Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN KONSEP PATIENT SAFETY DI RUANG RAJAWALI 2B

Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Manajemen

Pembimbing Akademik : Ns. Muhamad Rofi’I S.Kp. M.Kep


Pembimbing Klinik : Aditya Sukma Prawira, S.Kep., Ns
Muhammad Fauwas S.Kep.,Ns

Disusun Oleh:

Zipora Basarista Manik (22020118220100)


Tiara Adelina D (22020118220088)
Maftukhatun Ni’mah (22020118220098)
Irma Ni’matus Solikhah (22020118220097)
Fadia Primadesty Putri (22020118220063)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXXIII


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
1. Konsep patient safety
Sasaran internasional keselamatan pasien (SKIP)/ internatinal patient goals (IPSG)
Sasaran 1: ketepatan identifikasi pasien
 Identifikasi pasien bertujuan untuk dapat mengidentifikasi pasien tertentu sebgai
individu yang akan diberi layanan atau pengobatan tertentu dengan tepat dab
mencocokan layanan atau perawatan dengan individu secara tepat
 Petanda identitas pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang diterapkan
RSDK
Nama
Nomer rekam medis
 Alat identifikasi pasien di RSDK menggunakan :
- Kartu identitas berobat untuk pasien rawat jalan
- Gelang identitas untuk pasien rawat inap, pasien rawat jalan yang akan
dilakukan tindakan dengan sedasi, hemodialisis serta pasien di instalasi
gawat darurat
- Foto diri untuk pasien rawat inap untuk yang tidak bisa dipasang gelang
identitas
 Proses identifikasi pasien dilakukan setiap akan melakukan intervensi misal:
- Sebelum tindakan diagnostik (pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan penunjang)
- Pemberian terapi (pemberian obat, pemberian darah atau produk darah;
menyajikan makanan untuk pasien dnegan diet khusus; atau melakukan
terapi radiasi ECT)
- Melakukan tindakan lain, seperti pemasangan infus, hemodialisis, labelling
spesimen laboratorium, katerisasi jantung, labelling obat, pemberian obat
 Gelang identitas
- Warna gelang identitas pasien
1) Gelang warna untuk pasien laki-laki
2) Gelang warna erah muda untuk pasien perempuan
 Khusus untuk pasien yang belum jelas alat kelaminnya, warna gelang pasien
mengikuti jenis kelamin yang tertera pada KTP/ akte lahir/ identitas lain
- Warna penanda pada gelang pasien
1) Penanda warna merah untuk alergi
2) Penanda warna kuning untuk resiko jatuh
3) Penanda warna ungu untuk pasien DNR (Do not resucitate)
4) Penanda warna abu-abu untuk pasien dengan risiko terpapar radiasi
 Identitas pasien dengan situasi khusus dilakukan pada
- Pasien koma
- Bayi lahir
- Pasien dengan gangguan jiwa
- Pasien tidak diketahui identitasnya

Sasaran 2 : peningkatan komunikasi efektif

 Instruksi melalui telepon hanya dilakukan pada kondisi yang mendesak dimana
komunikasi pelayanan secara tertulis tidak bisa dilakukan
 Instruksi verbal dibatasi untuk keadaan ketika dokter yang membrikan instruksi
sedang melakukan prosedur steril
 Lakukan TBK (tulis-baca-konfirmasi) untu setiap perintah verbal/lisan dan
penyampaian hasil pemeriksaan, lalu beri tanda “TBK” pada setiap
dokumentasinya dan dikonfirmasi dalam waktu 1x24 jam
 Hasil kritis harus segeradisampaikan oleh dokter laboratorium/
radiologi/jantung sebagai dokter pemeriksa kepada DPJP/ asisten DPJD pemberi
kurang lebih 30 menit setelah hasil laboratorium, radiologi dan hasil
pemeriksaan jantung tersebut terverifikasi
 Komunikasi serah terima antar kesehatan selama proses serah terima
menggunakan menggunakan metode SBAR (situation, background, assesment,
recomendation)

Sasaran 3: penanganan obat yang harus diwaspadai/high alert medications (HAM)

