Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MEDIA PROMOSI KESEHATAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL


PAPUA DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL, BUDAYA, DAN EKONOMI
TERHADAP KEARIFAN LOKAL PROVINSI PAPUA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah
tercapainya bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir dan bathin. Salah
satu ciri bangsa yang maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi,
karena derajat kesehatan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kualitas sumberdaya manusia. Hanya dengan sumberdaya yang sehat akan
lebih produktif dan meningkatkan daya saing bangsa. Pembangunan
kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang
sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing manusia.
Upaya mewujudkan kesehatan masyarakat di Indonesia terutama
dilakukan dengan melakukan perubahan perilaku kesehatan melalui promosi
kesehatan. Promosi kesehatan meliputi kegiatan pendidikan kesehatan disertai
pemberdayaan masyarakat. Pendidikan kesehatan memiliki tujuan utama
mengubah pengetahuan masyarakat agar terbentuk perilaku sehat sesuai yang
diharapkan. Peningkatan pengetahuan kesehatan masyarakat diharapkan
memicu sikap mendukung perilaku sehat, bila didukung faktor pemungkin
dan pendorong akan membentuk perilaku sehat. Proses pendidikan kesehatan
merupakan proses transfer informasi tentang kesehatan yang diharapkan
melalui komunikasi. Komponen komunikasi tersusun atas pengirim dan
penerima pesan, isi pesan, media dan efek dari pesan.
Media sebagai saluran informasi merupakan salah satu komponen
penting dalam pendidikan kesehatan. Memilih media sebagai saluran
menyampaikan pesan kesehatan dipengaruhi metode yang digunakanMedia
pendidikan kesehatan pada hakekatnya alat bantu pendidikan kesehatan.
Menurut fungsi sebagai saluran pesan media pendidikan kesehatan dapat
dikelompokkan atas media cetak, media elektronik dan media papan
(billboard). Beberapa media cetak dikenal antara lain booklet, leaflet,
selebaran (flyer), lembar balik (flip chart), artikel atau rubrik, poster dan foto.
Media elektronik dapat berupa televisi, radio, video, slide, film strip dan
sekarang dikenal internet. Media papan berupa baliho biasanya dipasang di
tempat-tempat umum yang menjadi pusat kegiatan masyarakat.Alat peraga
yang dipergunakan dalam pendidikan kesehatan dapat berupa alat bantu lihat
(visual), alat bantu dengar (audio) atau kombinasi audio visual.
Penggunaan alat peraga memperhatikan tujuan penggunaannya
(sederhana dan kompleks), sasaran, tempat dan penggunanya. Dengan
memahami komunikasi khususnya alat peraga dan media pendidikan
kesehatan diharapkan analis laboratorium mampu menyampaikan informasi
kesehatan terutama preventif sehingga timbul perubahan perilaku kesehatan
masyarakat agar lebih mendahulukan mencegah penyakit dan meningkatkan
derajat kesehatan. Pendidikan kesehatan yang tepat akan mendorong peran
analis laboratorium untuk mengajak masyarakat memanfaatkan profesi analis
kesehatan bukan hanya pada saat sakit tetapi dimulai dari pencegahan
penyakit serta meningkatkan kondisi kesehatannya melalui deteksi dini.
Kearifan lokal merupakan warisan nenek moyang kita dalam tata nilai
kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya dan adat istiadat.
Dalam perkembangannya masyarakat melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya dengan mengembangkan suatu kearifan yang berwujud
pengetahuan atau ide, peralatan, dipadu dengan norma adat, nilai budaya,
aktivitas mengelola lingkungan guna mencukupi kebutuhan hidupnya
(Suhartini, 2009).
Kearifan tradisional yang bersifat lokal sesuai dengan daerahnya
masing - masing merupakan salah satu warisan budaya yang ada di
masyarakat dan secara turun-temurun dilaksanakan oleh kelompok
masyarakat bersangkutan.
