Anda di halaman 1dari 5

Suplemen Responsi Pertemuan

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

Departemen Statistika – FMIPA IPB


8
Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referensi Waktu
Korelasi Peringkat (Rank  Koefisien korelasi peringkat Applied Jumat
Correlation) Parsial Nonparametric 23 Nov 2012
Bag. 2  Asosiasi untuk tabel Statistic 15.45 – 17.45
kontingensi Daniel (1990)
 Korelasi biserial

Pokok bahasan pada pertemuan ini adalah lanjutan dari pertemuan minggu yang lalu,
yaitu korelasi peringkat (rank correlation). Terdiri dari tiga bahasan utama yaitu koefisien
korelasi peringkat parsial, ukuran asosiasi untuk tabel kontingensi dan koefisien korelasi
biserial.

Koefisien Peringkat Parsial


Koefisien korelasi sederhana, seperti yang dibahas pada pertemuan lalu, mengukur
keeratan dan arah hubungan antar dua peubah tanpa mengakomodasi pengaruh-pengaruh
lain. Korelasi parsial memberikan solusi untuk permasalah itu. Korelasi parsial mengukur
keeratan dan arah hubungan antar dua peubah dengan mengendalikan satu atau peubah
lain di luar dua peubah itu. Hal ini sangat bermanfaat, misalnya dalam konteks analisis
regresi. Ilustrasi korelasi parsial misalnya sebagai berikut. Korelasi antara jenis pupuk dan
produktifitas tanaman dengan mengatur faktor kemiringan lahan konstan. Atau korelasi
antara harga dan daya beli masyarakat dengan mengendalikan faktor nilai tukar mata uang,
dan lain-lain.
Korelasi parsial dapat diterapkan untuk metode korelasi Pearson serta korelasi
Spearman dan tau-Kendall. Pada kelompok nonparametrik, korelasi parsial Spearman adalah
yang paling sederhana. Perhitungannya cukup dilakukan dengan mengganti nilai sebenarnya
dengan peringkat-peringkat yang tepat dan kemudian lakukan analisis korelasi parameterik.
Koefisien korelasi parsial tau-Kendall antara X dan Y dengan Z konstan, ˆXY .Z , akan dibahas
berikut ini :
Hipotesis
a. H0 : XY.Z = 0
H1 : XY.Z  0
b. H0 : XY.Z  0
H1 : XY.Z > 0
c. H0 : XY.Z ≥ 0
H1 : XY.Z < 0
Statistik Uji
Koefisien korelasi parsial tau-Kendall sekaligus statistik uji yang digunakan dihitung
dengan rumus :

ˆXY  ˆXZˆYZ
ˆXY .Z 
(1  ˆXZ
2
)(1  ˆYZ
2
)

Kaidah Keputusan
Nilai kritis untuk ukuran contoh dan taraf nyata tertentu diberikan pada tabel korelasi
parsial tau-Kendall (Tabel A.24). Pengambilan keputusan mengenai XY.Z adalah sebagai
berikut :

a. Tolak H0 jika nilai statistik uji ˆXY .Z lebih besar daripada ˆXY .Z pada tabel untuk n
dan 1 – α/2 tertentu.
b. Tolak H0 jika nilai statistik uji ˆXY .Z lebih besar daripada ˆXY .Z pada tabel untuk n
dan 1 – α tertentu.
c. Tolak H0 jika nilai statistik uji ˆXY .Z lebih kecil daripada ˆXY .Z pada tabel untuk n
dan 1 – α tertentu.

Contoh :
Berikut ini adalah data tinggi (dalam cm) dan berat badan (dalam kg) dan lingkar dada
(dalam cm) beberapa mahasiswa dari suatu kelas. Hitung nilai korelasi tau Kendall antara
tinggi dan berat badan jika lingkar dada konstan. Apakah dapat disimpulkan bahwa tinggi
dan berat badan saling bebas!

Tinggi Berat Lingkar dada Tinggi Berat Lingkar dada


171 49 99 155 43 96
161 59 103 180 73 108
160 50 98 145 38 92
163 56 105 152 46 101
168 58 104 158 41 93
153 47 100 165 65 107
170 54 102 140 37 95
173 60 106 181 85 109

Hipotesis : H0 : TB.L = 0
H1 : TB.L ≠ 0

Statistik uji : Nilai korelasi parsial tau Kendall dapat diperoleh dengan prosedur berikut ini.
Korelasi tau Kendall antara tinggi dan berat badan, sebagai mana sudah
dibahas pada bab 7, adalah ˆTB  0.6833 . Dengan cara yang sama dapat
diperoleh korelasi tau kendall antara tinggi badan dan lingkar dada serta berat
badan dan lingkar dada : ˆTL  0.6000 dan ˆBL  0.8833 . Sehingga apabila
lingkar dada konstan, korelasi tau Kendall antara tinggi badan dan berat
badan adalah :

2/5
ˆTB  ˆTLˆBL
ˆTB. L 
(1  ˆTL
2
)(1  ˆBL
2
)

0.6833  (0.6000)(0.8833)
ˆTB.L   0.40886
(1  0.60002 )(1  0.88332 )

Statistik uji : Untuk n = 16 dan 1 – α/2 = 0.975 diperoleh titik kritis sebesar 0.361 (Tabel
A.24). Karena statistik uji lebih besar dari titik kritisnya, maka hipotesis nol
ditolak dan simpulkan bahwa saat lingkar dada konstan, tinggi badan dan
berat badan tidak saling bebas.

Asosiasi pada Tabel Kontingensi


Perhatikan layout tabel kontingensi 2  2 berikut :
Peubah Y
Peubah X
1 2 Total
1 a b a+b
2 c d c+d
Total a+c b+d n=a+b+c+d

Asosiasi antara peubah kategori X dan peubah kategori Y dapat dihitung dengan
menggunakan beberapa cara, diantaranya :
Koefisien phi Dihitung dengan menggunakan rumus :
ad  bc

(a  b)(c  d )(a  c)(b  d )
Koefisien phi bernilai dari 1 sampai dengan +1. Jika nilai mutlak dari
koefisien phi mendekati satu, berarti ada asosiasi yang kuat antara dua
peubah. Koefisien phi memiliki hubungan dengan khi-kuadrat, yaitu :

2  X 2 / n
Q Yule Hanya dapat digunakan untuk tabel kontingensi 2  2. Rumusnya adalah
ad  bc
Q
ad  bc
Statistik Cramer Dapat digunakan untuk mengukur asosiasi antara dua peubah dalam
berbagai dimensi tabel kontingensi. Statistik Cramer dihitung dengan
rumus :

X2
C
n(t  1)

Dalam hal ini, X 2 adalah nilai khi-kuadrat, n ukuran contoh dan t adalah
banyaknya baris dan kolom yang paling kecil.

3/5
Contoh :
Hitunglah ukuran asosiasi antara jenis kelamin dan kebiasaan merokok yang datanya
ditampilkan dalam tabel kontingensi berikut :
Kebiasaan merokok
Jenis kelamin
Ya Tidak Total
Laki-laki 28 11 39
Perempuan 4 32 36
Total 32 43 75

Nilai khi-kuadrat untuk tabel kontingensi di atas adalah X 2  28.1809 (prosedur perhitungan
khi-kuadrat ada pada Bab 5). Sehingga dapat dihitung :
(28)(32)  (4)(11)
Koefisien phi   0.6130
(39)(36)(32)(43)

atau   28.1809 / 75  0.6130

(28)(32)  (4)(11)
Q Yule Q  0.9064
(28)(32)  (4)(11)

28.1809
Statistik Cramer C  0.6130
75(2  1)
Selain ketiga statistik tersebut, asosiasi dalam tabel kontingensi juga dapat diukur dengan
koefisien Goodman – Kruskall G. Penjelasan lengkap tentang koefisien G disampaikan pada
Daniel (1990, pp. 404 – 408).

Koefisien Korelasi Point Biserial


Koefisien korelasi point biserial digunakan untuk mengukur hubungan antara peubah
kontinu dengan peubah biner (hanya mempunyai dua kemungkinan nilai). Sebagai contoh
aplikasi ini adalah untuk mengukur hubungan umur dengan terjangkit suatu penyakit,
hubungan IPK dengan keberhasilan lulus studi tepat waktu dan lain-lain. Koefisien korelasi
antara peubah kontinu X dengan peubah biner Y (sukses, Y = 1; gagal Y = 0) dihitung denga
rumus :

n1n0  x1  x0 
rpb   
n  ( x  x ) 2 
 
Dengan n1 dan x1 adalah banyaknya pengamatan dan rata-rata X jika Y = 1, n0 dan x0
adalah banyaknya pengamatan dan rata-rata X untuk Y = 0.

Contoh :
Tabel berikut menunjukkan IPK dan keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan studi
tepat waktu. Hitunglah rpb !

IPK (x) 3.75 2.50 3.45 3.10 3.30 3.67 2.85

4/5
Selesai studi tepat waktu? (Y=1, T=0) 1 0 1 1 1 1 0

IPK (x) 2.98 3.76 3.08 3.23 3.44 3.00 3.05


Selesai studi tepat waktu? (Y=1, T=0) 0 0 1 1 1 0 0

Dari data diperoleh n0  6 , n1  8 , n  14 , x  3.2257 , x0  3.0233 , x1  3.3775 ,


( x  x )  1.7067 , sehingga :
2

(8)(6)  3.3775  3.0233 


rpb    0.5020
14  1.7076 

Tugas : Buku Daniel (1990) hal. 400 latihan 9.19 (soal: korelasi parsial antara x dan y
saat z konstan dan korelasi parsial antara w dan z saat y konstan, α=0.01), dan
hal. 417 latihan 9.47 tentang korelasi point biserial.

CUIWW (Correct Us If We’re Wrong)


Prepared by : Nur Andi Setiabudi, S. Stat
Edited by : Didin Saepudin

5/5

Anda mungkin juga menyukai