak efektif. Penyebab terjadinya
menyebabkan fungsi sendi terganggu diberikan
kejadian masalah terkait obat pada pasien dengan
injeksi intraartrikular.
indikasi yang tidak diobati menurut standar
adalah pasien dengan kondisi terbaru perlu terapi Pemilihan obat tidak tepat atau salah obat.
tambahan, pasien perlu lanjutan terapi obat dan Pada penelitian ini pemelihan terapi yang
pasien perlu kombinasi terapi untuk mencapai diberikan pada pasien osteoartritis sudah tepat.
efek sinergis (Cipolle, 1998). Pada penelitian ini Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan
untuk pasien dengan kondisi baru yang penatalaksanaan osteoartritis dengan klasifikasi
memerlukan terapi tambahan terpenuhi dengan osteoartritis berdasarkan gambaran radiografi
pemberian obat analgesik seperti paracetamol Kellgren dan Lawrence yang terbagi menjadi 4
yang merupakan first line pada pengobatan grade. Tepat pemilihan obat merupakan kriteria
osteoartritis. Pasien yang perlu lanjutan terapi penggunaan obat yang rasional. Tepat pemilihan
obat diberikan injeksi hialuronat yang dilakukan obat yaitu keputusan untuk melakukan upaya
secara berkala untuk pasien dengan indikasi terapi diambil setelah diagnosis ditegakan
osteoarthritis dengan kondisi nyeri hebat yang dengan benar. Dengan demikian obat yang
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Dan dipilih haruslah yang memiliki efek terapi sesuai
pada pasien yang perlu kombinasi terapi untuk dengan spektrum penyakit. Pada penelitian ini
mencapai efek sinergis telah diresepkan pesien terbanyak ada pada klasifikasi osteoartritis
kombinasi obat analgetik dan NSAID adapula grade 2 dan 3 dengan pilihan terapi kombinasi

