Anda di halaman 1dari 5

Praktik Dukun Bayi (Paraji) Suku Baduy dan Pengaruhnya Terhadap AKI

NAMA : Qiromin Mila Ismiani


NIM : 180612637055
E-mail : qirominmilaismianii@gmail.com
TUGAS : 1 (Pertama)
MATA KULIAH : Sosio-Antropologi Kesehatan
DOSEN PENGAMPU : Suci Puspita Ratih
DEADLINE : 22 Februari 2019

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis saya yang berjudul: Praktik Dukun
Bayi (Paraji) Suku Baduy dan Pegaruhnya Terhadap AKI)adalah hasil pemikiran dan tulisan
saya sendiri. Apabila ditemukan tindakan plagiarisme pada karya tulis ini, saya bersedia
menerima sanksi berupa pengurangan dan/atau penahanan nilai”

Qiromin Mila Ismiani 20 Februari 2019


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... i


1.0 Pendahuluan ................................................................................................................. 1
2.0 [Budaya Paraji pada Masyarakat Baduy]/[Kondisi social masyarakat Baduy] .............. 1
3.0 Kondisi Kesehatan di Suku Baduy Dalam ...................................................................... 2
4.0 Pembahasan .................................................................................................................. 2
5.0 Kesimpulan .................................................................................................................... 2
6.0 Daftar Pustaka ............................................................................................................... 3

i
1.0 Pendahuluan

Suku Baduy merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia tepatnya berada di
Provinsi Banten. Suku ini dibagi dalam dua kelompok yaitu suku Baduy Dalam dan Suku
Baduy Luar, perbedaan dari suku Baduy Dalam dan luar ini terletak pada tingkat
keketatannya adat yang dianut dan diterapkan sehari hari. Suku Baduy Dalam lebih
menutup diri dari kehidupan luar dengan menentang adanya teknologi, menggunakan
upacara adat dan selalu percaya terhadap dukun bayi (paraji) sebelum melakukan apapun
pada masa kehamilan dan kelahiran. Dalam praktiknya dukun bayi (paraji) masih
menggunakan alat alat yang tidak terjamin kebersihannya sehingga menimbulkan masalah
pada kesehatan dan meningkatkan Angka Kematian Ibu.

2.0 [Budaya Paraji pada Masyarakat Baduy]/[Kondisi social masyarakat Baduy]

Suku Baduy terbagi menjadi dua suku yaitu suku Baduy Luar dan suku Baduy Dalam,
Suku Baduy Luar menganut sistem nasional yang mengikuti sistem pemerintahan Nasional
Republik Indonesia sehingga dalam kesehariannya mereka lebih modern yang sudah tidak
terlalu terikat pada peraturan adat seperti prosesi melahirkan sudah ke bidan dan ika
gawat mereka akan pergi ke rumahsakit, menggunakan peralatan memasak dan
kehidupan sehari hari selayaknya masyarakat biasa, amun suku Baduy Luar masih
melakukan beberapa upacara adat, suku ini dipimpin oleh seprang kepala desa yang
disebut Jaro Pamerentah yang dipilih oleh masyarakat dan disetujui oleh puun sedangkan
suku Baduy Dalam dipimpin oleh pemangku adat atau biasa disebut puun itu sendiri,
didalam satu suku Baduy terdapat tiga puun yang memiliki tugas dan wewenang yang
berbeda satu sama lain. (Zid dkk., t.t.)
Suku Baduy Dalam sangat menganut tradisi adat istiadat sejak zaman nenek
moyangnnya, hal ini membuat suku Baduy seakan menutup diri dari luar dari
perkembangan zaman apapun. Oleh karena itu masyarakat suku Baduy Dalam selalu
menaati adat seperti tidak boleh menikah dengan orang luar suku mereka, melakukan
upacara adat dan juga melahirkan kepada dukun bayi (paraji).

