2. Pengetahuan
Mahasiswa mampu mengetahui, menghayati dan memahami dengan baik arti penting Pengantar Ilmu Studi Hadits sebagai
suatu pengetahuan untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep Pengantar Ilmu Studi Hadits atau Ulumul Hadits yang diambil dari
sumber primer dan sumber skunder
3. Keterampilan
Mahasiswa mampu menerapkan teori-.teori Pengantar Studi Hadits dalam menggali aspek-aspek hukum dan norma dalam
Hadits sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al Qur’an
Mahasiswa mampu mencari /merujuk sebuah hadis ke dalam kitab aslinya (melalui Takhrij Hadis), sehingga dapat
membedakan mana hadis Nabi dan bukan hadis Nabi, sebagai landasan rujukan keberadaan hadis
Mahasiswa dapat memberikan penilaian terhadap Hadis secara kuantitas dan kualitas untuk dapat menentukan dapat
diamalkan dan tidak dapat diamalkannya sebuah hadis)
Mata Kuliah ini meliputi kajian tentang : Terminologi, Hadits sebagai sumber ajaran Islam, Sejarah Pra Kodifikasi, Kodifikasi
Hadits: Sejarah dan perkembanganya, pembagian Hadits, Syarat-syarat Hadits Shahih, Hadits Dho’if dan macam-macamnya,
Syarat-syarat seorang Perawi dan proses Tarnsformasi, Ilmu Jarh wa Al Ta’dil, Hadits Maudhu’, Pengertian Takhrij secara
Teoritis, Jarh wa al Ta’dil, Ikhtisar Sanad dan Matan, dan Inkarussunnah.
D. MATRIKS PEMBELAJARAN
No Pert
Ke Tujuan Materi Bentuk Perkuliahan Jenis Referensi
Pembelajaran Penilaian
Metode Aktivitas
1 1 Mahasiswa mampu -Kontrak Belajar - Interactive -Mahasiswa dan dosen Autentik Satuan Acara
membedakan Learning saling Assesment Perkuliahan (SAP)
terminology - Lecturing memperkenalkan diri
sunnah, hadits, khabar - Curah -Mahasiswa
dan atsar, serta pendapat mengajukan pertanyaan
struktur hadits (sanad, tentang definisi sunnah,
matan, dan rawi khabar, hadits dan atsar
2 2 Mahasiswa mampu -Pengertian Sunnah, Presentasi -Mahasiswa - Muhammad Ajaj Al
membedakan Hadits, Khabar dan Kelompok 1 mengajukan Khatib, Al Sunnah
terminology Atsar Diskusi, pertanyaan tentang Qabla wa Al Tadwin
sunnah, hadits, khabar -Struktur Hadits Ceramah dan definisi sunnah, - Ushul al-
dan atsar, serta (Matan, Sanad dan Tanya Jawab. khabar, hadits dan Hadis:Ulumuhu Wa
struktur hadits (sanad, Matan) Makalah, atsar Mushthalahuhu
matan, dan rawi -Macam-macam Power Point, - Taisyir Mushtholah
Sunnah Buku al-Hadis
Referensi -Fatchur Rahman,
Ihtisar Musthalah
Hadits, Bandung: Al
Ma’arif, 1985
3 3 Mahasiswa mampu -Sumber ajaran Islam, - Lecturing -Mahasiswa Autentik -Subhi Ash Shalih,
mengetahui hadits -dalil-dalil kehujahan, - Listening berkelompok Assesment Ulum al Hadits wa
sebagai sumber ajaran - fungsi hadits Team -Mahasiswa mendapat Musthalahu, Terj.,
Islam, dalil-dalil terhadap Al Qur’an - Student tugas untuk Jakarta: Pustaka
kehujahan, dan fungsi - Perbedaan Al Qur’an Investigation mendengarkan secara Firdaus, 1995
hadits terhadap Al dan Hadits sebagai aktif materi yang -Hasbi Ash Shidiqi,
Qur’an sumber ajaran Islam disampaikan Sejarah dan
-Mahasiswa berdiskusi Pengantar Ilmu
dalam kelompok dan Hadits, Jakarta :
mempresentasikan Bulan Bintang, 1993
hasil
4 4 Mahasiswa mampu -Hadits Pada Periode -Lecturing Setiap kelompok Autentik Muhammad
mengetahuisejarah Rasul; - Diskusi mahasiswa dengan Assesment Muhammad Abu
Hadits Pra Kodifikasi: -Hadits pada Periode materi berbagai kreatifitasnya Zahwu Al Hadits wa
Hadits Pada Periode Sahabat dan Tabi’in dengan masing-masing dipandu al Muhaditsuna
Rasul; dan Hadits berbagai oleh dosen Hasbi Ash Shidiqi,
pada Periode Sahabat strategi mengorganisir kelas Sejarah dan
dan Tabi’in pembelajaran untuk memahami Pengantar Ilmu
Presentase materi dengan berbagai Hadits, Jakarta :
kelompok variasi strategi Bulan Bintang, 1993
-Student pembelajaran
observation
5 5 Mahasiswa mampu -Pembukuan Hadits -Tanya jawab Setiap kelompok Autentik -Muhammad Mustafa
memahami Kodifikasi Abad II, III, dan memahami mahasiswa dengan Assesment Azami,Dirasat fi Al
Hadits : Sejarah dan abad IV H materi berbagai kreatifitasnya Hadits an Nabawi wa
Perkembanganya; - Pembukuan Hadits dengan masing-masing dipandu Tarikh
Pembukuan Hadits Abad V sampai berbagai oleh dosen Tadwinih,Beirut: Al
Abad II, III, dan IV H sekarang strategi mengorganisir kelas Maktab al Islami,
dan Pembukuan pembelajaran untuk memahami 1980
Hadits Abad V sampai -Presentase materi dengan berbagai -Ahmad Husnan,
sekarang kelompok variasi strategi Kajian Hadits Metode
pembelajaran Takhrij, Jakarta:
Pustaka, 1993
6 6 Mahasiswa mampu -Pengertian Ulumul -Tanya jawab Setiap kelompok Autentik -Hasbi Ash Shidiqi,
memahami konsep Hadits memahami mahasiswa dengan Assesment Sejarah dan
Ulumul Hadits -Sejarah materi berbagai kreatifitasnya Beirut Pengantar Ilmu
perkembangan dengan masing-masing dipandu Hadits, Jakarta :
Ulumul Hadits berbagai oleh dosen Bulan Bintang, 1993
-Cabang-cabang strategi mengorganisir kelas -M. Suhudi Ismail,
Ulumul Hadits pembelajaran untuk memahami Pengantar Ilmu
-Presentase materi dengan berbagai Hadits, Jakarta: Bulan
kelompok variasi strategi Bintang, 1994
- Group pembelajaran
Discussion
- Lecturing
7 7 Mahasiswa mampu -Hadits Mutawatir, -Tanya jawab Setiap kelompok Autentik -Muhammad Mustafa
memahami Pembagian -Hadits Masyhur memahami mahasiswa dengan Assesment Azami,Dirasat fi Al
Hadits ditinjau dari -Hadits Ahad materi berbagai kreatifitasnya Hadits an Nabawi wa
segi Kuantitas Sanad dengan masing-masing dipandu Tarikh
berbagai oleh dosen Tadwinih,Beirut: Al
strategi mengorganisir kelas Maktab al Islami,
pembelajaran untuk memahami 1980
-Presentase materi dengan berbagai -Jalaluddin al Suyuthi,
kelompok variasi strategi Tadrib al Rawi fi
- Group pembelajaran Syarh Taqrib al
Discussion Nawawi, Beirut: Dar
Ihya al Sunnah, 1979
8 8 Ujian Tengah
Semester (UTS)
9 9 Mahasiswa mampu -Hadits Shahih -Tanya jawab Setiap kelompok Autentik Subhi Shalih, Ulum
memahami Pembagian -Hadits Hasan memahami mahasiswa dengan Assesment Al Hadits wa
Hadits ditinjau dari -Hadits Dha’if materi berbagai kreatifitasnya Musthalahuhu, Beirut
segi Kualitas -Ma’mul bih dan gair dengan masing-masing dipandu : Dar al Ilmu li al
Ma’mul bih berbagai oleh dosen Malayin, 1977
strategi mengorganisir kelas
pembelajaran untuk memahami
-Presentase materi dengan berbagai
kelompok variasi strategi
pembelajaran
10 10 Mahasiswa mampu -Konsep Hadits Dha’if -Tanya jawab Setiap kelompok Autentik Said Agil Husain Al
memahami dan Macam- memahami mahasiswa dengan Assesment Munawar, Al Qur’an
konsepHadits Dha’if macamnya materi berbagai kreatifitasnya Membangun
dan Macam- -Hadits Dha’if dengan masing-masing dipandu Keshalehan Hakiki,
macamnya disebabkan Cacat dan berbagai oleh dosen Jakarta : Ciputat
Macam-macamnya strategi mengorganisir kelas Press, 2002
-Kehujjahan Hadits pembelajaran untuk memahami
Dha’if -Presentase materi dengan berbagai
kelompok variasi strategi
pembelajaran
11 11 -Pengertian Rawi dan -Lecturing Setiap kelompok Autentik -Jalaluddin al Suyuthi,
Mahasiswa Mampu Transformasi Hadits -Tanya jawab mahasiswa dengan Assesment Tadrib al Rawi fi
memahami konsep -Syarat-syarat Perawi memahami berbagai kreatifitasnya Syarh Taqrib al
Syarat-syarat Perawi -Lafadz-lafadz yang materi masing-masing dipandu Nawawi, Beirut: Dar
dan Transformasi digunakan dalam dengan oleh dosen Ihya al Sunnah, 1979
Hadits (Tahammulul Transformasi Hadits berbagai mengorganisir kelas -Mahmud At Tahhan,
Ada) strategi untuk memahami Ushulut Takhrij Wa
pembelajaran materi dengan berbagai Dirasatu Asanid, Terj.
-Presentase variasi strategi Metode Takhrij dan
kelompok pembelajaran Penelitian Sanad
-Group Hadits, Surabaya : PT
Discussion Bina Ilmu, 1995
E. REFERENSI
1. Wajib
a. Muhammad Ajaj Al Khatib, Al Sunnah Qabla wa Al Tadwin, Beirut : Dar al Fikr, 1971
b. ----------------------------------, Ushul Al Hadits, Ulumuhu Wa Musthalahuhu, Beirut : Dar
c. Subhi Shalih, Ulum Al Hadits wa Musthalahuhu, Beirut : Dar al Ilmu li al Malayin, 1977
d. Mahmud At Tahhan, Ushulut Takhrij Wa Dirasatu Asanid, Terj. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits,
Surabaya : PT Bina Ilmu, 1995
e. Suhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, Jakarta : Gema Insan Press, 1995
f. ------------------, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta : Bulan Bintang, 1992
g. Ushul al-Hadis:Ulumuhu Wa Mushthalahuhu
h. Taisyir Mushtholah al-Hadis
2. Pendukung
a. M. Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung : PT. Ma’arif, 1990
b. Hasbi Ash Shidiqi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta : Bulan Bintang, 1981
c. ------------------------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta : Bulan Bintang, 1993
d. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama 1996
e. Said Agil Husain Al Munawar, Al Qur’an Membangun Keshalehan Hakiki, Jakarta : Ciputat Prss, 2002
Mengetahi,
B. BAGIAN ISI
Pertemuan 1
Pertemuan 2
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu membedakan terminology sunnah, hadits, khabar dan atsar, serta struktur hadits (sanad, matan, dan
rawi)
2. Uraian Saingkat Materi
2.1.Pengertian Sunnah,Hadits, Khabar dan Atsar
Sunnah munurut bahasa berarti jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada yg buruk. Sunnah
juga berarti undang-undang atau peraturan yang berlaku, jalan yang telah dijalani, dan keterangan.