Lampe (2009), menjelaskan bahwa dari sisi lingkungan hidup
keberadaan kearifan lokal tradisional sangat menguntungkan karena secara
langsung ataupun tidak langsung dalam memelihara lingkungan serta
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Santosa (2011) menjelaskan
bahwa salah satu isu yang diperhatikan pada masa sekarang dan masa akan
datang menyangkut mutu pengelolaan lingkungan hidup melalui reaktualisasi
kearifan lokal dalam pemberdayaan masyarakat. Kearifan lokal sebagai
produk kolektif masyarakat, difungsikan guna mencegah keangkuhan dan
keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa merusak
kelestarian hidup. Peningkatan mutu pengelolaan lingkungan hidup
memerlukan komitmen etika masyarakat lokal bersama stakeholder dalam
berperilaku adaptif memanfaatkan sumberdaya alam didukung kebijakan
pembangunan yang prolingkungan hidup.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:

C. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Promosi Kesehatan


1. Pengertian Media Promosi Kesehatan
Media pendidikan kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronik dan media luar
ruang, sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2005).
2. Kegunaan dan Manfaat Media Promosi Kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu
pendidikan (AVA), alat-alat tersebut merupakan alat untuk memudahkan
penyampaian dan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat
(Fitriani, 2011).
Manfaat penggunaan media dalam promosi kesehatan:
a) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
b) Mencapai sasaran
c) Merangsang sasaran untuk meneruskan pesan yang diterima kepada
orang lain
d) Mempermudah penyampaian informasi
e) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
3. Jenis-Jenis Media
a) Berdasarkan bentuk umum penggunaan (Notoadmojo, 2005)
- Bahan bacaan : modul, buku rujukan/bacaan, folder, leaflet, majalah,
buletin, dsb
- Bahan peragaan: poster tunggal, poster seri, plipchart, transparan
slide, film, dst
b) Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan
(media) maka dapat dibagi menjadi 3 (Fitriani, 2011), yakni:
1) Media Cetak
a. Poster
Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan
gambar-gambar dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster
harus jelas artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca
pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada
suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang
misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman,
dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi,
kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk
mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena
itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya
berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik
adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan
orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak
(Notoatmodjo, 2010).
b. Leaflet
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan
kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan
gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan
secara berlipat. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat
pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD,
pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet
dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di
photo copy (Notoatmodjo, 2010).
c. Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil.
Terutama digunakan untuk topik dimana terdapat minat
yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok sasaran. Ciri lain dari
booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang
dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh
informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan
caranya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dengan booklet ada beberapa hal antara lain booklet itu sendiri,
faktor-faktor atau kondisi lingkungan juga kondisi individual
penderita. Oleh karena itu dalam pemakaiannya perlu
mempertimbangkan kemampuan baca seseorang, Kondisi fisik
maupun psikologis penderita dan juga faktor lingkungan dimana
penderita itu berada (Notoatmodjo, 2010).
d. Flipchart (lembar balik)
adalah media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam setiap lembaran
buku berisi gambar peragaan dan dibaliknya terdapat kalimat yang
berisi pesan-pesan dan informasi yang berkaitan dengan gambar
tersebut (Fitriani, 2011). Lembaran balik akan memudahkan
pekerjaan untuk menerangkan dan memberikan informasi dengan
gambar tahap demi tahap. Setiap tahapan memiliki satu gambar
yang bernomor setelah selesai menyelesaikan isi satu nomor maka
lembaran bergambar tersebut dibalikkan begitu sampai seterusnya
hingga akhir Sekumpulan lembaran balik merupakan suatu
pelajaran atau informasi yang lengkap sehingga akan dapat dipilih
untuk segera digunakan seperlunya. Kelebihan lembar balik adalah
gambar yang jelas dan dapat dilihat secara bersama-sama, menarik
dan mudah dimengerti, (Sulaiman, 1985).
e. Rubrik
adalah tulisan dalam surat kabar atau majalah mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan
kesehatan (Fitriani, 2011).
f. Brosur
adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang
berbentuk cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu
produk, layanan program dan sebagainya. Brosur berisi pesan
yang selalu tunggal, dibuat untuk menginformasikan,
mengedukasi, dan membujuk atau mempengaruhi orang.
(Anynomous)
Kelebihan media cetak;
- Tahan lama
- Mencakup banyak orang
- Biaya tidak tinggi
- Tidak erlu listrik
- Dapat dibawa kemana-mana
- Dapat mengungkit rasa keindahan
Kelemahan media cetak:
- Media ini tidak dapat menstimulasi efek suara dan efek gerak
- Mudah terlipat
2) Media elektronik
a. Televisi yaitu media penyampaian pesan atau informasi
melalui media televisi dapat bentuk sandiwara, sinetron, forum
diskusi atau tanya jawab yang berkaitan dengan masalah
kesehatan, pidato, TV spot, qiuz atau cerdas cermat dan
sebagainya (Fitriani, 2011).
b. Radio yaitu penyampaian pesan atau informasi melalui berbagai
obrolan seperti tanya jawab, sandiwara, ceramah, radio spot
dan sebagainya (Fitriani, 2011).
c. Film atau video yaitu merupakan media yang dapat
menyajikan pesan bersifat fakta maupun fiktif yang dapat bersifat
informatif, edukatif maupun instruksional (Fitriani, 2011). Film
atau video menjadi alat bantu belajar yang sangat baik, video
dan film dapat mengatasi kekurangan keterampilan dalam
membaca dan penguasaan bahasa, mengatasi keterbatasan
pengelihatan, video dan film sangat baik untuk menerangkan
suatu proses dengan menggunakan pengulangan gerakan secara
lambat demi memperjelas uraian dan ilustrasi, memikat perhatian,
merangsang dan memotivasi kelompok sasaran, video dan film
sangat baik untuk menyajikan teori dan praktik, menghemat
waktu untuk melakukan penjelasan (Sadiman, 2006)
Kelebihan media elektronik:
- Sudah dikenal masyarakat
- Mengikutsertkan semua panca indera
- Lebih mudah dipahami
- Lebih menarik karena ada suara dan gambar bergerak
- Bertatap muka
- Penyajian dapat dikendalikan
- Jangkauan relative besar
Kekurangan media elektronik:
- Biaya lebih tinggi
- Sedikit rumit
- Perlu listrik
- Perlu keterampilan dalam pengoperasian
- Perlu alat canggih untuk produksi
- Peralatan selalu berkembang dan berubah
3) Media papan
4) Media luar ruang, yaitu media yang menyampaikan pesannya di luar
ruangan secara umum melalui media cetak dan elektronika secara
statis, misalnya: papan reklame, spanduk, pameran, banner, dan tv
layar lebar.
Kelebihan media luar ruang diantaranya:
- Sebagai informasi umum dan hiburan
- Mengikutsertakan semua panca indera
- Lebih mudah dipahami
- Jangkauan relatif besar
Kekurangan media luar ruangan diantaranya:
- Biaya lebih tinggi
- Sedikit rumit
- Ada yang memerlukan listrik
- Ada yang memerlukan alat canggih untuk produksinya

B. Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung
oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).
2. Tujuan Promosi kesehatan
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya
setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari
fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan
mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).
3. Sasaran Promosi Kesehatan
Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal
memiliki 3 jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
a. Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak
bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang
mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem nilai dan
norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat,
baik pemuka informal maupun formal dalam mempraktikkan PHBS.
Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari
kelompok- kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS,
yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang
bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
b. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan
sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan
informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
PHBS.
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
c. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang- undangan di bidang kesehatan dan bidang lain
yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara:
- Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang- undangan yang
tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung
terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat.
- Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain)
yang dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta
masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)
4. Strategi Promosi Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina suasana,
advokasi dan kemitraan.
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan
dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-
tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat
penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan
adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice)
(Notoatmodjo, 2005).
5. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Berdasarkan konferensi International Promosi Kesehatan di Ottawa
Canada (1986) yang menghasilkan piagam Ottawa, promosi kesehatan
dikelompokan menjadi lima area berikut:
- Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (Health Public Policy)
kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan. Hal ini berarti setiap kebijakan pembangunan dalam bidang
apapun harus mempertimbangkan dampak kesehatan bagi masyarakat.
- Mengembangkan jaringan kemitraan dan lingkungan yang mendukung
(create partnership and supportive environmental). Kegiatan ini
bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang
mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada
pemimpin organisasi masyarakat serta pengelola tempat-tempat umum
dan diharapkan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan non-fisik yang mendukung atau
kondusif terhadap kesehatan masyarakat.
- Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health serice) adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan tanggung jawab
bersama antara pemberi dan penerima pelayanan orientasi pelayanan
diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek yang dapat
memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri. Hal
tersebut berarti pelayanan lebih diarahkan kepada pemberdayaan
masyarakat.
- Meningkatkan keterampilan individu (increase individual skills).
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan yang terdiri atas kelompok,
keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat terwujud apabila
kesehatan kelompok, keluarga, dan individu terwujud. Oleh sebab itu,
peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau individu sangat
penting untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat memelihara serta meningkatkan kualitas kesehatannya.
- Memperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community action),
derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif jika unsur-
unsur yang terdapat di masyarakat tersebut bergerak sama-sama.
Memperkuat kegiatan masyarakat berarti memberikan bantuan terhadap
kegiatan yang sudah berjalan di masyarakat sehingga lebih dapat
berkembang. Disamping itu, tindakan ini memberi kesempatan
masyarakat untuk berimprovisasi, yaitu melakukan kegiatan dan
berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
- Pendekatan yang menyeluruh dalam pembangunan kesehatan dengan
menggunakan lima ruang lingkup tersebut jauh lebih efektif dibanding
dengan menggunakan pendekatan tunggal. Pendekatan melalui tatanan
memudahkan implementasi penyelenggaraan promosi kesehatan. Peran
serta masyarakat sangat penting untuk melestarikan berbagai upaya.
Masyarakat harus menjadi subjek dalam promosi kesehatan dan
pengambilan keputusan. Akses pendidikan dan informasi sangat
penting untuk mendapatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
(Notoatmodjo, 2009).

C. Status Sosial Ekonomi


1. Pengertian Status Sosial Ekonomi
Santrock (2007:282), status sosioekonomi sebagai pengelompokan
orang-orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan
ekonomi. Status sosioekonomi menunjukan ketidak setaraan terentu.
Secara umum anggota masyarakat memiliki (1) pekerjaan yang bervarias
prestisenya, dan beberapa individu memiliki akses yang lebih besar
terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi dibanding orang lain; (2) tingkat
pendidikan yang berbeda, ada beberapa individual memiliki akses yang
lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik dibanding orang lain; (3)
sumber daya ekonomi yang berbeda; (4) tingkat kekuasaan untuk
mempengaruhi institusi masyarakat. Perbeedaan dalam kemampuan
mengontrol sumber daya dan berpartisipasi dalam ganjaran masyarakat
menghasilkan kesempatan yang tidak setara.
Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994) adalah kedudukan atau
posisi sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis
aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal,
dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soekanto (2001) sosial
ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan
orang lain dalam arti lingkungan peragulan, prestasinya, dan hak- hak serta
kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.
Menurut Russel (1993:164-165) sistem distribusi menentukan
pembagian masyarakat menjadi kelas-kelas, dan dimana terdapat kelas,
maka kelas-kelas yang berbeda akan menerima jenis pendidikan yang
berbeda. Pada masyarakat kapitalis, kaum buruh mendapatkan pendidikan
yang paling sedikit, dan mereka yang berkeinginan memasuki suatu
profesiyang terpelajar memperoleh pendidikan terbanyak, sedangkan
kuantitas pendidikan yang sedang dianggap cocok bagi mereka yang akan
menjadi “orang-orang terhormat” atau usahawan. Sebagai suatu kaidah
umum, seorang anak lelaki atau perempuanmenjadi bagian dari kelas
sosial yang sama sepertikedua orang tuanya.
2. Faktor-faktor yang Menentukan Sosial Ekonomi.
Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya
sosial ekonomi orang tua di masyarakat, diantaranya tingkat pendidikan,
jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal,
pemilikan kekayaan, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari
komunitasnya. Dalam hal ini uraiannya dibatasi hanya 4 faktor yang
menentukan yaitu tingkat pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan
kekayaan, dan jenis pekerjaan.
a. Tingkat Pendidikan
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1, pada dasarnya
jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan menurut UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didika secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah
aktivitas dan usaha untuk meningkatkan kepribadian dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rokhani (pikir, cipta, rasa,
dan hati nurani) serta jasmani (panca indera dan keterampilan-
keterampilan).
b. Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah semua pendapatan kepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya yang diwujudkan dalam bentuk uang
dan barang. Menurut Sumardi dalam Yerikho (2007) mengemukakan
bahwa pendapatan yang diterima oleh penduduk akan dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan yang dimilikinya. Dengan pendidikan yang tinggi
mereka akan dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disertai pendapatan yang lebih
besar. Sedangkan bagi penduduk yang berpendidikan rendah akan
mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang kecil.
c. Pemilikan Kekayaan atau Fasilitas
Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk
barang-barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan
ekonominya.
d. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari
bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya
mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan
kepuasan dan mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa
akan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan seseorang akan
mempengaruhi kemampuan ekonominya, untuk itu bekerja merupakan
suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam bekerja mengandung
dua segi, kepuasan jasmani dan erpenuhinya kebutuhan hidup.
Menurut Manginsihi (2013: 15), pekerjaan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh orang tua siswa untuk mencari nafkah. Pekerjaan yang
ditekuni oleh stiap orang berbeda-beda, perbedaan itu akan
menyebabkan perbedaan tingkat penghasilanyang rendah sampai
padatingkat penghasilan yang tinggi, tergantung pada pekerjaan yang
ditekuninya.
3. Konsep Kearifan Lokal
1. Pengertian Kearifan Lokal
Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu
kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan ruang
interaksi di mana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian,
kearifan lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku
dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan
dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari.
Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan
memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu,
kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan
martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang
bersifat umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun,
akan berkembang menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh, yang
selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal didefinisikan sebagai
kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah,
2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang
tertentu (Ridwan, 2007).
Kearifan adalah seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh
suatu kelompok masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari
pengalaman panjang menggeluti alam dalam ikatan hubungan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara
berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan (wisdom) dapat
disepadankan pula maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan,
kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan
Keputusan yang berkenaan dengan penyelesaian atau penanggulangan suat
masalah atau serangkaian masalah yang relatif pelik dan rumit.
Kearifan lokal (localwisdom) terdiri dari dua kata: kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom
dapat berarti kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom
(kearifan/kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan
lokal merupakan suat gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat,
tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran
masyarakat serta berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat memiliki ciri yang spesifik,
terkait dengan pengelolaan lingkungan sebagai kearifan lingkungan.
Kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan
yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap
lingkungannya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk
ide, aktivitas dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan ke
dalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan
diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Kearifan
lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir, bertindak
dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan
dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat
manusia secara timbal balik. Pengetahuan rakyat yang memiliki kearifan
ekologis itu dikembangkan, dipahami dan secara turun-temurun diterapkan
sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama dalam mengolah
sumberdaya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan
berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya fungsi sosial
lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Manfaat
yang diperoleh manusia dari lingkungan mereka, lebih-lebih kalau
merekaberada pada taraf ekonomi sub-sistensi, mengakibatkan orang
merasa menyatu atau banyak tergantung kepada lingkungan mereka.
2. Klasifikasi Kearifan Lokal
Klasifikasi kearifan lokal meliputi tata kelola, nilai-nilai adat, serta
tata cara dan prosedur, termasuk dalam pemanfaatan ruang (tanah ulayat).
a. Tata Kelola
Di setiap daerah pada umumnya terdapat suatu sistem
kemasyarakatan yang mengatur tentang struktur sosial dan keterkaitan
antara kelompok komunitas yang ada, seperti Dalian Natolu di
Sumatera Utara, Nagari di Sumatera Barat, Kesultanan dan Kasunanan
di Jawa dan Banjar di Bali. Sebagai contoh, masyarakat Toraja
memiliki lembaga dan organisasi sosial yang mengelola kehidupan di
lingkungan perdesaan. Pada setiap daerah yang memiliki adat besar
pada umumnya terdiri dari beberapa kelompok adat yang dikuasai satu
badan musyawarah adat yang disebut Kombongan Ada’. Setiap
Kombongan memiliki beberapa penguasa adat kecil yang disebut
Lembang. Di daerah lembang juga masih terdapat penguasa adat
wilayah yang disebut Bua’ (Buletin Tata Ruang, 2009).
Selain itu, terdapat pula pembagian tugas dan fungsi dalam
suatu kelompok masyarakat adat misalnya Kepatihan (patih), Kauman
(santri) di perkampungan sekitar Keraton di Jawa. Kewenangan dalam
struktur hirarki sosial juga menjadi bagian dari tata kelola, seperti
kewenangan ketua adat dalam pengambilan keputusan, dan aturan
sanksi serta denda sosial bagi pelanggar peraturan dan hukum adat
tertentu.
b. Sistem Nilai
Sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu
komunitas masyarakat tradisional yang mengatur tentang etika
penilaian baik-buruk serta benar atau salah. Sebagai contoh, di Bali,
terdapat sistem nilai Tri Hita Karana yang mengaitkan dengan nilai-
nilai kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan Tuhan,
alamsemesta, dan manusia. Ketentuan tersebut mengatur hal-hal adat
yang harus ditaati, mengenai mana yang baik atau buruk, mana yang
boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, yang jika hal tersebut
dilanggar, maka akan ada sanksi adat yang mengaturnya.
c. Tata Cara atau Prosedur
Beberapa aturan adat di daerah memiliki ketentuan mengenai
waktu yang tepat untuk bercocok tanam serta sistem penanggalan
tradisional yang dapat memperkirakan kesesuaian musim untuk
berbagai kegiatan pertanian, seperti: Pranoto Mongso (jadwal dan
ketentuan waktu bercocok tanam berdasarkan kalender tradisional
Jawa) di masyarakat Jawa atau sistem Subak di Bali.
Selain itu, di beberapa daerah, seperti Sumatera, Jawa,
Bali,Kalimantan, Sulawesi, dan Papua umumnya memiliki aturan
mengenai penggunaan ruang adat termasuk batas teritori wilayah,
penempatan hunian, penyimpanan logistik, aturan pemanfaatan air
untuk persawahan atau pertanian hingga bentuk-bentuk rumah tinggal
tradisional. Di Tasikmalaya Jawa Barat misalnya, terdapat sebuah
kampung budaya yaitu Kampung Naga, yang masyarakatnya sangat
teguh memegang tradisi serta falsafah hidupnya, mencakup tata wilayah
(pengaturan pemanfaatan lahan), tata wayah (pengaturan waktu
pemanfaatan), dan tata lampah (pengaturan perilaku/perbuatan).
3. Ciri-ciri Kearifan Lokal
Secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Jadi budaya daerah adalah suatu sistem
atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah
dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya daerah terbentuk dari
berbagai unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat, istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni serta bahasa.
Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan,
nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.
Ciri-cirinya adalah:
- Mampu bertahan terhadap budaya luar
- Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
- Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli
- Mempunyai kemampuan mengendalikan
- Mampu memberi arah pada perkembangan budaya
Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling
berkaitan satu sama lain.

4. Fungsi Kearifan Lokal


Sirtha (2003) sebagaimana dikutip oleh Sartini (2004), menjelaskan
bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat
berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang
bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi
bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah:
- Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya
alam.
- Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
- Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
- Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal
untuk Ajeg Bali” menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat,
hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang
bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka
fungsinya menjadi bermacam-macam.
5. Wujud Kearifan Lokal
Jim Ife (2002) menyatakan bahwa kearifan lokal terdiri dari enam
dimensi yaitu,
a. Pengetahuan Lokal.
Setiap masyarakat dimanapun berada baik di pedesaan maupun
pedalaman selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan
lingkungan hidupnya. Pengetahuan lokal terkait dengan perubahan dan
siklus iklim kemarau dan penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, dan
kondisi geografi, demografi, dan sosiografi. Hal ini terjadi karena
masyarakat mendiami suatu daerah itu cukup lama dan telah mengalami
perubahan sosial yang bervariasi menyebabkan mereka mampu
beradaptasi dengan lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi
bagian dari pengetahuan lokal mereka dalam menaklukkan alam.
b. Nilai Lokal.
Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat,
maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang
ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotannya. Nilai-nilai ini
biasanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia
dengan alam dan manusia dengan Tuhannnya. Nilai-nilai ini memiliki
dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini dan masa datang, dan nilai ini
akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
c. Keterampilan Lokal
Kemampuan bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat
dapat dipenuhi apabila masyarakat itu memiliki keterampilan lokal.
Keterampilan lokal dari yang paling sederhana seperti berburu,
meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga.
Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi
kebutuhan keluargannya masing-masing atau disebut dengan ekonomi
subsisten. Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup (life
skill), sehingga keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi
geografi tempat dimana masyarakat itu bertempat tinggal.
d. Sumber daya Lokal.
Sumber daya lokal ini pada umumnya adalah sumber daya alam
yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui.
Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan
kebutuhannya dan tidak akan mengekpoitasi secara besar-besar atau
dikomersilkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukannnya
seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian, dan permukiman,
Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif atau
communitarian.
e. Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal.
Menurut ahli adat dan budaya sebenarnya setiap masyarakat itu
memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan
kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah
warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing masing
masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang
berbeda –beda. Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis
atau “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Ada juga masyarakat
yang melakukan secara bertingkat atau berjenjang naik dan bertangga
turun.

Anda mungkin juga menyukai