Anggriani, dkk
18 Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20

dua sampai tiga golongan obat yaitu analgetik, Tabel 4. Pemberian Obat Berdasarkan Ketepatan
NSAID dan suplemen tambahan. Dan pasien Dosis pada Pasien Osteoartritis
pada klasifikasi grade 2 dan 3 dengan nyeri hebat Berdasarkan DIH (2004) dan AHFS
diberikan kombinasi obat dengan injeksi (2009).
hialuronat sebagai pelicin sendi sehingga Aturan
Nama Obat Dosis Dosis Standar
Pakai
mempermudah pasien dalam beraktifitas.
DM= 4000 mg
Kombinasi obat analgetik dan NSAID masih 500 mg 3x1
sehari(1)
diperbolehkan karena masih aman untuk Paracetamol
325-650 mg setiap
digunakan. Suplemen seperti glukosamin dan 300 mg 2x1
4-6 jam
kondroitin memiliki efek terapi yang sama baik 2x1 100-150 mg sehari(2)
Natrium 50 mg
digunakan secara single maupun kombinasi 3x1 DM=225 mg(1)
diklofenak
(Depkes, 2006). 25 mg 2x1 50-100 mg sehari
50-100 mg sehari(1)
Dosis obat subterapeutik. Pada penelitian ini Tramadol 50 mg 2x1 DM= 200-300 mg
pemberian dosis yang diberikan sudah sesuai sehari(2)
dengan standar yang telaah ditetapkan. Hal ini 200 mg sehari(1)
dapat dilihat dari tabel 5.6 mengenai pemberian Ketoprofen 75 mg 2x1 Untuk lansia 50 mg
obat tepat dosis berdasarkan pustaka DIH (2004) 3x1 sehari(2)
dan AHFS (2009). Dosis obat subterapeutik atau 15-30 mg tiap 6
kriteria dosis kurang dalam penelitian ini adalah Ketorolak 10 mg 2x1 jam(1)
pemakaian dosis dibawah nilai atau batas dosis DM =30-60 mg
yang lazim yang terlalu rendah, dosis awal dan Celecoxib 200 mg 2x1 100-200 mg 2x1(1)
500 mg dosis
dosis harian yang kurang, maupun frekuensi Asam
500 mg 3x1 pertama(1)
pemberian obat yang kurang. Kejadian dosis mefenamat
250 mg tiap 6 jam
kurang dapat menjadi masalah karena 7,5 mg per hari(!)
menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga Meloxicam 7,5 mg 2x1
DM= 15 mg sehari
pasien menjadi tidak sembuh, atau bahkan dapat Keterangan: (1) DIH (2004). (2)AHFS (2008).
memperburuk kondisi kesehatannya. Pada
penelitian ini terdapat beberapa jenis obat yang Dosis obat berlebih.Pada Tabel 4 dapat
diberikan tidak sesuai standar dilihat dari dilihat bahwa dosis yang diberikan pada pasien
keadaan pasien, pertimbangan interaksi obat di sudah tepat dosis sesuai pustaka DIH (2004) dan
antara dua jenis obat atau lebih, pada pasien AHFS (2009). Pada penelitian ini tidak
lanjut usia yang disebabkan karena terjadi ditemukan adanya kejadian dosis berlebih pada
penurunan fungsi organ seperti organ hati atau pasien osteoartritis. Tepat dosis merupakan
ginjal, dan adanya terapi kombinasi obat kriteria penggunaan obat yang rasional. Dosis
sehingga diperlukan penyesuaian dosis untuk berlebih adalah dosis obat yang terlalu tinggi dan
meminimalkan efek samping obat dan mencegah frekuensi pemberian obat yang tidak tepat.
terjadinya akumulasi obat di dalam tubuh Dengan kejadian dosis berlebih, dapat
(Oktaviana dkk, 2013). menurunkan kualitas hidup pasien karena pasien
akan mengalami efek samping lain yang
ditimbulkan dari kejadian tersebut. Sehingga
pasien akan menerima terapi obat dengan jumlah
yang banyak. Selain itu terapi obat yang terlalu
banyak dapat menurunkan efektifitas dari terapi
utama. Jika pemberian dosis melebihi dosis
standar maka dikhawatirkan dapat menyebabkan
efek toksik yang berkepanjangan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Adanya Potensi Interaksi Obat. Pada
penelitian ini ditemukan adanya potensi interaksi
yang terjadi pada pasien osteoartritis yaitu pada
pemberian obat golongan NSAID dengan obat
golongan H2 blocker. Kombinasi kedua obat ini
memberikan efek terapi tambahan, obat golongan
NSAID memiliki efek samping pada

Anggriani, dkk
Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20 19

gastrointestinal sehingga diberikan bersama obat Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai
golongan H2 blocker terutama untuk pasien yang kejadian dimana suatu zat mempengaruhi
memiliki riwayat pada gastritis untuk aktivitas obat. Interaksi antar obat dapat terjadi
meringankan terjadinya efek samping dari obat pada pemberian obat kombinasi dan
golongan NSAID. Namun pada penelitian ini menghasilkan respon farmakologi atau klinik
ditemukan adanya potensi interaksi obat yaitu yang berbeda dari respon farmakologi masing-
natrium diklofenak dan asam mefenamat masing obat tersebut apabila diberikan secara
terhadap ranitidin. Hal ini sesuai dengan tunggal. Hasil dari interaksi antar obat dapat
penelitian yang dilakukan Octaviana, dkk tahun berefek antagonisme, sinergisme, atau
2013 mengenai perbandingan interaksi obat idiosinkrasi. Dalam mengevaluasi interaksi obat,
pasien osteoartritis di RSUD Prof. Dr. Margono yang perlu diperhatikan adalah signifikansi
Soekardjo Purwokerto dan RS Wijaya Kusuma interaksi. Signifikansi berhubungan degan jenis
ditemukan adanya potensi interaksi terbanyak dan besarnya efek yang menentukan kebutuhan
anatara obat golongan NSAID (Diklofenak, monitoring pasien dan perlu tidaknya
Asam Mefenamat) terhadap H-2 bloker pengubahan terapi untuk mencegah efek yang
(Ranitidin) dengan presentase 53,12%. merugikan (Manik, 2009).