 Obat yang harus diwaspadai adalah obat-obatan yang memiliki presentase


kesalahan dan/atau kejadian sentinel yang tinggi, begitu juga obat-obat dengan
resiko tinggi penyalahgunaan atau luaran yang tidak diharapkan
 Sistem penyimpanan obat-obatan yang perlu diwaspadai (HAM: high alert
medications) termasuk elektrolit konsentrat tinggi yang disimpan di unit
pelayanan pasien harus diberikan label yang jelas berupa label “HAM” dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat
 Unit yang diperbolehkan menyimpan elektrolit konsentrat tinggi yang belum
diencerkan yaitu : instalasi gawat darurat, instalasi bedah sentral, dan instalasi
farmasi
 Pencampuran obat HAM elektrolit konsentrat (NaCl 3% dan KCl 7,46%)
dilakukan diinstalasi farmasi
 Pemeriksaan ulang (double check) wajib dilakukan pada setiap proses yang
melibatkan obat HAM
 RSDK menetapkan 75 jenis obat HAM golongan Non-LASA dan 60 jenis obat
HAM golongan LASA
 Jenis obat yang termasuk obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert
medications) dan jenis pelabelannya adalah
Jenis obat pelabelan Jenis obat pelabelan
A NORUM/LASA Hijau I Antagonis Merah
Adrenergik
B Elektrolit Merah J Antiaritmia merah
konsentrat (harus
diencerkan)
C Insulin Merah K Analgesik Merah
Narkotika
D Heparin Merah L Nutrisi Parenteral Merah
E Obat Anestetika Merah M Cairan Merah
Kardioplegia
F Obat Kemoterapi Merah N Psikotropika Merah
G Trombolitik Merah O Penghambat Merah
Neuromuskular
H Agonis Adrenergik Merah P Agen Radiokontras Merah
Sasaran 4: kepastian tepat prosedur – tepat lokasi- tepat pasien pembedahan
Lakukan prosedur verifikasi, pembedahan penandaan/marking pra pembedahan
dan time out
Verifikasi
 Merupakan proses, pengumpulan informasi dan konfirmasi untuk
memastikan tindakan sudah sesuai dengan isi informed consent,
verifikasi bahwa sudah benar pasien, benar tindakan dan benar lokasi
dan semua persyaratan dokumen, produk darah, peralatan medis dan
implan alat kesehatan sudah tersedia, tepat dan berfungsi
 Proses verifikasi pra operasi di rawat jalan dan rawat inap
didokumentasikan dalam assesmen pra bedah dan penandaan lokasi
pembedahan/marking, assesmen pra sedasi-anestesi

Marking

 Dilakukan bila:
a. Terdapat lebih dari satu kemungkinan lokasi operasi termasuk
sisi (laterality)
b. Multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
c. Multipel level (tulang belakang)
d. Bila melakukan prosedur pada tempat yang salah akan
mencederai pasien
 Penandaan lokasi dapat terjadi kapan saja dan dilakukan di luar area
kamar tindakan, sebelum tindakan operasi/invasif
 Penandaan dilakukan oleh DPJP Operator, trainee atau asisten DPJP,
level kuning dan atau hijau yang akan melakukan prosedur tindakan
operasi
 Tanda yang digunakan : lingkaran (O atau I untuk implan)
 Penandaan tidak dilakukan pada:
a. Prosedur yang dilakukan bersamaan pada struktur lokasi
bilateral, misalnya pada kedua tosil dan kedua ovarium
b. Permukaan mukosa dan perineum
c. Prosedur dengan akses minimal pada organ internal lateral
d. Lokasi insersi katerisasi jantung, insersi pacemaker jantung
e. Prosedur gigi
f. Prosedur pada bayi tabung
g. Organ tunggal

Time out

 Sebelum memulai tindakan/operasi apapun, lakukan suatu proses


kesepakatan akhir oleh seluruh anggota tim untuk mengkonfirmasi
tepat pasien, tepat prosedur dan tepat lokasi melalui suatu teknik
komunikasi aktif
 Saat time out harus dilakukan verifikasi
1. Tepat pasien
2. Tepat sisi dan lokasi
3. Adanya bahan dan/atau peralatan khusus yang dibutuhkan
selama tindakan dilakukan
 Pendokumentasian “time out” dilakukan di lembar surgical safety
checklist sign in, time out dan sign out oleh perawat sirkuler

Sign out

 Sign out dilakukan di area epat tindakan berlangsung sebelum pasien


meninggalkan ruangan, yang dilakukan untuk melakukan konfirmasi
lisan, meliputi
1. Nama tindakan operasi/invasif yang tertulis
2. Kelengkapan hitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada)
3. Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign
out, label dibacakan dengan jelas meliputi nama pasien, nomer
rekam medis danasal jaringan)
4. Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada)
Proses verifikasi pra operasi, penandaan lokasi operasi (marking),
time out dan sign out, dilakukan diseluruh area tindakan RSDK

Sasaran 5: menurunkan resiko infeksi nosokomial

 Semua orang yang berasa di RSDK wajib menjaga dan


melaksanakan kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan
dengan air mengalir dan sabun selama 40-60 detik atau cuci tangan
dengan antiseptik berbasis alkohol (hand rub) selama 20-30 menit
 Kebersihan tangan wajib dilakukan pada 5 keadaan (5 moment)
yaitu:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Setelah kontak dengan pasien
3. Sebelum tindakan aseptik
4. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Sasaran 6 : menurunkan risiko jatuh pada pasien

RSDK mengembangkan metode untuk mengurangi risiko jatuh pada pasien


rawat inap dan pasien rawat jalan dengan cara:

 Pasien rawat inap


- Dilakukan asesmen risiko jatuh, menggunakan metode morse fall (>14
tahun), humpty dumpty (12-14 tahun), skala edmonson (pasien
psikiatri)
- Pengkajian ulang risiko pasien jatuh dilakukan setiap 2 hari sekali,
perpindahan dari ruangan lain (transfer), terdapat perubahan kondisi
pasien atau setelah pasien mengalami jatuh
 Pasien rawat jalan
- Rumah sakit menerapkan skrining risiko jatuh pasien rawat jalan pada
saat pasien masuk di rawat jalan dengan menggunakan metode
observasi dengan melakukan pengamatan
a. Apakah pasien memerlukan bantuan saat duduk/berdiri/berjalan
b. Pasien tampak tidak seimbang (sempoyongan/limbung)
- Skrining risiko jatuh pasien rawat jalan hanya dilakukan pada pasien
dengan
a. Kondisi: usia lebih dari 60 tahun, pasien dengan gangguan jalan
atau keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien
program operasi rawat jalan dengan anestesi dan sedasi prosedural,
pasien hemodialisa
b. Lokasi: pasien di unit rehabilitasi medik dan hydroterapy, one day
surgery
c. Situasi: perpindahan pasien dari ambulasi, pasien naik ke tempat
tidur periksa, pasien pindah dari kursi roda/brankart ke tempat
pemeriksaan. dll
 Seluruh petugas melakukan intervensi terhadap pasien rawat inap dan
pasien rawat jalan yang berisiko jatuh dan yang melakukan aktifitas pada
situasi dan tempat yang meningkatkan risiko jatuh pasien
 Identifikasi pasien dengan faktor risiko jatuh sedang dan tinggi dilakukan
dengan penggunaan gelang berwarna kuning, papan penanda risiko jatuh
pada pintu kamar/tempat tidur dan rekam medis pasien
2. Hasil Diskusi Dari Ruangan 2B

Narasumber : Ns. Desviani Ayu Aziza, S.Kep

1. Bagaimana pelaporan tentang keselamatan pasien di ruangan?


- Pelaporan dilakukan setiap bulan sekali oleh ketua tim pasien safety ruangan
dibantu oleh kepala ruangan, pertama dilakukan di ruangan itu sendiri, lalu
dilaporkan kepada tim International Patient Safety Goals (IPSG). Kemudian
tim IPSG memiliki tim khusus untuk menginvestigasi setiap kejadian yang
terjadi.
- Setelah pelaporan kepada tim IPSG, mereka melakukan penilaian kepada
ruangan hasil dari pelaksanaan patient safety di ruangan. Mereka memberi
nilai kepada ruangan dengan adanya tulisan dalam bingkai yang diberi warna.
Warna hijau adalah nilai yang bagus yaitu 100, warna kuning merupakan nilai
yang kurang, dan putih berati memang ruangan tidak melakukan.
- Skor minimal yang harus didapatkan adalah 80, bila terdapat nilai <80 maka
ruangan akan ruangan melakukan evaluasi untuk memperbaiki
kegiatan/tindakan yang fokus pada patient safety. Kegiatan re-evaluasi ini
bernama Plan Do Study Action (PDSA) atau Plan Do Check Action (PDCA).
- Pelaporan kejadian sentinel memiliki alur tersendiri, yaitu langsung ke
direktur, paling lama 1 x 24 jam. Lalu mereka melakukan investigasi dengan
menganalisa akar masalah. Kemudian dilakukan grading (mengisi lembar
investigasi) yang khususnya berisi tentang kronologis kejadian. Sanksi atau
dampak atas kejadian merupakan hak direkutur yang memutuskan.
- Ruangan 2B sendiri pernah mendapatkan nilai <80 pada bulan Febuari 2019.
Dilakukan re-evaluasi kemudian menghasilkan peningkatan nilai yang cukup
signifikan yaitu pada bulan Maret 80 dan April 95.
2. Apa yang paling sering terjadi di ruangan terkait patient safety?
- Yang paling sering terjadi adalah KPC kejadian potensial cidera, untuk
kejadian ini lebih sering kea rah prasarana rumah sakit, misalnya adalah
adanya pintu yang tidak tertutup rapat, kursi roda yang rusak, lampu mati, AC
mati, lantai yang licin, alat tensi yang bocor, pemasangan CCTV, dan hal ini
dilaporkan langsung ke IPS (sarana prasarana rumah sakit), setiap pelaporan
tergantung dari masalahnya dan terdapat form pengisian masing-masing.
- Di ruangan sering terjadi adanya pasien jatuh dan masuk KTC dan KNC,
sudah dilakukan dan klien tidak mendapat cidera, namun di ruangan belum
dilaporkan, perawat langsung memberi tindakan seperti memasang bedrail
serta memberikan edukasi ulang mengenai pencegahan resiko jatuh, bila di
bed pasien belum ada tanda resiko jatuh maka diberikan tanda resiko jatuh,
pastikan juga bedrail selalu terpasang tetapi masalah yang sering terjadi adalah
keluarga tinda memberikan informasi kepada anggota keluarga yang lain
ketika bergantian menjaga pasien serta membuat laporan IKP (insiden
keselamatan pasien).
3. Bagian manakah dari 6 sasaran pasien yang sulit dilakukan/diterapkan?
- Dari 6 sasaran semuanya sudah diterapkan semua, namun untuk pelaksanaan
yang maksimal tergantung pada personal perawat, apakah mereka melakukan
sesuai dengan SOP atau tidak serta terkait pelaporan bila terjadi suatu
kejadiaan mengenai pasien safety kurang detail.
4. Bagaimana pengelolaan pasien dengan infeksi sesuai dengan indicator
pencegahan infeksi di ruangan?
- Pertama dilakukan skrining di ruangan, dan sebelumnya sudah ada form
skrining dari poli.
- Ruangan 2B merupakan ruang non infeksi, jika ditemukan pasien dengan
infeksi maka akan dipindahkan
- Ada pasien dengan TB di ruangan, pasien menjalani pengobatan selama 1
bulan, penempatan pasien dilakukan dengan menempatkan tempat tidur di
dekat jendela lalu diberikan sketsel serta pasien wajib menggunakan masker.
5. Bagaimana penerapan no blaming culture di ruangan?
- Penerapan di ruangan masih kurang, masih sering terjadi blaming antar
perawat seperti siapa yang melakukan terakhir dan lain sebagainya.
- Tergantung pada personal perawat dalam menerapkan no blaming culture.

Anda mungkin juga menyukai