Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HASIL PERTANIAN

KARAKTERISTIK PERBANDINGAN MUTU BUAH NANAS TEROLAH MINIMAL

Disusun Oleh :

NAMA : SINTIA HARTINI

NIM : J1B018091

PRODI : TEP GANJIL 2018

PRODI TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNIK PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat sekarang, masyarakat Indonesia sangat menyukai berbagai macam makanan
olahan. Terlebih lagi, jika makanan tersebut memiliki efek positif dalam meningkatkan kesehatan
tubuh, karena masyarakat mulai menyadari betapa pentingnya sebuah kesehatan. Makanan olahan
tersebut akan lebih disukai, apabila memiliki cita rasa, aroma, warna, dan bentuk yang lebih
menarik dibandingkan dengan makanan yang tidak memiliki perlakuan khusus. Untuk dapat
meningkatkan minat konsumsi masyarakat, maka makanan olahan tersebut juga harus memiliki
daya simpan yang lebih lama dan kualitas yang lebih baik lagi. Karena jika tidak, maka makanan
tersebut akan kehilangan daya tarik yang didapatnya dari proses pengawetan.Nanas diketahui
mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh manusia dalam jumlah tertentu. Sifat fisik nanas
yang mudah dan cepat rusak akibat pengaruh sinar matahari ataupun akibat pemotongan,membuat
nanas menjadi sangat rentan terhadap kerusakan. Oleh karena itu,diperlukan sebuah perlakuan
khusus untuk mencegah atau memperkecil kerusakan buah nanas selama proses
pengawetan.Dalam pengawetan, kadar gula yang tinggi, kadar asam yang tinggi (pH rendah),
perlakuan pasteurisasi, dehidrasi dan penyimpanan pada suhu rendah merupakan teknik
pengawetan yang penting.

Nanas diawetkan dengan menaikkan kadar gula menggunakan gula pasir yang mudah
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Penambahan gula pasir pada bahan pangan dalam
konsentrasi tinggi (paling sedikit 40 % total padatan terlarut) mampu untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.Buah nanas yang telah diawetkan dengan penambahan gula pasir
akan mengalami perubahan warna. Warna daging buah akan menunjukkan bagaimana kondisi
dari nanas tersebut, seperti misalnya warna buah yang ditumbuhi jamur maupun warna buah yang
umur simpannya telah mendekati batas maksimal dan untuk memudahkan dalam menilai mutu
dan melihat tingkat kerusakan buah nanas, maka dimanfaatkan Teknik Pengolahan Citra Digital
ketika menggunakan teknik ini untuk melihat bagaimana laju memar yang terjadi pada buah
salak.Oleh karena itu tujuan “ Karakteristik Perbandingan Mutu Buah Nanas Terolah Minimal”.
Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi pada permasalahan yang ada.
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari Karakteristik Perbandingan Mutu Buah Nanas Terolah Minimal
sebagai berikut :

1.Mengetahui paramemeter-parameter yang digunakan misalnya seperti tekanan,viskositas,panas


laten (pengeringan),RH,kaku dan volume spesifik

1.3 Mamfaat

Manfaat dari Karakteristik Perbandingan Mutu Buah Nanas Terolah Minimal sebagai
berikut : ini adalah mempermudah dalam menilai mutu buah terolah minimal, menambah umur
simpan, serta memberi informasi tentang senyawa alami yang tepat dan bisa digunakan sebagai
pengawet bahan pangan.
BAB II

TINJAUAN PURTAKA

Sebagai tanaman tropis, tumbuhan nanas dengan mudah kita jumpai di berbagai pelosok wilayah
Indonesia. Nanas berkerabat dekat dengan palem kipas. Adapun secara lengkap, klasifikasi
tanaman Nanas menurut (Prihatman 2015)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Bromeliales