Sunnah menurut istilah adalah sebagai sesuatu yang dibiasakan oleh nabi Muhammad, sehingga sesuatu itu lebih banyak
dikerjakan oleh nabi dari pada ditinggalkan.
Hadits menurut bahasa adalah al-jadid (baru), qarib (dekat), dan khabar (berita).
Hadits menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. baik dalm bentuk ucapan,
perbuatan dan maupun ketetapan (taqrir) nabi.
Khabar adalah , ucapan, perbuatan dan ketetapan para sahabat.
Atsar adalah ucapan, perbuatan dan ketetapan para tabi’in
Menurut jumhur ulama mengartikan sunnah, hadits, khabar dan atsar sama saja yaitu sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad saw. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan Nabi.
Pengertian Hadits menurut ulama ahli ushul fiqih adalah segala yang diriwayatkan dari nabi Muhammad saw. berupa
perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi yang berkaitan dengan hukum
Menurut Ahli Hadits mendefinisikan Hadits sebagai segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw., baik perkataan, perbuatan,
taqrir, tabi’at budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul seperti bersemidi di gua hiro.
2.2. Pembagian Sunnah
a. Sunnah Qauliyah, yaitu yang sering dinamakan dengan khabar atau berita berupa perkataan nabi saw. yang di dengar dan
disampaikan oleh seseorang atau beberapa sahabat kepada orang lain. Sunnah qauliyah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
(1) diyakini benarnya; (2) diyakini dustanya; dan (3) yang tidak diyakini benarnya dan dustanya.
b. Sunnah Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan oleh nabi saw. yang diketahui dan disampaikan oleh para sahabat
kepada orang lain.
c. Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau sepengetahuan nabi saw. tetapi nabi
hanya diam dan tidak mencegah
2.3.Struktur Hadits/Sunnah
Sanad:
Sanad atau Thariq ialah jalan yang dapat menghubungkan matnul Hadits kepada jungjungan nabi Muhammad saw.
Urutan para perawi hadits yang kemudian berlanjut kepada matan. (jalan menuju kepada matan, yaitu para perawi
yang menyampaikan matan)
Matan
Perkataan terakhir dari sanad atau pembicaraan atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir. Baik
pembicaraan itu sabda Rasulullah, sahabat atau tabi’in.
Rawi:
Orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
(gurunya) hadits
Pertemuan 3
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahui hadits sebagai sumber ajaran Islam, dalil-dalil kehujahan, dan fungsi hadits terhadap Al
Qur’an serta perbedaan Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam.
"Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya
yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasulnya".
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda:
َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻤﺒِ ُﺴﻨﱠ ِﺔ َو ُﺳﻨَﺔُاﻟ ُﺨﻠَﻔَﺎءِاﻟﺮﱠا ِﺷ ِﺪ ْﯾﻨَﺎﻟ َﻤ ْﮭﺪِﯾ ْﯿﻨَﺘَ َﻤ ﱠﺴ ْﻜﺘُ ْﻤﺒِﮭَﺎ
“Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Ar Rasyidin yang mendapat petunjuk berpegang
teguhlah kamu sekalian dengannya.”
Hadits-hadits di atas menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadits menjadikan hadits sebagai pegangan dan
pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada al-Quran.
Pertemuan 4
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengetahuisejarah Hadits Pra Kodifikasi: Hadits Pada Periode Rasul; dan Hadits pada Periode
Sahabat dan Tabi’in
2. Uraian singkat Materi Pembelajaran
2.1. Hadits Pada Periode Rasul
Aktivitas penulisan hadits pada masa ini sudah berjalan, namun intensitasnya lebih kecil daripada penulisan Al Qur’an.
Diantara sahabat yang menulis hadits : Abdullah bin Amr ibn Ash, Jabir bin Abdillah bin Amr bin Haram al Anshori,
Anas bin Malik, Abu Hurairah ad Dausi dsb.
Ada larangan penulisan hadits pada masa ini, tapi larangan itu khusus untuk penulisan hadits yang disatukan dengan Al
Qur’an.
Menurut M.M. Azmi : (1) Nabi sendiri pernah mengimlakan haditsnya (2) Izin nabi agar hadits-haditsnya ditulis.
Cara Sahabat menerima Hadits dari Rasulullah :
Al Majlis lirasul (majelis-majelis Rasul)
Hawadits taqa’u li rasul (Peristiwa kejadian pada diri Rasulullah sendiri)
Hawadits kanat taqa’u lil muslimin (Peristiwa yang terjadi pada orang-orang Islam)
Waqa’i’u wa hawadits syahidu fiha tasharufaati al rasul (Peristiwa kejadian yang disaksikan oleh orang-orang
muslim tentang prilaku Rasul)
Pemeliharaan Hadits Pada Masa Rasulullah :
Melalui aktivitas menghafal. Alasanya : (1) Kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab, (2) mereka
terkenal kuat hafalanya, (3) Rasul sering memberikan dorongan moral melalui do’a-do’anya agar mereka diberi
kekuatan menghafal dan mendapat kedudukan mulia, (4) Rasul sering menjajnjikan kebaikan akhirat kepada
mereka yang menghafal hadits dan menyampaikanya.
Melalui aktivitas menulis Hadits.
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami Kodifikasi Hadits : Sejarah dan Perkembanganya; Pembukuan Hadits Abad II, III, dan IV
H dan Pembukuan Hadits Abad V sampai sekarang
2. Uraian singkat Materi
2.1. Kodifikasi Hadits
Kodifikasi (tadwin) bermakna mengumpulkan undang-undang dan menyusunya
Kodifikasi hadits adalah usaha mengumpulkan hadits dalam sebuah buku atas prakarsa dari pemerintah (negara) serta
digunakan oleh dan untuk kepentingan umat Islam, bukan untuk kepentingan pribadi.
Penulisan (kitabah) hadits yang sudah ada sejak zaman nabi tidak termasuk dalam pengertian tadwin (kodifikasi) hadits,
karena penulisan pada masa nabi hanya dilakukan oleh beberapa personil secara tidak beraturan.
Pertemuan 6
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Ulumul Hadits dan Sejarah Perkembanganya
Pertemuan 7
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami Pembagian Hadits ditinjau dari segi Kuantitas Sanad
2. Uraian Singkat Materi Pembelajaran
Hadits Mutawatir, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak secara terus menerus tanpa terputus hingga tercatat
dalam sebuah kitab
Hadits Masyhur, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak secara terus menerus tanpa terputus hingga tercatat
dalam sebuah kitab, tapi tidak samapi derajat mutawatir
Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oelh dua orang dan seterusnya demikian, hingga tercatat dalam sebuah kitab
Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan seorang kepada seorang dan setrusnya
Hadits Ahad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang, dua atau lebih, tetapi tidak mencapai mutawatir
Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Diriwayatkan oleh perawi yang banyak. Kata banyak ulama berselisih pendapat ada 4 sesuai jumlah khulafaurasyidin, atau 5
sesuai saksi li’an, atau 10 sebab ia adalah awal jam’al katsrah. Bahkan ada yang mengatakan 313 atau 1400 perawi.
Kwantitas jumlah perawi sebagaimana tersebut diatas, ada pada setiap thabaqatnya.
Adanya suatu keyakinan bahwa para perawi tersebut mustahil untuk berbohong.
Sandaran berita tersebut bersifat indrawi. Artinya berita yang mereka sampaikan haruslah benar-benar hasil pendengaran atau
penglihatan langsung
Macam-macam Hadits Mutawatir
Mutawatir Lafdzi: Ma tawatara lafdzuhu wa ma’nahu
Mutawatir Ma’nawi : Ma ittafaqa naqalathu ‘ala manahu min gairi muthabaqatin fi al lafdzi.
Kehujahan hadits mutawatir
Hadits mutawatir memberikan faedah al ‘ilmu al dlaruri, yakni sutu keyakinan dan pengetahuan yang pasti yang
mengharuskan umat islam menerima dan mengamalkanya. Sebab sesuatu yang ditetapkan dengan jalan tawatur sama
kedudukanya dengan sesuatu yang ditetapkan dg jalan penglihtan. Oleh karena itu semua hadits mutawatir dapat diterima
sebagai sumber tasyri’ dan dalil hukum tanpa penelitian terhadap sanad-sanadnya.
Macam-macam Hadits Ahad
Hadits Masyhur, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak secara terus menerus tanpa terputus hingga tercatat
dalam sebuah kitab, tapi tidak samapi derajat mutawatir
Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oelh dua orang dan seterusnya demikian, hingga tercatat dalam sebuah kitab
Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan seorang kepada seorang dan setrusnya
Pertemuan 8
Pertemuan 9
1. Tujuan Pembelajaran
Hadits Shahih, yaitu hadits yang bersambung sanadnya (sampai Nabi), diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit
sampai akhir sanad (didalam hadits itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan cacat (‘Illat)
Hadits Hasan, yaitu hadits yang bersambung sanad-sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, hadits yang rendah tingkat
kekuatan hafalanya, tidak rancu dan tidak cacat
Hadits Dha’if, yaitu hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan
Sanadnya bersambung, yaitu setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di
atasnya dan begitu selanjutanya sampai rawi pertama.
Perawinya bersifat adil, yaitu suatu watak dan sifat yang kuat mampu menggerakan orangnya kepada perbuatan taqwa.
Perawinya bersifat dhabit, yaitu orang yang kuat hafalanya apa yang didengarnya dan mampu menyampaikan hafalanya itu
kepada siapa yang dikehendakinya
Terhindar dari kerancuan (syudzudz), yaitu suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda engan rawi yang lebih kuat
Terhindar dari ‘Illat (cacat), yaitu sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadits
Shaihi Li Dzatihi, hadits shahih yang mencapai tingkatan keshahihan dengan sendirinya tanpa dukungan hadit lain yang
menguatkanya sertra memiliki lima kriteria.
Shahih Li Ghairihi, yaitu hadits hasan li dzatihi yang naik derajatnya menjadi shahih karena ada perawi lain yang
menguatkannya
Hasan Li Dzatihi, yaitu hadits yang bersambung sanad-sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, hadits yang rendah
tingkat kekuatan hafalanya, tidak rancu dan tidak cacat.
Hasan Li Ghairihi, yaitu hadits yang didalam isnadnya terdapat orang yang tidak diketahui keadaanya, tidak bisa dipastikan
kelayakanya atau tidak layaknya, tapi ia bukan orang lengah yang banyak berbuat salah dan tidak pula dituduh berbuat dusta
sedang matanya didukung oleh muttabi’ atau syahid.
