Strategi Pengendalian Modern
Strategi Pengendalian Modern
Dosen: Wirman,SE,.MM.
Disusun Oleh:
Kelas AKT 2
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.3.12. Menentuan Harga Pokok Proses dan JIT ........................................ 11
2.3.13. JIT dan Otomasi .............................................................................. 11
2.3.14. Penentuan Harga Pokok Backflush ................................................. 11
2.4. Total Quality Management (TQM) ........................................................ 11
2.4.1. Prinsip-Prinsip TQM ....................................................................... 13
2.4.2. Skema Cakupan TQM Dalam Suatu Organisasi ............................. 13
2.4.3. Manfaat TQM.................................................................................. 14
2.4.4. Pengendalian Kualitas Dengan Sistem PDCA ................................ 15
2.4.5. Roda Manajemen Mutu ................................................................... 15
2.4.6. Implementasi TQM ......................................................................... 16
2.5. Corporate Information Management (CIM) ........................................... 17
2.5.1. Enam Dimensi Di Dalam CIM ........................................................ 17
2.5.2. Komponen Dalam CIM ................................................................... 18
2.5.3. Fungsi Sistem Informasi Manajemen.............................................. 19
2.5.4. Study Kasus Untuk Mengulas CIM ................................................ 19
2.5.5. Decision Support System ................................................................ 20
2.6. Balanced ScoreCard (BSC) .................................................................... 21
2.6.1. Pengertian ........................................................................................ 21
2.6.2. Karakteristik .................................................................................... 21
2.6.3. Perspektif Keuangan ....................................................................... 22
2.6.4. Perspektif Pelanggan ....................................................................... 23
2.6.5. Perspektif Proses Bisnis Internal ..................................................... 24
2.6.6. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ..................................... 24
2.7. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)............................. 25
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 29
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan hidup dalam lingkungan yang berubah cepat, dinamik, dan
rumit. Perkembangan lingkungan teknologi dalam sektor : teknologi transportasi,
teknologi informasi, dan teknologi pemanufakturan mendorong perusahaan-
perusahaan di Indonesia menghadapi persaingan global. Dalam menghadapi
persaingan global, perusahaan harus dapat mempertahankan keunggulan jangka
panjang. Agar perusahaan mampu bersaing, manajemen tidak boleh cepat puas
diri. Mereka harus dapat menggunakan strategi untuk mempertahankan atau
meningkatkan posisi pasarnya. Strategi untuk menaikkan harga jual dan
mendasarkan profitabilitas jangka pendek tidak dapat digunakan alat untuk
bersaing global.
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Mengenai Strategi Tingkat Korporat & Unit Bisnis
2. Tingkatan Strategi Isu Strategi Kunci Opsi Strategi Generik Tingkatan
Organisasi Primer yang terlihat
3. Corporate level (tingkat korporat/organisasi keseluruhan) Apakah kita ada
dalam bauran industri yang tepat?
4. Apakah yang seharusnya menjadi misi dari unit bisnis tersebut.
5. Bagaimana unit bisnis harus bersaing untuk mewujudkan misinya?
6. Difernsiasi Kantor korporat dan manajer umum unit bisnis
1.3. Tujuan
Untuk lebih memahami mengenai pengendalian strategi di tingkat korporat
dan unit bisnis serta penerapan metode pengendalian modern.
1. Strategi korporat
2. Strategi unit bsnis
3. JIT, TQM, CIM & DSS , BSC, CSR
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Setrategi Tingkat Korporat
Strategi korporat adalah mengenai keberadaan di tengah-tengah bauran
bisnis yang tepat. Strategi korporat lebih berkenaan dengan pertanyaan di mana
sebaiknya bersaing dan bukannya bagaimana bersaing dalam industri tertentu;
yang merupakan strategi unit bisnis.
2.1.1. Perusahaan-perusahaan dengan industri tunggal
Perusahaan industri tunggal menggunakan kompetensi intinya
untuk mencapai pertumbuhan dalam industri tersebut.
2.1.2. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Tidak Berhubungan
Tingkat keterkaitan mengacu pada hakikat hubungan sinergi
operasi lintas unit bisnis yang berdasarkan pada kompetensi inti dan
pembagian sumber daya umum.
2.1.3. Perusahaan dengan Diversifikasi yang Berhubungan
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan adalah
perusahaan yang beroperasi dalam sejumlah industri dan bisnisnya
saling berhubungan satu sama lain melalui sinergi operasi.
Sinergi operasi terdiri dari dua jenis hubungan lintas unit bisnis:
1. kemampuan untuk membagi sumber daya umurn,
2. kemampuan untuk membagi kompetensi inti umum.
Perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan menciptakan
sinergi operasi adalah dengan membuat dua atau lebih unit bisnis
menggunakan sumber daya yang sama seperti kekuatan penjualan,
fasilitas manufaktur, dan fungsi perbekalan. Penggunaan sumber daya
yang sama secara bersama-sama seperti ini membantu perusahaan untuk
memperoleh manfaat dari skala dan ruang lingkup ekonomis.
Kantor korporat dalam perusahaan dengan diversifikasi yang
berhubung mempunyai peran ganda:
1. serupa dengan suatu konglomerat, eksekutif kepala dari suatu
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan harus
membuat keputus mengenai alokasi sumber daya lintas unit
bisnis;
2. namun, tidak seperti konglomerat, eksekutif kepala dan
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan juga harus
mengidentifikasi, memelihara, memperdalam, dan
meningkatkan kompetensi inti tingkat korporat yang
menguntungkan unit-unit bisnis yang beragam.
3
Hal ini disebabkan karena markas besar korporat, dalam
perusahaan dengan diversifikasi yang berhubungan mempunyai
kemampuan untuk mentransfer kompetensi inti dari satu unit bisnis ke
unit bisnis yang lain. Kompetensi inti adalah kemampuan yang
digunakan oleh perusahaan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi
dan menambah nilai signifikan bagi pelanggan.
2.1.5. Implikasi dari Desain Sistem Pengendalian
Strategi korporat adalah satu rangkaian dengan strategi industri
tunggal di satu ujung spektrum dan diversifikasi yang tidak
berhubungan di ujung lain (diversifikasi yang berhubungan ada di
tengah spektrum). Syarat perencanaan dan pengendalian perusahaan
yang menggunakan strategi diversifikasi tingkat korporat (yakni,
tingkat dan jenis diversifikasi) begitu berbeda.
4
2.2.2. Kelemahannya Kompetitif Unit Bisnis :
1. Konsep tersebut berlaku pada produk yang tidak didiferensiasikan,
basis persaingan utamanya adalah pada harga. Untuk produk-
produk ini, menjadi pemain dengan biaya rendah adalah sangat
penting. Pangsa pasar dan biaya rendah bukanlah satu-satunya cara
untuk berhasil. Ada perusahaan yang memiliki pangsa pasar rendah
yang memperoleh laba tinggi dengan menekankan pada keunikan
produk dan biaya rendah seperti : Porsche dalam otomotif.
2. Dalam situasi tertentu, peningkatan dalam teknologi proses
mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada pengurangan
biaya per unit dibandingkan dengan volume kumulatif itu sendiri.
3. Kerja keras yang agresif untuk mengurangi biaya melalui produksi
terkumulasi dari barang yang terstandardisasi dapat menimbulkan
hilangnya fleksibilitas di pasar.
4. Komitmen pada konsep kurva belajar dapat sangat merugikan bila
teknologi baru muncul dalam industri tersebut.
5. Pengalaman bukanlah satu-satunya pemicu biaya. Pemicu lain yang
mempengaruhi perilaku biaya adalah: skala, lingkup, teknologi, dan
kompleksitas. Perusahaan perlu dengan saksama
mempertimbangkan pemicu biaya relevan yang berlaku untuk
mencapai posisi biaya rendah.
5
relative barang subsitusi, biaya peliharaan pembeli, dan
kecendrungan pembeli untuk menggunakan barang subsitusi.
5. Ancaman pendatang baru yang masuk industri . Faktor-faktor
yang mempengaruhi kendala untuk masuk ke dalam industri
adalah persyaratan modal, akses terhadáp saluran distribusi,
skala ekonomis, diferensiasi kompleksitas teknologi dari
produk atau proses, tindakan balasan yang diperkirakan dari
perusahaan-perusahaan yang sudah ada, dan kebijakan
pemerintah.
6
sehingga menciptakan sesuatu yang dipandang oleh pelanggan
sebagai sesuatu yang unik
Pendekatan pada diferensiasi produk mehputi loyalitas merek
(Coca-Cola dan Pepsi Cola dalam, minuman ringan), pelayanan
pelanggan yang unggul (Nordstrom dalam ritel), jaringan dealer
(Caterpillar Tractors dalam peralatan konstruksi), desam produk
dan fitur produk (Hewlett-Packard dalam elektronika), dan
teknologi (Cisco dalam infrastruktur komunikasi).
7
2. Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk mengumpulkan biaya.
3. Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya sehingga
banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi biaya langsung.
4. Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai selisih harga
beli secara individual
5. Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem akuntansi.
8
3. Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
4. Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
5. Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.
9
2.3.8. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa
memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam
lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan
membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk
dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan
aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.
10
2.3.12. Menentuan Harga Pokok Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan menjadi lebih
rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan menggunakan
JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit ekuivalen tidak
terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode
sebelumnya. JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
11
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi
keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat."
Definisi pendeknya, TQM adalah costumer focus dan company-wide dengan
melakukan
aktifitas pendekatan sistem
aktifitas pendekatan ilmiah
Sehingga untuk menjadi perusahaan yang terunggul sebuah perusahaan
memberikan kepuasan konsumen melalui produk yang dihasilkan dan jasa
kemudian hasilnya untuk meningkatkan unjuk kerja perusahaan.
Filosofi dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen,
sebuah organisasi dapat mengalami kesuksesan."Kendaraan yang digunakan
dalam TQM:
1. Manajemen Harian
2. Manajemen Kebijakan
3. Manajemen Cross-functional
4. Gugus Kendali Mutu
12
seorang pelanggan mungkin tidak sama bagi pelanggan lain. Tantangan TQM
adalah menyajikan kualitas bagi pelanggan.
3. Pengertian Manajemen
Mengandung arti bahwa TQM merupakan pendekatan manajemen, bukan
pendekatan teknis pengendalian kualitas yang sempit. Pendekatan TQM
sangat berorientasi pada manajemen orang. Implementasi TQM mensyaratkan
berbagai perubahan organisasional dan manajerial total dan fundamental, yang
mencakup misi, visi, orientasi strategic, dan berbagai praktek manajemen vital
lainnya.
13
1. Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan
berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program,
termasuk dalam setiap proses dan produk
2. Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam
memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya dan memberikan
inspirasi
3. Program TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang
memberikan wewenang pada semua tingkat, terutama di garis depan,
sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama bisa jadi kenyataan
4. Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua
prinsip kebijaksanaan dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah
organisasi
Inti dari TQM adalah bagaimana kepuasan kepada Customer, baik itu
mutu pelayanan dan mutu produk. Semuanya bisa dicapai jika proses, sistem
dan people saling terkait satu sama lain. Dan semuanya itu dibarengi oleh
commitment terhadap pencapaian perbaikan mutu serta mengkomunikasikan
tujuan semua lini. Pencapaian ini juga akan sangat dipengaruhi oleh budaya
kerja organisasi.
14
2.4.4. Pengendalian Kualitas Dengan Sistem PDCA
Konsep PDCA merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa henti
tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik.
1. Mencari permasalahan
2. Mencari penyebab permasalahan
3. Meneliti penyebab masalah yang dominan.
4. Membuat rencana perbaikan
5. Melaksanakan tindakan perbaikan.
6. Meneliti hasil tindakan perbaikan
7. Standarisasi
8. Membuat rencana berikutnya
Dari berbagai macam manfaat implementasi TQM tersebut, tidak
berarti bahwa setiap implementasi program TQM perusahaan pasti akan
memperoleh manfaat seperti itu. Banyak perusahaan yang gagal memperoleh
manfaat dalam implementasi program TQM, padahal mereka telah
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Kegagalan tersebut disebabkan
beberapa faktor berikut, yaitu :
1. Manajemen puncak tidak melihat suatu alasan untuk berubah
2. Manajemen puncak tidak memperhatikan dan tidak mnegikutsertakan
karyawan
3. Manajemen puncak tidak bertanggungjawab terhadap program TQM dan
penerapannya didelegasikan pada pihak lain
4. Manajemen dan karyawan tidak sepakat pada apa yang terjadi
5. Perusahaan kehilangan minat pada program TQM setelah enam bulan
sebagai akibat kurangnya komitmen
6. Tujuan yang tidak jelas dan tidak ada target atau pengukuran atau
pengukuran kinerja sehingga kemajuan tidak bisa diukur
15
2.4.6. Implementasi TQM
Jika perusahaan telah memutuskan untuk mengimplementasikan
program TQM, maka perencanaanya harus dilakukan oleh manajemen puncak
dan informasikan kepada seluruh karyawan. Pimpinan puncak harus
menetapkan tujuan yang harus dicapai dari implementasi program TQM,
seperti, apa yang harus diubah? apakah tujuannya ingin berdayakan
karyawan? apakah ingin meningkatkan loyalitas pelanggan? Tujuan yang
diterapkan secara jelas, menunjukkan bahwa pimpinan mengetahui apa yang
dicari dan ini menjadi dasar untuk dapat mengorganisasikan program TQM
mencapai tujuannya.
Agar implementasi porgran TQM berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan, diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1. Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari manajemen puncak
2. Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3. Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang
berkualitas
4. Memilih coordinator (fasilitator) program TQM
5. Melakukan bechmarking pada perusahaan lain yang menerapkan
TQM
6. Merumuskan nilai (value), visi (vision), dan misi (mission)
7. Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk
hambatan
8. Merencanakan investasi program TQM
9. Mengambil pelajaran dari kegagalan program TQM
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah
diakui oleh pelaku bisnis di dunia maupun oleh para akademisi terkemuka,
menunjukkan suatu bukti bahwa TQM merupakan salah satu sistem
manajemen kualitas yang dapat diandalkan untuk meningkatkan daya saing
sampai saat ini. Jepang sebagai contoh Negara yang berhasil memanfaatkan
TQM walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya TQM. Keberhasilan
Jepang tersebut tentu saja dilandasi oleh komitmen dan keterlibatan secara
penuh dari seluruh karyawan dalam penerapannya, tidak setengah-setengah
dan bersifat kemanusiaan, yaitu mengikutsertakan, memberi inspirasi dan
memberlakukan karyawan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Memang diakui bahwa tidak semua perusahaan maupun organisasi
yang menerapkan TQM sekarang ini dapat bekerja dengan baik dan bahkan
beberapa perusahaan sama sekali tidak dapat menghasilkan perbaikan kinerja
yang memadai, dengan kata lain telah gagal dalam penerapannya. Kegagalan
penerapan TQM ini telah membuat banyak kritik yang dilontarkan oreng
terhadap TQM.
Kegagalan TQM dalam penerapannya tidaklah berarti TQM salah
dalam konsep dan telah kehilangan kegunaanya. Penerapan TQM yang
menyimpang dari prinsip-prinsipnya dan tidak lengkap, mengakibatkan
perusahaan yang menerapkannya secara menyeluruh dan sesuai dengan
prinsip TQM. Untuk menghindari kegagalan dalam penerapan TQM,
16
perusahaan harus mendalami dan memahami bagaimana struktur program
TQM harus dibuat.
17
Banyaknya informasi yang masuk kedalam perusahaan dari berbagai
sumber membuat informasi menjadi berlebihan bahkan menimbulkan
ketidakbergunaan informasi. Dengan hal tersebut maka manajemen informasi
perusahaan harus mengidentifikasi informasi apa yang benar-benar
dibutuhkan dalam bisnis ini dan informasi apa yang seharusnya tidak lagi
diberikan. Dengan pengelolaan yang baik yang bersal dari sumber-sumber
informasi yang akurat maka biaya teknologi informasi yang berlebihan dapat
dikurangi.
5. Memastikan kepatuhan terhadap undang-undang
Legislasi adalah penangkapan dengan kekhasan era informasi.
Legislasi menuntut bahwa suatu perusahaan melindungi informasi klien
terhadap penyalahgunaan. undang-undang lainnya adalah di tempat untuk
mengamankan hak pemegang saham untuk memiliki akses ke informasi yang
berkualitas untuk membuat keputusan investasi. Manajemen informasi
perusahaan harus terus-menerus menginterpretasikan persyaratan hukum dan
memastikan bahwa semua langkah berada dalam proses yang berjalan
didalam suatu perusahaan patuh terhadap undang-undang atau tidak
menyalgunakan peraturan yang ada.
6. Meningkatkan laba atas investasi di teknologi informasi
Pengembalian investasi menunjukkan peningkatan jumlah pendapatan
yang dihasilkan, penurunan biaya teknologi informasi dan pengurangan risiko
bisnis. Manajemen informasi perusahaan memastikan bahwa setiap potensi
sumber daya teknologi informasi adalah sepenuhnya dieksploitasi oleh bisnis.
Seorang yang mengatur manajemen informasi perusahaan merupakan kunci
utama untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh informasi di
perusahaan dengan memastikan bahwa informasi yang cukup terlindung dari
penyalahgunaan dan pelecehan.
2. Perumusan Strategi
Keseluruhan upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi
memerlukan strategi yang mantap dan jelas. Salah sat instrumen ilmiah yanng
umum digunakan dalam penentuan strategi organisasi ialah analisis SWOT,
yaitu Strengths (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Opportunities (Peluang),
dan Threats (Ancaman). Agar analisis SWOT benar-benar ampuh sebagai
instrumen pembantu dalam penentuan dan pelaksanaan strategi organisasi,
18
diperlukan informasi menngenai kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman
yang mungkin dihadapi oleh organisasi tersebut.
3. Perencanaan
Strategi yang telah dirumuskan dan ditetapkan memerlukan penjabaran
melalui penelenggaraan fungsi perencanaan. Karena perencanaan merupakan
salah satu hal yang penting dalam organisasi, perlu diketahui secepat mungkin
berbagai resiko dan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab kegagalan
pelaksanaan tujuan dan strategi organisasi. Informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam proses perencanaan adalah 5 W 1 H, yaitu what (apa), when
(kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).
19
dimana masing masing proses tidak dapat dimulai sebelum proses
pendahulunya selesai dilakukan.
Sistem Manajemen Informasi yang dibuat kemudian diimplementasi
ke proyek-proyek perusahaan yang dalam penelitian ini dimisalkan, PT. X
antara bulan Agustus 2009 – Maret 2010. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat tersusun atas tampilan dan
database yang terdiri atas beberapa entitas. Dari Studi Kasus didapatkan juga
bahwa Sistem Manajemen Informasi yang dibuat dapat memberikan output
rencana Scheduling Waktu pelaksanaan proyek-proyek dan Scheduling
Cashflow perusahaan secara akurat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem informasi
manajemen perusahaan sangatlah penting dalam mengelola, memperbaiki,
bahkan memajukan suatu perusahaan. Jika tidak ada sistem informasi
manajemen yang baik dapat dipastikan bahwa perusahaan akan mengalami
kebangkrutan atau gulung tikar seiring dengan waktu.
20
2.6. Balanced ScoreCard (BSC)
2.6.1. Pengertian
“It is a holistic methodology that converts an organization’s vision and
strategy into a comprehensive set of linked performance and action measures
that provide the basis for successful strategic measurement and management.”
(Voelker, Kathleen E., et all, 2001).
“A multidimensional framework for describing, implementing, and
managing strategy at all levels of an enterprise by linking objectives,
initiatives, and measures to an organization’s strategy.” (Kaplan and Norton
1996).
“The BSC is an integrated resultsoriented set of key-performance
measures, including financial and nonfinancial measures, which comprise
current performance and drivers of future performance.” (Beard , Deborah
F.).
Dari pengertian BSC yang dikutip diatas, maka dapat disimpulkan,
BSC adalah sebuah kertas kerja yang digunakan untuk mengatur proyek yang
dikerjakan, mengukur kinerja dari staf maupun tim, dan memberikan hasil
kepada managerial dalam pengambilan keputusan yang nantinya keputusan
ini akan mempengaruhi visi dan misi serta objektif dari perusahaan.
2.6.2. Karakteristik
Menurut John Sterling pada jurnalnya yang berjudul “Using The
Balanced Scorecard In A Sophisticated Law Firm” tahun 2007, terdapat 4
(empat) karakteristik dalam kertas kerja BSC ini, yaitu:
1. Pengukuran Finansial: pengukuran ini mendefinisikan kebutuhan dari
stakeholders dan ekspetasi dari perusahaan. Dalam beberapa kalangan,
BC dianggap sebagai reaksi berfokus terhadap nilai pemegang saham.
Itu adalah kesimpulan yang salah. Penulis hanya mendefinisikan
kebutuhan manajemen untuk mengukur unsur-unsur lain dari strategi
dan operasi jika hal itu dipandang akan memberikan hasil keuangan
yang lebih baik.
2. Pengukuran terhadap pelanggan: pengukuran ini lebih berfokus
bagaimana perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan dan mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Beberapa yang
diukur adalah fleksibilitas, inovasi, tanggung jawab, dan lainnya yang
berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
3. Pengukuran terhadap pengembangan dan pembelajaran: pengukuran
ini lebih berfokus pada bagaimana perusahaan menerapkan perubahan
dalam organisasi dan mengembangkan sektor-sektor yang masih perlu
peningkatan.
4. Pengukuran terhadap bisnis proses perusahaan: pengukuran ini
berfokus pada bagaimana perusahaan meningkatkan bisnis proses
terhadap strategi bisnis, sehingga bisnis perusahaan dapat berjalan
dengan baik dan meningkat.
21
2.6.3. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan
ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan
untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat
menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang
diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan,
2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di
dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk
mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat
menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam
mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny
Setyawan, 2000) sebagai berikut:
a. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba
(melalui peningkatan revenue).
b. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga
meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
c. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial
returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan
investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
22
adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan
mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu
organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya.
Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas
dan mengurangi aliran dana.
23
bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari
perusahaan yang bersangkutan.
c) Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi
perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan
perusahaan, atau membeli produk.
24
karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi,
serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas
yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada
perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus
diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan
produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen.
Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja
dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi,
dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan
dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja
terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan
investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja
yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual
capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di
perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari
peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan
pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan
oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan
output tersebut.
d. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi
adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang
tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
e. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan
adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang
menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan
pekerja.
25
CSR ke dalam tiga fokus: 3P, yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people.
Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit)
melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan
kesejahteraan masyarakat (people).
Saat ini belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh
berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman
pengertian CSR menurut berbagai organisasi:
World Business Council for Sustainable Development:
Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis
dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan
masyarakat luas pada umumnya.
International Finance Corporation:
Komitmen dunia bisnis untuk memberikan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan,
keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan
kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun
pembangunan.
Institute of Chartered Accountants, England and Wales:
Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi
dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai
bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
Canadian Government:
Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke
dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan
yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan
masyarakat yang sehat dan berkembang.
European Commission:
Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian
terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan
prinsip kesukarelaan.
CSR Asia:
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam
kepentingan para stakeholders.
26
“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan¬keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan
harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan
norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara
menyeluruh (draft 3, 2007)”.
27
Selanjutnya, bunyi pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain
yaitu apakah Perseroan Terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang
dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan
melaksanakaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, UU PT
tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4
hanya disebutkan bahwa CSR "dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran". PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini
baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (belum terbit).
Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian
dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-
05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa
selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan
bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat.
Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal
dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat
digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
28
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di tarik dari materi diatas adalah sebagai berikut:
29
DAFTAR PUSTAKA
Robert N. Anthony & Vijay Govindarajan , Management Control System, 12th
Edition, McGraw-Hill, Boston, 2007.
30