Tabel 5. Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Osteoartritis di Poli Ortopedi RSAU
dr. Salamun
∑ Kelas Tingkat
Interaksi Obat Onset Efek
Pasien Signifikansi Keparahan
Natrium diklofenak Aksi terapeutik dari obat
1 5 Ringan Tertunda
>< Ranitidin analgesik dapat terganggu
Natrium diklofenak Aksi terapeutik dari obat
1 5 Ringan Tertunda
>< Ranitidin analgesik dapat terganggu
Asam mefenamat >< Aksi terapeutik dari obat
1 5 Ringan Tertunda
Ranitidin analgesik dapat terganggu
Asam mefenamat >< Aksi terapeutik dari obat
1 5 Ringan Tertunda
Ranitidin analgesik dapat terganggu

Menurut Tatro (2006), signifikansi klinik kejadian masalah terkait obat dapat disimpulkan
meliputi kelas signifikansi, onset dari efek bahwa ditemukan adanya potensi interaksi obat
interaksi, dan tingkat keparahan interaksi. antara obat golongan NSAID (Diklofenak, Asam
Berdasarkan tabel 5 pada penelitian ini potensi Mefenamat) terhadap H-2 bloker (Ranitidin)
interaksi yang terjadi memiliki kelas signifikansi dengan persentase 11,7%.
5 dengan tingkat keparahan ringan (minor)
artinya efek yang terjadi biasanya ringan dan DAFTAR PUSTAKA
dapat mengganggu, tetapi tidak signifikan AHFS (2008). AHFS Drug Information,
mempengaruhi outcome terapi. Biasanya tidak American Society of Health- System
memerlukan terapi tambahan. Onset dari efek Pharmacists, Wisconsin, USA.
interaksi yang terjadi adalah tertunda artinya efek
Barus J. (2015). Continuing Medical Education
obat tidak terjadi hingga obat yang saling
Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri Pada
berinteraksi tersebut diberikan selama beberapa
Lanjut Usia. Jakarta: Departemen Neurologi
hari atau minggu.
Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya.
KESIMPULAN Cippole, R. J. Strand, L.M, Morley, P.C. (1998),
Pharmaceutical Care Practice, The Mc Graw
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat
Hill Companies.
disimpulkan bahwa jumlah pasien ostoartritis
dari periode bulan Maret – Mei 2014 sebanyak Drug Information Handbook. (2008). Humana
34 pasien dengan persentase pasien terbanyak press. Totowa, New Jersey.
yaitu wanita sebesar 70,6%. Jumlah pasien Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care untuk
berdasarkan penggunaan obat terbanyak adalah pasien penyakit arthritis rematik. Jakarta:
golongan NSAID yaitu natrium diklofenak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
sebanyak 58,8%. Berdasarkan identifikasi Alat Kesehatan, Jakarta.

Anggriani, dkk
20 Kartika J. Ilm. Far, Des 2016, 4(2), 13-20

Hasibi, W.A. (2014). Prevalensi Dan Distribusi Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology
Osteoartritis Lutut Berdasarkan Karakteristik 9th edition. San Francisco, USA: The
Sosio-Demografi Dan Faktor Risiko Di McGraw-Hill Companies; 2004; p. 576-603.
Wilayah Kerja Puskesmas Susut I, Kecamatan
Oktaviana, R. Didik, S. Susanti. (2013).
Susut, Kabupaten Bangli Pada Tahun 2014.
Perbandingan Interaksi Obat dan
Bali: Fakultas Kedokteran Universitas
Permasalahan Dosis pada Pasien
Udayana.
Osteoartritis di Dua Rumah Sakit. Jurnal
Indonesia Reumatologi Association (IRA). Pharmacy Vol.10 No 01 ISSN 1693-3591
(2014). Rekomendasi Diagnosis dan
Tatro, D.S. (Ed), (2006). Drug Interaction Facts,
Penatalaksanaan Osteoartritis, ISBN 978-
Facts & Comparison. Wolter Kluwer, St.
9793730-24-0
Louis.
Sukandar, E. Y. Andrajati, R. Sigit, J. I.
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang
Adnyana, I.K. Setiadi, A. P. Kusnandar.
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Jakarta.
(2013) : ISO Farmakoterapi. PT ISFI. Jakarta,
Menkes RI. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di
Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
; 2013. Hal. 2 Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan

Anggriani, dkk

Anda mungkin juga menyukai