Anda di halaman 1dari 4

FOOD FOR BRAIN.

Waktu Nesa masih TK, gurunya, seorang perempuan Australia, menyarankanku :

“Jangan memberi roti dan selai coklat sebagai sarapan. Anak kecil tidak butuh asupan gula.*
Melainkan protein. Karena otak butuh diberi makan. And, protein is food for brain.”

Protein is food for brain...!

Dhuarr.. kalimat itu membuatku langsung merasa eureka..!

Pantesaaaaan... di jaman kuliah dulu, kalau masa ujian, bobot badan selalu nambah. Soalnya aku
kelaperan melulu, dan kalau sudah lapar, makannya indomie atau nasi goreng..!!! ���

Otakku ‘kelaparan’ karena disuruh mikir berat, tapi nutrisi yang kumasukkan ke badan bukannya
protein, malah karbohidrat...! Sementara, karbohidrat itu buat tenaga. Macam mau genjot becak dan
manggul beras di pasar aja, aku makannya. Dua piring sekali sikat...! ���

Joko Sembung bawa golok. Udah makin gendut, eh masih juga goblok.

Asal kenyang ternyata bukan solusi. Sebentar kemudian akan lapar lagi, karena nggak ‘ngangkat’
boook.... ♀

Setelah dapat saran dari bu guru itu, aku bikin eksperimen ke badanku sendiri. Aku makan banyak
protein (waktu itu percobaannya makan telur, 3 butir dan salmon) lalu membaca, menyusun materi
mengajar dan presentasi. Eh bener. Nggak kelaperan. Jadi aku nggak kebanyakan makan. Cuma makan
itu saja, sudah cukup.

Entah ini sugesti atau tidak. Tapi begitulah pengalamanku.

Sejak itu, aku selalu ngasih anakku sarapan yang ‘food for brain’ banget : omellete pakai keju, salmon,
sop ayam isi telur puyuh, ayam goreng, soto ayam, tempe & tahu... secara bergantian. Sesekali beef
patty alias daging ala hamburger. Tidak susu. Anakku nggak suka susu. (Jangan salah ya, anakku tetap
makan nasi hahahaha....! Bukan makan lauk doang. Paragraf ini, membahas lauk yang kuberikan
bersama nasi. Jadi anakku nggak kuberi nasi yang dikasih lauk mie goreng, perkedel kentang, dan
bakwan jagung ���. Itu karbo semua).

Nah hari ini, dia belajar untuk ujian fisika besok. Kulihat dia sudah bolak-balik buka kulkas, nyomotin
pizza. O’oooo... �

“Itu karbo, Dul...! Nggak cocok buat cemilan

sambil belajar.” ujarku.

“Abisnya aku laper ma..!”

Hadeh, aku buka kulkas. Kusodorin dia keju buat ganjel dulu sementara aku ngeluarin udang jumbo.
Defrost dulu di microwave, lalu goreng.

Baru kelar goreng 5-6 ekor, ilang ke perutnya.

Baru kelar lagi, eh pindah lagi ke perutnya.

Sekilo udang kelar dalam sekejap.

Abis itu dia belajar dengan anteng.

Aku goreng lagi sisanya.

Buat makan nanti malam.

——

Catatan :
Aku barusan nemu link, dari Psychology Today, yang memberikan rumus asupan protein minimal,
sesuai berat badan.

Kalikan berat badanmu dengan 0,8.

Contoh :

Berat badan 65kg.

65 x 0,8 = 52 gram protein per hari.

Ini minimal...!

Perhatikan, itu adalah berat protein ya.

Bukan berat makanannya....!

Di foto, aku ngasih daftar makanan :

Salmon seberat 4 ounce (113 gram), itu mengandung 30 gram protein..!

Ayam seberat 4 ounce (113 gram), mengandung 34 protein.

Selamat menata ulang kebiasaan makan dan memperhatikan asupan gizi.... �

*beliau juga mengatakan bahwa tubuh anak di bawah usia 6 tahun, belum mampu mencerna gula.
Akibatnya, anak anak menjadi lasak, sulit diminta duduk tenang boro-boro bisa konsentrasi, dan
malah ogah makan makanan lain yang bergizi (karena tubuh sudah merasa kenyang oleh ‘sensasi’
gula)

Nana Padmosaputro

Jakarta

27 Agustus 2019, 18:22


https://www.psychologytoday.com/intl/blog/the-resilient-brain/201506/the-power-protein-optimize-
brain-health

Anda mungkin juga menyukai