Famili : Bromeliaceae

Genus : Ananas

Spesies : Ananas comosus (L) Merr

Nanas atau ananas (Ananas comosus) adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari
Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili
Bromeliaceae). Perawakan (habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih
daun yang panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang tebal.
Buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya yang seperti pohon
pinus. Nama 'nanas' berasal dari sebutan orang Tupi untuk buah ini: anana, yang bermakna "buah
yang sangat baik". Burung penghisap madu (hummingbird) merupakan penyerbuk alamiah dari
buah ini, meskipun berbagai serangga juga memiliki peran yang sama.Buah nanas sebenarnya
bukanlah buah sejati, melainkan gabungan dari buah sejati (bekasnya terlihat dari setiap “sisik”
pada kulit buahnya) yang dalam perkembangannya tergabung bersama-sama dengan tongkol
(spadix) bunga majemuk menjadi satu 'buah' besar. Nanas yang dibudidayakan petani saat ini
sudah kehilangan kemampuan memperbanyak diri secara seksual, jadi petani mengembangkan
tanaman muda (bagian mahkota buah) yang merupakan sarana perbanyakan secara vegetatif
(Julia, 2016).

Sebagai buah-buahan, nanas kaya akan sumber vitamin dan mineral. Buah nanas
mengandung vitamin (A dan C), kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, natrium, kalium, dekstrosa,
sukrosa (gula tebu), dan enzim bromelain. Bromelain berkhasiat antiradang, membantu
melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat agregasi
platelet, dan mempunyai aktivitas fibrinolitik. Kandungan seratnya dapat mempermudah buang
air besar pada penderita sembelit (konstipasi). (USDA nutrient database 2015)

Pengawetan adalah upaya yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk
mempertahankan keadaan makanan dalam kondisi sebaik mungkin sehingga tidak mengalami
kerusakan. Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

1.Pengawetan makanan secara Biologi

Adapun pengawetan secara biologi (Safnowandi, 2016) meliputi :

a. Fermentasi
Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja
pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian
tergantung dari bahan yang akan diragikan.
b. Enzim
Enzim adalah satu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup
dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia.

2.Pengawetan makanan secara Fisika

Menurut Safnowandi (2016) proses pengawetan secara fisika meliputi :

a. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara dijemur atau
dioven dengan tujuan untuk mengawetkan makanan dengan jalan menurunkan kadar air
sampai kadar 15 – 20 %, karena bakteri tidak dapat hidup pada nilai 0,91 dan jamur tidak
dapat tumbuh pada aw di bawah 0,70 - 0,75. Makanan yang dikeringkan mengandung
nilai gizi yang rendah, akan tetapi kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineralnya
tinggi.
b. Pemanasan
Pemanasan memiliki dua perlakuan yang didasari oleh perbedaan suhu,
yaitu:
1. Pemanasan dengan Suhu Rendah
 Blansing
Blansing adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100 ⁰C selama
beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas (Safnowandi, 2012).
Blansing merupakan perlakuan pemanasan awal yang biasanya dilakukan pada bahan
nabati segar sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan.
 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk
membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit dengan menggunakan air mendidih
dengan suhu sekurang-kurangnya 60 ⁰C dan maksimum 100 ⁰C selama 30 menit
(Safnowandi, 2012).
2. Pemanasan dengan Suhu Tinggi (Sterilisasi)
Sterilisasi adalah proses bebas kuman, virus, spora dan jamur. Keadaan steril ini
dapat dicapai dengan cara alami maupun kimiawi (Safnowandi,
2016).
Sterilisasi secara alami dapat dilakukan dengan Memanaskan alat-alat dalam air mendidih
pada suhu 100 ⁰C selama 15 menit untuk mematikan kuman dan virus Memanaskan alat-
alat dalam air mendidih pada suhu 120 ⁰C selama 15 menit untuk mematikan spora dan
jamur. Sterilisasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan Menggunakan zat antiseptik,
yaitu bahan kimia yang dipakai untuk mematikan atau menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme, kecuali endospora, yang terdapat pada permukaan benda hidup.
Menggunakan desinfektan, yaitu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba
phatogen yang terdapat pada benda mati. (firdaus 2015)
c. Pengeluaran udara
Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen yang mencegah
berlangsungnya reaksi kimiawi maupun enzimatis yang dipicu oleh oksigen, sehingga
pertumbuhan mikroorganisme aerobik menjadi terhambat.
d. Pendinginan
Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal, karena sering digunakan oleh
masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari pendinginan adalah
memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu rendah, bisa dengan
memasukkan ke dalam lemari es ataupun menaruh di wadah yang telah berisi es.
e. Pengalengan
Pengalengan merupakan penerapan dari pengawetan dengan menggunakan suhu
tinggi. Pengalengan awalnya ditemukan oleh Nicholas Appert untuk memenuhi keinginan
Napoleon agar makanan yang dikirimkan untuk tentaranya yang berada jauh tidak cepat
membusuk. Makanan di dalam kaleng tersebut diberi zat kimia sebagai pengawet seperti
garam, asam, gula dan sebagainya. (Britton, N. L. and P. Wilson. 2016.)
f. Iradiasi
Iradiasi pangan adalah satu teknik pengawetan pangan dengan menggunakan
radiasi ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau
untuk mempertahankan kesegaran bahan pangan.

3. Pengawetan makanan secara Kimia

Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium
benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga
termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang
diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam
makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya mikroorganisme seperti
jamur atau kapang, bakteri, dan ragi (Aka, 2016). Adapun menurut Safnowandi (2016),
pengawetan secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan senyawa-senyawa berikut:
a. Asam Sitrat

Pengasaman adalah satu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian asam
dengan tujuan untuk mengawetkan melalui penurunan derajat pH produk makanan, sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (Safnowandi, 2012). Pengasaman
makanan dapat dilakukan dengan cara penambahan asam secara langsung, misalnya asam sitrat.
Asam sitrat merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau
berbentuk serbuk putih. Asam sitrat ini mudah larut dalam air, spritus dan etanol, tidak berbau,
rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya
terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah seperti nanas, jeruk,
lemon, dan markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat
keasaman) pada berbagai pengolahan minuman, produk air susu, selai, jeli dan lain-lain (Addina,
2017). Asam sitrat juga berfungsi sebagai pencegah kristalisasi gula dan penjernih warna. Asam
sitrat dikategorikan aman oleh semua Badan Pengawasan Makanan Nasional dan Internasional.
Senyawa ini terdapat secara alami pada semua jenis makhluk hidup dan kelebihan asam sitrat
dengan mudah dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh. Asam sitrat merupakan senyawa adiktif
(ditambahkan dalam makanan), dan senyawa adiktif memiliki batasan aman yang tidak
menimbulkan resiko / ADI (Acceptable Daily Intake).

Gula terdapat dalam berbagai bentuk: sukrosa, glukosa, fruktosa dan dekstrosa. Sukrosa
adalah gula yang dikenal sehari-hari sebagai gula pasir dan banyak digunakan dalam industri
makanan, baik dalam bentuk kristal halus atau kasar maupun dalam bentuk cair (Winarno, 2017).
Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting,karena hampir setiap produk
mempergunakan gula. Fungsi gula adalah sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan perubah
warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Sukrosa memiliki tingkat
kemanisan 3 kali dari kemanisan dekstrosa (Addina, 2017).Untuk menurunkan kadar
mikroorganisme digunakan gula pasir dengan konsentrasi paling sedikit 40 % padatan terlarut,
dan jika digunakan pada konsentrasi 70 % padatan terlarut gula dapat mencegah kerusakan
makanan. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3 % atau 30 gram / kg bahan..
Untuk lama perendaman buah dalam larutan gula ada dua cara, yaitu Perendaman cara cepat dan
cara lambat. Pada cara cepat, pelaksanaannya bisa disingkat menjadi beberapa jam dengan
menjaga larutan gula pada suhu 60 – 65 ⁰C. Sedangkan perendaman cara lambat, pada konsentrasi
gula (≤ 70 %) dilakukan perendaman selama 24 jam, dan pada konsentrasi gula diatas (70
%)dilakukan perendaman hingga 3 minggu.

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan dari senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (> 80 %) serta
senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-
lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk
density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 kg / m³ dan titik lebur pada tingkat suhu 80 ⁰C (
Burhanuddin,2016).

Citra adalah suatu representasi (gambaran) kemiripan atau imitasi suatu objek. Citra
sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optic berupa foto yang bersifat
analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang
dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan (Sutoyo et al, 2015).

Penggunaan teknik pengolahan citra dalam bidang pertanian telah banyak digunakan.
Penerapan pada berbagai sistem pertanian, baik prapanen maupun pascapanen telah mempercepat
proses sortasi hasil panen, pengujian kualitas,seleksi produk yang rusak, seleksi dan observasi
terhadap tumbuhan di lapangan,dan berbagai aspek yang ingin diukur tanpa merusak bahan
pertanian (non destructive) (Sandra, 2017).
BAB III

METODE

1.Alat dan Bahan

Pada penelitian yang dilakukan, bahan – bahan yang digunakan adalah nanas
dengan tingkat kematangan antara 40 - 75% atau pada indeks 3 seperti pada Lampiran 3 (¼
bagian buah mulai berwarna kuning), gula pasir, air, asam sitrat dan garam. Alat yang digunakan
adalah kamera digital dengan resolusi minimal 10 megapixel, lampu 40 Watt sebanyak 4 buah ,
komputer, box untuk pengambilan citra, refraktometer, force gauge, timbangan digital kern 440-
53N, panci, dandang, kompor, botol kaca, pisau stainless dan pengaduk / sendok kayu.

2.Metode penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah pembuatan larutan pengawet makanan yang
terdiri dari 2 liter air, gula (500 g, 900 g dan 1400 g) serta asam sitrat sebanyak 4 g. Bahan-bahan
tersebut sudah umum digunakan sebagai bahan pengawet makanan oleh masyarakat, sangat
mudah diperoleh dan tidak termasuk bahan pengawet yang dilarang dan berbahaya untuk
dikonsumsi. Penelitian diawali dengan pembelian nanas (untuk memperkecil kerusakan sebelum
pengolahan, sebaiknya nanas yang digunakan adalah nanas yang berumur maksimal 5 hari setelah
panen), kemudian pembuatan larutan pengawet, penyimpanan buah nanas terolah minimal dan
pengambilan data. Pada penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan yang dilakukan
pada suhu ruangan.

Adapun tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Pertama, terlebih dahulu melakukan pengupasan kulit buah nanas dan membuang mata
kulitnya. Kemudian nanas dipotong memanjang dan kotak-kotak dengan ukuran sekitar 2 x 3
cm.
2. Selanjutnya botol kaca dicuci hingga bersih dan kemudian dilakukan proses sterilisasi, yaitu
dengan cara memanaskan botol dalam air mendidih pada suhu 100 ⁰C selama 15 menit.

3. Ada 4 perlakuan yang diberikan dan salah satunya adalah kontrol. 3 perlakuan yang lain
dengan pemberian larutan pengawet, dan larutan pengawet tersebut menggunakan perbandingan:
a. 2 liter air + 500 gram gula pasir + 4 gram asam sitrat
b. 2 liter air + 900 gram gula pasir + 4 gram asam sitrat
c. 2 liter air + 1400 gram gula pasir + 4 gram asam sitrat
4. Buah nanas terolah minimal disusun ke dalam botol kaca.

5. Panaskan larutan gula dan terus aduk selama 15 menit agar tidak terjadi kristalisasi saat
pembuatan larutan.

6. Setelah larutan pengawet selesai dan mulai lebih dingin, larutan dituangkan dan botol kaca
ditutup rapat. Hal ini bertujuan agar larutan dapat meresap ke dalam buah dengan baik, dan
simpan selama 24jam.

7. Kemudian, buah dikeluarkan dari botol dengan menggunakan penyaring, kemudian buah
ditiriskan selama 3 jam.

8. Cuci dan sterilkan kembali botol kaca dengan menggunakan air mendidih seperti pada langkah
nomor 2, kemudian ulangi kembali pada pembuatan larutan yang lainnya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 paramemeter-parameter yang digunakan misalnya seperti tekanan,viskositas,panas


laten (pengeringan),RH,kaku dan volume spesifik

 Volume spesifik

Perubahan berat merupakan salah satu titik ukur yang digunakan untuk mengidentifikasi
mutu buah nanas terolah minimal. Perubahan berat terus terjadi selama masa penyimpanan. Dan
untuk mengetahui perubahan berat yang terjadi pada buah nanas terolah minimal, digunakan
timbangan digital selama pengamatan. Pengukuran berat dilakukan selama penyimpanan dengan
menimbang. Nanas pada timbangan digital. Data perubahan berat diperoleh dari nanas terolah
minimal dengan sampel yang sama. Timbangan digital dinyalakan dan pastikan telah dikalibrasi
dengan benar. Letakkan nanas di atas timbangan, kemudian dilakukan pembacaan angka yang
ditunjukkan oleh timbangan, pengambilan data dilakukan setiap 24 jam sekali. Perubahan berat
dihitung dengan persamaan:

𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 = 𝑊𝑜 − 𝑊𝑎 𝑊𝑜 × 100%.............................................. (1)

dengan : Wo = berat awal penyimpanan (g)

Wa = berat akhir penyimpanan (g). Perubahan berat buah nanas dapat dilihat

Gambar 1. Grafik Waktu Penyimpanan terhadap Perubahan Berat Buah Nanas

Dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa perubahan berat terus terjadi selama
masa penyimpanan, dimana semakin lama buah nanas disimpan maka susut berat akan
mengalami perubahan dan berat bahan akan semakin berkurang. Perubahan berat terjadi karena
kadar air buah nanas yang terus berkurang. Selama masa penyimpanan kadar air dalam buah akan
terus berkurang, sehingga susut berat meningkat. Kehilangan air selama masa penyimpanan akan
membuat gula berubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Grafik perubahan berat
buah nanas terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 1. Pada buah nanas terolah minimal tanpa
perlakuan (kontrol) mengalami penurunan berat sejak awal penyimpanan dan buah nanas hanya
mampu bertahan 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000

0 1 2 3 4 5 6 7.Perubahan Berat (%) Hari Ke Kontrol Larutan Gula 25% Larutan Gula 45%
Larutan Gula 70% selama 2 hari. Pada konsentrasi larutan gula 25 % susut berat hanya
berlansung hingga hari ke-3 karena jumlah kadar gula yang sedikit (di bawah 40 %), namun
terlihat pada grafik di hari ke-2 terjadi perubahan berat yang cukup tinggi seperti dapat dilihat
pada Lampiran 3. Pada larutan gula 45 % terjadi peningkatan perubahan berat pada hari ke-2 dan
turun pada hari ke-3. Pada hari ke-4 terjadi peningkatan perubahan berat, lalu turun kembali pada
hari ke-5 dan buah telah rusak sehingga pada hari ke-6 tidak ada lagi pengambilan data
pengamatan. Larutan gula 70 % mengalami penurunan berat tertinggi pada hari ke-2, hal ini
disebabkan karena adanya kadar gula yang tinggi pada buah nanas terolah minimal. Kadar gula
yang tinggi mampu membuat buah bertahan hingga pada hari ke-6. Buah nanas terolah minimal
dengan konsentrasi gula 45 % dan 70 % memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan
tanpa perlakuan (kontrol) dan larutan gula 25 %. Namun umur simpan yang paling lama terdapat
pada buah nanas dengan larutan gula 70%, hal ini disebabkan karena adanya kristalisasi gula
selama penyimpanan yang membuat buah menjadi terlindungi.

 Tekanan

Pengamatan terhadap kekerasan nanas dilakukan pada akhir penyimpanan. Pengamatan


dilakukan dengan menggunakan alat force gauge. Pengukuran hanya dilakukan pada satu titik
setiap 24 jam sekali. Kekerasan daging buah dinyatakan dalam bentuk tekanan dengan satuan
Pascal (Pa). Persamaan yang digunakan adalah : P = 𝐹/ 𝐴

dengan : P = tekanan (Pa)

F = gaya tekan yang terbaca pada force gauge (N)


A = luas penampang penekan (m²)

 Kadar Air
Dari pengamatan yang dilakukan, ditemukan bahwa kadar air yang mengalami penurunan selama
waktu penyimpanan, baik buah nanas tanpaperlakuan (kontrol) maupun buah nanas dengan
larutan gula 25 %, 40 % dan 70 %. . Sedangkan grafik perubahan kadar air buah nanas selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2. Grafik Waktu Penyimpanan terhadap Kadar Air Buah Nanas.

Gambar 3 memperlihatkan bagaimana tingkat kadar air selama waktu penyimpanan, secara
keseluruhan kadar air buah nanas mengalami penurunan pada masing-masing perlakuan. Kadar
air yang paling tinggi terdapat pada buah nanas tanpa perlakuan (kontrol) dan hanya mampu
bertahan selama 2 hari saja. Hal ini karena kadar air yang tinggi tidak bagus dalam penyimpanan
bahan pangan, karena akan mempercepat terjadinya kerusakan akibat pertumbuhan kapang,
jamur, bakteri dan mikroorganisme lainnya. Pada larutan gula 25 % hanya terjadi sedikit
penurunan kadar air, sehingga buah hanya bertahan sampai hari ke-3 dan mulai tercium aroma
asam. Gambar 3 menunjukkan bahwa untuk penyimpanan dengan perlakuan larutan gula 25%
masih kurang bagus, karena kadar gula untuk melapisi buah nanas terolah minimal masih sedikit.
Sedangkan pada larutan gula 45% karena adanya gula yang cukup untuk melapisi, kadar air bisa
dilepaskan dengan cukup baik dan buah dapat bertahan hingga hari ke-5. Sedangkan pada larutan
gula 70 %, merupakan buah nanas terolah minimal dengan kadar air yang paling rendah.Hal ini
terjadi karena gula yang melapisinya dengan baik mampu menekan kadar air buah dengan baik,
sehingga buah bisa bertahan hingga hari ke-6.
 Total Padatan Terlarut

Untuk mengukur jumlah total padatan terlarut (TPT) buah nanas digunakan alat
refraktometer. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, diperoleh nilai
rata-rata total padatan terlarut berkisar antara 2,00 hingga 30,00 ºBrix

Gambar 3. Grafik Waktu Penyimpanan terhadap Total Padatan Terlarut Buah Nanas

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan untuk mengetahui kadar gula yang terkandung
dalam buah nanas, dari proses perombakan pati menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti
fruktosa, glukosa dan sukrosa. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada hari ke-1, buah nanas yang
memiliki nilai total padatan terlarut yang terendah terdapat pada buah tanpa perlakuan (kontrol),
dan hanya bisa bertahan selama 2 hari. Hal ini diikuti oleh buah nanas dengan konsentrasi gula 25
% yang hanya mampu bertahan hingga hari ke-3 karena lapisan gulanya yang rendah. Namun
pada buah nanas dengan konsentrasi gula 45 % terjadi penurunan totalpadatan terlarut secara
perlahan hingga mencapai nilai sekitar 18 ºBrix, dan mampu bertahan hingga pada hari ke-5.
Buah nanas terolah minimal dengan konsentrasi gula 70 % merupakan buah dengan nilai total
padatan terlarut tertinggi dengan nilai sekitar 30 ⁰Brix pada hari pertama, kadar gula yang tinggi
tersebut terbukti mampu membuatnya bertahan hingga hari ke-6 dengan jumlah total padatan
terlarut sekitar 20 ºBrix. Hal ini terjadi karena gula mampu memperlambat terjadinya perombakan
senyawa asam organik pada buah. Penurunan total padatan terlarut selama penyimpanan
disebabkan karena adanya perombakan kimia dari buah nanas, yaitu perombakan senyawa
karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti gula. Gula yang terdapat pada
buah ikut terlepas pada saat buah mengalami penurunan kadar air, sehingga jumlah total padatan
terlarut akan ikut menurun selama waktu penyimpanan sampai buah rusak.

 Warna
pada buah dapat menjadi indikator untuk mengetahui tingkat perubahan kematangan
buah. Selama penyimpanan, buah nanas terolah minimal mengalami perubahan warna.
Pengamatan warna yang dilakukan dengan mengambil citra buah nanas terolah minimal dengan
menggunakan kamera digital, lalu dilakukan pengolahan data citra menjadi angka dalam indeks
warna dengan menggunakan software project image. Dalam pengolahan citra, data yang diamati
adalah indeks red, indeks green dan indeks blue (RGB). Dari Gambar 6 di atas dapat dilihat
bahwa buah nanas tanpa perlakuan (kontrol) mengalami penurunan indeks red. Pengamatan hanya
berlansung sebentar, sama seperti proses pembusukannya yang berlangsung dalam waktu 2 hari.
Pada buah nanas terolah minimal dengan konsentrasi larutan gula 25 % mengalami penurunan
indeks red hingga hari ke-3 dan buah telah rusak. Namun pada konsentrasi larutan gula 45%
indeks red turun hingga hari ke-2 dan kembali naik hingga buah rusak pada hari ke-5. Pada
konsentrasi larutan gula 70 % indeks red juga mengalami penurunan hingga hari ke-2, kemudian
nilainya naik kembali hingga pada hari ke-3. Lalu mengalami sedikit penurunan hingga hari ke-4
dan kembali naik hingga hari ke-5. Indeks red yang tertinggi terdapat pada konsentrasi larutan
gula 75 %, hal ini disebabkan oleh gula yang bisa melapisi buah nanas terolah minimal dengan
baik. Perubahan indeks red disebabkan oleh buah nanas terolah minimal masih mengalami fase
perkembangan selama penyimpanan yaitu masa pematangan ke masa penuaan (busuk). Menurut
Santoso (2017), buah dan sayur setelah panen masih melanjutkan proses metabolisme dan
kegiatan fisiologis oleh sebab itu komposisi dan kualitas komoditi akan mengalami perubahan.
 Vitamin C
Kadar vitamin C ditentukan secara titrasi, pengamatan dilakukan di awal penyimpanan
dan di akhir penyimpanan (buah telah rusak). Sekitar 100 gram bahan dihancurkan hingga
diperoleh cairan kental. Kemudian 10 gram cairan kental dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml
dan ditambahkan aquadest sampai pada tanda tera. Campuran diaduk dan disaring. Filtrat
sebanyak 25 ml, masukan ke dalam erlenmeyer 125 ml, lalu ditambahkan indikator amilum 1 %.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N. Setiap 1 ml iodium 0,01 N setara dengan 0,88
mg vitamin C. Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Kadar Vitamin C = VI x 0,88 mg / ml vitamin C
dengan :
VI = Volume Iodium (ml)
0,88 mg = 1 ml iod 0,01 N
 Viskositas
Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan suatu produk. Semakin tinggi viskositas produk
maka semakin kental produk tersebut Peningkatan viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini
dikarenakan karagenan memiliki gugus hidroksil (˗OH), dimana gugus hidroksil ini mempunyai
kemampuan untuk mengikat air yang menyebabkan ruang antar partikel menjadi lebih sempit,
sehingga air yang terikat pada karagenan selanjutnya akan terperangkap dan membentuk larutan
kental.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa:
1. Pengawetan buah nanas terolah minimal dengan menggunakan larutan gula dapat
mempertahankan mutu buah dan memperpanjang waktu penyimpanan.
2. Buah nanas terolah minimal tanpa perlakuan (kontrol) hanya mampu bertahan selama 2
hari, dengan menggunakan larutan gula 25 % mampu bertahan selama 3 hari, dengan
menggunakan larutan gula 45 % mampu bertahan selama 5 hari. Dan larutan gula 70 %
merupakan perlakuan yang paling bagus dibandingkan perlakuan yang lainnya, karena
pada hari ke-6 didapatkan data pengamatan yang lebih tinggi dibandingkan data
pengamatan perlakuan yang lainnya.
3. Kadar gula yang tinggi mampu memperpanjang waktu penyimpanan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan agar padat
penanganan pascapanen buah nanas terolah minimal, untuk menggunakan perlakua larutan
gula 70 % untuk memperpanjang umur simpan. Saat memilih buah nanas yang akan
digunakan untuk pengamatan jangan menggunakan buah dengan tingkat kematangan di
atas 65 %, karena tingkat kekerasannya telah berkurang dan menyebabkan proses
penyimpanan menjadi tidak optimal. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan
berapa umur simpan maksimal dengan menggunakan larutan gula. Dan saat mengeringkan
buah nanas terolah minimal dari larutan gula, sebaiknya menggunakan waktu lebih dari 2
jam, atau dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu di atas 100 ºC selama 20
menit.
DAFTAR PUSTAKA

Agricultural Research Service United States Department of Agriculture. 2015. Basic Report:
09266, Pineapple, Raw, All varietas.

Ahmad, U., A. Abrar and H. K. Purwadaria. 2015. Determination of Bruise Development Rate
on nanas Fruit. Proceeding of 2nd IFAC-CIGR Workshop on Intelligent control for
Agriculture Aplication, 22-24 Agustus 2015, Bali Indonesia.

Britton, N. L. and P. Wilson. 2016. Botany of Porto Rico and the Virgin Islands. Scientific
Survey of Porto Rico and the Virgin Islands. New York Academy of Sciences, New York.

Burhanuddin. 2016. Proceeding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan
dan Perikanan.
Firdaus, F. 2015. Memperpanjang Umur Simpan Buah nanas . [Skripsi]. Padang. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Andalas. Padang
Morton, Julia F. 2015. Pineapple: Ananas comosus. Purdue University Center for New Crops
and Plant Products, Indiana
Rizky F., Addina. 2017. Penggulaan dan Selai. Universitas Diponegoro, Semarang.

Safnowandi. 2016. Pengawetan Makanan untuk Mengendalikan Aktivitas Mikroba Perusak


Makanan. Universitas Negri Malang, Malang.

Sandra. 2015. Pengembangan Sistem Cerdas untuk Sortasi dan Pemutuan Buah nanas Secara
Nondestruktif. Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Andalas, Padang.

Santoso, B. 2016. Bahan Ajar Pascapanen Hortikultura. Mataram. Program Studi Hortikultura
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Santoso, B. 2017. Teknologi Pengawetan. Bahan Segar. Malang. Program Studi Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Uwiga Malang.
Sambeganarko, A. 2015. Pengaruh Aplikasi KMnO4 Ethylene Block, Larutan CaCl2 dan CaO
Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Pisang (Muasa paradisiacal, L.) Varietas Raja
Bulu. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sutoyo, T. 2016. Teknik Pengolahan Citra Digital. Andi, Yogyakarta.

Winarno 2017 . Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; .

Anda mungkin juga menyukai