Anda di halaman 1dari 19

MOTIVASI DAN MOTIFATOR

Motif manusia didasarkan atas kebutuhan, apakah disadari atau tidak disadari.
Sebagian dari kebutuhan itu adalah kebutuhan primer, seperti kebutuhan fisiologis akan air,
udara, makanan, seks, tidur, dan tempat tinggal. Ke- butuhan-kebutuhan lain dapat dipandang
sebagai kebutuhan sekunder, seperti kebutuhan akan harga diri, status, afiliasi dengan orang
lain, kasih sayang, prestasi, dan penonjolan diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berbeda
dalam intensitas dan dari waktu ke waktu bagi masing-masing orang.

1.1 MOTIVASI

Berelson dan Steiner mendefinisikan istilah motif sebagai "'suatu keadaan di


dalam diri seseorang (inner state) yang Motivasi mendorong, mengaktifkan, atau
menggerakan (karenanya "motivasi"), dan yang mengarahkan atau menyalurkan
perilaku ke arah tujuan" Dengan perkataan lain, "motivasi" adalah istilah yang
mencakup keseluruhan golongan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang
sejenis. Dengan menyatakan bahwa para manajer memotivasi bawahan berarti mereka
melakukan hal-hal yang diharapkan dapat memuaskan dorongan dan keinginan
tersebut sehingga menimbulkan dorongan bagi bawahan untuk bertindak sesuai
dengan yang diinginkan.

1.1.1 Rantai kebutuhan-keinginan-keouasan

c KEBUT
MENIM KEINGI MENYE
UHAN BULKAN NAN BABKAN

TENSI

YANG YANG
KEPUA MENGHA TINDA
MENIM
SAN SILKAN KAN
BULKAN

Penjelasan rantai tersebut tidaklah mudah Dalam kenyataan, rantai tersbut


lebih rumit dari yang terlihat. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidaklah sesederhana
seperti yang diperkirakan. Kecuali bagi kebutuhan-kebutuhan fisiologis, seperti lapar,
kebutuhan tidaklah terpisah dari lingkungan seseorang. Kita juga dengan mudah dapat
melihat bahwa banyak kebutuhan fisiologis yang distimulasi oleh faktor-faktor
lingkungan: Aroma makanan dapat membuat kita merasa lapar, angka penunjuk yang
tinggi pada termometer dapat membuat kita sekonyong-konyong merasa kepanasan,
atau penglihatan pada minuman dingin dapat menyebabkan rasa harus yang luar biasa.

Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap persepsi kita akan kebutuhan


sekunder. Promosi rekan sekerja dapat mengobarkan keinginan kita akan status yang
lebih tinggi. Masalah yang menantang dapat merangsang keinginan kita untuk
mencapai sesuatu dengan memecahkannya. Kelompok sosial yang akrab dapat
mempertinggi kita akan afiliasi, dan tentu saja, perasaan sangat kesepian dapat
menimbulkan motivasi yang kuat akan kebutuhan afiliasi.

Rantai kebutuhan keinginan-kepuasan tidak selamanya berlangsung


sesederhana seperti yang digambarkan. Kebutuhan memang menyebabkan timbulnya
perilaku. Tetapi, kebutuhan juga dapat timbul dari adanya perilaku.pemenuhan suatu
kebutuhan dapat menimbulkan keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lain lagi.
Sebagai contoh, kebutuhan seseorang akan prestasi dapat diperkuat dengan kepuasan
yang diperoleh dari pencapaian tujuan yang diinginkan; atau hal itu bileh jadi juga
diperlemah oleh kegagalan. Rantai yang berbentuk satu arah itu juga ditantang oleh
hasil kerja beberapa ilmuwan biologi, terutama sekali dalam tahun-tahun belakangan
ini, yang telah menemukan bahwa kebutuhan tidak selamanya merupakan penyebab
timbulnya perilaku manusia, tetapi merupakan akibat dari perilaku. Dengan perkataan
lain, perilaku sering merupakan soal apa yang kita akukan dan bukan soal mengapa
kita melakukannya Di samping itu, rantai tersebut tidak memperhitungkan apa yang
terjadi pada "kepuasan" apabila terdapat kegagalan pencapaian tujuan, yaitu, apa- bila
tindakan seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan dengan cara
apapun. Dalam kejadian orang tersebut boleh jadi mengubah tujuannya atau boleh jadi
juga berusaha menciptakan alibi atau alasan lain atas kegagalan pencapaian tujuan itu.

1.1.2 Motif dapat rumit dan saling bertentangan

Hanya diperlukan pemikiran sesaat untuk menyadari bahwa pada suatu waktu
tertentu, motif seseorang boleh jadi rumit dan sering bertentangan. Orang tersebut
mungkin termotivasi oleh keinginan akan barang-barang dan jasa ekonomi (bahan
makanan, rumah yang lebih baik, mobil baru, atau tamasya), dan keinginan-keinginan
tersebut bahkan mungkin rumit dan saling bertentangan.Di samping itu, seseorang
mungkin menginginkan penghargaan diri, status, perasaan berprestasi, atau santai.
2.1 Motivator

Motivator adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang untuk melakukan


sesuatu. Motivator dapat terdiri dari: gaji yang lebih tinggi, ja-batan yang lebih
terhormat, papan nama pada pintu kantor, pengakuan dari rekan kerja, dan hal-hal lain
yang menimbulkan alasan bagi orang untuk melakukan sesuatu. Meskipun motivasi
mencerminkan keinginan, motivasi merupakan persepsi seseorang atas imbalan atau
ganjaran, atau insentif., yang memperkuat dorongan untuk memenuhi keinginan
tersebut. Motivasi juga merupakan alat untuk merekonsiliasi kebutuhan yang saling
bertentangan atau untuk menekankan suatu kebutuhan sehingga dapat diprioritaskan
dari kebutuhan-kebutuhan yang lain.

Seorang manajer dapat berbuat banyak untuk memperkuat motif dengan


membina lingkungan yang kondusif (yaitu lingkungan yang sehat dan memberi
semangat hidup). Sebagai contoh, orang-orang yang berusaha membina reputasi
istimewa dan kualitas tinggi cenderung termotivasi untuk melakukan hal-hal yang
dapat mempertinggi reputasi yang telah dimiliki. Demikian juga halnya, dalam
lingkungan usaha di mana para pengelolanya berprestasi istimewa dan efektif
cenderung melahirkan keinginan untuk ciptanya manajemen yang berkualitas tinggi
dalam seluruh sistem.

Dengan demikian motivator adalah sesuatu yang mempengaruhi peri laku


orang. Motivator menimbulkan keinginan untuk melakukan hal-hal lebih baik.
Karenanya jelas, dalam suatu usaha yang terorganisasi, para manajer harus
mengetahui cara penggunaan motivator dan insentif. Orang- orang sering dapat
memenuhi keinginan mereka dalam berbagai cara. Sebagai contoh, seseorang dapat
memuaskan keinginan akan afiliasi dengan ikut aktif dalam organisasi
kemasyarakatan daripada dalam organisasi usaha memuaskan kebutuhan ekonomi
dengan melaksanakan pekerjaan sekedar cukup baik untuk memperoleh apa yang
dibutuhkan, atau memuaskan ke butuhan akan status dan prestise dengan menyisihkan
waktunya untuk membantu aktivitas partai politik. Oleh sebab itu, yang harus
dilakukan manajer adalah menggunakan motivator yang mengarahkan orang untuk
bekerja secara efektif bagi perusahaan atau organisasi yang mempekerjakan mereka
Tidak ada manajer yang bisa mengharapkan untuk menggaji seseorang secara
keseluruhan pribadinya karena orang-orang selamanya memiliki keinginan dan
dorongan di luar perusahaan. Tetapi, apabila perusahaan atau sesuatu jenis usaha
lainnya ingin efisien dan berhasil, maka sudah cukup jika setiap dorongan yang
dimiliki orang dirangsang dan diusahakan agar terpenuhi.

2.1.1. Motivasi dan kepuasan merupakan dua hal yang berbeda

Motivasi mengacu pada dorongan dan upaya untuk memuaskan suatu


keinginan atau tujuan Kepuasan mengacu pada pengalaman yang menyenangkan pada
saat terpenuhinya suatu keinginan. Dengan kata lain, motivasi merupakan dorongan
ke arah suatu hasil, sedangkan kepuasan merupakan hasil yang telah dicapai atau
dialami.

Dari sudut pandangan manajemen, hal ini berarti bahwa seseorang boleh jadi
memiliki kepuasan kerja yang tinggi tetapi tingkat motivasinya terhadap pekerjaan itu
rendah, atau dapat terjadi sebaliknya. Dapat dimengerti adanya kemungkinan bahwa
orang-orang yang bermotivasi tinggi dengan kepuasan kerja yang rendah akan
berusaha mencari pekerjaan lain. Demi kian juga halnya, orang-orang yang merasa
memiliki pekerjaan yang menye- nangkan tetapi memperoleh maka mereka juga akan
berusaha mencari pekerjaan lain. Demikian juga halnya,orang-orang yang merasa
memiliki pekerjaan yang menyenangkan tetapi memperoleh bayaran kurang dari yane
mereka harapkan, maka mereka juga akan berusaha mencari pekerjaan lain

3.1 TEORI HIRARKI KEBUTUHAN

Salah satu teori motivasi yang paling banyak diacu secara luas adalah teori
"hirarki kebutuhan" yang dikemukakan oleh "Abraham Maslow." Maslow
memandang kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki, yang berawal dari
kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi, dan Maslow
menyimpulkan bahwa apabila seperangkat kebutuhan telah terpenuhi, maka
kebutuhan itu tidak lagi berfungsi sebagai motivator. Meskipun aspek hirarki dari
teori Maslow masih dipersoalkan dan sering tidak dapat diterima, upaya yang
dilakukannya untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pokok cukup popular.
3.1.1 Harki kebutuhan

Kebutuhan pokok manusia yang diidentifikasian aslow dalam urutan kedar


pentingnya adalah sebagi berikut :

1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan-kebutuhan untuk menunjang kehidupan
manusia-makanan, pakaian, tempat tinggal, tidur, dan dll. Maslow berpendapat bahwa
apabila kebutuhan fisiologis belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak
akan memotivasi manusia.
2. Kebutuhan akan Rasa Aman (Security)
Kebutuhan ini adalah kebu tuhan untuk terbebas dari bahaya fisik dan rasa takut akan
kehilangan pekerjaan, harta benda, makanan, pakaian, atau tempat tinggal.
3. Kebutuhan Afiliasi atau Akseptansi
Karena manusia adalah mahluk sosial, mereka membutuhkan pergaulan dengan orang
lain, dan untuk diterima sebagai bagian dari yang lain.
4. Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs)
Menurut Maslow, apabila orang mulai memenuhi kebutuhan mereka untuk bergaul,
mereka cenderung ingin merasa berharga dan dihargai orang lain. Jenis kebutuhan ini
menghasilkan kepuasan seperti kuasa, prestise, status, dan keyakinan akan diri sendiri.
5. Kebutuhan Perwujudan Diri (Self Actualization)
Maslow memandang hal ini sebagai kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan.
Kebu-tuhan ini adalah kebutuhan untuk menjadi orang yang dicita-citakan dan
dirasakan mampu mewujudkannya untuk memaksimalkan potensi dan mencapai
sesuatu yang didambakan
3.1.2 Benarkah Kebutuhan Mengikuti Hirarki?
Konsep Maslow tentang hirarki kebutuhan telah menjadi sasaran dari berbagai
penelitian. Lawler dan Sutlle telah menghimpun data dari 187 manajer dalam dua
organisasi yang berbeda selama jangka waktu 5 bulan hingga 1 tahun. Dari upaya
yang dilakukan mereka hanya menemukan sedikit bukti yang mendukung teori
Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia membentuk suatu hirarki.
Tetapi, mereka juga menemukan bahwa terdapat dua tingkat kebutuhan yaitu
kebutuhan biologis dan kebutuhan lainnya itu hanya akan tim-bul apabila kebutuhan
biologis telah cukup terpenuhi. Selanjutnya, mereka menemukan bahwa pada tingkat
yang lebih tinggi, kekuatan kebutuhan berbeda-beda bagi tiap orang; bagi sebagian
orang kebutuhan sosial tampak lebih dominan, sedangkan bagi yang lain kebutuhan
perwujudan diri (self bah actualization) cenderung paling menonjol.
Dalam studi lain tentang hirarki kebutuhan Maslow yang dilaksanakan selama
5 tahun terhadap sekelompok manajer, Hall dan Nougaim tidak menemukan adanya
bukti yang kuat tentang hirarki itu. Mereka mendapatkan bahwa pada saat para
manajer meningkat dalam suatu organisasi pen tingnya, dan kebutuhan mereka akan
afiliasi, penghargaan, dan perwujudan diri cenderung meningkat. Tetapi, mereka
berpendapat bahwa gerakan keatas dari kebutuha yang menonjol berasal dari
pemuasan kebutuhan tingkat rendah.
Porter juga menemukan bahwa kebutuhan tidak tersusun menurut urutan
hirarki, terutama sekali apabila kebutuhan tingkat rendah telah terpenuhi. Porter
menemukan bahwa para manajer pada semua tingkat memiliki kebutuhan sekuriti dan
sosial yang sama dan ketiga kebutuhan tingkat tinggi pada hirarki Maslow sangat
bervariasi sesui dengan peringkat manajerial, di mana para manjer tingkat rendah
kurang merasa memenuhi kebutuhan itu dibandingkan dengan lebih tinggi. Sekalipun
demikian, dalam semua peringkat, dengan kemungkinan pengecualian pada kelompok
pinpinan tera kepuasan terhadap butuhan-kebutuhan itu pasti lebih atau kurang
memadai.

3.1.3.Bagaimana para manajer dapat menggunakan hararki maslow ?

Identifikasi jenis-jenis kebutuhan tersebut jelas sekali bermanfaat. Tidak dapat


diragukan lagi bahwa apabila kebutuhan kebutuhan pokok fisiologis dan security
(keamanan) tidak terpenuhi maka hal ini dapat menimbulkan akibaat nyata terhadap
motivasi. Tetapi, kebutuhan-kebutuhan itu pada dasarnya cukup elastis, Seberapa
banyak dapat dikatakan cukup? Ambillah sebagian contoh pakaian dan tempat
tinggal. Bagi seseorang mungkin cukup puas memiliki pakaian dan tempat tinggal
dengan kuantitas atau kualitas tertentu, sedangkan bagi yang lain hal itu boleh jadi
tidak memadai. Demikian pula, penelitian menunjukkan bahwa pegawai rendahan
sekalipun memiliki kebutuhan akan penghargaan dan pewujudan diri, meskipun hal-
hal yang mewakili status dan kebanggaan berprestasi bagi seseorang boleh jadi tidak
cukup bagi yang lain. Seorang supervisor tingkat bawah mungkin sudah sangat
senang memiliki kantor berukuran kecil yang sederhana, sedangkan seorang eksekutif
teras hanya akan merasa puas apabila memiliki kantor yang besar dan lengkap isinya.
Dalam praktek, hal itu berarti bahwa para manajer yang perseptif haruslah
menggunakan pendekatan situasional atau kontingensi dalam penerapan teori
Maslow. Jenis-jenis kebutuhan yang harus mereka penuhi akan bergantung pada
kepribadian, keinginan, dan hasrat masing-masing orang. Dalam setiap kasus, para
manajer seyogyanya tidak lupa bahwa semua orang pada umumnya, khususnya dalam
masyarakat berkembang, memiliki kebutuhan pada semua spektrum hirarki Maslow.

4.1 TEORI KEBUTUHAN ERG ALDERFER

Clayton P. rarki kebutuhan Alderfer telah mengajukan sebuah variasi dari teori
motivasi hirarki kebutuhan Maslow. Teori Alderfer dan penelitian yang
mendukungnya menemukan adanya tiga kebutuhan pokok manusia: kebutuhan radaan
(existence needs), kebutuhan berhubungan (relatedness needs), dan kebutuhan
pertumbuhan (growth needs). Kebutuhan keberadaan mencakup seluruh bentuk hasrat
material dan fisiologis dengan segala variasiny ti makanan, air, gaji, dan kondisi kerja.
kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, apaka atasan, bawahan, kawan, atau
seteru. Kebutuhan pertumb kebutuhan-kebutuhan yang mendorong seseorang untuk
memiliki pengaruh yang kreatif atau produktif terhadap diri sendiriatau lingkungan.
Perlu dicatat bahwa singkatan ERG berasal dari huruf pertama ketiga golongan
kebutuhan tersebut. Seperti yang terlihat, Alderfer mengurangi tujuh golongan
kebutuhan yang diidentifikasi Maslow menjadi tiga golongan kebutuhan.

Tetapi perbedaan antara Alderfer dengan Maslow tidak hanya terletak pada
pengurangan jumlah golongan kebutuhan. Alderfer tidak memandang ketiga golongan
kebutuhan itu sebagai suatu hirarki seperti halnya Maslow; sebaliknya Alderfer
menemukan bahwa salah satu golongan kebutuhan dapat tetap kuat, tidak jadi soal
apakah golongan kebutuhan lain telah terpenuhi atau tidak.

Hasil penemuan Alderfer lainnya tidak selamanya sejalan dengan teori


Maslow. Sebagai contoh, hasil penemuan Alderfer antara lain adalah sebagai berikut:

1. Makin kurang terpenuhinya kebutuhan keberadaan, makin besar pula


keinginan orang untuk memenuhinya (sama dengan Maslow).
2. Makin kurang terpenuhinya kebutuhan berhubungan, makin besar pula
keinginan orang untuk memenuhi kebutuhan keberadaan (kebalikan dari
maslow)
3. Makin kurang terpenuhinya kebutuhan berhubungan, makin besar pula
keinginan orang untuk memenuhinya (sejalan dengan Maslow).
4. Makin kurang terpenuhinya kebutuhan pertumbuhan makin besar juga
keinginan untuk memenuhi kebutuhan berhubungan.

Dengan demikian, teori Alderfer dalam banyak hal berbeda dengan teori
Maslow. Dengan menyederhanakan golongan kebutuhan itu, Alderfer telah
berusaha menghindari kesalahan pengertian. Tetapi hasil penemuannya, sebagian
di antaranya telah dikemukakan sebelumnya, cenderung agak berbeda dari hirarki
kebutuhan Maslow. Tetapi, baik teori Maslow maupun Alderfer belum cukup diuji
oleh penelitian untuk dapat diterima oleh orang-orang yang mempelajari
manajemen.

5.1 PENDEKATAN MOTIVATOR-IKLIM BAIK DALAM MOTIVASI

dengan hasil penelitian Brayfield dan Crockett serta hasil penelitian Herzberg
dan para pembantunya, tetapi masih berkaitan erat dengan teori Maslow, pendekatan
kebutuhan telah dimodifikasi secukupnya. Hasil penelitian Herzberg mengklaim telah
menemukan penjelasan dua faktor motivasi. Di satu pihak terdapat kelompok
kebutuhan seperti kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, supervisi, kondisi
kerja, hubungan antara pribadi, gaji, status, jaminan kerja, dan kehidupan pribadi.
Menurut Herzberg dan para pembantunya hal-hal tersebut hanyalah "penyebab
ketidakpuasan" dan bukannya motivator. Dengan kata lain, apabila hal-hal itu terdapat
dalam lingkungan kerja dengan kuantitas dan kualitas yang cukup, maka hal-hal itu
akan menghindari ketidakpuasan. Adanya hal-hal tersebut tidak memotivasi dalam
arti menghasilkan kepuasan; tetapi, tidak adanya hal-hal tersebut dapat menimbulkan
ketidakpuasan.

Dalam kelompok kedua, Herzberg memberikan daftar beberapa "pemuas"


tertentu dan karenanya merupakan motivator-yang semuanya di kaitkan dengan isi
pekerjaan. Hal-hal itu mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang
menantang, peningkatan, dan pertumbuhan dalam pekerjaan. Keberadaan (eksistensi)
hal-hal itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (bukan ketidakpuasan).
Perbandingan antara teori Maslow dengan teori Herzberg.

Kelompok faktor-faktor Herzberg yang pertama disebut faktor-faktor


"pemeliharaan" atau "iklim baik" (hygiene). Adanya faktor-faktor tersebut tidakakan
memotivasi orang-orang dalam suatu organisasi; sekalipun demikian faktor-faktor itu
harus ada, atau jika tidak akan timbul ketidakpuasan. Di samping itu, seperti yang
diperjelas Herzberg, motivasi tidak akan sangat efektif apabila faktor-faktor iklim
baik tidak ada. Kelompok kedua, atau faktor-faktor "isi pekerjaan" (job content),
dipandang sebagai motivator sebenarnya karena faktor-faktor itu memiliki potensi
menimbulkan perasaan puas. Meskipun teori ini cukup nalar, hal itu tidak berarti bah
wa para manajer harus memberikan perhatian yang cukup serius untuk meningkatkan
isi pekerjaan.

Hasil penelitian Herzberg bukan tanpa tantangan. Sebagian orang


mempersoalkan metode Herzberg. Metode penelitian Herzberg dipandang cenderung
berpraduga akan hasilnya. Sebagai contoh, kecenderungan umum orang-orang untuk
mengatributkan hasil-hasil baik bagi upaya mereka sendiri dan menyalahkan orang
lain atas hasil yang tidak baik dipandang sebagai purbasangka hasil penemuan
Herzberg. Penelitian lain yang tidak meng- ikuti metode Herzberg telah menemukan
bahwa yang disebut faktor-faktor iklim baik sesungguhnya memiliki potensi untuk
menimbulkan kepuasan atau ketidak puasan.

Aplikasi yang menarik dari metode Herzberg dilakukan dalam peneli- tian
yang dilaksanakan pada perusahaan Texas Instruments oleh Myers.Dalam studi
terhadap sebanyak pegawai di perusahaan itu, yang mencakup ilmuwan, insinyur,
supervisor, teknisi, dan karyawan perakitan, hanya sebagian hasil studinya yang
mendukung teori Herzberg. Myers menemukan bahwa orang-orang yang mencari
kesempatan untuk berpresta si dan tanggung jawab, yaitu orang-orang yang dicirikan
sebagai "pencari pertumbuhan," memang sesuai dengan model Herzberg dalam arti
bahwa ang mereka menaruh perhatian akan faktor-faktor pemuas dan relatif kur
menaruh perhatian akan faktor-faktor lingkungan, yaitu faktor-faktor "pemelihara"
atau "iklim baik." Sebaliknya, orang lain yang disebutnya sebai "pencari
pemeliharaan" (maintenance seekers) sangat menaruh perhatian pada kondisi
pemeliharaan. Dengan kata lain, hal-hal yang memotivasi orang-orang terbukti
sebagian besar merupakan masalah kepribadian.

Lebih lanjut, Myers menemukan bahwa apabila pencari pertumbuhan


diperlukan seperti pencari pemeliharaan, maka mereka segera mengembangkan
karakteristik dan minat yang mencirikan kelompok pencari pemeliharaan. Dengan
kata lain, apabila pencari pertumbuhan tidak diberikan kesempatan untuk naik tingkat
dan berprestasi, maka mereka segera menjadi pencari pemeliharaan. Dengan
demikian, menurut Myers, efektivitas sistem motivasi bergantung pada kemampuan
para supervisor untuk (1) menyedia kan kondisi motivasi (melalui perencanaan dan
pengorganisasian kerja secara seksama) dan (2) memenuhi kebutuhan pemeliharaan
(melalui tindakan- tindakan seperti bersikap fair dan bersahabat serta menyebarkan
informasi secara memadai)

Perwujudan diri
Pekerjaan yang mendatang prestasi
(self actualization)
pertumbuhan dalam pekerjaan tanggung jawab
Penghargaan atau status
Peningkatan pengakuan

Afilasi atau akseptansi Hubungan antara pribadi kebijaksanaan dan


administrasi perusahaan kualitas survisi
Skuriti atau rasa aman Kualitas survisi kerja
jaminan kerja
Kebutuhan fisikologis Gaji
Kehidupan priibadi

5.1 TEORI MOTIVASI EKSPEKTANSI

Pendekatan lain untuk menjelaskan motivasi yang banyak dipercaya memiliki


potensi yang besar dalam pengertian dan praktek dapat disebut sebagai "teori
ekspektansi." Unsur yang esensial dari teori ini adalah bahwa orang- orang akan
termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka
yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut. Pada
dasarnya pendekatan ini merupakan pengungkapan dari hasil pengamatan Martin
Luther berabad-abad yang lalu ketika ia menyatakan bahwa "segala sesuatu yang
dilakukan dalam dunia ini dilandasi dengan harapan."

5.1.1 Teori valensi EKspetasi vroon

Dengan menyerang teori duafaktor dari Herzberg dan penelitian yang terlalu
bergantung pada isi dan konteks peranan kerja orang-orang yang diteliti, Vroom
menjanjikan pendekatan ekspektansi untuk memahami motivasi. Vroom
mengemukakan bahwa motivasi seseorang ke arah suatu tindakan pada suatu waktu
tertentu ditentukan oleh antisipasinya terhadap nilai dari hasil tindakan itu (baik
negatif maupun positif) yang digandakan pan orang yang bersangkutan bahwa hasil
tersebut akan mewujudkan tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain, Vroom
berargumentasi bahwa motivasi adalah hasil dari antisipasi keberhargaan suatu
tindakan bagi seseorang dan persepsi orang yang bersangkutan akan kemungkinan
keberhasilan pencapaian tujuannya.Dengan menggunakan istilah yang digunakannya
sendiri, maka teori Vroom dapat dinyatakan sebagai berikut:

Daya= valensi X ekspektansi

di mana daya adalah kekuatan motivasi seseorang, valensi adalah kekuatan


preferensi seseorang akan suatu hasil, dan ekspektansi adalah tingkat ke- mungkinan
bahwa tindakan tertentu akan mengarah pada hasil yang diinginkan

Seperti yang dapat dilihat dari model tersebut, suatu valensi nihil terjadi
apabila seseorang tidak perduli akan pencapaian tujuan tertentu, dan terdapat suatu
valensi negatif apabila orang yang bersangkutan lebih suka tidak mencapai tujuan itu.
Akibatnya, tentu saja, tidak ada motivasi. Demikian juga halnya, seseorang tidak akan
memiliki motivasi untuk mencapai suatu tujuan apabila ekspektansinya adalah nihil
atau negatif. Daya yang ditim bulkan untuk melakukan sesuatu akan bergantung pada
kedua hal tersebut: valensi dan ekspektansi. Selanjutnya, motif untuk melakukan
tindakan tertentu dapat ditentukan oleh keinginan untuk melakukan sesuatu yang lain
Sebagai contoh, seseorang boleh jadi berkeinginan untuk bekerja keras untuk
memperoleh hasil bagi suatu valensi dalam bentuk imbalan bayaran Atau seorang
manajer boleh jadi berkeinginan untuk bekerja keras dalam ngka mencapai tujuan
perusahaan dalam pemasaran atau produksi untuk mendapatkan "valensi" promosi
jabatan atau kenaikan gaji.

5.1.2 Teori Vroom dalam Praktek

Salah satu daya tarik teori Vroom yang besar adalah bahwa teori itu mengakui
pentingnya berbagai kebutuhan dari motivasi individual. Dengan demikian, teori ini
menghindari beberapa ciri dari pendekatan Maslow dan Herzberg yang cenderung
sangat disederhanakan. Teori Vroom karenanya tampak lebih realistis. Teori ini sesuai
dengan konsep keharmonisan tujuan yang diton jolkan dalam buku ini bahwa orang-
orang memiliki tujuan pribadi yang berbeda dengan tujuan organisasi yang keduanya
dapat diharmoniskan Lebih lanjut, teori Vroom benar-benar konsisten dengan
keseluruhan sistem MBO Kekuatan teori Broom juga merupakan kelemahannya.
Asumsinya bahwa orang-orang berbeda rasa nilainya pada waktu dan tempat yang
berbeda

tampaknya sangat akurat dengan kehidupan nyata. Asumsi itu juga konsisten
dengan ide bahwa pekerjaan manajer adalah merancang/mendisain suatu lingkungan
untuk berprestasi, dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang terdapat
dalam berbagai situasi. Sebaliknya, teori Vroom sukar untuk diteliti dan diterapkan
dalam praktek. Tetapi kelemah an ini, yang sebenarnya bukan kelemahan kecuali
dalam praktek, sebenarnya mengakui bahwa motivasi merupakan hal yang jauh lebih
rumit dari pada kesan yang timbul dari pendekatan Maslow dan Herzberg.

5.1.3 Model poter dan lawler

Dengan sangat mendasarkan pada teori ekspektansi, Model Porter Porter dan
Lawler telah menghasilkan model motivasi yang secara substansial lebih lengkap dan
telah menerapkan model itu dalam studi mereka yang terutama sekali ditujukan terdap
para manajer. Model tersebut dapat diikhtisarkan.

Seperti yang terlihat dalam model tersebut, "upaya" (kekuatan motivasi dan
energi yang ditimbulkannya) bergantung pada "nilai ganjaran" ditambah dengan
persepsi energi yang dipikirkan diperlukan dan kemungkinan perolehan ganjaran atau
imbalan secara aktual. "Persepsi upaya dan kemungkinan ganjaran" itu pada
gilirannya juga dipengaruhi oleh catatan "prestasi" aktual. Jelasnya, apabila orang
mengetahui bahwa mereka dapat melaksanakan suatu pekerjaan atau telah pernah
melakukannya, maka mereka memiliki apresiasi lebih baik tentang upaya yang
diperlukan dan tahu lebih baik tentang kemungkinan perolehan ganjaran. Prestasi
aktual dalam suatu pekerjaan (pelaksanaan tugas-tugas atau pencapaian tujuan)
terutama ditentukan oleh upaya yang dilakukan.

hal itu juga sangat dipengaruhi oleh "kemampuan" (pengetahuan dan


keterampilan) seseorang untuk melakukannya serta "persepsinya" tentang tugas
tersebut (kadar pemahaman atas tujuan, aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan, dan
unsur-unsur lainnya). Pada gilirannya "prestasi dipandang sebagai mengarah pada
"ganjaran intrinsik" (seperti kondisi kerja dan sta- tus). Hal-hal tersebut, seperti yang
dicirikan oleh persepsi seseorang sebagai "ganjaran yang layak" mengarah pada
"kepuasan." Tetapi, prestasi juga mempengaruhi persepsi atas ganjaran yang layak.
Sebagaimana diketahui, hal-hal yang dipandang orang sebagai imbalan yang layak
untuk usaha yang dilakukan akan mempengaruhi kepuasan yang diperoleh. Demikian
jug nya dengan nilai imbalan yang aktual akan dipengaruhi oleh kepuasan.

5.1.4 Implikasi dalam praktek

Model motivasi Porter dan Lawler, meskipun lebih rumit dibandingkan


dengan teori-teori motivasi lainnya, namun lebih tepat menggambarkan sistem
motivasi. Bagi para manajer praktisi, hal ini berarti bahwa motivasi bukan sekedar
persoalan sebab dan akibat. Ini juga berarti, bahwa para manajer perlu menilai
struktur imbalan yang dimiliki secara seksama dan melalui perencanaan yang baik,
yaitu MBO, serta definisi tugas dan tanggung jawab yang jelas dengan penstrukturan
organisasi yang baik, sistem upaya prestasi imbalan-kepuasan perlu dipadukan ke
dalam seluruh sistem pengelolaan.

6.1 TEORI MOTIVASI McCLELLAND

David C. McClelland dari Universitas Harvard telah memberi kontribusi bagi


pemahaman motivasi dengan mengidentifikasi tiga jenis kebutuhan dasar.McClelland
mengklasifikasi hal itu sebagai kebutuhan untuk berkuasa, kebutuhan untuk
berafiliasi, dan kebutuhan untuk berprestasi. Telah cukup banyak penelitian yang
dilakukan atas metode pengujian orang-orang dalam kaitannya dengan ketiga jenis
kebutuhan itu, dan McClelland beserta para pembantunya telah melakukan penelitian
secara substansial, khususnya tentang dorongan kebutuhan berprestasi. Hasil
penelitian atas kebutuhan berprestasi telah banyak bermanfaat dan sering digunakan
oleh para psikolog sebagai prototip tentang cara penelitian dan penemuan
pengetahuan dalam ilmu-ilmu perilaku.

Ketiga jenis dorongan itu kekuasaan (power), afiliasi, dan prestasi- sangat
relevan bagi manajemen karena ketiganya harus disadari eksistensi dan peranannya
dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi usaha Karena setiap organisasi
usaha dan setiap departemennya mewakili kelompok-kelompok orang yang bekerja
sama mencapai tujuan, maka kebutuhan untuk berprestasi merupakan hal yang sangat
penting.
6.1.1 Kebutuhan akan kekuasaan

McClelland dan para peneliti lainnya telah menemukan tuhan yang tinggi
untuk berkuasa menaruh perhatian besar untuk dapat mempengaruhi dan
mengendalikan. Orang-orang Kebutuhan akan Kekuasaan mukan bahwa orang-orang
yang memiliki kebu ha mencari posisi pimpinan; mereka penuh daya, keras kepala,
dan sangat menuntut; serta senang mengajar dan berbicara seperti ini pada di depan
umum.

6.1.2 Kebutuban Berafiliasi

Orang-orang yang memiliki kebuutuhan yang tinggi untuk berafiliasi biasanya


memperoleh kesenangan dari kasih sayang dan cenderung menghindari kekecewaan
karena ditolak oleh suatu kelompok sosial. Secara individual, mereka cenderung
berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan, rasabintim dan pengertian,
siap untuk menghibur dan membantu orang lain yang berada dalam kesusahan,serta
menyukai interaksi bersahabat dengan orang lain.

6.1.3 Kebutuhan berprestasi

Orang-orang dengan kebutuhan yang tinggi untuk berprestasi memiliki


keinginan besar untuk berhasil dan juga memiliki rasa khawatir akan kegagalan.
Mereka ingin ditantang, menetapkan tujuan yang cukup sulit (tetapi masih mungkin
dicapai) bagi diri mereka sendiri, melakukan pendekatan yang realistis terhadap risiko
(mereka kemungkinan besar bukanlah orang yang menyukai pendekatan coba dan
ralat, tetapi menganalisis dan menilai masalah), lebih suka memikul tanggung jawab
pribadi untuk menyelesaikan pekerjaan, menyukai umpan balik yang speksifik dan
segera atas prestasi mereka, cenderung gelisah, suka bekerja hingga larut malam,
sama sekali tidak khawatir gagal apabila hal itu memang terjadi, dan cenderung untuk
menlaku Kebutuhan kan semuanya seorang diri.

6.1.4 Penerapan pendekatan mcclelland

Dalam penelitian yang dilakukan oleh McClelland dan Pendekatan yang lain,
para wiraswasta memperlihatkan kebutuhan McClelland yang tinggi untuk berprestasi
dan dorongan kebutuhan yang cukup tinggi untuk berkuasa, tetapi rendah dalam
berafiliasi. Para manajer umumnya memperlihatkan keinginan dan dorongan yang
tinggi untuk berprestasi serta kekuasaan dan rendah dalam afiliasi, Penerapan tetapi
tidak setinggi atau serendah wiraswastawan.

McClelland menemukan pola-pola motivasi berprestasi dengan jelas pada


perusahaan-perusahaan kecil, yang direkturnya pada umumnya memiliki motivasi
yang sangat tinggi untuk berprestasi. Cukup menarik hasil penemuan McClelland
bahwa dalam perusahaan-perusahaan besar para ekse- kutif kepala hanya memiliki
motivasi berprestasi sedang-sedang saja dan sering lebih kuat dalam dorongan
kebutuhan berkuasa dan afiliasi. Para manajer pada tingkat madya dalam perusahaan
seperti itu memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
direktur mereka. Keadaan ini barangkali dapat dimengerti karena para eksekutif
kepala telah "mapan", dan mereka yang masih berada di bawahnya sedang berusaha
keras untuk meningkat.

Pertanyaan yang sering timbul adalah berkenaan dengan apakah seluruh


manajer harus memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi. Pada dasar nya telah
terbukti bahwa orang-orang yang tinggi motivasinya untuk berprestasi. cenderung
lebih cepat meningkat dengan mereka yang tidak. Tetapi, karena tugas mengelola
masih memerlukan banyak karakteristik lainnya di samping dorongan berprestasi,
setiap perusahaan seyogyanya memiliki banyak manajer yang, meskipun memiliki
motivasi yang cukup kuat untuk berprestasi, juga memiliki kebutuhan yang tinggi
untuk berafiliasi. Kebutuhan afiliasi ini penting artinya untuk bekerja sama dengan
orang-orang dan untuk mengkoordinasi upaya orang-orang yang bekerja dalam
kelompok-kelompok.

6.1.5 Motivasi berprestasi dapat diajarkan

Salah satu hasil penemuan McClelland yang menarik adalah bahwa dorongan
berprestasi bahkan dapat diajarkan kepada orang-orang dari kebudayaan yang
berbeda-beda. Melalui percobaan dengan orang-orang yang berasal dari Amerika
Serikat, Italia, Polandia, dan India, McClelland menemukan bahwa dalam semua
kasus, program-program pelatihan (training) berhasil meningkatkan kebutuhan orang
untuk berprestasi. Program-program tersebut menekankan prestise, kepraktisan
menimbulkan perubahan, pengajaran pola bahasa dan pemikiran orang-orang yang
bermotivasi tinggi untuk berprestasi, dukungan emosional dari peserta pelatihan
(terMotivasi Berprestasi Dapat Diajarkan utama melalui pertukaran pengalaman), dan
penyampaian bukti-bukti penelitian tentang dorongan untuk berprestasi.

7.1 HASIL IDENTIFIKASI PATTON TENTANG MOTIVATOR MANAJEMEN

Penelitian tentang motivasi pada umumnya dilakukan terhadap orang-orang


yang berada dalam peringkat bukan pimpinan, meskipun sebagian, seperti halnya
Porter dan Lawler dan McClelland, telah meliputkan para profesional dan manajer.
Meskipun hanya terdapat sedikit keraguan bahwa motivasi berlaku bagi semua jenis
orang pada seluruh tingkat, para peneliti yang lebih belakangan telah memperjelas
bahwa masalah motivasi makin diperumit dengan adanya fakta bahwa hal-hal yang
memotivasi berbeda-beda me nurut orang dan situasi.

Arch Patton, salah seorang ahli terkenal dalam bidang motivasi dan ang terbukti
sangat penting bagi para eksekutif. Motivator-motivator itu adalah kompensasi eksekutif,
telah 1. mengidentifikasi motivator-motivator itu sebagai berikut :

1. Tantangan dalam Pekerjaan Orang-orang harus mengetahui tujuan dan cakupan


tanggung jawab pekerjaan, wewenang, dan hal-hal yang diha- rapkan dari mereka,
dan mereka harus memiliki keyakinan atas nilai dari hal-hal yang dilakukan.
2. Status Meskipun telah diakui selama berabad-abad oleh pihak agama, militer, dan
pemerintah, baru tahun-tahun belakangan inilah dunia industri menyadari bahwa
status merupakan motivator; hal ini mencakup jabatan, promosi, dan simbol-simbol
seperti ukuran kantor, sekretaris "eksekutif," mobil perusahaan, dan keanggotaan
klub.
3. Dorongan mencapai kepemimpinan. Meskipun adakalanya sukar membedakan hal
ini dengan keinginan berkuasa, hal ini benar-benar merupakan keinginan untuk
menjadi pemimpin di antara rekan sekerja.
4. Dorongan bersaing.Dorongan ini merupakan faktor motivasi yang terdapat dalam
banyak aspek kehidupan.
5. Rasa takut Hal ini timbul dalam banyak bentuk, termasuk rasa takut membuat
kesalahan, kehilangan pekerjaan, atau berkurangnya bonus.
6. Uang Meskipun ditempatkan pada urutan terakhir, uang sama sekali bukanlah
motivator yang tidak efektif; seringkali hal ini lebih dari sekedar uang, yang
umumnya mencerminkan motivator lainnya.
Seperti diketahui, motivator-motivator pokok tersebut, meskipun sederhana dan
praktis, tidak berbeda secara substansial dengan hal-hal yang umumnya dapat timbul dari
pembicaraan tentang teori dan penelitian moti vasi sebelumnya. Di sini uang ditempatkan
dalam perspektif yang lebih tepat lebih dari sekedar faktor "pemeliharaan" seperti yang
dikemukakan oleh Herzberg.

7.1 TEKNIK-TEKNIK KHUSUS MOTIVASI

Setelah mengkaji semua teori motivasi, persoalannya sekarang adalah apa


artinya keseluruhan hal itu bagi para manajer. Apa saja teknik dan sarana motivasi
utama yang dapat digunakan para manajer. Seperti yang telah di jelaskan, meskipun
motivasi sangat rumit dan bersifat individual sehingga tidak akan ada jawaban yang
paling baik, beberapa teknik motivasi yang menonjol dapat diidentifikasi.

7.1.1 Uang

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam perbincangan tentang wortel


dan cemeti, sebagaimana juga telah ditekankan oleh Patton, uang tidak akan pernah dapat
diabaikan sebagai motivator. Apakah hal itu dalam bentuk upah, kerja borongan atau
bayaran insentif lainnya, bonus, pilihan saham, tunjangan asuransi perusahaan, atau an
prestasi, uang merupakan hal yang penting. Dan, seperti yang dikemukakan pattona, uang
bukan sekedar uang, dalam arti uang juga merupakan pencerminan motivator lainnya.

Para ekonom dan umumnya manajer cenderung meletakkan uang pada tempat
yang tinggi dalam skala motivator, meskipun para ilmuwan perilaku cenderung
meletakkannya pada tempat yang rendah. Kemungkinan besar tidak satupun dari kedua
pandangan itu yang benar. Tetapi apabila uang merupakan salah satu jenis motivator-
sebagaimana seharusnya, para mana- jer seyogyanya perlu mengingat beberapa hal.

Pertama, uang tampaknya paling penting bagi orang-orang yang berusia lebih
muda dan sedang membina kehidupan keluarga dibandingkan dengan orang-orang yang
telah "mapan" dalam arti bahwa kebutuhan mereka akan uang tidak sebegitu mendesak.
Uang merupakan sarana penting untuk mencapai standar kehidupan yang "minimum",
meskipun minimum ini cenderung beranjak ke atas pada saat orang-orang menjadi lebih
makmur. Sebagai contoh, seseorang yang suatu ketika pernah merasa puas dengan
memiliki rumah kecil dan mobil sederhana boleh jadi sekarang hanya akankepuasan yang
sama dengan adanya rumah besar yang menyenangkan dan mobil yang cukup mewah.
Dan kita bahkan tidak dapat menggenerali sasinya sedemikian itu. Bagi sebagian orang
uang akan selamanya merupakan hal yang paling penting, sedangkan bagi yang lain tidak
demikian halnya.

Kedua, kemungkinan ada benarnya, seperti telah dikemukakan Gellerman, bahwa


dalam semua jenis usaha umumnya, kenyataannya uang digunakan sebagai alat agar
perusahaan tetap memiliki pegawai yang cukup dar tidak semata-mata digunakan sebagai
motivator. Hal ini dapat dilihat dalam praktek untuk membuat tingkat upah dan gaji tetap
kompetitif di kalangan perusahaan sehingga dapat menarik dan mempertahankan
pegawai.

Faktor ketiga yang perlu diingat adalah bahwa uang sebagai motivator cenderung
menurun keampuhannya oleh praktek dalam perusahaan yang berusaha untuk
menyamaratakan gaji para manajer. Dengan kata lain, kita sering berusaha agar orang-
orang yang berada pada tingkat yang setara memperoleh kompensasi yang sama, atau
kurang lebih sama. Hal ini dapat dimengerti karena orang-orang biasanya menilai
kompensasi yang diterima dalam kaitannya dengan hal-hal yang dierima rek segera dapat
dilihat, praktek-praktek seperti ini menjadikan uang, dengan menggunakan istilah
Herzberg, sebagai faktor iklim yang baik atau pemeliharaan dan bukan sebagai sumber
motivasi.

Ditinjau dari sudut teori ekuitas dalam penggajian, maka timbul pertimbangan
keempat. Apabila uang dinginkan berfungsi sebagai motivator yang efektif, pada tingkat
yang sama, harus diberikan gaji dan bonus yang mencerminkan prestasi mereka secara
individual. Barangkali kita terikat dengan prak pemberian upah dan gaji setara. Tetapi,
perusahaan yang dikelola dengan baik tidak perlu terikat dengan praktek seperti itu dalam
kaitannya dengan pemberian bonus. Nyatanya, akan tampak jelas bahwa, kecuali apabila
bonus bagi para manajer sebagian besar tidak didasarkan pada prestasi individual, suatu
perusahaan tidak akan dapat menimbulkan motivasidari para manajernya. Hal ini jelas
sekali merupakan suatu cara untuk memastikan bahwa uang memiliki arti sebagai
imbalan atas penyeleseian pekerjaan dan sebagai cara memberikan kepuasan prestuse
kepada orang-orang.

Di samping itu, umumnya juga benar, seperti yang dikemukakan Gellerman,


bahwa uang hanya dapat memotivasi apabila prospek bayarannya besar dibandingkan
dengan penghasilan seseorang. Masalahnya dengan kenaikan upah dan gaji umumnya,
dan bahkan dengan bonus, adalah bahwa pembayaran tersebut tidak pernah cukup besar
untuk dapat memotivasi si penerima. Pembayaran upah/bonus mungkin dapat mencegah
timbulnya ketidakpuasan atau niat untuk mencari pekerjaan lain, tetapi apabila hal itu
tidak "dirasa" cukup besar dan apabila tidak ada kaitannya dengan prestasi kerja, maka
sukar diharapkan untuk dapat menjadi motivator yang kuat.

7.1.2 Penguatan positif

Penerapan teori motivasi yang menarik adalah teknik yang telah diterapkan secara
berhasil oleh B. F. Skinner seorang psikolog Harvard. Pendekatan yang sering diacu sebagai
"penguatan positif' (positive reinforcement) atau "modifikasi perilaku," beranggapan bahwa
orang-orang dapat dimotivasi melalui penciptaan lingkungan kerja mereka dengan baik dan
dengan memuji prestasi yang baik serta menghukum prestasi menghukum prestasi yang jelek
yang menimbulkan hasil negatif.

Anda mungkin juga menyukai