1
3.0 Kondisi Kesehatan di Suku Baduy Dalam

AKI di Banten berada pada urutan ke 11 (“infodatin-ibu.pdf,” t.t.). Sebelumnya


dikarenakan tidak boleh adanya interaksi yang lama dengan orang luar dan tidak boleh
mencari data seperti mengukur, menimbang dan menganalisis penyakit masyarakat Baduy
Dalam sehingga tidak ada data tentang kesehatan Suku Baduy Dalam, namun jika dilihat
dari segi kebiasaan, prilaku, dan budaya yang dianut dapat disimpulkan bahwa Status
Kesehatan suku Baduy masih tergolong rendah dikarenakan suku ini melarang
masyarakatnya pergi ke dokter ataupun bidan, Hal tersebut menyebabka angka kematian
yang tiggi dari masyarakatnya terutama angka kematian ibu, pada prosesi persalinan suku
Baduy masih menggunakan dukun beranak atau dukun bayi yang biasa disebut dengan
Paraji. Didalam suku Baduy juga melaksanakan tradisi Kendit atau yang biasa disebut
tingkeban di Jawa. (Ipa, Prasetyo, & Kasnodihardjo, 2016)

4.0 Pembahasan
Perilaku kesehatan yang tidak aman di daerah tinggi AKI dipengaruhi oleh masih kuatnya
dukungan lingkungan. (Widodo, Amanah, Pandjaitan, & Susanto, 2017) Masyarakat Baduy
Dalam yang memang membuat aturan adat bahwa seorang ibu harus melahirkan dengan
bantuan dukun bayi (paraji), tetapi paraji ini bertugas saat seorang sedang hamil (sebelum
melahirkan) dan datang pada saat seorang ibu melahirkan sehingga pada saat melahirkan
hanya didampingi oleh ambu (ibu) atau saudara perempuan yang melahirkan. Paraji ini
masih menggunakan alat tradisional yaitu hinis (bambu) yang digunakan untuk memotong
ari ari anak yang lahir yang masih terhubung dengan ibunya sehingga memungkinkan
banyak bakteri yang masuk dan menyebar, pada saat menunggu kedatangan paraji
seorang ibu tidak boleh didampingi siapapun serta tidak diperbolehkan melakukan
kegiatan apapun termasuk makan dan minum. (Ipa dkk., 2016) Selain Angka Kematian
yang tinggi status gizi suku Baduy Dalam masih tergolong buruk dilihat dari orang tua dan
anak anak suku ini memiliki bentuk tubuh yang relatif pendek. (Anwar & Riyadi, 2009)

5.0 Kesimpulan
Suku Baduy adalah salah satu suku yang berada di Indonesia, suku ini terbagi menjadi dua
yaitu suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar. Suku Baduy Luar sudah tidak terpengaruh
dengan adat tradisi dan mereka sudah modern sedangkan suku Baduy Dalam sangat
kental menjalankan tradisi dengan berbagai aturan yang sangat mengikat. AKI di suku

2
Baduy Dalam dikatakan tinggi karena didalam praktiknya suku ini mengharuskan seorang
ibu pada saat hamil diurus oleh dukun bayi (paraji), seorang ibu harus melakukan prosesi
yang diperintahkan oleh paraji serta pada saat setelah melahirkan terdapat aturan bahwa
ibu tidak boleh melakukan kegiatan apapun seperti membersihkan diri dan alat vital
sebelum paraji datang, tidak boleh makan dan minum, dan saat paraji datang dilakukan
kegiatan pemotongan ari ari menggunkan hinis yang terbuat dari bambu. Oleh karena itu
bakteri akan mudah menyebar melalui bambu yang digunakan dan jika jarak paraji dan
ibu yang melahirkan terlampau jauh ibu akan semakin merasa kehilangan daya (energi).

6.0 Daftar Pustaka


Anwar, F., & Riyadi, H. (2009). STATUS GIZI DAN STATUS KESEHATAN SUKU

BADUY. Jurnal Gizi dan Pangan, 4(2), 72.

https://doi.org/10.25182/jgp.2009.4.2.72-82

infodatin-ibu.pdf. (t.t.).

Ipa, M., Prasetyo, D. A., & Kasnodihardjo, K. (2016). PRAKTIK BUDAYA

PERAWATAN DALAM KEHAMILAN PERSALINAN DAN NIFAS PADA

ETNIK BADUY DALAM. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 7(1).

https://doi.org/10.22435/kespro.v7i1.5097.25-36

Widodo, Y., Amanah, S., Pandjaitan, N. K., & Susanto, D. (2017). PENGARUH

FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA TERHADAP PERILAKU

PERSALINAN DI PERDESAAN DAERAH ANGKA KEMATIAN IBU

RENDAH DAN TINGGI. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 12.

Zid, M., Hardi, O. S., Falah, H., Puspa, A. P., Afnia, A. N., Sari, L., … Ramadhaniyah,

N. A. (t.t.). INTERAKSI DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT

BADUY DI ERA MODERN, 11.

Anda mungkin juga menyukai