Beberapa ahli hadits menghimpun macam-macam hadits dha’if berjumlah 381. Pendapat ini dibantah oleh Subhi Shalih
dengan alasan tidak aktual dan tidak memenuhi ciri-ciri tertentu.
Ibnu Shalah berkata jumlah hadits dha’if tidak lebih dari 42 macam
Nur al Din ‘Itr berkata jumlah hadits dha’if banyak sekali macamnya
Menurut Al Ustadz Syaikh Muhammad al Simahi hadits dha’if berjumlah 510 macam
Selain Ketidakmustahilan Sanad spt., Hadits Mudha’af, Mudhtharib, Maqlub, Syadz, Munkar, dan Hadits Matruk.
Sanad penduduk Syam yang paling lemah adalah Muhammad bin Qais al Mashlub, Ubaidillah bin Zahr, Ali bin Yazid, Al
Qasim dan Abu Umamah.
Sanad Penduduk Mesir yang paling Dha’if adalah Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj bin Rusydin bin Sa’ad, Bapaknya,
Kakeknya, Furrah bin Abdur Rahman bi Haiwih.
Sanad Ibnu Abbas yang paling lemah adalah Al Sudi al Saghir Muhammad bin Marwan, Al Kalbi, Abu Shalih dan Ibnu
Abbas
Hadits Dha’if tidak dapat dijadikan hujjah agama, baik untuk penetapan hukum maupun untuk menetapkan keutamaan amal.
Pendapat ini diikuti oleh bin Ma’in, Ali bin Hazm, Abu Bakar Ibnu al Arabi, Al Shihab al Hafazy, Al Jalal al Dawani.
Hadits Dha’if bisa dijadikan hujjah dalam masalah fadlailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal yang dianjurkan maupun
yang dilarang. Pendapat ini diikuti oleh Imam al Nawawi, Syekh Ali al Qari dan Ibnu Hajar al Haitami
Kandungan Hadits tersebut berkenaan dg kisah, nasihat, keutamaan, dan sejenisnya, serta tidak berkaitan dg sifat-sifat Allah,
tafsir ayat Al Qur’an, hukum halal haram dan yang semacamnya.
Ada dalil lain (yang kuat atau memenuhi syarat) yang menjadi dasar pokok bagi hadits Dha’if tersebut
Amal yg dilakukan tidak diniatkan atas dasar petunjuk dari hadits Dha’if tsb. Tetapi diniatkan atas dasar kehati-hatian.
Syarat-syarat mengamalkan Hadits Dha’if Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani :
Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadits dha’if yang tidak terlalu parah kedha’ifanya.
Hadits dha’if yang bersangkutan berada pada suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat diamalkan sehingga tidak dapat
diamalkan hadits dha’if yang sama sekali tidak mempunyai dalil pokok.
Ketika hadits dha’if yang bersangkutan diamalkan tidak disertai keyakinan atas kepastian keberadaanya, untuk menghindari
penyandaran kepada nabi sesuatu yang tidak beliau katakan.
Pertemuan 10
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Hadits Dha’if dan Macam-macamnya
Hadits Dha’if, yaitu hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan
Beberapa ahli hadits menghimpun macam-macam hadits dha’if berjumlah 381. Pendapat ini dibantah oleh Subhi Shalih
dengan alasan tidak aktual dan tidak memenuhi ciri-ciri tertentu.
Ibnu Shalah berkata jumlah hadits dha’if tidak lebih dari 42 macam
Nur al Din ‘Itr berkata jumlah hadits dha’if banyak sekali macamnya
Menurut Al Ustadz Syaikh Muhammad al Simahi hadits dha’if berjumlah 510 macam
Selain Ketidakmustahilan Sanad spt., Hadits Mudha’af, Mudhtharib, Maqlub, Syadz, Munkar, dan Hadits Matruk.
Sanad penduduk Syam yang paling lemah adalah Muhammad bin Qais al Mashlub, Ubaidillah bin Zahr, Ali bin Yazid, Al
Qasim dan Abu Umamah.
Sanad Penduduk Mesir yang paling Dha’if adalah Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj bin Rusydin bin Sa’ad, Bapaknya,
Kakeknya, Furrah bin Abdur Rahman bi Haiwih.
Sanad Ibnu Abbas yang paling lemah adalah Al Sudi al Saghir Muhammad bin Marwan, Al Kalbi, Abu Shalih dan Ibnu
Abbas
Hadits Dha’if tidak dapat dijadikan hujjah agama, baik untuk penetapan hukum maupun untuk menetapkan keutamaan amal.
Pendapat ini diikuti oleh bin Ma’in, Ali bin Hazm, Abu Bakar Ibnu al Arabi, Al Shihab al Hafazy, Al Jalal al Dawani.
Hadits Dha’if bisa dijadikan hujjah dalam masalah fadlailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal yang dianjurkan maupun
yang dilarang. Pendapat ini diikuti oleh Imam al Nawawi, Syekh Ali al Qari dan Ibnu Hajar al Haitami
Kandungan Hadits tersebut berkenaan dg kisah, nasihat, keutamaan, dan sejenisnya, serta tidak berkaitan dg sifat-sifat Allah,
tafsir ayat Al Qur’an, hukum halal haram dan yang semacamnya.
Ada dalil lain (yang kuat atau memenuhi syarat) yang menjadi dasar pokok bagi hadits Dha’if tersebut
Amal yg dilakukan tidak diniatkan atas dasar petunjuk dari hadits Dha’if tsb. Tetapi diniatkan atas dasar kehati-hatian.
Syarat-syarat Mengamalkan Hadits Dha’if merurut pendapat Al Hafidz Ibnu Hajar adalah :
Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadits dha’if yang tidak terlalu parah kedha’ifanya.
Hadits dha’if yang bersangkutan berada pada suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat diamalkan sehingga tidak dapat
diamalkan hadits dha’if yang sama sekali tidak mempunyai dalil pokok.
Ketika hadits dha’if yang bersangkutan diamalkan tidak disertai keyakinan atas kepastian keberadaanya, untuk menghindari
penyandaran kepada nabi sesuatu yang tidak beliau katakan.
Pertemuan 11
1. Tujuan Pembelajaan
Mahasiswa mampu memahami konsep Rawi dan Proses Transformasi Hadits (Tahammul Ada)
2. Raiaan Materi Pelajaran
a. Perawi Hadits
Kata Rawi berarti orang yang meriwayatkan atau emberikan Hadits.Sedangkan menurut istilah Rawi adalah orang yang
menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya, baik itu laki-laki maupun perempuan.
Adapun syarat-syarat Rawi adalah sebagai berikut: Muslim, Berakal, Dhabit, dan Adil
Ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan Hadits, yaitu :
-At Tahammul (kegiatan menerima Hadits dari periwayat Hadits
-Al ‘Ada (kegiatan menyampaikan Hadits kepada orang lain)
-Al Isnad (penyebutan susunan rangkaian periwayatanya ketika menyampaikan Hadits)
b. Cara penyampaian (Tahammul) atau Proses Transformasi Hadits
Metode transmisi Hadits atau dikenal dengan istilah Jalan menerima Hadits (Thuruq al Tahammul) dan penyampaianya yaitu
cara-cara menerima Hadits, mengambilnya dari Syekh atau gurunya.
Al Sima’, yaitu mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara didiktekan maupun bukan, baik dari hafalanya
maupun tulisanya. Lafadznya: akhbarani, akhbarana, hadtsana, hadatsani, sami’tu dan sami’na.
Al Qira’ah atau ‘Aradl, yaitu pembaca menyuguhkan haditsnya ke hadapan sang guru, baik ia sendiri yang membacanya
maupun orang lain yang membacanya sedang ia mendengarkanya. Lafadznya : qara’tu ‘alaih, quri’a ‘ala fulan wa ana
asma’, hadatsan au akhbarana qira’ah alaih.
Ijazah, yaitu pemberian izin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan hadits daripadanya atau kitab-kitabnya.
Ijazah ada tiga jenis: (1) Ijazah fi mu’ayyanin li mu’ayyanin (izin untuk meriwayatkan seseuatu yang tertentu kepada
orang yang tertentu), (2) Ijazah fi ghairi mu’ayyanin li mu’ayyanin (izin untuk meriwayatkan sesuatu yang tidak tertentu
kepada orang tertentu), dan (3) Ijazah ghairi mu’ayyanin bighairi mu’ayyanin (izin untuk meriwayatkan ssuatu yang tidak
tertentu kepada yang tidak tertentu).
Munawalah, yaitu seorang guru memberikan sebuah naskah asli kep. muridnya atau salinan yg sudah dikoreksinya untuk
diriwayatkan. Munawalah ada dua tipe: (1)dg dibarengi ijazah, dan (2)tanpa dibarengi ijazah. Adapun lafadz yg
digunakanya utk yg dibarengi jazah anba’ani, anbana, dan yg tidak dibarengi ijazah: nawalani dan nawalana.
Mukatabah, yaitu seorang guru yg menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa hadits kepada orang lain
atau yg ada dihadapanya.
Wijadah, yaitu memperoleh tulisan hadits orang lain yg tk diriwayatkannya, baik dg lafadz sima, qira’ah maupun lainya dr
para pemilik hadits dan pemilik tulisan.
Washiyah, yaitu pesan seseorang di kala akan mati atau bepergian, dg sebuah kitab spy diriwayatkan.
I’lam, yaitu pemberitahuan guru kep. muridnya bhw hadits yg diriwayatkanya adalah riwayatnya sendiri yg
Pertemuan 12
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Ilmu Jarh Wa Al Ta’dil
Mahasiswa mampu menerapkan teori Ilmu Jarh Wa Al Ta’dil
2.7.Lafadz-lafadz Ta’dil
(a) Kata-kata yang menduduki tingkat teratas untuk menyatakan bahwa seorang perawi itu tidak ada cacatnya atau ia
dipercaya adalah autsaqun nas (orang paling dapt dipercaya) atau ilaihi muntaha, adlbatun nas dan la a’rifu lahu
nadhiran fi al dunya (aku tidak mengetahui tandinganya di dunia)
(b) Tingkat kedua spt. Kata fulan la’ yus’alu ‘anhu (si fulan tidak dipertanyakan lagi)
(c) Tingkat ketiga spt. Kata tsiqah-tsiqah dan tsabat-tsabat dan juga kata-kata tsiqah ma’mun, tsabat, hujjah, dan
shahib hadits.
(d) Tingkat keempat adalah kata-kata tsiqah, tsabat, hujjah, imam, dhabit dan hafidz.
(e) Kelima adalah kata-kata laisa bihi ba’sun atau la ba’sa bihi. Kata ini menunjukan perawi kurang hafalanya.
(f) Keenam adalah kata-kata laisa bi ba’idin min al shawab, jarwa haditsuhu, muqarabatul hadits, shadiqun insya
Allah atau arju an la’ ba’tsa bihi
Pertemuan 13
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Hadits Maudhu
Mahasiswa mampu membedakan hadits Maudhu dan yang lainya
Mahasiswa mampu memberikan contoh hadits Maudhu
2. Uraian Singkat Materi Pembelajaran
2.1.Definisi Hadits Maudhu’ (Palsu)
Kata Maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti mengada-ada dan mendustakan.
Hadits Maudhu’ (terminologi) adalah hadits yang dibuat-buat oleh para pendusta dan mereka menyandarkanya kepada
Rasulullah saw.
Penggunaan terminologi hadits maudhu’ atau hadits palsu, tidaklah harus difahami secara harfiah dan parsial dari
masing-masing kata yang ada. Justru penggabungan dua kata tersebut menjadi satu kesatuan yang telah memberikan
nuansa baru, sebagai yang berasal bukan dari Nabi, dan untuk memudahkan bahasa pengungkapan riwayat palsu serta
menjelaskan kepalsuanya.
2.2.Sejarah dan Perkembangan Hadits Palsu
Pemalsuan hadits telah terjadi sejak masa Nabi saw. didasarkan kepada hadits Nabi.
Menurut riwayat al Thahawi dan al Thabari, pada masa Rasul ada seseorang yang mengaku telah diberi wewenang
untuk menyelesaikan suatu masalah kelompok masyarkat di Madinah. Setela di cek ternyata Rasul tidak pernah
menyuruh.
Pendapat lain mengatakan pemalsuan Hadits telah terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pertentangan
antara khalifah Ali dengan gubernur Syam, Mu’awiyah bin Abi Sofyan mempunyai pengaruh besar dalam perpecahan
umat dan munculnya partai politik serta sekte-sekte keagamaan.
Pertemuan 14
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Takhrij Hadits
2. Uraian Singkat Materi Pembelajaran
2.1.Pengertian Takhrij, Ikhraj dan Istikhraj
Kata takhrij bentuk mashdar dari kata kharaja berarti keluar. Selain itu, takhrij juga berarti ijtima’u amraini
mutadladlaini fi syai’in wahidin artinya bertemunya dua hal yang bertentangan pada suatu waktu. Ada juga yang
berpendapat, takhrij juga berarti : (1) al Istinbath yang berarti mengeluarkan, (2) al Tadrib artinya hal melatiah atau
pembiasaan, dan (3) al Taujih yang berarti memperhadapkan.
Takhrij (terminologi) adalah petunjuk jalan ke tempat letak hadits pada sumber-sumber yang orisinil takhrij-nya
berikut sanad-nya, kemudian dijelaskan martabat haditsnya bila diperlukan.
Ikhraj, berarti mengemukakan hadits kepada orang lain, dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yalah
menyampaikan hadits itu, dengan metode periwayatanya yang ditempuh.
Pertemuan 15
1. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep Inkarussunah
Kata” Ingkar sunah “ terdiri dari dua kata yaitu “ Ingkar dan sunah”. Kata “Ingkar” berasal dari akar kata arab اَ ْﻧ َﻜ َﺮ ﯾُﻨْﻜ ُﺮ
ا ْﻧ َﻜ َﺮyang mempunyai beberapa arti diantaranya “tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh
atau tidak mengetahui sesuatu dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati. Sedangkan pengertian Inkaru
Sunnah menurut Istilah adalah :
1) Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadist dan sunah sebagai sumber ajaran agama Islam
kedua setelah Al-qur’an.
2) Pahan yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunah shahih baik
sunah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara totalitas mutawatir ataupun ahad atau
sebagian saja, tanpa ada alasan yang dapat diterima.
Definisi kedua lebih rasional yang mengakumulasi berbagai macam Ingkar sunah yang terjadi disebagai masyarakat
belakang ini terutama, sedang definisi sebelumnya tidak mungkin terjadi karena tidak ada atau tidak mungkin seorang
muslim mengingkari sunah sebagai dasar hukum sunah.
Secara garis besar, Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok pengingkar sunah yang
berhadapan dengan Asy-Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
1) Menolak sunah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Al-qur’an saja yang dapat dijadikan hujjah.
2) Tidak menerima sunah kecuali, yang semakna dengan Al-qur’an.
3) Hanya menerima sunah mutawatir saja dan menolak selain mutawatir yakni sunah ahad.
Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa formulasi ingkar sunah adalah mereka yang menolak sunah secara
total dan mereka yang menolak hadist ahad dan menerima hadist mutawatir. Para ahli hadist menyebut para kelompok
ini sebagai kelompok ingkar sunah, seperti yang diformulasikan oleh Imam Syafi’i sebagai kelompok ingkar sunah
klasik untuk membedakannya dengan kelompok ingkar sunah yang muncul pada abad ke-14 yang disebut kelompok
ingkar sunah di abad modern.
b) Inkarusunnah Moderen
Sebagaimana pembahasan bahwa ingkar sunah klasik lahir di Irak (kurang lebih abad 2 H/ 7 M), kemudian menetes kembali pada
abad modern di India (kurang lebih 19 M/ 13 H), setelah hilang dari peredaran kurang lebih 11 abad. Baru muncul ingkar sunah di
Mesir pada abad 20 M.
Al-Mawdudi yang dikutip oleh Khadim Husein Ilahi Najasay seorang guru besar fakultas tarbiyah Jamiah Ummmi Al-Qura
Thaif demikian juga dikutip beberapa ahli hadits juga mengatakan bahwa ingkar sunnah lahir kembali di India. Setelah kelahirannya
pertama di Irak masa klasik. Maka timbullah kelompok-kelompok sempalan Al-Quraniyyun seperti Ahl- Ad- Dzikir wa Al-Qur’an
didirikan oleh Abdullah umat muslimah didirikan oleh Ahmad Ad-Din, Thulu Al-Islam yang didirikan oleh Parwez dan gerakan
Ta’mir Insaniyat yang didirikan oleh Abdul Khalik Mawadar.
Pada awal timbulnya ingkar sunah modern ini adalah akibat pengaruh kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal 19 M di
dunia Islam. Terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan colonial Inggris 1857 M berbagai usaha dilakukan
kolonial untuk pendangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui pimpinan-pimpinan umat islam dan tergiurnya
mereka terhadap teori-teori baarat untuk memberikan interpretasi hakekat Islam.
Tokoh-tokoh kelompok ingkar sunah modern akhir abad ke 19 dan 20 yang terkenal adalah Taufik Siddqi (wafat 1920 dari
Mesir Ghulam Ahmad Parvez dari India, Rasyad khalifah kelahiran mesir yang menetap di Amerika serikat dan Kasasim Ahmad
mantan ketua partai sosialis rakyat Malaysia. Argumen yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar
sunnah klasik, untuk lebih jelasnya daapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Taufik Sidqi dari Mesir
Beliau berpendapat bahwa tidak ada satupun hadits nabi SAW yang dicatat pada zamannya.
Pencatatan hadits nabi SAW dilakukan setelah nabi SAW wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadits nabi tersebut manusia
berpeluang untuk mempermainkan dan merusak hadits seperti yang terjadi.
2. Ghulam Ahmad Parvez dari India
Ia adalah pengikut setia Taufik Sidqi, pendapatnya yang terkenal adalah mengenai tata cara sholat yang terserah pada pemimpin umat
untuk menentukan secara musyawarah sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat.
3. Rasyad Khalifah dari Amerika Serikat
Ia mengakui bahwa al-quran adalah satu-satunya sumber ajaran islam, namun ia menolak al-hadits bahkan menilainya sebagai buatan
iblis yang di bisikan kepada Nabi Muhammad SAW.
4. Kasim Ahmad dari Malaysia
Menurut pendapatnya asal mula hadits Nabi SAW yang di himpun dalam kitab-kitab hadist adalah dongeng-dongeng semata, karena
hadits nabi tersebut ditulis seteleah nabi SAW wafat
5. Ingkar Sunnah di Indonesia
Tokoh-Tokoh Ingkar sunnah yang tercatat di Indonesia antara lain:
Lukman Sa’ad, Dadang Setio Groho, Safran Batu Bara dan Dalimi Lubis.
Pertemuan 16
REFERENSI
1. Wajib
a. Muhammad Ajaj Al Khatib, Al Sunnah Qabla wa Al Tadwin, Beirut : Dar al Fikr, 1971
b. ----------------------------------, Ushul Al Hadits, Ulumuhu Wa Musthalahuhu, Beirut : Dar
c. Subhi Shalih, Ulum Al Hadits wa Musthalahuhu, Beirut : Dar al Ilmu li al Malayin, 1977
d. Mahmud At Tahhan, Ushulut Takhrij Wa Dirasatu Asanid, Terj. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, Surabaya : PT
Bina Ilmu, 1995
e. Suhudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, Jakarta : Gema Insan Press, 1995
f. ------------------, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta : Bulan Bintang, 1992
2. Pendukung
a. M. Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits, Bandung : PT. Ma’arif, 1990
b. Hasbi Ash Shidiqi, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, Jakarta : Bulan Bintang, 1981
c. ------------------------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta : Bulan Bintang, 1993
d. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, Jakarta : Gaya Media Pratama 1996
e. Said Agil Husain Al Munawar, Al Qur’an Membangun Keshalehan Hakiki, Jakarta : Ciputat Prss, 2002
Mengetahui,
1. Jelaskan oleh saudara tentang : (a) Perbedaan Sunnah, Hadits, Khabar, dan Atsar; (b) Macam-macam Sunnah disertai dengan
contohnya; (c) Perbedaan sunnah atau Hadits dengan Al Qur’an dan fungsi Sunnah atau Hadits terhadap Al Qur’an disertai
contohnya.
2. Berikan uraian singakat tentang Hadits pada masa Nabi dan pada masa sahabat! Bagaimana penulisan, penerimaan atau penyampaian
(transformasi) Hadits, dan pemeliharaan Hadits pada masa tersebut?
3. Hadits ditinjau dari segi kuantitas sanad dapat dikelompokan menjadi Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad. Jelaskan perbedaan kedua
Hadits tersebut, macam-macam Hadits Mutawatir dan macam-macam Hadits Ahad, serta syarat-syarat Hadits Mutawatir dan Hadits
Ahad disertai contohnya!
Good Luck
SOAL :
1. Jelaskan oleh saudara tentang definisi Jarh wa al Ta’dil menurut bahasa dan istilah, sejarah perkembangannya dan tingkatan-
tingkatan lafadz-lafadz Ilmu Jarh wa at Ta/dil!
2. Jelaskan perbedaan Hadits Dha’if dan Hadits Maudu’, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya Hadits Mauhdu’, ciri-ciri
(karakteristik) Hadits Maudhu’,dan sebutkan tokoh-tokoh dan contoh-contoh Hadits Maudhu’!
3. Salah pokok bahasan materi Ilmu Hadits adalah Ilmu Takhrij Hadits. Jelaskan oleh saudara definisi Takhrij Hadts menurut bahasa
dan istilah dan metode-metode Takhrij Hadits yang ditawarkan oleh para ulama disertai kelebihan dan kekurangannya!
4. Bagaimana pendapat saudara tentang Inkaru al Sunnah atau Munkiru al Sunnah? Jelaskan argumen-argumen mereka (Inkaru al
Sunnah), baik dalil aqli maupun dalil naqli! Dan bagaimana bantahan para pembela al Sunnah terhadap argumen Inkaru al Sunnah?
Good Luck