Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

DASAR KESEHATAN REPRODUKSI DAN KIA

“ BUDAYA JAWA DALAM MELAKUKAN PERAWATAN


IBU NIFAS ”

DISUSUN OLEH :
NAMA : NANDA AULIA HASSANAH
NIM : 2121028
KELAS : PSKM 1 B

DOSEN PENGAJAR : SRI MELDA BR.BANGUN SKM.M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PRODI S1 KESMAS 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “ Budaya Jawa Dalam
Melakukan Perawatan Ibu Nifas ” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi nilai tugas dalam mata kuliah Dsar Kesehatan Reproduksi dan
KIA. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman maka kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempuraan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna
bagi para pembaca.

Lubuk Pakam, 26 Februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................................4
1.2 Permasalahan............................................................................................................................5
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Masa Nifas.............................................................................................................6
2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas.....................................................................................................7
2.4 Tahapan Masa Nifas................................................................................................................7
2.5 Kebutuhan Dasar Selama Pemulihan Masa Nifas................................................................8
2.6 Perawatan Masa Nifas yang Perlu di Perhatikan.................................................................9
2.7 Pengertian Budaya.................................................................................................................15
2.8 Budaya Jawa.........................................................................................................................16
2.9 Perawatan Ibu Nifas Berdasarkan Aspek Budaya...............................................................17
2.10 Pantangan-pantangan Selama Masa Nifas........................................................................21
2.12 Kebiasaan – Kebiasaan Ibu Nifas.......................................................................................23
2.13 Perawatan Jalan Lahir.........................................................................................................26
BAB III...............................................................................................................................................27
PENUTUP..........................................................................................................................................27
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................................27
3.2 Saran.........................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta


keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula. Perawatan ibu nifas yang dilakukan budaya Jawa secara turun
temurun memiliki dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan
ibu dan anak. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk diketahui oleh
tenaga kesehatan agar lebih mudah melakukan pendekatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
fenomenologi yang bertujuan untuk mengidentifikasi budaya Jawa dalam
melakukan perawatan ibu nifas. Informan penelitian ini berjumlah dua
orang dengan kriteria ibu nifas yang bersuku Jawa dan bersedia
diwawancarai. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam
dengan menggunkan alat tulis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan melakukan
pantangan makan tertentu dan pantangan aktifitas tertentu, melakukan
kebiasaan minum air wejahan, wuwungan, memakai pilis, tapelan dan
kusuk. Perawatan khusus jalan lahir dilakukan dengan senden, penguapan
dan penggunaan batu atau batu hangat. Informan merawat payudara
dengan cara memijat dan membersihkan puting susu sebelum menyusui.
Seluruh informan tidak pernah melakukan hubungan seksual selama nifas
dan dalam penelitian ini informan memakai alat kontrasepsi beberapa
bulan setelah selesai masa nifas.
Kesimpulan penelitian ini adalah dampak positif perawatan masa nifas
perspektif budaya jawa yaitu minum air wejahan yang berguna untuk
meningkatkan nafsu makan, kusuk yaitu dapat mengurangi ketegangan
otot – otot dan perawatan payudara yaitu memperlancar keluarnya air susu
ibu serta larangan melakukan hubungan seksual selama masa nifas dapat
mencegah terjadinya perdarahan dan infeksi. Adapun perawatan yang lain
berupa pantangan makan, pantangan aktifitas, wuwungan, pilisan, tapelan,
senden serta dampak negatif terhadap kesehatan ibu dan bayinya. Oleh
karena itu diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan
komunikasi informasi edukasi tentang perawatan – perawatan yang
mendukung untuk kesehatan ibu dan bayinya baik selama hamil, bersalin
maupun nifas.

1.2 Permasalahan
Kentalnya budaya masyarakat pantang makan dan aktifitas tertentu
pada ibu nifas di Indonesia dapat berdampak negatif pada kesehatan ibu

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan kepercayaan masyarakat jawa mengenai
kesehatan reproduksi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta


keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Sulistyawati, 2009).
Menurut Suherni, dkk (2009) masa nifas disebut juga masa postpartum
atau puerperium yaitu masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar dan lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,
yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Sebenarnaya
sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan
pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup
kemungkinan akan terjadi keadaan patologis.
Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan
untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan
dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika
ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab
kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat
jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa
ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada
kesejahteraan bayi yang dilahirkanya karena bayi tersebut tidak akan
mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya.
Setelah berhasil melewati masa kehamilan dan persalinan secara aman,
kaum wanita tetap berada dalam resiko dan bahkan berada dalam resiko
tertinggi kematian yang disebabkan oleh kesakitan paska persalinan, yakni
terjadinya perdarahan. Penanganan kesakitan ini cukup problematis karena
pada masa ini kaum wanita kecil kemungkinannya untuk tetap
berhubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Sehingga perawatan
lebih lanjut sesudah melahirkan atau dalam masa nifas sangat dibutuhkan
bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum
melahirkan. Disamping itu peran gizi sebagai penyebab atau faktor yang
memperburuk situasi komplikasi persalinan perlu mendapat perhatian.
Karena status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga dari empat
penyebab utama kematian ibu (Wulyanto dan Winaryati, 2007).
Paska persalinan perlu mendapat perhatian yang serius bagi seorang
ibu. Dalam masa ini ibu nifas harus selalu memperhatikan fisiknya
menyangkut konsumsi makanan dan aktifitasnya. Untuk itu ibu nifas
masih perlu periksa kepada dokter atau bidan. Dalam hal paska persalinan
ini, ibu nifas kurang begitu perhatian. Banyak hal dilakukan ibu nifas
berkenaan dengan pantangan, karena budaya yang berlaku dimasyarakat
begitu kental.

2.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi; pencegahan, diagnosa
dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu; merujuk ibu ke asuhan tenaga
ahli bilamana perlu; mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta
memungkinkan ibu untuk dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus;
imunisasi ibu terhadap tetanus; mendorong pelaksanaan metode yang sehat
tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubunga
yang baik antara ibu dan anak (Sulistyawati, 2009).

2.4 Tahapan Masa Nifas


Masa nifas dapat dibagi kedalam 3 periode yaitu pertama : puerperium
dini berupa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan
- jalan. Kedua : puerperium intermedial berupa kepulihan menyeluruh alat
-alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu. Dan ketiga : remote
puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
2.5 Kebutuhan Dasar Selama Pemulihan Masa Nifas
Ada beberapa kebutuhan dasar ibu dalam masa nifas yaitu:
a. Gizi : Ibu nifas dianjurkan untuk makan dengan diet berimbang,
cukup, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
mengkonsumsi makanan tambahan. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter
di dapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada kuah
sayur, buah dan makanan yang lain, mengkonsumsi tablet besi 1
tablet tiap hari selama 40 hari, mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu.
Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat
meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan
meningkatkan kelangsungan hidup anak.

b. Kebersihan Diri : Menjaga kebersihan seluruh tubuh selama masa


nifas dapat mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi. Karena kulit
ibu yang kotor disebabkan keringat atau debu yang bersentuhan
langsung dengan kulit bayi dapat menimbulkan alergi pada bayinya
(Sulistyawati, 2009). Pada masa nifas, seorang ibu sangat rentan
terhadap infeksi. Oleh karena itu, pakaian, tempat tidur dan
lingkungan sangat penting untuk dijaga (Saleha, 2009). Ibu nifas
dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, dan juga
dianjurkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air,
mengganti pembalut setiap kali mandi, minimal setelah buang air.
Menjaga kebersihan vagina harus jadi perhatian utama, karena vulva
yang dibersihkan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Vulva (bibir kemaluan) harus selalu dibersihkan dari depan ke
belakang. Apabila terjadi pembengkakan dapat dikompres dengan es
dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk
berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan. Dianjurkan
ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh
kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi atau
laserasi. Pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap di jaga agar
tetap bersih dan kering, tiap hari di ganti balutan (Handayani, 2003).

c. Istirahat dan tidur : Pada umumnya orang menjadi cepat marah,


kesal, dan merasa tidak dapat menghadapi hidup ketika mereka
kelelahan. Kebanyakan wanita yang baru melahirkan akan sangat
lelah selama berminggu-minggu dan bulan-bulan pertama, bahkan
kadang-kadang tahun-tahun pertama dari kehidupan bayinya (Nolan,
2004). Ibu nifas dianjurkan istirahat cukup untuk mengurangi
kelelahan, tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur, kembali ke
kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan
rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada
siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu
nifas dapat mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi, yang
akhirnya bisa menyebabkan perdarahan, serta depresi.

d. Eliminasi : Dalam 6 jam ibu nifas sudah bisa buang air kecil (BAK)
secara spontan. urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi
dalam waktu 12- 36 jam setelah melahirkan, ureter yang berdilatasi
akan kembali normal dalam waktu 6 minggu. Selama 48 jam
pertama nifas (puerperium), terjadi kenaikan dueresis sebagai
berikut : pengurasan volume darah ibu, autolisis serabut otot uterus.
Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena
edema persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perenium
yang sangat sakit, bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat
laksantia, ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam
regulasi BAB, asupan cairan yang adekaut dan diet tinggi serat
sangat dianjurkan (Suherni dkk, 2009).

2.6 Perawatan Masa Nifas yang Perlu di Perhatikan


a. Perawatan Perineum
Perawatan khusus untuk perineum dianjurkan, khususnya bagi ibu nifas
yang mendapat jahitan untuk menutup episiotomi atau robekan, atau jika
perineum sangat lecet atau bengkak. Tujuan dasar dari perawatan
perineum adalah untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan,
dan mencegah infeksi. Jahitan akan hilang dalam waktu dua sampai empat
minggu dan jaringan biasanya pulih dalam waktu empat sampai enam
minggu, meskipun ibu akan merasa kurang nyaman untuk beberapa waktu.
Ketidaknyamanan selama berhubungan seksual dapat berlangsung selama
beberapa bulan. Adapun cara untuk merawat perineum yang bertujuan
untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi resiko infeksi, yaitu :
1. Kompres es pada perineum segera sesudah melahirkan untuk
mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Gunakan kompres es
secara berkala selama beberapa hari. Dapat juga meletakkan es yang
dihancurkan atau kain pembasuh basah yang dibekukan dalam
kantung yang bersleting dan membungkusnya dengan beberapa
lembar pembalut perineum. Atau dapat membasahi pembalut yang
bersih dengan witchhazel beku memberikan peredaan nyeri pada
daerah robekan, daerah episiotomi dan wasir.
2. Senam kontraksi dasar panggul yang dilakukan cukup sering (kegel)
akan dapat membantu proses penyembuhan luka perineum. Juga
membantu mengembalikan kekuatan dan tonus otot pada dasar
panggul. Dapat mulai melakukan Kegel segera sesudah melahirkan.
Kekuatan dasar panggul biasanya akan membaik berangsur-angsur.
3. Sehabis berkemih, bersihkan diri dengan menyiramkan air hangat ke
daerah perineum dari depan ke arah anus. Selalu usap atau keringkan
dari depan ke belakang untuk mecegah infeksi perineum akibat
organisme di daerah anus.
4. Basuh rendam dapat membantu mengurangi nyeri perineum.
Duduklah dalam baskom bersih berisi air hangat selama sepuluh
sampai dua puluh menit. Berbaringlah selama lima belas menit atau
lebih untuk mengurangi pembengkakan perineum yang disebabkan
oleh air hangat. Jika menginginkan, gunakan air dingin untuk basuh
rendam. Air dingin ini menyejukan dan tidak memperbesar
pembengkakan.
5. Saat duduk dapat diberi bantal dan plastik berbentuk donat untuk
tempat duduk. Bentuk donat mengangkat perineum dari permukaan
tempat duduk. Dengan menggulung handuk mandi yang panjang dan
membentuk koil gulung dalam bentuk sepatu kuda. Duduklah
dengan bokong didukung handuk. Duduk pada bantal yang
dirancang untuk menyusui atau menopang bayi juga membantu
meningkatkan kenyamanan. Duduk kadang-kadang menimbulkan
rasa sakit jika ada jahitan. Meskipun mengherankan, beberapa
wanita merasa lebih nyaman jika duduk dipermukaan yang lembut
keras ketimbang duduk di permukaan yang lembut atau bantal donat
(keduanya cenderung membuat tepi irisan terbuka). Jika memilih
duduk di permukaan yang keras, duduklah pada satu sisi bokong
terlebih dahulu; kemudian dengan kedua sisi. Cara ini membantu
menekan luka irisan dan tidak begitu sakit. Cobalah permukaan
keras maupun lembut dan gunakan pilihan yang terasa lebih nyaman
(Peni dkk, 2007).
b. Perawatan Payudara
Selama masa nifas payudara perlu diinspeksi dan dipalpasi dua kali
sehari untuk mengetahui apakah payudara terasa bengkak, pegal atau
sakit. Hal ini dilakukan untuk segera mengetahui jika terjadi sesuatu
yang tidak lazim yang dapat mengambat proses menyusui maka segara
bisa diatasi (Farrer, H, 2001).
Menurut pakar ASI Dr. Utami Roesli Sp.A. dalam seminar ASI
mengungkapkan bahwa sesungguhnya bukan menyusui yang mengubah
bentuk payudara, tapi proses kehamilanlah yang menyebabkan
perubahan itu. Namun bukan berarti tidak ada cara membuat payudara
tetap terlihat indah dan kencang. Apalagi pada ibu paska melahirkan
dan saat menyusui. Selain terlihat indah, perawatan payudara yang
dilakukan secara teratur dan benar akan memudahkan bayi
mengkonsumsi ASI dan mengurangi luka saat menyusui. Perawatan
payudara merupakan suatu tindakan yang mudah dilaksanakan, baik
oleh ibu sendiri maupun dibantu orang lain yang dilaksanakan mulai
hari pertama atau kedua setelah melahirkan. Perawatan payudara
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah
tersumbatnya aliran susu sehingga mempelancar pengeluaran ASI, serta
menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan menyusui, selain
itu juga menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah terkena infeksi.
c. Mobilisasi
Menurut Saleha (2009) Ibu nifas yang tidak memiliki penyulit atau
komplikasi diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 – 48 jam
setelah bersalin (early ambulation). Umumnya wanita sangat lelah
setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, oleh
karena itu ibu harus cukup istirahat, dimana ia harus tidur terlentang
selama delapan jam paska persalinan untuk mencegah perdarahan paska
persalinan. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua ibu
dapat duduk, hari ketiga ibu dapat jalan-jalan dan hari keempat atau
kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung
pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka
(Saefuddin dkk, 2002).
a. Diet/ Makanan
Masalah diet perlu mendapat perhatian pada masa nifas untuk dapat
meningkatkan kesehatan dan pemberian ASI. Makanan selama
menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang
baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu yang menyusui perlu
mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan
gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk
memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Dalam sehari ibu
menyusui memerlukan 2700 - 2900 kalori dalam bentuk asupan
makanannya. Ibu menyusui membutuhkan tambahan protein sebanyak
20 - 25%, kalsium sampai 45%, zat besi sebanyak 4%. Ibu menyusui
membutuhkan gizi seimbang untuk kesehatan ibu dan peningkatan
kualitas dan kuantiats ASI (Kasdu, 2004). Makanan yang diberikan
harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung cukup
protein, banyak cairan, serta banyak mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran (Winkjosastro dkk, 2005).
b. Buang Air Kecil
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Terkadang ibu
nifas sulit buang air kecil karena pada persalinan musculus sphincter
vesica urethare mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh
iritasi mcusulus sphincter ani. Selain itu juga karena adanya
pembengkakan kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila
kandung kemih penuh dan ibu sulit buang air kecil sebaiknya dilakukan
kateterisasi, sebab jika air seni/kencing tidak dikeluarkan akan
mengundang terjadinya infeksi.
c. Buang Air Besar
Pada ibu paska persalinan dalam 3 – 4 hari setelah persalinan
sebaiknya ibu sudah buang air besar (BAB). Jika ibu mengalami susah
buang air besar atau konstipasi hal ini merupakan hal yang fisiologis
karena adanya perubahan hormon paska persalinan. Jalan keluar atau
solusi ibu paska persalinan yang mengalami konstipasi bisa diberikan
obat pencahar (laxantia) peroral atau parenteral, atau yang lebih praktis
sekarang adalah mikrolax.
d. Suhu Badan
Suhu badan ibu yang akan melahirkan dalam keadaan sehat tidak
lebih dari 37,2 Celcius. Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5
Celcius dari keadaan normal, tapi tidak melebihi 38 C. Sesudah 12 jam
pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila
suhu badan lebih dari 38 Celcius, mungkin ada infeksi (Winkjosastro
dkk, 2002).
e. Uterus
Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera
setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah
pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran
panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal kurang
lebih 10 cm. Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada
bekas implantasi plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-
5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau
pertengahan antara simfisis dan pusat, sesudah 12 hari uterus tidak
dapat diraba lagi di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta
merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri,
setelah persalinan (Saefuddin dkk, 2002).
f. Laktasi
Sesudah persalinan ibu dianjurkan segera menyusui bayinya untuk
merangsang produksi ASI dan merangsang kontraksi uterus. Kecuali
ibu atau bayinya sedang sakit yang tidak memungkinkan untuk ibunya
menyusui. Walaupun demikian dianjurkan bayi tetap minum ASI, jika
tidak memungkinkan menyusui, maka ASI dapat diperah dan diberikan
dengan sendok. Namun jika bayinya cacat atau sumbing (labiognato
palatoschizis) ASI juga bisa diberikan melalui sonde. Dalam artian
sebisa mungkin bayi baru lahir diusahakan harus mengkonsumsi ASI.
Hal-hal yang diberitahukan kepada ibu nifas yaitu menyusui bayi
segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan, ajarkan cara
menyusui yang benar, memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa
makanan lain (ASI eklusif), menyusui tanpa jadwal atau sesuka bayi
(on demand). Diluar menyusui hindari memberikan dot/kompeng pada
bayi, tapi berikan dengan sendok, penyapihan bertahap meningkatkan
frekuensi makanan dan menurunkan frekuensi pemberian ASI.
g. Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan
fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama
dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal
dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik
dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk
banyak bergerak, karena dengan ambulansi dini (bangun dan bergerak
setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk
kembali kebentuk semula. Untuk memperkuat otot dasar panggul juga
bisa dilakukan senam kegel, teknik ini dapat dilakukan dimana saja,
kapan saja, dan dalam posisi apa saja. Latihan atau teknik peregangan
otot dasar pelvik dan otot-otot abdomen ketika kekuatan ibu telah pulih
kembali dan memasuki awal periode penyesuaian terhadap proses
sesudah persalinan, teknik tersebut dikenal dengan “Kegel’s Exercise”.
Kontraksi otot yang dihasilkan dari exercise ini akan merapatkan
jaringan kulit dan jaringan di bawah kulit, serta mempercepat
pemulihan luka jalan lahir. Dengan latihan ini juga dapat
mengencangkan otot – otot perut (Handayani, 2003).
h. Hubungan Seks
Hubungan suami istri atau intim aman dilakukan setelah darah
merah berhenti, dan ibu dapat memasukan satu atau dua jari kedalam
vagina tanpa rasa nyeri. Ada kepercayaan/budaya yang
memperbolehkan melakukan hubungan seks setelah 40 hari atau 6
minggu, oleh karena itu perlu didiskusikan antara suami dan istri.
i. Keluarga Berencana
Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah 2 tahun. Pada
dasarnya ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui ekslusif atau
menyusui selama 6 bulan tanpa makanan dan minuman pendamping
lainnya (metode amenorhe laktasi). Meskipun setiap metode
kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih aman.
Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang
diperbolehkan selama menyusui. Metode hormonal, khususnya oral
(estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang
menyusui.
2.7 Pengertian Budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat
berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta
mempunyai kepribadian. Organisasi faktor-faktor biologis, psikologis
dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu. Masyarakat di
Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku
bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda-beda. Keanekaragaman budaya ini merupakan kekayaan
bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan tersebut harus dipahami
terus dari generasi ke generasi.
Menurut pendapat EB. Taylor (Syafrudin dan Meriam tahun 2010)
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat. Sedangkan
menurut pendapat Selo Soemardjan dan Soelaaeman Soemardi
(Syafrudin dan Meriam tahun 2010) kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat
berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan serta
mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor – faktor biologis,
psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku manusia.
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar
berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut
menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik
komunikasi, tindakan-tindakan social, kegiatan-kegiatan ekonomi dan
politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya
(Mulyana dan Rahmat, 2002).
Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan
mempengaruhi tindakan atau kegiatan setiap individu dalam suatu
kelompok sosial yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan
baik yang berupa upaya mencegah penyakit ataupun menyembuhkan
diri dari penyakit. Telah disadari adanya kenyataankenyataan perilaku
menyimpang dalam perawatan kesehatan yang dikaitkan dengan
kebudayaan. Namun tidak semua perawatan yang didasarkan oleh
kebudayaan dapat merugikan kesehatan, sebagian perawatan yang
didasarkan oleh kebudayaan juga memiliki manfaat bagi kesehatan
(Kalangie, 1994).
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi
yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa
norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan
dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu
tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam proses yang
dijalaninya. Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan
proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang
kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan (cultural nursing approach) (Putra S, 2012).

2.8 Budaya Jawa


Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam
jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya
sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah menyebar
hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain
menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah
dibawa ke Suriname (Amerika Selatan).
Budaya suku Jawa secara turun-temurun salah satunya adalah
mengonsumsi jamu. Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena
dianggap lebih alami dan tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono,
SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo mengakui memang orang
yang memiliki masalah di ginjal harus lebih berhati-hati mengonsumsi
jamu. Maka dari itu jika ingin minum jamu harus yang sudah benar-
benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa berbahaya jika tidak
disertai dengan banyak minum air. Air putih ini membantu cairan yang
disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu kerja
ginjal. Begitu juga halnya pada perawatan masa nifas, orang Jawa kerap
sekali melakukan perawatan dengan mengkonsumsi Jamu (Putra S,
2012).
Dalam makanan dan kesehatan banyak ditemukan masalah yang
berhubungan dengan kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan,
dan upacaraupacara yang seringkali mencegah orang memanfatkan
makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam
dalam konteks budaya, mengubah kebiasaan atau pola makanan
tradisional bukan hal yang mudah, mengingat dari semua kebiasaan
yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Apa yang kita
sukai dan tidak kita sukai, kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa
yang dapat dimakan atau tidak dapat dimakan, dan keyakinan kita
dalam hal makanan yang berhubungan kesehatan dan ritual, telah
ditanamkan sejak usia muda. Kebiasaan makan sebagaimana halnya
dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya dapat dimengerti dalam konteks
budaya secara menyeluruh (Saptandari P, 2012).
Dalam penelitian Dewi (2009) perawatan yang biasa banyak
dilakukan wanita Jawa pada awal memasuki masa nifas adalah mandi
wajib nifas. Dengan tujuan untuk menghilangkan najis setelah proses
persalinan. Mandi ini hanya dilakukan satu kali selama masa nifas,
tepatnya esok hari setelah proses persalinan, dan dilakukan pada pagi
hari. Perawatan yang lain yaitu irigasi vagina dengan menggunakan air
rebusan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk
menghilangkan kuman dan bau vagina. Air rebusan daun sirih dipakai
sebagai irigari vagina sebelum melakukan mandi wajib nifas dan setiap
selesai buang air kecil maupun air besar. Air rebusan daun sirih, yang
digunakan untuk irigasi vagina ini terkadang bagi sebagian wanita nifas
dicampur dengan daun sere. Kemudian menapali perut sampai ke
vagina dengan menggunakan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini
dimaksudkan agar tubuh dan vagina tidak bau. Namun sebelum
ditempelkan ke kulit perut, terlebih dahulu daun sirih diganggang diatas
api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah melekat jika
ditempelkan. Pemasangan daun sirih ini dilakukan setelah pemakaian
parem dan sebelum pemasangan gurita.

2.9 Perawatan Ibu Nifas Berdasarkan Aspek Budaya


Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi, setiap masyarakat
memiliki cara – cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan
menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang
sudah dipraktekan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedikal di
lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat juga
mempunyai cara – cara tertentu dalam mengatur aktivitas – aktivitas
mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin. Demikian
pula didalam berbagai kebudayaan terdapat cara – cara tertentu sebagai
respons mereka saat menanggapi kematian bayi dan ibunya (Swasono,
1998).
Meskipun kelahiran dan kehamilan bayi secara unversal dilihat
dalam pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk
kelangsungan umat manusia, namun dalam kehidupan berbagai
kelompok masyarakat, terdapat bermacam – macam dalam menanggapi
proses itu. Berbagai kelompok masyarakat yang menitikberatkan
perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran
menganggap proses ini sebagai tahapan hidup yang harus dijalani
(Syafrudin dan Meriam, 2010).
Persalinan berjalan lancar merupakan hal wajar, apabila terjadi hal –
hal yang mengganggu persalinan (anak lahir cacat, lahir mati, ibu
meninggal saat melahirkan) dinyatakan ada hubungan antara musibah
dengan ketidaktaatan dan pelanggaran atas tradisi dan kebiasaan nenek
moyang.
Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi,
kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan
fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup
seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, wilayah
tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau penolongnya, cara
pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan
mengenai pertolongan, serta perawatan bayi dan ibunya.
Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku
budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip – prinsip kesehatan
menurut ilmu kedokteran atau bahkan memberikan dampak kesehatan
yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya.
Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena
yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun setiap
kebudayaan atau setiap daerah mempunyai persepsi atau pandangan,
interpretasi dan respon perilaku yang berbeda - beda.
Pengaruh sosial budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan
keluarga yang menyambut masa-masa kehamilan. Upacara-upacara
yang diselenggarakan mulai dari kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa
melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah
masing-masing (Syafrudin, 2009).
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat
terutama bagi ibu hamil, bersalin, dan nifas adalah lingkungan, selain
itu pendidikan dari masingmasing dari kaum ibu tersebut. Seandainya
mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status
kesehatan terhadap hal itu, maka diharapkan masyarakat tidak
melakukan kebiasaan atau adat istiadat yang merugikan kesehatan
khususnya bagi ibu nifas (Syafruddin, 2009).
Pada kenyataannya keadaan ini tidak hanya dapat mencakup dari
aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Hal ini dapat diketahui dari
respon yang berbeda/bervariasi untuk setiap masyarakat yang memiliki
cara-cara khusus seperti pengobatan, larangan, dan praktek budaya
yang berbeda pula (Swasono, 1998).
Sama halnya dengan penelitian Sari (2004) budaya melayu juga
memiliki aturan selama perawatan masa nifas berupa pantangan keluar
rumah selama 40 hari. Dengan alasan kondisi ibu yang belum pulih
total akan mudah terserang penyakit dan ada juga yang mengatakan
kalau ibu yang baru selesai melahirkan diganggu oleh roh jahat.
Larangan lain yaitu tidak mengkonsumsi sayuran yang licin seperti
kangkung.
Pada masyarakat Bajo di Saloso, Kabupaten Kendari, untuk
keselamatan ibu dan bayinya dilakukan upacara adat dengan berbagai
syarat dan aturan yang harus dipenuhi selama maupun sebelum proses
upacara tersebut terlaksana. Begitu juga pada masyarakat Aceh yang
memiliki aturan berupa pantangan meninggalkan rumah selama 44 hari
bagi wanita yang baru melahirkan. Anjuran untuk berbaring selama
masa nifas, perawatan nifas dengan pengurutan, penghangatan badan,
konsumsi minuman berupa jamu-jamuan dan pantangan makan -
makanan tertentu (Swasono, 1998).
Perawatan nifas pada masyarakat Aceh juga memiliki kebiasaan
yang dilakukan turun temurun sesuai dengan hasil penelitian Juliana
(2010) bahwa seseorang setelah melahirkan dirawat oleh ibu
kandungnya dan selang satu hari setelah melahirkan dimandikan serta
dibilas vaginanya dengan daun sirih dilanjutkan badan diolesi parem
dan dahi diolesi pilis. Selama tujuh hari dilakukan tutum mata atau
memanasi mata dengan kain yang dibasahi dengan air hangat agar
penglihatan kembali terang. Tidak hanya itu, pengurutan juga rutin
dilakukan untuk memperbaiki peranakan dan memakai gurita agar
perutnya tetap kencang serta dilakukanya penghangatan badan dengan
sale atau batu hangat.
Selama masa nifas berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Sebenarnaya sebagian
besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan
melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan
terjadi keadaan patologis. Walaupun persalinan berlangsung di pusat
pelayanan kesehatan, RS atau klinik bersalin tidak jarang sekembalinya
ke rumah, para wanita yang baru melahirkan itu menjalani perawatan
secara tradisional sesuai dengan kebudayaan atau kebiasaan yang masih
mereka pertahankan sejak dahulu.
Oleh karena itu pada masa nifas seorang ibu perlu mendapat
perhatian yang serius. Karena ibu nifas harus selalu memperhatikan
fisiknya menyangkut konsumsi makanan dan aktifitasnya. Banyak hal
dilakukan ibu nifas berkenaan dengan pantangan, karena budaya yang
berlaku dimasyarakat begitu kental. Untuk itu ibu nifas masih perlu
periksa kepada dokter atau bidan.
Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi, setiap masyarakat
memiliki cara – cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan
menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi. Berbagai
kelompok masyarakat juga mempunyai cara – cara tertentu dalam
mengatur aktivitas – aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang
hamil dan bersalin. Demikian pula didalam berbagai kebudayaan
terdapat cara – cara tertentu sebagai respons mereka saat menanggapi
kematian bayi dan ibunya (Swasono, 1998).
Pada perspektif ini, budaya Jawa dalam melakukan perawatan ibu
nifas yang lamanya masa nifas menurut informan penelitian 36 – 40
hari merupakan waktu yang normal untuk masa pemulihan alat – alat
kandungan seperti sebelum hamil. Dimana hal ini sesuai dengan
pendapaat Sulistyawati (2009) bahwa waktu berlangsungnya masa nifas
sekitar 6 minggu atau 42 hari.
2.10 Pantangan-pantangan Selama Masa Nifas
1. Pantangan Makanan
Selama masa nifas, seorang ibu banyak melakukan pantangan –
pantangan yang bertujuan untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu
dan bayinya. Sama halnya di desa Rawang Lama ibu nifas yang
bersuku Jawa mengikuti kebiasaan yang diperoleh dari keluarganya
secara turun temurun berupa pantangan makanan tertentu. Informan
beranggapan jika pantangan – pantangan tersebut dilanggar maka akan
memperlambat proses penyembuhannya sehingga informan tidak ingin
mengambil resiko tersebut dan mematuhi semua pantangan selama
masa nifas walaupun informan tidak mengetahui secara pasti apakah
pantangan tersebut memiliki dampak positif ataupun dampak negatif
bagi kesehatannya. Makanan yang dipantangkan oleh ibu nifas ini
adalah ikan, sayuran berkuah, bahkan ada yang mengatakan hindari
makan buah. Ibu nifas diperbolehkan makan makanan yang kering
seperti kerupuk, tempe goreng, tahu goreng ataupun kecap dengan
asumsi jika mengkonsumsi makan makanan yang kering luka pada
jalan lahirpun akan cepat keringnya.
Dalam hal ini informan mencegah makanan yang enak dan bergizi
dengan salah satu tujuannya yaitu supaya jalan lahirnya cepat kering
dan sembuh. Yang mana jika dikaitkan dengan gender, perempuan rela
menahan nafsu makan serta mengikuti peraturan – peraturan yang
monoton dari keluarganya untuk kenyamanan pasangannya atau
suaminya, ditambah ada rasa kekhawatiran akan perubahan bentuk
jalan lahirnya yang nantinya akan mengurangi kenyamanan suaminya.
Adapun dampak positif dilarangnya mengkonsumsi makan makanan
tertentu seperti ikan, sayur berkuah pada ibu nifas yaitu tidak ada tetapi
dampak negatif dari larangan ini yaitu dapat merugikan karena pada
masa nifas ibu membutuhkan makanan yang bergizi dan seimbang agar
kondisi ibu dan bayi menjadi sehat. Bahkan pada saat dilakukan
penelitian ini ada 35% atau 5 dari 13 ibu nifas menderita anemia dan
ada 3 ibu nifas yang mengalami ASI tidak keluar.
2.11 Pantangan Aktifitas
Adanya batasan atau pantangan aktifitas juga dilakukan oleh ibu nifas
suku Jawa di desa Rawang Lama dengan alasan banyaknya makhluk
halus yang bisa mengganggu ibu dan bayinya serta kekhawatiran akan
bahaya kesehatan ibu yaitu kelelahan yang berkibat perdarahan.
Sehingga kekhawatiran yang berlebih mengakibatkan ibu tidak bisa
keluar rumah sebelum 40 hari. Informan mempercayai bahwa ibu nifas
dan bayi baru lahir sebelum berumur 40 hari sangat disukai oleh
makhluk halus sehingga ibu nifas dan bayinya dilarang keluar rumah.
Dampak positif dari larangan ini tidak ada. Bahkan larangan ini banyak
menyumbangkan dampak negatif yaitu kesempatan ibu nifas untuk
memeriksakan diri dan bayinya ketenaga kesehatan tidak ada, kecuali
jika bidan atau tenaga kesehatan bersedia datang kerumah ibu nifas
untuk memeriksanya. Dalam kurun waktu masa nifas seharusnya ibu
sudah melakukan empat kali kunjungan ibu nifas seperti teori dibawah
ini.
Kebijakan program nasional masa nifas sesuai dengan dasar kesehatan
pada ibu masa nifas, dianjurkan ibu nifas untuk melakukan pemeriksaan
ketenaga kesehatan sebanyak empat kali yaitu kunjungan pertama 6 – 8
jam, kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan, kunjungan ketiga 2
minggu setelah persalinan dan kunjungan keempat 6 minggu setelah
persalinan (Sulistyawati, 2009).
Pembatasan aktifitas juga dilakukan dengan melarang ibu banyak jalan
atau gerak karena khawatir lukanya akan lama sembuh. Menurut Saleha
(2009) ibu nifas yang tidak memiliki penyulit atau komplikasi
diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 – 48 jam setelah
bersalin (early ambulation). Dengan kegiatan dilakukan secara
berangsur – angsur agar memperoleh keuntungan kondisi ibu lebih
sehat, kuat dan bisa merawat bayinya.
Oleh karena itu setiap ibu nifas di desa Rawang Lama khususnya suku
Jawa dirawat oleh keluarganya agar bisa memperhatikan kondisi
kesehatan ibu dan bayinya serta dapat membantu kegiatan ibu sehingga
aktifitas ibu benar – benar menjadi terbatas.

2.12 Kebiasaan – Kebiasaan Ibu Nifas


1. Minum Air Wejahan
Selain memiliki pantangan ibu nifas juga memiliki anjuran atau
ritual yang dilakukan selama masa nifas untuk mempercepat
pemulihan kesehatan ibunya. Sebagian ibu nifas melakukan hal ini
atas kesadarannya untuk manfaat bagi dirinya dan bayinya, tetapi
sebagian hanya mengikuti tradisi yang harus dijalani tanpa
mengetahui manfaatnya bagi dirinya dan bayinya dengan alasan
supaya tidak terkena musibah. Kegiatan yang rutin dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan mempertahankan
kecantikan. Persiapan keluarga untuk ibu setelah melahirkan salah
satunya adalah mempersiapkan air wejahan yang terdiri dari kunyit,
tumbar, kencur, jahe, gula merah dan asam jawa yang direbus
kemudian airnya diminum oleh ibu nifas agar ibu merasa segar dan
ASI bisa lancar. Dari 7 informan penelitian ini ada 5 informan yang
membuat air wejahan sendiri dan 2 informan lainnya minum jamu
yang sudah jadi atau dibeli namun tujuannya sama.
Dampak positif minum air wejahan yaitu dapat menambah nafsu
makan sehingga meningkatkan daya tahan tubuh. Sedangkan
dampak negatifnya tidak ada. Hal ini sejalan dengan pendapat
Kasworo (2008) bahwa bumbu masak terutama jahe yang
mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase, yang
masing-masing mencerna protein dan lemak serta membantu
mengeluarkan gas usus. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya
selaput lendir perut dan usus oleh minyak atsiri yang dikeluarkan
rimpang jahe sehinga dapat menambah nafsu makan, memperkuat
lambung, dan memperbaiki saluran pencernaan, jahe juga
bermanfaat untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui
keringat. Selain itu berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah
karena rempah tersebut merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat
dan lancar sehingga memperingan kerja jantung untuk memompa
darah.
2. Mandi Keramas (Wuwungan)
Pada masa nifas, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting
untuk dijaga kebersihannya. Menjaga kebersihan seluruh tubuh
selama masa nifas dapat mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
Karena kulit ibu yang kotor disebabkan keringat atau debu dan jika
bersentuhan langsung dengan kulit bayi dapat menimbulkan alergi
pada bayinya (Sulistyawati, 2009).Wuwungan ini tidak memberikan
dampak positif, tetapi dampak negatif berupa memungkinkan
terjadinya iritasi karena jika bilasan terakhir tidak bersih dari sisa –
sisa sampoo atau sabun yag ada pada rambut maka bisa masuk
kemata.
3. Pemakaian Pilis
Pada masyarakat suku Karo, untuk mencegah mata kabur para
wanita postpartum menggunakan jahe (pahing) selama masa
nifasnya. Berbeda dengan masyarakat suku Jawa yang hanya
mengoles pilis pada kening, masyarakat suku Karo melakukan
penetesan air jahe langsung ke mata untuk mencegah mata kabur
(Sari, 2004). Ibu nifas suku Jawa mengoleskan pilis yang terbuat
dari kunyit dan kapur, yang mana menurut Marsito (2008), kunyit
mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat, yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan
bisdesmetoksikurkumin. Pemakain pilis dilihat dari dampak
positifnya yaitu jika dihubungkan dengan kesehatan mata maka tidak
ada, tetapi dampak negatifnya bagi ibu nifas yang kulitnya sensitif
terhadap kapur maka dapat menyebabkan alergi.
4. Tapelan
Usaha untuk mengembalikan bentuk perut seperti sebelum hamil
dilakukan oleh informan dengan menggunakan tapelan pada perut
yang mana tapelannya menggunakan kapur sirih yang ditambah
perasan jeruk nipis kemudian dibalut dengan gurita, untuk
menambah kencangnya balutan tersebut informan ada yang
menambahkan balutan stagen atau kain panjang untuk memperketat
dan mempercepat reaksi untuk mengecilkan perut dan
mengembalikan bentuk tubuh menjadi ideal. Rasa panas dari kapur
dan perasan jeruk yag dirasakan merupakan tanda reaksi untuk
mengecilkan perut. Menurut informan jika tidak dilakukan tapelan
ini maka akan menyebabkan perut ibu kembang dan besar yang
akhirnya akan menurunkan daya tarik atau keindahan tubuh ibu
nifas.
Jika dilihat dari sisi positifnya tapelan ini tidak ada manfaatnya
namun jika dilihat dari sisi negatifnya tapelan yang terbuat dari
perasan air jeruk nipis dan kapur ini dapat menyebabkan alergi
bahkan akan mengganggu kenyamanan ibu karena susah untuk
berjalan, buang air kecil dan buang air besar. Bahkan ada informan
yang mengatakan karena susahnya memakan tapelan dan stagen
maka buang air kecil dan besar terkadang ditahan – tahan. Sehingga
hal ini dapat menggangu proses metobolisme tubuh.
5. Kusuk
Menurut Nolan (2004) bahwa pada umumnya orang menjadi cepat
marah, kesal, dan merasa tidak dapat menghadapi hidup ketika
mereka kelelahan. Kebanyakan wanita yang baru melahirkan akan
sangat lelah selama minggu-minggu dan bulan-bulan pertama,
bahkan terkadang sampai tahun-tahun pertama dari kehidupan
bayinya.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan literatur diatas bahwa
dampak positif kusuk yaitu jika kusuk dilakukan oleh informan
hanya sekedar untuk menguragi rasa pegal merupakan hal yang
mendukung untuk memperlancar sirkulasi darah sehingga
mmengurangi tegang pada bagian otot – otot ibu tetapi kusuk bisa
memiliki dampak negatif jika kusuk juga dilakukan pada bagian
perut karena jika yang mengusuk tidak ahli dan melakukan
kesalahan bisa membahayakan posisi rahim ibu.

2.13 Perawatan Jalan Lahir


1. Penguapan
Menjaga kebersihan vagina harus jadi perhatian utama, karena vulva
yang dibersihkan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Vulva (bibir kemaluan) harus selalu dibersihkan dari depan ke
belakang. Apabila terjadi pembengkakan dapat dikompres dengan es
dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk
berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan ( Handayani,
2003). Dampak positif dari penguapan ini adalah jika penguapan ini
dilakukan tidak langsung diatas luka jalan lahir maka akan
bermanfaat untuk kesehatan tubuh ibu tetapai penguapan ini akan
memiliki dampak negatif jika penguapan dilakukan langsung
posisinya dekat dengan jalan lahir, maka penguapan ini akan
menyebabkan lembab pada luka jalan lahir sehingga akan
memungkinkan terjadinya infeksi.
2. Senden
Seluruh informan dalam penelitian ini rutin melakukan senden yaitu
harus duduk seharian di tempat tidur dengan bantal disusun dibagian
belakang tubuh untuk menopang tubuh agar tetap dalam posisi
setengah duduk, dan kaki dirapatkan. Bila perlu untuk memastikan
kaki tetap rapat dianjurkan kedua ibu jarinya diikat. Mereka
menganggap cara tersebut dapat menjaga kerapatan vagina serta
mempercepat penyembuhan luka pada jalan lahirnya. Yang mana
jika senden tidak dilakukan maka tubuh ibu nifas akan rusak dan
jelek. Dampak positif dari posisi senden adalah jika dilakukan tidak
terlalu lama atau hanya sesekali maka akan mengurangi rasa nyeri
dan menambah kenyamanan tetapi jika dilakukan dalam waktu yang
lama posisi senden ini akan memberikan dampak negatif yaitu
kelelahan pada daerah bagian bokong dan kaki.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang perspektif budaya Jawa dalam
melakukan perawatan ibu nifas di Desa Rawang Lama Kecamatan
Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Perawatan masa nifas yang dilakukan oleh informan dalam
penelitian ini ada yang memberikan dampak positif terhadap
kesehatan ibu dan bayinya seperti minum air wejahan yang berguna
untuk meningkatkan nafsu makan, kusuk yaitu dapat mengurangi
ketegangan otot – otot dan perawatan payudara yaitu dapat
memperlancar keluarnya air susu ibu serta larangan melakukan
hubungan seksual sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi.
2. Perawatan masa nifas yang dilakukan oleh informan dalam
penelitian ini juga ada yang memberikan dampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan bayinya yaitu pantangan makan makanan sejenis
ikan, kuah sayur dan hanya dianjurkan makan yang kering saja
sehingga hal ini dapat mengganggu kesehatan ibu seperti terjadinya
anemia pada masa nifas dan produksi ASI yang tidak lancar.
3. Pantangan aktifitas tertentu berupa dilarang keluar rumah sebelum
40 hari yang dilakukan informan dalam penelitian ini juga
memberikan dampak negatif yaitu kesempatan ibu nifas untuk
memeriksakan diri dan bayinya ketenaga kesehatan tidak ada,
kecuali jika bidan atau tenaga kesehatan bersedia datang kerumah
ibu nifas untuk memeriksanya.
4. Wuwungan yang dilakukan informan dalam penelitian ini juga
memberikan dampak negatif yaitu memungkinkan terjadinya iritasi
karena jika bilasan terakhir tidak bersih dari sisa – sisa sampoo atau
sabun yag ada pada rambut maka bisa masuk kemata.
5. Pilisan dan tapelan yang dilakukan informan dalam penelitian ini
juga memberikan dampak negatif yaitu bagi ibu nifas yang kulitnya
sensitif terhadap kapur maka dapat menyebabkan alergi.
6. Senden yang dilakukan informan dalam penelitian ini juga
memberikan dampak negatif yaitu posisi setengah duduk yang
terlalu lama dapat menyebabkan kelelahan pada daerah bagian
bokong dan kaki.
3.2 Saran
1. Bagi Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas Diharapkan ibu rutin melakukan
kunjungan ke tenaga kesehatan serta menambah informasi tentang
perawatan yang mendukung untuk kesehatan ibu dan bayinya
sehingga bisa memilah mana kebiasaan – kebiasaan yang diperoleh
dari turun temurun yang berdampak positif bagi kesehatan ibu dan
bayinya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk
memberikan komunikasi informasi edukasi kepada masyarakat
khususnya para orang tua tentang perawatan masa nifas yang
dilakukan berdasarkan budaya yang dapat memberikan dampak
positif dan dampak negatif bagi kesehatan ibu dan bayinya.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Q., 2011. Budaya yang Melatarbelakangi Perilaku Ibu – Ibu


Penduduk Asli Dalam Pemeliharaan Kehamilan dan Persalinan Di
Kabupaten Mimika. Jurnal Bul. Penel. Kesehatan. Volume 35 No. 3
Ambarwati, E.R.; Wulandari, D., 2010. Asuhan Kebidanan Nifas,
Yogyakarta, Nuha Medika. Ariyono., 2012.
http://satyaariyono.wordpress.com/2012/06/24/kepercayaan. Kamis, 16
Januari 2014. Ayung., 2013.
Budaya Masyarakat Cina. Kamis, 16 Januari 2014
http://tokoayung.blogspot.com/2013/08/mengenal-tradisi-zuo-yue-zi-
atauco.html. BKKBN., 2013. Survei Demorafi dan Kesehatan Indonesia
Dewi, Y., 2009. Perawatan Post Partum Menurut Perspektif Budaya Jawa,
Universitas Sumatera Utara, Penelitian Tidak Dipublikasikan. Endjun, J,
J., 2002. Mempersiapkan Persalinan Sehat. Jakarta, Puspaswara. Farrer,
H., 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta, EGC. Handayani, L., 2003.
Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan dan Pasca Melahirkan. Jakarta,
Agro Media Pustaka. Hasnawati., 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Hayati, R., 2011. Perspektif Budaya Minang Terhadap Perawatan Ibu Post
Partum, Universitas Sumatera Utara, Penelitian Tidak dipublikasikan
Harnany, A.S., 2006. Pengaruh Tabu Makanan, Tingkat Kecukupan Gizi,
Konsumsi Tablet Besi dan Teh Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Ibu
Hamil di Kota Pekalongan. Semarang, Universitas Diponegoro, Penelitian
Tidak Dipublikasikan. Herimanto; Winarno., 2009. Ilmu Sosial Budaya
Dasar, Jakarta, Bumi Aksara. Juliana, R., 2010. Perawatan Post Partum
menurut Perspektif Budaya Aceh, Universitas Sumatera Utara, Penelitian
Tidak dipublikasikan.

Anda mungkin juga menyukai