Anda di halaman 1dari 13

I.

Judul Percobaan : Identifikasi Jenis Bahan Pewarna


II. Hari/tanggal mulai percobaan : Selasa/17 September 2019
III. Hari/tanggal selesai percobaan : Selasa/17 September 2019
IV. Tujuan Percobaan
1. Mengidentifikasi jenis bahan pewarna yang dipakai pada tahu kuning
dan beberapa jenis makanan lain.
V. Dasar Teori

Zat aditif makanan atau food adiktive merupakan senyawa atau


campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan
dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan atau penyimpanan dan
bukan merupakan bahan utama (S. Chahaya, 2003:39).

Zat aditif makanan adalah bahan-bahan yang ditambahkan


padamakanan yang bertujuan untuk menyumparnakan makanan agar cita
rasa, aroma dan penampilannya berubah sedimikian rupa sehingga menjadi
lebih menarik untuk dikonsumsi. Selain itu zat aditif juga membuat makanan
menjadi lebih awet sehingga dapat disimpan untuk jangka waktu yang relatif
lama (Nurachmandani dan Samson, 2010:188).

Menurut Menteri Kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/1998


tentang bahan tambahan makanan, zat aditif biasa digunakan untuk
pengawet, zat pengasam, penyedap rasa, pemberi aroma, pemanis serta
juga bisa digunakan untuk pewarna. Pewarna adalah bahan tambahan
pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintesis yang ketika
ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau
memperbaiki warna.

Zat pewarna sangat lazim digunakan oleh industri makanan untuk


meningkatkan daya tarik suatu produk. Misalnya zat pewarna pada saus,
sirup, makanan ringan, minuman ringan, dan gula-gula atau permen.
Selain berfungsi sebagai daya tarik, pemberian warna juga dapat
menyeragamkan produk makanan tertentu sebagai ciri khas
(Nurachmandani dan Samson, 2010:190).
Pewarna dapat dibagi menjadi dua, yaitu pewarna alami dan
pewarna buatan atau sintesis. Pewarna alami merupakan pewarna yang
diperoleh dari bahan-bahan alami baik nabati, hewani, ataupun mineral.
Beberapa pewarna alami merupakan pewarna alami yang banyak dikenal
dan digunakan masyarakat seperti kunyit yang dapat menghasilkan warna
kuning, daun suji dan pandan memberi warna hijau, gula merah unuk
warna coklat, daun jati atau cabai dapat menghasilkan warna merah
(Karunia : 2013).

Pewarna kunyit biasa diguunakan sebagai bahan baku pembuatan


jamu, tanaman ini memiliki kandungan kurkuminoid yang kuat. Hal ini
membuat kunyit mampu memberikan arna kuning dan oranye yang cerah.
Berdasarkan namanya Curcuma domestica kunyit tergolong dalam
tanaman yang tidak berbahaya tetapi memiliki khasiat yang tinggi karena
kandungan utama didalam rimpangnya terdiri atas minyak astri, kurkumin,
resin, oleoresin, desmetok sirkumin, an bidaesmetoksikurkumin, damas,
gom, lemak, protein, kalsium, fosfor, dan besi. Jadi kunyit baik digunakan
sebagai bahan herbal maupun zat pewarna (Praja, 2015).

Kurkominoid dapat diekstraksi menggunakan pelarut dengan


sangat efektif. Cara mengekstraksi tergantung jenis antioksidan yang akan
diekstraksi dan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai
dengan polaritas senyawa yang diekstraksi. Selain itu pemilihan jenis
pelarut organik dipengaruhi oleh kekhasan bahan dan stabilitas substrat.
Beberapa jenis pelarut organik organik tersebut adalah heksan,aseton, etil
asetat, dan metanol. Pelarut dengan tingkat polaritas medium lebih baik
daripada salah satu pelarut nonpolar atau pelarut dengan polaritas tinggi
(Pokorny dkk., 2001).

Somaatmadja (1981) menyatakan bahwa etilen klorida merupakan


pelarut yang paling banyak digunakan, tetapi etanol adalah pelarut paling
aman karena tidak beracun. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
mendapatkan kurkumin dengan cara diekstraksi menggunakan etanol dan
menghasilkan bubuk atau ekstrak seperti ekstraksi kurkumin dengan cara
maserasi dengan etanol (Yusro, 2004). Bubuk dan ekstrak temulawak yang
telah diteliti tersebut mempunyai kondisi optimal untuk mendapatkan
kurkumin tertinggi ( Setyowati dan Chatarina, 2013).

Daun suji merupakan salah satu sumber terbesar zat warna alami
hijau yang telah lama dikenal masyarakat. Zat warna hijau daun suji
merupakan senyawa klorofil yang juga bermanfaat sebagai zat
antioksidan, antiseptik, agen detoks, dan penyerap kolesterol. Kandungan
klorofil daun suji lebih besar bila dibandingkan dengan daun jenis lain
seperti daun katuk, poh-pohan, kangkung, bayam, caisin, dan daun ilir,
sekitar 1% berat basis kering bermiripan dengan kandungan didaun
singkong yang tercatat sebagai sumber klorofil terbesar (S. Prasetyo dkk.,
2012).

Klorofil dan senyawa turunannya dapat diaplikasikan dengan baik


dalam berbagai industri. Sebagai contoh dalam pewarnaan serat, resin atau
tinta tertentu. Sifatnya yang aman dalam mewarnai lemak dan minyak,
klorofil sangat baik dan aman sebagai pewarna makanan yang
mengandung lemak atau minyak. (Othmer, 1993).

Klorofil alami bersifat hidrofobik (larut lemak) karena keberadaan


gugus fitol (Gross, 1991). Klorofil alami tidak larut air dan lebih mudah
larut dalam pelarut organik seperti aseton atau metanol (Utami, 2011).
Klorofil lebih mudah terekstrak dengan menggunak etanol dan aseton.
Jumlah klorofil terekstrak di dalam daun suji semakin besar diduga karena
tingkat kepolaran larutan pengekstrak mendekati kepolaran klorofil daun
suji (S. Prasetyo,dkk., 2012).

Proses ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan secara


difusional satu atau bahkan beberapa bahan yang berasal dari suatu
padatan atau cairan menggunakan bantuan pelarut. Dengan adanya kontak
dengan pelarut, zat terlarut (solute) yang terkandung dalam umpan akan
terlarut di dalam pelarut. Pemisahan yang berlangsung dengan proses
ekstraksi dapat digolongkan pemisahan fisik dimana komponen terlarut
kemudian dikembalikan lagi kekeadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. (S. Prasetyo dkk., 2012).

Biasanya proses ekstraksi komponen kimia dalam sel tanaman


digunakan pelarut organik. Pelarut organik akan menembus dinding sel
dan masuk kedalam ronggal sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan
larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan
berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif didalam dan diluar sel.
(S. Prasetyo dkk., 2012).

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis


kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan
yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.
Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning,
allura red untuk warna merah, fast green fcf untuk warna hijau, dan
sebagainya. Kelebihan bahan pewarna buatan adalah menghasilkan warna
lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain
itu, biarpun mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna yang
dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah (Cahyadi, 2009).

Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives


(JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan dalam beberapa kelas
berdasarkan rumus kimianya, yaitu azo, triarilmetana, quinolin, xanten,
dan dindigoid. Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam
pewarna buatan, yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat pewarna yang
umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna
dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan pangan. Sedangkan untuk zat
pewarna lakes dibuat melalui proses pengendapan dan absorpsi dyes pada
radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (Alumina).
Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lakes ini tidak larut
pada hampir semua pelarut (Cahyadi, 2009).
VI. Alat dan bahan
a. Alat
1. Mortal dan alu 1 buah
2. Gelas kimia 1 buah
3. Corong 1 buah
4. Gelas ukur 1 buah
5. Kertas saring 2 buah
6. Plat isi 12 1 buah
7. Pipet 6 buah
8. Cutter 1 buah
9. Sarung tangan secukupnya
10. Lap 1 buah
11. Tisu secukupnya
b. Bahan
1. Kunyit 1 ruas
2. Daun suji 3 helai
3. Tahu kuning 1 buah
4. Nasi kuning secukupnya
5. Koci-koci secukupnya
6. Ca(OH)2
7. NaOH
8. HCl
9. CH3COOH
10. Etanol
VII. Alur Percobaan
VIII. Hasil Pengamatan
IX. Analisis data dan pembahasan
Percobaan identifikasi jenis bahan pewarna ini menggunakan
kunyit dan daun suji sebagai bahan indikator asam-basanya dengan
campuran larutan etanol sebagai bahan pelarutnya dikarenakan larutan
etanol adalah larutan yang paling aman untuk dijadikan sebagai pelarut.
Kemudian, penggunaan larutan Ca(OH)2 dan NaOH sebagai bahan
indikator basa serta larutan HCl dan CH3COOH sebagai indikator asam.
Dari hasil percobaan didapatkan data bahwa kunyit yang
sebelumnya berwarna kuning, setelah didapatkan filtrat kunyit lalu ditetesi
dengan larutan Ca(OH)2 warna filtrat kunyit menjadi kuning kemerahan,
begitupula setelah ditetesi larutan NaOH. Namun ketika filtrat kunyit
ditetesi dengan larutan HCl dan CH3COOH warna filtrat kunyit tersebut
tetap berwarna kuning/tidak berubah. Hal ini membuktikan bahwa kunyit
termasuk indikator basa.
Dari hasil percobaan, tahu kuning dan nasi kuning termasuk sampel
makanan yang memakai pewarna alami karena hasilnya sama dan sesuai
dengan indikator kunyit.
Dari hasil percobaan didapatkan data bahwa daun suji yang
sebelumnya berwarna hijau, setelah didapatkan filtrat daun suji lalu
ditetesi dengan larutan HCl warna filtrat daun suji menjadi kuning
kehijauan, begitupula hasil setelah ditetesi larutan CH3COOH. Namun
ketika filtrat daun suji ditetesi larutan Ca(OH)2 dan NaOH warna filtrat
daun suji tersebut tetap berwarna hijau/tidak berubah. Hal ini
membuktikan bahwa daun suji termasuk indikator asam.
Dari hasil percobaan, koci-koci termasuk sampel makanan yang
memakai pewarna sintetis atau buatan karena hasilnya berbeda dan tidak
sesuai dengan indikator daun suji.

X. Kesimpulan
 Kunyit termasuk indikator basa.
 Tahu kuning dan nasi kuning termasuk sampel makanan yang
menggunakan pewarna alami karena hasil data sama dan sesuai
dengan indikator kunyit.
 Daun suji termasuk indikator asam.
 Koci-koci termasuk sampel makanan yang menggunakan pewarna
sintetis atau buatan karena hasil data yang diperoleh berbeda dan
tidak sesuai dengan indikator daun suji.

XI. Daftar Pustaka

Astuti, Setyowati dan Suryani Lilis Chatarina. November 2013. “Peningkatan


Kadar Kurkuminoid dan Aktivitas Antioksidan Minuman Instan Temulawak
dan Kunyit”. Jurnal UGM (Online), (https://jurnal.ugm.ac.id.), diakses 21
September 2019.

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Jakarta: Bumi Aksara.

Denny, Praja Indah. 2015. Zat Aditif Makanan:Manfaat dan Bahayanya.


Yogyakarta: Garudhawaca.

Departemen Kesehatan RI. 1998. Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1998


tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM).

Karunia, Finisa Bustani. 2013. “Food Science and Culinary Education Journal”.
Unnes journal, (Online), (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/fsce),
diakses 15 September 2019.

Setya, Nurachmandani dan Samson. 2010. Ilmu Pengetahuan Alam (Terpadu)


Untuk SMP dan MTs kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementrian
Pendidikan Nasional.

Susiana,S. Prasetyo,dkk. 2012. “Pengaruh Rasio Massa Daun Suji/Pelarut,


Temperatur dan Jenis Pelarut pada Ekstraksi Klorofil Daun Suji secara Batch
dengan Pengontakan Dispersi”. e-Journal Unpar (Online),
(http://journal.unpar.ac.id/index.php/rekayasa/article), diakses 22 September
2019.

Widya, dkk. 2012. “Ekstraksi Pewarna Alami Daun Suji, Kajian Pengaruh
Blaching dan Jenis Bahan Pengestrak”. Jurnal Teknologi Pertanian, Unibraw
(Online), (https://jtp.ub.ac.id), diakses tanggal 22 September 2019.

XII. Jawaban pertanyaan


1. Dari jenis makanan berwarna kuning manakah yang memakai pewarna
kunyit?
Jawab : tahu kuning dan nasi kuning
2. Dari ketiga jenis makanan yang telah anda uji. Manakah yang
memakai pewarna sintetis?
Jawab : koci-koci
XIII. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai