Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI
Tumor paru adalah neoplasma atau pertumbuhan jaringan baru yang abnormal di organ
paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada
organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kanker paru. biasanya
tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup
kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium
akut.
Berdasarkan data epidemiologi, lebih dari 90% tumor paru-paru merupakan tumor
ganas, dan sekitar 95% tumor ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik. Sedangkan 10%
lebihnya adalah tumor jinak yang terdiri dari Hamartoma, fibroma, kondroma, lipoma,
hemangioma, tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma.
Adapun derajat keganasan pada tumor ganas paru berdasarkan TNM (Tumor primer,
kelenjar getah bening regional, dan Metastase) sebagai berikut:

Stadium TNM

Occult carcinoma Tx N0 M0
0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
IIA T1 N1 M0
IIB T2 N1 M0, T3 N0 M0
IIIA T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0
IIIB Seberang T N3 M0, T4 seberang N M0
IV Seberang T seberang N M1

Kategori TNM untuk Kanker Paru :


T : Tumor Primer
To : Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx : Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor
ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau
bronkoskopis.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan
paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari
bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor sembarang ukuran dengan
komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus
utama.
T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :
Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat mengenai
pleura visceral
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah
hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3 : Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk
tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus
utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang
berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4 : Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura
ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx : Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No : Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral,
termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 : Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral
M : Metastasis (anak sebar) jauh
Mx : Metastasis tak dapat dinilai
Mo : Tak ditemukan metastasis jauh
M1 : Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap
sebagai M1

B. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti dari tumor paru masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa
inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan karsinogenik merupakan faktor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku
bangsa atau ras serta status imunologis. Adapun faktor resiko terjadinya tumor paru adalah:
1. Pajanan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik, seperti:
rokok, asbestos, radiasi ion, radon, aren, kromium, nikel, dan lain-lain.
2. Polusi udara
3. Genetic, terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru
yakni proto oncogen, tumor suppressor gen, dan gene encoding enzyme.
4. Nutrisi, Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan
oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor

C. PATOFISIOLOGI
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang
merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agent biasanya bisa
berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah
struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang
lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal
ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.
Tumor paru yang terdapat pada bronkus dapat menyebabkan ulserasi bronchus yang
memicu terjadinya reaksi radang pada bronkus dan menghasilkan produksi secret yang
banyak hingga merangsang refleks batuk yang dapat memberi efek anoreksia dan penurunan
intake. Selain itu, metaplasia sel skuamosa pada bronchus dapat menyebabkan obstruksi
bronkus hingga mengakibatkan empisema dan terjadi gangguan pertukaran gas.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu:
1. Mulai secara tersembunyi selama beberapa puluh tahun dan sering asimtomatik sampai
tahap akhir
2. Gejala yang paling sering adalah batuk kering tak produktif, pada tahap akhir batuk
menghasilkan dahak kental dan purulen. Batuk yang menunjukkan perubahan dalam
karakter harus menimbulkan kecurigaan terhadap adanya kanker paru.
3. Sesak nafas, hal ini diakibatkan pembesaran tumor dan akibat kolapsnya paru.
4. Mengi terjadi jika mengalami obstruksi secara parsial, pengeluaran sputum yang
berwarna merah darah adalah hal yang umum terjadi pada pagi hari.
5. Demam yang terjadi berulang mungkin terjadi pada beberapa pasien.
6. Nyeri adalah gejala akhir, seringkali berhubungan dengan metastasis tulang. Nyeri dada,
kekakuan, suara sesak, disfalgia, edema pada leher dan kepala dan gejala-gejala infusi
pleural atau pericardial terlihat jika tumor menyebar pada struktur yang berdekatan dan
pada nodus limfe.
7. Tempat metastasis yang umum adalah nodus limfe, tulang, otak, paru kolateral dan
kelenjar adrenal.
8. Kelemahan, anoreksia, penurunan BB dan anemia akan terjadi pada tahap akhir.

E. KOMPLIKASI
1. Hematorak
2. Pneumotorak
3. Empiema
4. Endokarditis
5. Abses paru
6. Atetektasis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Suatu diafragma yang meninggi mungkin menunjukkan suatu tumor yang mengenai
syaraf frenikus. Pembesaran bayangan jantung mungkin menunjukkan efusi pericardial
yang ganas. Perhatian kebanyakan tumor perifer tidak dapat dilihat pada rontgen dada
sampai ukurannya lebih besar dari 1 cm.
2. Sitologi sputum
Pada pemeriksaan sitologi sputum dapat membantu menegakkan kasus hingga 70%.
Sputum untuk sampel sitologi sebaiknya diterima oleh laboratorium dalam 2 jam setelah
ekspectorasi/ pengeluaran. Sampel dinihari tidak diperlukan.
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah suatu usaha untuk menilai bronkus dengan alat bronkoskop. Alat ini
sendiri terdiri dari dua macam. Yang pertama disebut dengan “bronchoscope rigid” yang
digunakan untuk memudahkan aspirasi pada pendarahan yang masif dari saluran nafas
dan menilai kelainan yang letaknya lebih proksimal. Yang kedua yang umum digunakan
pada masa kini, yakni “bronkoskop fiberoptik” yang terdiri dari alat teleskop dan
fiberoptik.
Indikasi bronchoscope rigid adalah Untuk menilai karsinoma dan pembuluh darah,
Korpus alienum, Bronkiolit, dan Stenosis trakea.
Indikasi fiberoptik adalah Biopsi trakeobonkial, Lavase bronkopulmonal.

4. Aspirasi pleura dan biopsi


Aspirasi merupakan tindakan yang harus dilakukan jika pasien dengan tumor paru
mempunyai effusi pleura. Effusi tak selalu akibat dari penyebaran tumor ke pleura, tetapi
mungkin akibat dari reaksi pneumonia pada tumor atau obstruksi limfatik.
5. Biopsi jarum percutan
Pemeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis tumor perifer yang sulit dibiopsi denag
tehnik transbronchial.
6. Biopsi dugaan metastasis
Kelenjar getah bening perifer dapat diaspirasi dengan menggunakan jarum halus dan
bahannya diperiksa secara sitologis.
7. Mediatinoscopy
8. Tehnik ini digunakan untuk mengambil sampel kelenjar limfa mediatinum yang
mengalami pembesaran, hal ini dilakukan jika tidak nampak tumor pulmonal

G. PENATALAKSANAAN
Modalitas tindakan sangat tergantung pada jenis histologis, derajat dan performans status
penderita
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
1. Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan diindikasikan pada jenis NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)
stadium I dan II serta pembedahan selektif pada jenis NSCLC stadium IIIa
2. Radioterapi
Radioterapi diindikasikan untuk
a. Penderita yang memungkinkan untuk operasi tetapi toleransi operasi rendah
b. Penderita tumor jenis SCLC (Small Cell Lung Cancer)
c. Penderita tumor jenis NSCLC stadium lanjut
d. Terapi bedah tambahan pada pre dan paska operasi

Radioterapi dibagi atas


a. Radioterapi definitif : radiasi ditujukan kepada tumor primer, kelenjar getah bening
hilus atau kelenjar getah bening mediatinal
b. Radioterapi paliatif : radiasi hanya ditujukan pada daerah tumor primer, tujuannya
meningkatkan kualitas hidup pederita
3. Kemoterapi
Kemoterapi diindikasikan pada:
a. Penderita yang operable tetapi toleransi operasi rendah
b. Penderita tumor jenis SCLC
c. Penderita tumor jenis NSCLC stadium lanjut
d. Terapi bedah tambahan pada pre dan paska operasi
Tumor pada jenis SCLC (Small Cell Lung Cancer) umumnya sangat sensitif terhadap
kemoterapi Regimen CAP II , dimana:
a. C adalah siklofosfamid dengan dosis 400mg/m2
b. A adalah adriamisin dengan dosis 40 mg/m2
c. P adalah platamine (cisplatin) dengan dosis 60 mg/m2
Regimen diberikan sebanyak 6 kali dg interval waktu 3 minggu. Parameter yang
diperhatikan selama pemberian CAP II adalah laboratorium (Hb, leukosit, ureum,
kreatinin, bilirubin, SGOT, SGPT)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat
2. Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen, penyakit paru kronis
sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan fibrosis pada
jaringan paru.
3. Kebutuhan dasar:
a. Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi kesulitan
menelan (disfagia), penurunan berat badan.
b. Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
c. Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.
d. Aktivitas : keletihan, kelemahan
4. Pemeriksaan fisik pada pernapasan
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi kapiler di
jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi sel yang nekrosis
di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan berulang, nyeri dada karena
penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila tumor mengganggu dinding paru,
disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
5. Pemeriksaan kardiovaskuler dan sirkulasi
Pucat, sianosis, diaphoresis, hipotensi, bradycardi, tachycardi, arrytmia pada atrial
maupun ventrikular, penurunan cardiac out put, shock.
6. Nutrisi
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia.
7. Psikososial
Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan.
8. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, takipnea
9. Data Penunjang
a. Foto dada, PA dan lateral
b. CT scan/MRI
c. Bronchoscope
d. Sitologi dan biopsy kelenjar getah bening leher.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret pada jalan nafas,
keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, invasi massa ke pleura, dinding dada
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat.
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang meningkat.
6. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/perubahan status kesehatan, adanya
ancaman kematian.

C. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret pada jalan nafas,
keterbatasan gerakan dada/nyeri, kelemahan/kelelahan
Tujuan : Klien Menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan patensi jalan napas, cairan secret mudah dikeluarkan bunyi
napas jelas, dan pernapasan tak bising
Intervensi dan Rasional
a. Kaji pola napas klien
Rasional: Perubahan pola nafas klien yang bertambah buruk, frekwensi yang cepat
merupakan indikasi terjadinya hambatan yang di akibatkan oleh sekresi jalan nafas
b. Kaji Vital Sign setiap 8 jam
Rasional: Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien dan dapat di jadikan
sebagai indikasi unutk pemberian tindakan keperawatan selanjutnya
c. Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan nafas
Rasional: Posisi yang tidak menekan diafragma akan mempermudah ekspansi atau
pengembangan paru dan posisi yang tepat yang dapat mempermudah mengeluarkan
sekresi
d. Ajarkan teknik batuk yang efektif
Rasional: Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara paru yang maksimal
sehingga dapat mengurangi penumpukan sekresi yang berlebihan disaluran nafas dan
dapat meningkatkan rasa nyaman.
e. Beri minum air hangat.
Rasional: Mengencerkan secret
f. Penatalaksanaan pemberian obat bronkodilator, antitusif, vitamian, antibiotic
Rasional: Antibiotik menghambat dan membunuh kuman, antitusif menurunkan
rangsangan batuk, vitamian meningkatkan ketahanan tubuh, bronkodilator melegakan
pernapasan
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi, invasi massa ke pleura, dinding dada
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang, klien tidak mengeluh nyeri
Kriteria Hasil: Pasien menyatakan nyeri berkurang hingga mencapai tingkat nyeri ringan ,
Skala nyeri menjadi 1-3, Pasien merasa nyaman setelah nyeri berkurang, Pasien mulai
banyak bergerak dan tidak tampak hati-hati.
Ekspresi wajah rileks.
Intervensi dan Rasional
a. Kaji Penyebab, lokasi dan intensitas nyeri
Rasional: Mengetahui penyebab, lokasi dan intensitas nyeri sehingga dapat menetapkan
intervensi selanjutnya
b. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
Rasional: Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektivitas terapi.
c. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: memantau perkembangan pasien
d. Beri Posisi yang menyenangkan
Rasional: Memberikan posisi yang membuat klien lebih rileks sehingga
e. Ajarkan teknik relaksasi yakni nafas dalam
Rasional: Meningkatkan suplai oksigen sehingga jaringan di sekitar otak dapat
merelaksasikan jaringan yang terganggu dan dapat mengurangi nyeri
f. Batasi pengunjung dan beri lingkungan yang nyaman
Rasional: Dapat mengurangi rangsangan eksternal yang bisa memicu adanya
rangsangan nyeri
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
Tujuan: aktivitas kembali normal dengan
Kriteria hasil: tidak lemah, sianosis hilang, tidak sesak
Intervensi dan Rasional
a. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama perawatan, dorong
penggunaan manajemen stress dan pengalihan yang cepat
Rasional: dengan tindakan ini menurunkan stress dan rangsangan berlebihan
b. Perhatikan dispneu, peningkatan kelemahan, perubahan tanda vital takikardia selama
dan setelah aktivitas
Rasional: menetapkan kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
Rasional: menghemat energy untuk penyembuhan, pembatasan aktivitas berdampak
positif terhadap pasien dalam perbaikan kegagalan pernapasan
d. Bantu aktivitas perawatan diri. Berikan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
Rasional: menimbulkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai serta pergerakan
otot.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi terpenuhi ditandai adanya peningkatan nafsu makan dan penambahan
berat badan.
Kriteria hasil: pasien dapat menghabiskan porsi makannya dan IMT dalam batas normal:
21-23 kg/m2
Intervensi dan Rasional
a. Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan
Rasional: Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau produksi sputum dan efek obat
batuk
b. Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering sesuai
dietnya
Rasional: Makan dalam porsi kecil sedikit tapi sering dapat merangsang nafsu makan
dan memudahkan untuk diterima oleh lambung
c. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional: Mengawasi masukan makanan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan
d. Timbang berat badan tiap hari
Rasional: mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
e. Pemberian makanan diet TKTP
Rasional: Makanan TKTP dapat mengganti, membuat sel-sel baru (regenerasi) dalam
tubuh
f. Kolaborasi pemberian obat : Vitamin B Comp.
Rasional: Untuk menambah nafsu makan
5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang meningkat.
Tujuan : pola tidur klien membaik
Kriteria Hasil: pasien mengatakan tidur nyenyak dan tidak terbangun di malam hari.
Intervensi dan Rasional
a. Kaji waktu dan lamanya klien tidur
Rasional: Jumlah jam tidur yang kurang dan pola tidur yang tidak teratur
menggambarkan adanya gangguan istirahat tidur
b. Rapikan tempat tidur klien
Rasional: Tempat tidur yang rapi dan bersih memberi rasa nyaman untuk tidur
c. Beri posisi yang menyenangkan yang tidak menekan jalan nafas
Rasional: Posisi yang menyenagkan dan tidak menekan diafragma akan
mempermudah ekspansi paru sehingga klien dapat memulai untuk tidur nyenyak,
d. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional: Lingkungan yang tenang dapat merangsang klien untuk tidur
6. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/perubahan status kesehatan, adanya
ancaman kematian
Tujuan :klien tidak merasakan kecemasan
Kriteria Hasil: mengakui dan mendiskusikan takut/masalah, menunjukkan rentang
perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks
Intervensi dan Rasional
a. Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya
Rasional: Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam proses perawatan dan
dapat mengurangi kecemasan
b. Beri support pada klien bahwa ia akan sembuh
Rasional: Support yang mendukung dap-at melegakan perasaan klien dan mengurangi
kecemasan
c. Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien
Rasional: Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas berkurang
d. Beri dorongan spiritual pada klien
Rasional: Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan perawatan masih ada yang
berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges E Mailyn, (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. EGC: Jakarta.

Junadi, Purnawan. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III.


<http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21094549.pdf > diakses tanggal 23 Maret 2012
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Edisi 6. Volume I.
Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. Vol 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai