Anda di halaman 1dari 18

Infeksi pada kehamilan : TORCH, hepatitis B malaria 3b

1. TORCH
a. Pendahuluaan
 TORCH :Toxoplasma gondii (toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes
Simplex Virus (HSV) and other diseases.
 Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas),
 Bersifat teratogenik dapat mengakibatkan kerusakan pada embrio. (mata,telinga,saraf
,kelainan otak, paru-paru, terganggunya fungsi motorik, hidrosepalus, dll)
 skrining TORCH masih diperdebatkan keakuratannya. Skrining prenatal hanya
disarankan untuk mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu
yang terinfeksi HIV.
 Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan cara pengambilan sedikit air ketuban untuk
diperiksa di laboratorium. Hasilnya jauh lebih akurat dibanding dengan skrining berupa
pengambilan darah.
 Saat ini pemanfaatan tindakan kordosentesis dan amniosentesis dengan panduan
ultrasonografi guna memperoleh darah janin ataupun cairan ketuban sebagai pendekatan
diagnostik
b. Serologi Diagnostik
 IgM dapat terdeteksi sekitar seminggu setelah infeksi akut dan menetap selama
beberapa minggu atau bulan,
 IgG bisa saja tidak muncul sampai beberapa minggu kemudian setelah angka IgM
meningkat.
 Bila diduga terinfeksi tetapi nyatanya IgM negatif,  diulang 4 minggu
◦  IgM tetap negatif, namun titer IgG naik 4 kali,  terinfeksi.
◦  IgG tidak naik atau IgM negatif ,
◦  lebih baik dilanjutkan dengan pemeriksaan aviditas IgG :
  . Aviditas IgG yang rendah menunjukkan adanya infeksi baru,
sementara aviditas IgG yang tinggi merupakan pertanda adanya kekebalan
lampau.
A. TOKSOPLASMA GONDII
a. Toxoplasmosis: merupakan penyakit infeksi yang menyerang binatang dan manusia
yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii.
 Menginfeksi kira –kira 3500-4000 wanita hamil setahun.
 10-60% akan menginfeksi bayi yang dikandungnya, (40-60%) akan mempunyai defek
yang konsisten akibat toxoplasmosis kronik.
 Defek ini meliputi: khorioretinitis, hidrocephalus, ketulian dan retardasi mental.

 Toxoplasma gondii
Fase intestinal: dalam tubuh kucing → Oosit
Fase ekstraintestinal: dalam hewan vertebrata / manusia
- Takhizoit (Sporosoit) -
Bradizoit (Kista)

b. Infeksi Toxoplasma gondii pada wanita hamil


 Masa inkubasi 1-3 minggu.
 80% asimtomatis atau manifestasi klinik minimal.
 Gejala utama limfadenopati.
 Hamil→immunokompeten→manifestasi klinik berupa sindrom seperti flu (demam, nyeri
kepala, myalgia, anoreksia, atralgia dan ruam kulit).
c. Proses infeksi
a. Fase primer: Toxoplasma berkembang biak merusak sel-sel tubuh yang diserang.
b. Fase sekunder: Imunitas tubuh humoral menyebabkan penghancuran (lisis) tropozoit
dalam tubuh.
c. Fase tersier: Kista menetap dalam otot dan neuraksis (reaktivasi baru) kista yang pecah
menyebabkan inflamasi lokal dan reaksi hipersensitivitas.
d. Toxoplasma kongenital
Saat infeksi Bayi Berat Ringan
ibu terinfeksi

Trimester I 25% 60 40

Trimester II 54% 30 70

Trimester 65% 0 100


III

Toxoplasmosis kongenital Jumlah


Prematuritas 4
IUGR 6
Hiperbilirubinemia 10
Hepatosplenomegali 4
Trombositopenia 2
Anemia 4
Eosinofilia 2
Mikrosefali 5
Hidrosefalus 4
Hipotonia 6
Kejang 4
Retardasi psikomotor 5
Kalsifikasi intrakranial 11
Kelainan cairan serebrospinal 35
Mikroptalmia 3
Korioretinitis bilateral 6
Korioretinitis unilateral 16
Normal 55

e. Sekuele pada bayi


 Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis
bawaan(20%)
 Sekuele ringan : sikatriks/ scar korioretinal tanpa gangguan visus atau adanya
kalsifikasi serebral tanpa diikuti kelainan neurologik.
 Sekuele berat : kematian janin intra uterin atau neonatal. Atau adanya scar korioretinal
dengan gangguan visus berat ataupun kelainan neurologik berat.
Diagnosis Toxoplasmosis pada wanita hamil
a. Isolasi agen penyakit: Inokulasi dan kultur jaringan → mahal dan sulit
b. Pemeriksaan serologis: mendeteksi antibodi spesifik terhadap toxo (IgM, IgG, dan
aviditasnya)
IgM IgG Interpretasi

+ - Infeksi Akut

- + Infeksi Kronis: Tubuh telah membentuk pertahanan yang baik

- - Negatif. Harus dilakukan pemeriksaan ulang 3 kali tiap semester

+ + Merupakan proses reinfeksi

Toxo IgG aviditas dan interpretasinya


a. Hasil: 2% → < 15% : rendah (< 4 bulan)
b. Hasil: 15% → 30% : sedang
c. Hasil: 30% → > 30%: tinggi (>4 bulan)
(Heksohusodo, 2002)
 Kehamilan dengan serokonversi  adanya perubahan dari seronegatif menjadi
seropositif selama kehamilan.
 Penderita memiliki resiko tinggi untuk terjadinya transmisi vertikal dari maternal ke
janin serta mengakibatkan infeksi janin (toksoplasmosis kongenital).
Grafik titer antibodi pada infeksi Toxoplasma gondii pada umumnya

 Bila toksoplasmosis terjadi pada kehamilan sebelum 20 minggu,  20% janin


mengalami infeksi kongenital  25% dari janin yang terinfeksi ini memperoleh
kerusakan organ berat, 15% kerusakan organ ringan serta sisanya 60% bersifat subklinis
(Foulon et al, 1994).
f. Manajemen Toxoplasmosis
a. Pencegahan
- edukasi masyarakat
- konseling sebelum nikah
- konseling selama kehamilan
b. Terapi obat
- Spiramycine 3X sehari 1 tablet
g. Treatment of Infected Newborns
 Infected babies should be treated as soon as possible after birth with pyrimethamine and
sulfadiazine which, as mentioned earlier, can help prevent or reduce the disabilities
associated with toxoplasmosis.

B. RUBELA
 Selama kehamilan, virus ini menjadi penyebab langsung kematian janin dan bahkan
yang paling penting malformasi kongenital berat.
 Dianjurkan untuk melakukan vaksinasi, terutama pada wanita berusia subur.
A. Diagnosis
 Konfirmasi infeksi rubela  sulit dilakukan.
 Gambaran klinisnya mirip dengan penyakit lain, dan sekitar seperempat dari infeksi
rubela bersifat subklinis walaupun terjadi viremia yang telah menginfeksi mudigah atau
janin.
 Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis
infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
 Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan, infeksi pada janin semakin kecil
menyebabkan malformasi kongenital.
 Rubela yang dialami pada tri semester pertama kehamilan 90% menyebabkan kebutaan,
tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan keguguran.
 Cacat rubela dijumpai pada semua bayi yang memperlihatkan tanda infeksi intrauterus
sebelum minggu ke-11,
 Triwulan I ke bawah 30-50%;
 Triwulan II 6,8%;
 Triwulan III 5,3%.

B. Sindrom Rubela Kongenital


 Lesi mata, termasuk katarak, glaukoma
 Penyakit jantung, termasuk duktus arteriosus paten, defek septum.
 Tuli sensorineural
 Defek susunan saraf pusat  microcephaly
 Hambatan pertumbuhan janin
 Hepatosplenomegali dan ikterus
 Perubahan tulang

C. Terapi
 a) Wanita yang baru menderita atau menderita rubella dalam kehamilan triwulan I; dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan abortus buatan:
 b). Terapi: tidak ada obat-obat pencegah rubella, hanya diberikan terapi simtomatis.
Penanganan: gamma globulin dan vaksin rubella

C. CYTOMEGALOVIRUS
 Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel
membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu.

A. Penularan
 Transmisi horisontal terjadi melalui “droplet infection” dan kontak dengan air ludah.
 Transmisi vertikal penularan proses infeksi maternal ke janin.  transplasenta.

 Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu  infeksi primer.
(simtomatis ataupun asimtomatis serta virus akan menetap dalam jaringan hospes) 
infeksi laten.
 Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, dan infeksi pada umur
kehamilan kurang sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan serius.
B. DIAGNOSIS
 Metode serologis  diagnosa infeksi maternal primer dapat ditunjukkan dengan adanya
perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV)
 Metode virologis, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji immuno
fluoresen.
 Kemungkinan infeksi CMV intrauterin bila didapatkan : Oligohidramnion,
Polihidramnion, Hidrops non imun, Asites janin, Gangguan pertumbuhan janin,
(Mikrosefali, hidrosefalus), MicroftalmiaEnsefalitis, kebutaan
 Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi secara kongenital ini dapat mencapai 20 –
30 %, dan lebih 90 % bayi yang berhasil hidup ternyata menderita retardasi mental,
gangguan pendengaran, gangguan perkembangan psikomotorik, epilepsy atau pun
gangguan sistern saraf pusat lainnya
C. TERAPI DAN KONSELING
 Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena
pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif serta
memuaskan.
 Dengan demikian konseling, infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan  20
minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal  dapat dipertimbangkan
terminasi kehamilan
D. HERPES
 Berdasarkan perbedaan imunologi dapat dikenali 2 jenis herpes simpleks virus (HSV)
 HSV tipe 1 (Non genital)
 HSV tipe 2 (Genital) dan ditularkan melalui hubungan seksual.
 Penularan pada anak secara:
 a). hematogen via uri
 b). dari vagina naik ke atas pada janin bila ketuban sudah pecah (dari herpes genitalis)
dan
 c). kontak langsung.
A. Diagnosis
 Penemuan virus dengan biakan jaringan merupakan konfirmasi paling optimal untuk
membuktikan infeksi klinis.
a. Pada Janin dan Neonatus
 Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang di keluarkan dari serviks atau saluran
genital bawah.
 Virus menginvasi uterus setelah selaput ketuban pecah atau berkontak dengan janin saat
persalinan.

b. Infeksi pada Neonatus


 Diseminata  keterlibatan organ-organ dalam mayor
 Lokalisata  Keterlibatan terbatas pada mata, kulit atau mukosa
 Asimtomatik.

B. Penatalaksanaan Antepartum
 Seksio sesarea diindikasikan pada wanita dengan lesi genital aktif.
 Dengan demikian seksio sesarea dilakukan hanya apabila tampak lesi primer atau rekuren
saat mejelang persalinan atau saat selaput ketuban pecah.
2. Infeksi bakterial
A. Streptokokus grup B
 Group Streptoccocus B (GBS) adalah penyebab dari infeksi kongenital yang bInfeksi rat
pada neonatus pada setiap 1000 kelahiran hidup atau 12.000 sampai 15.000 bayi setiap
tahunnya di Amerika. Ini menjadi penyebab korioamnionitis, post partum ,endometritis
dan sepsis pada ibu serta penyebab terpenting terjadinya asfiksia intra uterine.(5)
B. ISK
 Escherecia coli merupakan bakteri penyebab ISK pada kehamilan (80-90% kasus).
 Biasanya proses ISK tanpa gejala dan tanda yang spesifik, jika ada sistitis mulai timbul
gejala seperti nyeri di bawah perut dan susah kencing.
 Keadan yang sangat serius apabila telah terjadi infeksi pada ginjal (pielonefritis), sering
dijumpai pada usia kehamilan 20 – 28 minggu, ditandai dengan gejala demam, lemah,
mengigil, nyeri pinggang, mual dan muntah.
 Infeksi pada ginjal merupakan komplikasi ISK pada kehamilan dan menyebabkan
kelainan serius baik pada ibu maupun janin, seperti persalinan premature, anemia,
hipertensi dan preeklamsi
C. Bakterial vaginosis
a. Haemophilus vaginalis vaginitis
 Etiologi : Haemophilus vaginalis, Gardnerella vaginalis, mycoplasma genitalis
 Patogenesis : belum jelas
 Bakterial vaginosis merupakan salah satu infeksi traktus urogenital yang paling sering.
 Karakteristik bakterial vaginosis adalah terjadinya perubahan flora normal vagina yang
semula didominasi oleh laktobacilli digantikan oleh Gardnerella vaginalis, mycoplasma
genitalis dan bakteri batang gram negatif maupun kokus gram positif.

Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Lab

Haemophilus Secret vagina sedikit, Iritasi vagina Pemeriksaan secret :


vaginalis berbau amis ringan
Abu-abu homogen, viskositas
vaginitis/
Vulva dan vagina rendah, berbau amis, pH 4,5 –
Bakterial eritem 5,5, Tea sniff +
vaginosis
Sediaan basah : lekosit ±, sel
epitel ++, kelompok kokobasil,
Clue cells ( patognomonik)
Pengecatan gram :
Batang kecil gram -

Dalam penegakan diagnosis bakterial vaginosis dikenal kriteria Amsel yaitu clue cell lebih dari
20%, discharge vagina homogen, peningkatan pH sekret vagina lebih sama dengan 4,7,
timbulnya bau amine pada penambahan KOH 10%
Komplikasi
 Komplikasi atau akibat yang ditimbulkan oleh bekterial vaginosis : dengan partus
prematurus, infeksi intrauterine, endometriosis postpartum , penyakit radang panggul dan
infeksi setelah tindakan genikologik.
 Penelitian terbaru mengatakan bahwa perubahan flora normal vagina meningkatkan
predisposisi terjadinya Sexual tranmitted disease dan infeksi HIV.
Terapi bakterial vaginosis
 Terapi bakterial vaginosis yang ideal harus bisa menghambat pertumbuhan bakteri
anaerob tnapa menganggu pertumbuhan flora normal vagina. Terapi medikamentosa yang
sering digunakan ada 2 yaitu metronidazol dan clindamycin.
 Metronidazol : penggunaan utamanya sebagai antiparasitik terhadap trichomonas
vaginalis, metronisazol juga mempunyai aktivitas melawan bakteri anaerob dan relatif
tidak mengganggu laktobacilli.
Virws Hrpatitis B (VHB)
Prevalensi pengidap VHB pada ibu hamil di Indonesia berkisar antara 1 - 5 oh14'15 di
mana keadaan ini bergantung pada prevalensi VHB di populasi.
Kehamilan sendiri tidak akan memperberat infeksi virus hepatitis, akan tetapi, jika
terjadi infeksi akut pada kehamilan bisa mengakibatkan ter;'adinya hepatitis fulminan
yang dapat menimbulkan mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat menimbulkan
abortus dan terjadinya perdarahan pascapersalinan karena adanya gangguan
pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati. Pada bayi masalah yang serius umumnya
tidak terjadi pada masa neonatus, tetapi pada masa dewasa. Jika terjadi penularan
vertikal VHB, 60 - 90 % akan menjadi pengidap kronik VHB dan 30 % kemungkinan
akan menderita kanker hati atau sirosis hati sekitar 40 tahun kemudianl6. Jika penularan
VHB vertikal dapat dicegah, berarti mencegah terjadinya kanker hati secara primer dan
dapat ikut meningkatkan kualitas sumber daya manusia akan datang.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya penularan vertikal antara lain titer DNA-VHB
tinggi pada ibu (makin tinggi titer makin ringgi kemungkinan bayi tertular), terjadinya
infeksi akut pada kehamilan trimester ketiga, persalinan lama dan mutasi VHB. Kegagalan
vaksinasi yang menyebabkan bayi tertular 1.0 - 20 % disebabkan oleh mutasi
vHB1s,18.
VHB mudah menimbulkan infeksi nosokomial pada tenaga medik dan paramedik
melalui pertolongan persalinan atau operasi, karena tertusuk jarum suntik atau luka lecet,
temama pada pasien dengan HBsAg dan HBeAg positif. VHB lebih besar berpotensi
untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit dibandingkan HIV1e.
Pencegaban
. Kewaspadaan universal (uniaersal precaution)
Hindari hubungan seksual dan pemakaian alat atau bahan dari pengidap. VaksinasHB bagi
seluruh tenaga kesehatan sangat penting, rerutama yang sering telpapar dengan darah.
o Skrining HBsAg pada ibu hamil
Skrining HBsAg pada ibu hamil, terutama pada daerah di mana terdapat prevalensi
tinggi.
o Imunisasi; Penularan dari ibu ke bayi sebagian besar dapat dicegah dengan imunisasi.
Pemerintah telah menaruh perhatian besar rerhadap penularan vertikal VHB dengan
membuat program pemberian vaksinasi HB bagi semua bayi yang lahir di fasilitas
pemerintah dengan dosis 5 mikrogram pada hari ke 0, umur 1, dan 6 bulan, tanpa
mengetahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau tidak.
Di samping global imunisasi sepeni disampaikan sebelumnya, selektif imunisasi dilakukan
pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, yaitu dengan pemberian
Hepatitis B ImmunoGlobulin (HBIG) + vaksin HB, vaksin mengandung pre 52 atau
pemakaian vaksin dengan dosis dewasa pada hari ke 0, 1 bulan, dan 2 bulanl6.
Penanganan Kebamilan dan Persalinan pada lbw pengidap VHB
Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan penanganan persalinan
umumnya.
. Pada infeksi akut VHB dan adanya hepatitis fulminan persalinan pervaginam usahakan
dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis Penyakit
Dalam (spesialis Hepatologi). Gejala hepatitis fulminan antara lain sangat ikterik,
nyeri perut kanan atas, kesadaran menurun dan hasil periksaan urin; warna seperti
teh pekat, urobilin dan bilirubin positif, pada pemeriksaan darah selain urobilin dan
bilirubin positif SGOT dan SGPT sangat tinggi biasanya di atas 1.000.
. Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG
atau lamirudin pada 1 - 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada
beberapa pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi,
tetapi ada yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.
. Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnyapada ibu dengan
HBsAg positif. \ilongzo menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan
Surya1s menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 16 iam, sudah meningkatkan
kemungkinan penularan VHB intrauterin. Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi
(3,5 pglml) atau HBsAg positif, lebih baik seksio sesarea.
Demikian juga jika persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HBsAg
Positifts.
. Menyusui bayi, tidak merupakan masalah. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa
penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang .iauh lebih tinggi daripada
penularan parentera

 INFEKSI MALARIA
Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi ancaman dan
sering menimbulkan wabah. Angka kejadian infeksi malaria masih tinggi teruuma di
Kawasan Timur Indonesia seperri Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara.
dan Sulawesi Utara.
Terdapat 4 jenis spesies Plasmodium pada manusia; P. Falsiparum, P. Vivaks, P.
Ovale, dan P. Malariae. Yang banyak ditemukan di Indonesia ialah P. Falsiparum dan
P. Vivaks46'4e.
Pada kehamilan, malaria adalah penyakit infeksi yang merupakan gabungan antara
masalah obstetrik, sosial, dan kesehatan masyarakat dengan pemecahan multidimensi
dan multidisiplin. Morbiditas dan mortalitas ibu hamil yang menderira malaria tinggi,
temtama pada primigravida, akan menimbulkan anemia dan mortalitas perinatal yang
dnggi. Infeksi akan lebih berat jika disebabkan P. Falsiparum dan P. Vivaks. Selain itu,
komplikasi yang ditimbulkannya berbeda pada daerah hiperendemik atau endemik
rendah (bigh or low transmission).
Ibu yang non-immune kemungkinan mengalami komplikasi lebih besar. Sementara
itu, untuk ibu yang semi-imrnune komplikasi yang ter.iadi adalah terjadinya anemia dan
parasitemia pada plasenta, tetapi tidak sampai mengenai janin (angka kejadian malaria
neonatonrm adalah 0,03 "/"), tetapi dapat menyebabkan BBLR47.
Diagnosis Malaria
- Anamnesis
a. Demam, menggigil (dapat disertai mual, muntah diare, nyeri otot, dan pegal)
, Riwayat sakit malaria, tinggal di daera.h endemik malaria, minum obat malaria bulan
terakhir, transfusi darah.
Untuk tersangka malaria berat, dapat disertai satu dari gejala di bawah; gangguan
kesadaran, kelemahan umum, kejang, panas sangat tinggi, mata dan tubuh
kuning, perdarahan hidung, gusi, saluran cerna, muntah, warna urin seperti teh
tua, oliguria, pucat.
b. Pemeriksaan fisik; panas, pucat, splenomegali, hepatomegali
c. Pemeriksaan mikroskopik; sediaan darah (tetes tebal/tipis) untuk menentukan ada
tidaknya parasit malaria, spesies, dan kepadatan parasit.
Masalah infeksi malaria pada kehamilan
Infeksi malaria lebih mudah terjadi pada kehamilan jika dibandingkan dengan populasi
umum. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh sistem imun dan imunitas
dapatan terhadap malaria pada ibu hamil menurun.
Pada kehamilan infeksi malaria ada tendensi atipik terutama pada trimester II yang
mungkin disebabkan oleh perubahan hormonal, sistem imun, dan hematologik.
Karena perubahan sistem imun dan hormonal, jumlah parasit 10 kali lebih tinggi
sehingga komplikasi P. Falsiparum lebih sering pada ibu hamil dibandingkan yang
tidak hamil.
Malaria karena P. Falsiparum pada kehamilan lebih serius dan mortalitas dua kali
lipat dibandingkan dengan perempuan tidak hamii (13 % berbanding 6,5 %).
Beberapa obat antimalaria kontraindikasi pada ibu hamil dan bisa mengakibatkan
komplikasi hebat, sehingga lebih sukar memilih obat.
Penanganan komplikasi yang timbul menjadi lebih sulit karena perubahan fisiologik
yang terjadi pada kehamilan.

Manifestasi klinik Malaria pada kehamilan


Gejala malaria yang tidak umum sering terjadi pada kehamilan, terutama pada trimester
II. Manifestasi klinik umumnya adalah:
Panas: umumnya panas tinggi sampai menggigil.
Anemia: akan menjadi parah pada kehamilan karena hemolisis dengan akibat asam
folat menurun, di samping karena perubahan pada kehamilan.
Pembesaran lien: umumnyapada trimester II.
Pada infeksi yang berat bisa terjadi: ikterus, kejang, kesadaran menurun, koma, muntah,
dan diare.

Komplikasi
Terdapat tendensi bahwa komplikasi lebih sering terjadi pada kehamilan dan lebih berat.
Kompiikasi yang sering terjadi adalah:
Hipoglikemia: kadang-kadang diduga sebagai gejala klinik malaria karena takikardia,
berkeringat, dan pusing. Pada malaria karena P. Falsiparum terutama yang mendapat
obat kinina, kadar gula darah harus diperiksa setiap 4 - 6 jam. Hipoglikemia pada
ibu dapat menyebabkan terjadinya gawat janin tanpa diketahui penyebabnya.
Edem paru: lebih sering terjadi pada trimester II atau III, tetapi bisa juga terjadi
segera pascapersalinan lebih mudah jika terdapat juga anemia. Kalau demikian, teriadi
mortalitas tinggi.
Anemia berat sering terjadi pada malaria dalam kehamilan. Anemia dengan kadar
hemoglobin kurang dariT g"h sebaiknya ditransfusi dengan "packed cells".
Risiko malaria terhadap janin
Terjadinya panas tinggi, fungsi plasentayang menurun, hipoglikemia, anemia, dan
lainnya menyebabkan mortaiitas prenatal dan neonatal 15 - 70 oh, terutama karena P.
Falsiparum dan P. Vivaks. Masalah yang bisa terjadi pada kehamilan adalah abortus,
prematuritas, lahir mati, insufisiensi plasenta, pertumbuhan janin terhambat, dan bayi
kecil masa kehamilan. Transmisi plasmodium melalui plasenta dikatakan dapat
menyebabkan kongenital malaria (< 5 %), dengan gejalaantara lain bayi panas, iritabel,
problem menpsui, hepatosplenomegali, dan kuning.
Penanganan malaria pada kehamilan
1.. Pengobatan pada malaria
2. Penanganan komplikasi
3. Penanganan persalinan
Pengobatan malaria pada kehamilan
Pengobatan malaria pada kehamilan harus cepar, tepar, dan hati-hati.
Pasien dengan dugaan malaria karena P. Falsiparum sebaiknya dirawat.
Periksa jenis plasmodium untuk memberi pengobatan yang repar.
Pemeriksaan: kesadaran, pucat, kuning, tensi, nadi, temperatur. darah lengkap, fungsi
hepar, fungsi ginjal, kadar gula, dan parasite count.
Pengawasan ketat keadaan ibu dan janin.
Pilih obat berdasarkan: berat ringannya penyakit, hindari obat yang merupakan
kontraindikasi, pilih dosis yang adekuat, beri cairan yang adekuat, perhatikan nutrisi
yang cukup kalori.

Pemberian obat antimalaria


Obat antimalaria pilihan untuk malaria berat adalah:
Lini pertama: artemisin parenteral (+ amidokuin * primakuin)
Lini kedua: kina parenteral (+ primakuin * doksisiklin/tetrasiklin)
Antimalaria pada kehamilan
Pada semua trimester dapat diberikan: artesunat/artemeter/arteeter.
Kontraindikasi pada kehamilan: Primakuin; Tetrasiklin; Doksisiklin; Halofantrin
Lini pertama
Artesunat injeksi untuk penggunaan di rumah sakit atau puskesmas perawatan.
Sediaan 1 ampul berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dilarutkan dalam 0,6 ml
natrium bikarbonat 5 '/o, diencerkan dalam 3 - 5 ml dekstrose 5 %. Pemberian secara
bolus intravena selama 2 menit. Loading dose; 2,4 mg/kgBB I.V. setiap hari sampai
hari ke-7. Bila penderita sudah dapat minum obat, ganti dengan artesunat oral.
Artemeter untuk penggunaan lapangan atau di puskesmas.
Sediaan: 1 ampul berisi 80 mg artemeter. Pemberian secara intramuskular selama 5
hari. Dosis dewasa 160 mg (2 ampul) I.M pada hari ke-l, diikuti 80 mg (1 ampul)
I.M. pada hari ke-2 sampai ke-5.
Lini kedua
Kuinin (Kina) per infus (drip): kina 25 % dosis 10 mg/kgBB atau 1 ampul (2 ml
= 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dekstrose 5 "/o atau dekstrose dalam NaCl dalam
8 jam, diulang setiap 8 jam dengan dosis yang sama sampai penderita bisa minum
obat, arau dengan dosis yang sama diberikan selama 4 jam kemudian, infus tanpa obat
4 jam, diulang obat selama 4 jam kemudian tanpa obat selama 4 jam. Demikian 3
kali dalam 24 jam, sampai penderita dapat minum obat.
Obat kina maksimum diberikan per infus selama 3 hari. Kalau belum bisa minum
dilanjutkan personde (NGT) sampai 7 hari. Dosis maksimum per hari 2.000 mg.
Bila sudah dapat minum dilanjutkan dengan kina tablet dengan dosis 10 mg/kgBB/
3 kali sehari.
Pengobatan pencegahanas
Pencegahan dimaksud mengurangi risiko terinfeksi malaria, dan bila terinfeksi, maka
gejala kliniknya tidak berat. Obat yang dipakai di Indonesia adalah:
Klorokuin: untuk P. Vivaks dosis 5 mg/kgBB/minggu habis makan, diminum 1
minggu sebelum datang ke daerah endemik malaria, sampai 4 minggu setelah kembali.
Diulang kalau kembali ke daerah endemik setelah 3 - 6 bulan.
Doksisiklin: dipakai pada daerah P. Falsiparum yang resisten terhadap klorokuin.
Dosis 1,5 mg/kgBB/hari selama tidak lebih dari 4 - 6 minggu. Akan tetapi, obat ini
kontraindikasi diberikan pada ibu hamil dan anak-anak.
Penanganan komplik asia\
Edem paru akut: hati-hati dalam pemberian cairan, pemberian oksigen jika diperlukan
Hipoglikemia: pemberian dekstrose 25 - 5A'/o inrrayena 50 - 100 ml, diikuti dengan
drip dekstrose l0'h. Kadar gula dimonitor setiap 4 - 6 jam.
Anemia: Jika Hb kurang dari 5 gYo, transfusi pacbed cell.
Gagal ginjal: Diuretik, pemberian cairan dengan hati-hati, jika perlu dialisis (gagal
ginjal biasanyarerjadi karena dehidrasi yang tidak diketahui karena parasitemia hebat).
SEtic sboch: keadaan ini bisa terjadi karena infeksi sekunder akibat infeksi saluran
kencing, saluran napas, dll. Bisa diberikan sefalosporin generasi ketiga.
Excbanged tra.nsfusion:.kedaan ini perlu pada.infeksi oleh P. Falsiparum berat untuk
mengurangi titer parasit dan edem paru membakat. Darah pasien diambil dan diganti
dengan pacbed cells.
Penanganan persalinana6
Diperlukan penanganan serius terutama pada ibu hamil dengan infeksi P. Falsiparum
karena mortalitasnya tinggi. Adanya kegawatan pada ibu dan janin sering tidak teramati
sehingga kondisi ibu dan janin harus diamati dengan ketat dengan alat bantu. Panas ibu
harus dikontrol dan diturunkan dengan obat dan kompres dingin. Pengawasan cairan
masuk dan ke luar sangat penting untuk menghindari kelebihan atau kekurangan cairan.
Jika perlu induksi persalinan atau seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada keadaan
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai