Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
Fadly Khairuzzadhi
NIM: 1111044100056
(Walter Bagehot)
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. Abdul Halim, M.Ag. selaku ketua prodi Hukum Keluarga dan Arip
dalam penulisan.
Dr. Syahrul Adam, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
i
4. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada segenap Dosen Fakultas
penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta
menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.
5. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya tak akan pernah terlupa untuk
kedua orang tua saya H. Zulkifli Syukur, SH dan Hj. Dra. Elfy Julaeha,
mereka lah yang selalu senantiasa membantu dan berdoa yang terbaik
untuk penulis agar selalu kuat dan mampu menjalani segala masalah dan
kesulitan hidup ini. Dengan tekad yang kuat, kelak suatu saat nanti penulis
ingin membalas segala kebaikan dan pemberian yang telah diberikan oleh
kedua orang tua penulis. Rasa terimakasih juga saya ucapkan kepada
Mubarak, serta adik saya Isye Mariza Fadila yang telah memberikan
secepatnya.
beliau berikan kepada penulis, serta pemberian buku Padang Ratu Dalam
ii
dalamnya kepada Bapak Zaenal Abidin yang memberikan ilmu yang
7. Penulis ucapkan terima kasih yang mendalam kepada para sahabat di UIN
Jakarta yang memberikan motivasi dan bantuan setulus hati, juga kepada
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, dan
Fadly Khairuzzdhi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………….. iv
BAB I PENDAHULUAN
D. Metode Penelitian................................................................ 7
F. Sistematika Penulisan.......................................................... 9
A. Pengertian Perkawinan....................................................... 11
a. Geografi....................................................................... 28
iv
b. Pemerintahan............................................................... 34
c. Kependudukan............................................................. 36
A. Kesimpulan........................................................................ 61
B. Saran-Saran........................................................................ 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan demikian penghuni dunia ini tidak pernah sunyi dan kosong, tetapi harus
dua orang yang saling membuat aqad (perjanjian) yang bertujuan hanya sekedar
hubungan seksual. Menurutnya tidak ada nikah (perkawinan) bila tidak ada
hubungan seksual.2
adalah: “Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapan syara’ untuk
1
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), H. 11.
2
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, (Jakarta: Tintamas, 1961), H. 61.
1
2
lafadzh nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya”. Perkawinan adalah
dengan tujuan agar kehidupan di alam dunia ini dapat terus berkembang biak.
Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia, tetapi bisa juga terjadi pada
tanaman, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Oleh karena manusia adalah hewan yang
berakal, maka perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan yang
dan perempuan yang telah membentuk ikatan pernikahan dalam sebuah wadah
yang disebut keluarga tetap akan membawa serta kepribadian tersebut. Perbedaan
sifat, pribadi, jenis kelamin, latar belakang keluarga, ekonomi dan semisalnya
3
Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subulu-salam, (Bandung: Dahlan,t.t), Jilid 2, H. 109.
4
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid 2, H. 37.
5
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2003), H. 1.
3
merupakan fitrah niscaya bagi sebuah kehidupan. Walau terlihat berbeda, tetapi
itu adalah suatu keindahan yang saling melengkapi antara satu kepada lainnya.6
kenikmatan biologis yang sama, akan tetapi tidak bersifat khusus untuk dirinya
sendiri, dalam hal ini si isteri boleh menikmati secara biologis atas diri sang
suami bersama perempuan lainnya (isteri suami yang lain). Sehingga kepemilikan
realita yang tidak ada perdebatan didalamnya. Nikah pada satu sisi adalah sunnah
yang diakukan para nabi dan rasul dalam upaya penyebaran dan penyampaiaan
Risalah Illahiyah. Nikah pada sisi yang lain, berfungsi sebagai penyambung
keturunan agar silsilah keluarga tidak terputus yang berarti terputusnya mata
hadapan agar mereka berkaca dan menteladani hal-hal yang baik dan menjauhi
hal-hal yang buruk. Meskipun demikian tidak berarti diambil kesimpulan bahwa
menikah menjadi suatu yang mutlak adanya tanpa melihat beberapa kondisi
pendukungnya.
6
Ahmad Sudirman Abbas, Problematika Pernikahan Dan Solusinya, (Jakarta: PT. Prima Heza
Lestari, 2006), H. 89.
7
Wahbah Al-Zuhaili,Al-fiqh Al-Islamy Wa Adillatuhu, Dar al-fiqr, Beirut,1998,cet k32, Juz ke-
7,H. 29.
4
suku-suku. Oleh karena itu lahirlah banyak pengertian nikah dalam suku-suku
tersebut. Dan karena dalam islam dijelaskan tata cara dan hukum menikah, maka
dalam masyarakat Indonesia yang terbagi menjadi ratusan suku ada pula
tatacaranya, inilah yang sering disebut dengan adat istiadat, karena lahir dari
mereka. Dan hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari sudut tertentu,
Adat lampung misalnya, ada beberapa hal yang bisa dijadikan penelitian.
lebih dalam prosesi pengangkonan dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul:
8
Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada ,2003), H. 1.
9
Rilda Taneko, Jurnal Perempuan, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2003), H. 129.
5
a. Pembatasan Masalah
menjadi fokus dalam pembahasan skripsi kali ini, agar lebih terarah dan tidak
b. Perumusan Masalah
perkawinan satu suku, Oleh sebab itu maka perkawinan yang terjadi hanya di
antara mereka saja yaitu perkawinan sesama suku Lampung Pepadun, sehingga
menjadi sebuah kebiasaan yang timbul menjadi norma bahwa orang Lampung
Namun realita sosial saat ini banyak orang Lampung Pepadun yang
menikah dengan orang dari suku lain. Pada masyarakat Lampung Pepadun, jika
terjadi perkawinan antar suku maka calon istri atau calon suami yang berasal dari
sebagai berikut:
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka yang
D. Metode Penelitian
a. Jenis Data
1. Data primer: yaitu data yang diterima langsung dengan cara melakukan
masalah pengangkonan.
2. Data sekunder: yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur dan referensi
lain seperti buku, majalah, serta dari setiap artikel yang mengandung
perpustakaan.
Bahan yang digunakan untuk kajian pustaka ini yaitu buku-buku yang
penulis melakukan wawancara kepada orang yang dapat dipercaya, dalam hal
ini penulis melakukan wawancara kepada tokoh adat Lampung Pepadun untuk
Sejauh ini peneliti baru menemukan karya ilmiah yang berbentuk skripsi
atau tesis yang bisa menjadi acuan peneliti dalam pembuatan karya ilmiah skripsi
Pertama, Skripsi yang di tulis oleh saudara Abiyati Atnan Nitiono dengan
Kecamatan. Amanuban Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur). Skripsi ini juga
membahas prosesi adat yang harus dilakukan sebelum melaksanakan akad nikah.
Juga masyarakat di dalam nya yang tidak melepaskan adat tersebut dan masih
melaksanakan sampai saat ini, skripsi ini membahas mengenai suatu adat dalam
penelitian adat yang harus di laksanakan sebelum melakukan akad nikah dalam
penulis ingin meneliti pengangkatan anak yang akan dilakukan karena pernikahan
bukan asli Lampung Pepadun ingin menikah dengan seseorang yang asli
tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam pembuatan skripsi ini agar lebih jelas dan tertata
dengan rapih maka disusun dalam berbagai bab dari bab satu hingga bab lima.
Pada bab ke satu, dimana bab ini merupakan awal dari pembukaan pokok
ini sebagai pengantar untuk pembaca agar mengetahui hal apa yang akan dibahas
secara akurat, berupa gambaran umum tentang pengertian perkawinan, syarat dan
10
Padang Ratu, proses pelaksanaan pengangkonan, dan kedudukan anak yang telah
di ngangkon.
saran dari penulis tentang hal yang menjadi bahan pembahasan dari prosesi
BAB II
A. Pengertian Perkawinan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.10
akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah
semua makhluk-Nya, sebagai sesuatu yang paling baik yang dipilih Allah
Scholten, Perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dan
seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh negara.12
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
10
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1974 Tentang Perkawinan
11
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999),
H.9.
12
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2007), H. 4.
11
12
1. Aspek Formil (Hukum), hal ini dinyatakan dengan ikatan lahir batin,
tampak, juga mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan terutama oleh
yang bersangkutan dan ikatan batin ini merupakan inti dari perkawinan.
yang erat sekali dengan kerohanian, sehingga bukan saja unsur jasmani
dan ikatan batin itu saling berjalan dan tidak boleh terpisahkan. Karena pada
dasarnya ikatan lahir dan ikatan yang dapat dilihat maksudnya adalah
wanita untuk hidup bersama, sebagai suami istri. Sedangkan ikatan batin
adalah suatu ikatan yang tidak dapat dilihat, walau tidak nyata, tapi ikatan itu
harus ada. Karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.
Oleh karena itu terjalinnya ikatan lahir dan ikatan batin, merupakan fondasi
13
Titik Triulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Cet. II, (Jakarta:
Kencana, 2010), H. 103.
14
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet. V, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1978), H. 14-15.
13
perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda. Hal ini menolah
adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu rumah tangga.
membentuk suatu rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal.
hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Dan pembentukan keluargayang
bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa.16
Perkawinan menurut Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan
Maksud dari ungkapan akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan
15
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, Cet. III, (Jakarta: Kencana,2009), H. 40.
16
Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia,
(Jakarta: Bina Aksara, 1987), H.4.
14
undang perkawinan. Hal ini menjelaskan bahwa perkawinan bagi umat Islam
merupakan peristiwa agama dan oleh karena itu orang yang melaksanakannya
tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama
dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan dalam
suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan syarat tidak boleh tertinggal,
dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
Tetapi dalam pengertiannya rukun dan syarat itu berbeda, Rukun adalah
sesuatu yang mesti ada yang menetukan sah atau tidaknya suatu perkawinan,
dan sesuatu itu termaksud dalam rangkaian peerjaan itu, seperti adanya calon
yang mesti ada yang menetukan sah dan tidaknya suatu perkawinan, tetapi
sesuatu itu tidak termaksud dalam rangkaian pekerjaan itu seperti calon
17
H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), H. 1
15
pasal 6 sampai dengan pasal 12, yang meliputi syarat materil dan syarat
formil. Syarat materil adalah syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-
tata cara atau prosedur perkawinan yang harus dipenuhi baik sebelum maupun
a. Persyaratan orangnya
ii. Calon mempelai sudah berumur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi
wanita
iii. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali bagi seorang
18
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU No 1 Tahun 1974 sampai KHI, cet III, (Jakarta:
Kencana, 2006), H. 67.
19
M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, Cet. I, (Yogyakarta: UIN Malang Press,
2008), H. 65-66.
20
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), H. 273.
16
iv. Bagi wanita tidak sedang berada dalam jangka waktu tunggu atau
masa iddah.
1. Izin orang tua atau Wali calon mempelai jika belum berumur 21 Tahun.
2. Izin pengadilan bagi mereka yang hendak beristri lebih dari seorang,
wali nikahnya adhal serta bagi calon mempelai yang belum berumur 16
21
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islamdi Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU no.1 Tahun 1974 sampai KHI, Cet. III, (Jakarta:
Kencana, 2006), H. 69.
22
Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Cet V, (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), H. 59.
17
adalah:23
Urusan Agama (KUA) dan bagi seorang yang beragama non muslim
23
R. Subekti dan R Tjidrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Dengan
Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, Cet 40, (Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 2009), H. 563-564.
24
Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Uin Jakarta,
2007), H.9.
18
Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan adanya rukun dan
syarat perkawinan yang diatur pada bab IV Kompilasi Hukum Islam.25 Rukun
Syafi’i26 yaitu:
tersebut diatur pada pasal 15 sampai dengan pasal 29 Kompilasi Hukum Islam
yaitu:27
pernikahan yaitu:
25
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, H. 72.
26
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Cet I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), H. 34.
27
Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam di Lengkapi Dengan Undang-
Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Undang-Undang Nomor. 38 Tahun 1999
Tentang Pengolaan Zakat, Cet. II, (Bandung: Fokusmedia, 2007), H. 10-14.
19
1. Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya. (Pasal 19)
2. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi
syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. (Pasal 20 Ayat 1)
3. Wali nikah terdiri dari 2 bagian yaitu: a. Wali nasab, b. Wali hakim. (Pasal
20 Ayat 2)
4. Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan,
kelompok yag satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat
tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Pertama,
kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak
ayah seterusnya, Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau
saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka, Ketiga,
20
tentang persyaratan Akad Nikah bagi seorang calon mempelai yang ingin
1. Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun
dan tidak berselang waktu. (Pasal 27)
2. Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang
bersangkutan. Wali nikah mewakilkan kepada orang lain. (Pasal 28)
3. Yang berhak mengucapkan kabul ialah ialah calon mempelai pria secara
pribadi. (Pasal 29 Ayat 1)
4. Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria
lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas
secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk
mempelai pria. (Pasal 29 Ayat 2)
5. Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai
pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. (Pasal 29 Ayat
3)
Rukun dan syarat perkawinan merupakan hal yang sangat penting oleh
dahulu memenuhi syarat dan rukun perkawinan tersebut, jika seseorang tidak
memenuhi syarat dan rukun perkawinan maka nikahnya dianggap tidak sah
a. Rasan Sanak, yaitu hubungan cinta antara jejaka/bujang dan gadis melalui
Lampung “Bekahago” dalam hal ini pihak orang tua ataupun perwatin adat
22
kedua belah pihak tidak turut berperan, karena itu disebut rasan sanak,
yang artinya perbuatan anak muda. Tanda Bekahago ini dapat berupa
emas ataupun perak. Barang sebagai tanda cinta ini dapat saja
berada pada pihak gadis, umpamanya dia menikah dengan bujang lain.
Dapat tidak dikembalikan dengan cara mengganti daengan gadis lain atau
adik dari gadis yang mengingkari janji tersebut dan atau mengikat tali
persaudaraan (mewaghei).
b. Rasan Tuho, Proses perkawinan yang sejak awal dirintis oleh orang tua
ataupun perwatin adat kedua belah pihak disebut tuho, Biasanya proses ini
Yang dimaksud Bekahago adalah suatu usaha untuk menjajaki isi hati
gadis dan keluarganya. Pada umumnya kedua belah pihak baik bujang
maupun gadis memang telah saling mengenal. Tetapi pada zaman dulu
sebelum kemerdekaan dapat saja terjadi perkawinan dimana baik pria maupun
wanita belum saling mengenal, karena dijodohkan orang tua kedua belah
pihak.
23
Apabila Bekahago dilakukan oleh orang tua bujang atau bujang itu
sendiri, maka ia harus mengutus seorang wanita untuk datang melihat dan
siap atau belumkah dia untuk berumah tangga, dan bagaimana pihak orang
tuanya apakah sudah setuju jika dia berumah tangga dan sebagainya.
giyep) antara keluarga yang terdekat saja. Kalau hasil giyap-giyep ini
staatsbland nomor 129 tahun 1917 menjadi hukum tertulis yang mengatur
bagi masyarakat Indonesia asli, maka bagi masyarakat Indonesia asli berlaku
hukum adat yang termasuk didalamnya adalah ketentuan hukm Islam. Karena
staatbsblad nomor 129 tahun 1917 yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia
Belanda ini tidak sesuai dengan hukum Islam, mka yang boleh mengangkat
28
Zubaidi dan Abidin, Zainal. Pelaksanaan Adat Pepadun. (Jakarta: Publikasi dan
Pengadaan oleh Galang Silo Perwatin Kanyingan Mergo Anek Tuho, 1991), H. 30-31.
24
Undang ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka
yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali
yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,
memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua
kandungnya. Kemudian dalam ayat (3) diatur bahwa calon orang tua angkat
harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. Namun
anak, yang berarti mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak
setelah berakhirnya Perang Dunia II. Saat itu banyak anak-anak yang
disamping banyak pula anak-anak yang lahir dari hubungan yang tidak sah.
staatsblad (Lembaran Negara) Tahun 1917 No. 129, dalam ketentuan ini
tabanni tidak hanya terbatas pada anak yang jelas asal-usulnya, tetapi juga
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
penetapan pengadilan.30
a. Secara Etimologi
29
Abdul Azis Dahlan, ed., Eksiklopedi Hukum Islam, Jilid 1 (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996), H.28.
30
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), ED. I, H. 55.
31
Muderis Zaini, Adopsi, Suatu Tinjauan Dari Sistem Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta:
1995), H. 4.
26
b. Secara Terminologi
antara lain:
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat, yaitu
“anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”.
hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam pengaturan Perundang-
undangan.
“Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang
tua angkat dengan resmi oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum
32
Muderis Zaini, Adopsi, Suatu Tinjauan Dari Sistem Hukum, H. 5.
33
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara
Adatnya, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2003). H. 149.
27
sehingga antara orang yang memunggut anak dan anak yang dipunggut itu
timbl hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada antara orang tua
(terang) dan seketika itu juga diberikan pembayaran uang adat (tunai).
Perbedaannya adalah:
a. Akibat hukum Pengangkatan anak secara terang dan tunai adalah anak
angkat tersebut putus hubungan hukum dengan orang tua aslinya masuk
34
Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. I H. 31.
35
Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: Gunung Agung,
1982), H. 118.
28
b. Akibat hukum Pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai anak
angkat tersebut tidak putus hubungan hukum dengan orang tua aslinya
BAB III
LAMPUNG PEPADUN
a. Geografi
17.933 km dengan jumlah penduduk 39.000 jiwa. Terdapat 92 dusun, 291 RT,
37
Wawancara dengan M.Saleh, Camat Padang Ratu, 18 April 2015
28
29
38
Padang Ratu Dalam Angka, (Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah, 2013)
30
Berpengairan
13 Karang Sari - - 6 78 84
14 Sumber Sari - - - 71 71
15 Purworejo - - - 96 96
Bukan Pertanian
15 Purworejo 86 81 22 189
2 Mojokerto 35 3 3 41
3 Sendang 87 1 5 92
Ayu
4 Surabaya 27 1 3 30
5 Bandar 21 5 5 31
Sari
6 Sri Agung 22 1 3 25
7 Kota Baru 21 5 3 28
8 Margorejo 87 1 3 90
9 Karang 16 3 4 22
Tanjung
10 Kuripan 65 3 5 73
11 Haduyang 41 1 4 45
Ratu
12 Padang 79 3 3 85
Ratu
13 Karang 21 2 2 25
Sari
14 Sumber 23 1 1 25
Sari
15 Purworejo 51 1 2 53
b. Pemerintahan
2 Mojokerto 10 37 43 78
3 Sendang 17 39 33 76
Ayu
4 Surabaya 9 36 34 79
5 Bandar 8 34 36 81
Sari
6 Sri Agung 7 35 38 80
7 Kota Baru 7 30 48 85
8 Margorejo 10 30 40 85
9 Karang 8 31 50 84
Tanjung
10 Kuripan 5 27 45 88
11 Haduyang 1 31 56 84
Ratu
12 Padang 1 32 57 83
Ratu
13 Karang 3 35 59 81
Sari
14 Sumber 8 30 48 85
Sari
15 Purworejo 21 43 37 72
2 Mojokerto 2 4 7 13
3 Sendang 2 4 10 16
Ayu
4 Surabaya 2 4 4 10
5 Bandar 2 3 7 12
Sari
6 Sri Agung 2 4 4 10
7 Kota Baru 2 5 5 12
8 Margorejo 2 5 11 18
9 Karang 2 4 5 11
Tanjung
10 Kuripan 2 3 8 13
11 Haduyang 2 4 4 10
Ratu
12 Padang 2 4 6 12
Ratu
13 Karang 2 5 4 11
Sari
14 Sumber 1 4 3 8
Sari
15 Purworejo 2 5 6 13
1 Purwosari 4 4 4 12
36
2 Mojokerto 6 3 4 13
3 Sendang 6 5 5 16
Ayu
4 Surabaya 5 2 3 10
5 Bandar 6 1 5 12
Sari
6 Sri Agung 3 3 4 10
7 Kota Baru 6 2 4 12
8 Margorejo 8 1 9 18
9 Karang 5 2 4 11
Tanjung
10 Kuripan 6 4 3 13
11 Haduyang 4 3 3 10
Ratu
12 Padang 5 2 5 12
Ratu
13 Karang 4 2 5 11
Sari
14 Sumber 4 2 2 8
Sari
15 Purworejo 2 5 6 13
Padang Ratu 2 5 6 13
c. Kependudukan
Penduduk
Pada dasarnya adat Lampung Pepadun dan adat Lampung Sai Batin
Pesengerei.
Seruas Tigo Bukeu, Tigo Genop Wo Ganjil. Jadi layaknya Tungku Tiga
4. Anjak pegegh, yaitu asal-usul keturunan, nenek, kakek, dan orang tua laki-
laki.
bersangkutan.
39
Zubaidi dan Zaenal Abidin. Pelaksanaan Adat Pepadun. (Jakarta: Publikasi dan
Pengadaan oleh Galang Silo Perwatin Kanyingan Mergo Anek Tuho, 1991), H. 12-13.
42
Lampung asli terdiri dari tiga unsur, yaitu: Adat Cepalo, Adat Ngejuk-
Ngakuk, dan Adat Kebumian. Ketiga unsur diatas dinamakan Seruas Tigo
Bukeu, Tigo Genep Wo Ganjil, artinya kalau ketiga unsur diatas dianut oleh
seseorang maka sempurnalah adatnya, sedangkan kalau salah satu unsur tidak
Datu di Sekhalo Beghak (Bukit Pesagi) dinamakan Adat Ketaro (Ketaro Rajo
Niti). Datu empat tersebut adalah, Datu di Puncak, Datu di Pugung, Datu di
Adat ketaro, yaitu suatu peraturan adat yang bersifat luwes dan
sederhana serta hanya merupakan konsep dasar, sesuai dengan jumlah dan
adat sehari-hari, yang tidak bertentangan dengan adat ketaro. Maka terciptalah
Adat Keterem.
Adat Perattei, atau adat kebiasaan merupakan suatu norma adat yang
penyimbang) dalam menangani suatu kasus adat. Karena adat Perattei ini
pada masing-masing kebuaiaan. Adat yang kita bicarakan ini adalah Adat
Lampung Pepadun yang secara garis besar terdiri atas, Adat Pepadun Migo,
40
Zubaidi dan Zaenal Abidin. Pelaksanaan Adat Pepadun. (Jakarta: Publikasi dan
Pengadaan oleh Galang Silo Perwatin Kanyingan Mergo Anek Tuho 1991), H. 21-22.
44
4. Marga Silamayang
5. Marga Tegamoan
6. Marga Buai Bulan
7. Marga Buai Umpu
8. Marga Aji
garis keturunan bapak, dimana anak laki-laki tertua dari keturunan tertua
anak yang mewarisi kepemimpinan ayah sebagai kepala keluarga atau kepala
kerabat seketurunan. Hal ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan
baik yang berasal dari satu keturunan pertalian darah, satu pertalian adat atau
karena perkawinan.
pengambilan gelar adat. Oleh karena itu upacara disebut Cakak Pepadun.
Lampung yang jauh dari pantai Laut seperti daerah Abung Way Kanan
Secara kekerabatan masyarakat ini terdiri dari empat clan besar yang
1. Abung Siwo Megou, yang wilayahnya meliputi way abung, way rarem,
way terusan, way pengubuan, dan way seputih. Terdiri dari buay-
buaynunyai, unyi, nuban subing, belituk, kunang, aji (toho), selagi dan
nuwat. Kebudayaan nuwat masuk ikatan adat Abung Siwo megou akan
3. Way Kanan Buwai Lima (lima keturunan) dan Sungkai, meliputi wilayah
tanah di daerah Way Kanan (Tulang Bawang Ulu, Way Umpu dan Way
4. Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku) meliputi wilayah di daerah Way
41
Wawancara Zaenal Abidin Gelar Suttan Bandar Sebuai, Tokoh Adat Lampung Pepadun,
Tanggal 19 April 2015.
46
alasan:
dengan seseorang yang berasal dari luar suku Lampung Pepadun. Oleh sebab
itu maka perkawinan yang terjadi hanya di antara mereka saja yaitu
kebiasaan yang timbul menjadi norma bahwa orang Lampung Pepadun harus
Namun realita sosial saat ini banyak orang Lampung Pepadun yang
menikah dengan orang dari suku lain. Pada masyarakat Lampung Pepadun,
jika terjadi perkawinan antar suku maka calon istri atau calon suami yang
berasal dari suku lain harus di lakukan cara ngangkon dulu (pengangkatan).
apabila orang Lampung Pepadun ingin menikah dengan suku lain, seperti
orang Lampung ingin menikah dengan orang Kalimantan. Ngangkon ini hanya
aturan adat yang berlaku bahwa barang siapa berada di lingkungan rumah dan
bukan bagian dari kerabat merupakan suatu pelanggaran adat dan akan
dikenakan sanksi, sehingga untuk mereka yang bukan anggota kerabat agar
dapat bebas keluar masuk dalam rumah masyarakat adat Lampung Pepadun
dan dipilih orang tua angkat, setelah keluarga yang akan mengangkon
mengetahui latar belakang yang akan diangken, maka keluarga yang akan
adat dan lid adat (anggota adat) atas maksud dan tujuan untuk
42
Sayuti Ibrahim, Buku Handak II Mengenal Adat Lampung, (Bandar Lampung: Gunung
Pesagi, 1900), 1995, H. 87.
48
perwatin yang ada di tempat tersebut, atau dapat juga dihadiri oleh orang
yang berkepentingan saja seperti penyimbang adat dan lid adat (anggota
adat). Jalannya rapat dalam pengangkonan ini dimulai dengan tuan rumah
menunjuk salah seorang dari tokoh adat untuk menjadi juru bicara atas
perihal tersebut. Selanjutnya juru bicara dari tuan rumah bertanya kepada
majelis perwatin, kepada siapa lawan bicaranya (biasanya sudah ada yang
bicara tuan rumah atas kedatangan mereka kepada majelis perwatin serta
keputusan perwatin, jika ada perubahan diperbaiki saat itu juga dan jika
Daw adat yang biasanya diberikan atau diserahkan secara simbolis kepada
49
majelis perwatin dari orang yang melakukan ngangkon, dan syarat-syarat atas
daw adat tersebut biasanya telah disusun oleh perwatin adat. Rincian dana
sebagai berikut:43
1. Salam
: Rp. 24.000
2. Selamatan
: Rp. 60.000
3. Ngelappung (melampungkan)
: Rp. 30.000
4. Pengangkenan dibidang sukeu (pengangkatan dibidang suku)
: Rp. 24.000
5. Pengangkenan dilem sukeu (pengangkatan didalam suku)
: Rp24.000
6. Penyapuran dibidang sukeu (penyampuran dibidang suku)
: Rp. 24.000
7. Penyapuran dilem suku (penyampuran didalam suku)
: Rp. 24.000
8. Penyapuran di mulei meghanei (penyampuran dimuda mudi)
: Rp. 12.000
9. Galang silo (duduk bersama)
: Rp. 12.000
10. Penerangan
: Rp. 24.000
11. Ngesaikan darah (penyatuan darah)
: Rp. 24.000
12. Penglamoan
: Rp. 24.000
43
Keramat, Keterem Recako Adat Mergo Anak Tuho, (Kabupaten Lampung Tengah,
2012), H. 22.
50
Lampung Pepadun
Setelah kesepakatan telah terjadi lalu orang tua yang akan mengangkon
didalam adat.
keluarga yang telah mengangkat seseorang yang berasal dari luar suku
Namun lebih lanjut beliau menjelaskan apabila pada suatu saat orang
tua atau ayah dalam adat dari bujang tersebut meninggal dunia, dan anak
kandung dari orang tua dalam adat tersebut masih bujang atau belum menikah
dan belum mempunyai nama anak tuha (anak tertua), maka anak kandung
44
Wawancara Zaenal Abidin Gelar Suttan Bandar Sebuai, Tokoh Adat Lampung Pepadun,
Tanggal 19 April 2015.
51
beliau tersebut belum mempunyai hak untuk mengikuti berbagai prosesi acara
Pepadun tersebutlah yang berhak atas kedudukan orang tua tersebut. Karena
anak yang berasal dari luar suku Lampung Pepadun tersebut telah diangkon
(diangkat) dan menyandang status anak tuha (anak tertua) didalam keluarga
tersebut. Sehingga seseorang yang berasal dari luar suku Lampung Pepadun
(pengangkatan).
2. Kedudukan muli (gadis) yang diangkat dalam keluarga dan di dalam adat
Seorang muli atau gadis yang akan diangkat bisa dijadikan sebagai
gadis yang berasal dari luar suku yang telah diangkat menjadi anak perempuan
ataupun adik perempuan dalam adat adalah sama kedudukannya dengan anak
mengangkonnya.
Gadis yang telah diangkat tersebut disebut mirul karena telah menikah
atau dengan kata lain dia bukanlah seorang yang masih muli atau gadis lagi.
Mirul di sini adalah tempat bertanya bagi orang-orang yang ada di sekitarnya
apabila ada hajat pada keluarga yang mengangkat ia sebagai anak ataupun
pengakuan juga dari masyarakat Lampung Pepadun itu sendiri. Oleh karena
itu seseorang yang bersuku asli Lampung Pepadun jika akan menikahi
seseorang yang berlainan suku dengannya, maka tidak akan hilang statusnya
Lebih lanjut dalam hal hak mewaris, anak yang diangkon ini tidak
kerabatnya.
53
BAB IV
TENTANG PENGANGKONAN
diangkon. Setelah kesepakatan telah terjadi lalu orang tua yang akan
Abidin dengan gelar adat Suttan Bandar Sebuai, pada zaman dahulu ngangkon
adat bahwa mereka akan mendapatkan warga adat baru hasil pengangkonan.
Apabila seseorang yang menikah dengan orang yang berlainan suku jika tidak
melakukan ngangkon, maka perkawinan yang dilakukan tidak sah secara adat,
meskipun sah secara Islam, tidak diakui akan keberadaan mereka dalam
masyarakat adat, tidak dapat ikut serta dalam kegiatan adat dan tidak memiliki
53
54
Agar pengangkonan ini terus ada dan tidak hilang begitu saja, maka
Islam yang serupa dengan pengangkonan. Karena menurut penulis ada hal
Sehingga upacara adat ini tidak hilang seiring perkembangan zaman, karena
sering terjadi dimasa sekarang ini, analisa peneliti bahwa hal ini akan
kekerabatan adat yang ada tidak terputus walaupun menikah dengan orang
45
Wawancara Zaenal Abidin Gelar Suttan Bandar Sebuai, Tokoh Adat Lampung Pepadun, Tanggal
19 April 2015.
55
dipenuhi bagi mereka yang akan menikah dengan suku lain guna mengikuti
tata tertib adat dan untuk mendapatkan legalitas perkawinan yang dilakukan.
konsekuensinya.
Pemalsuan yang sebenernya orang lain bagi suatu keluarga, menjadi salah satu
adalah orang lain baginya. Istri ayah angkatnya bukanlah ibunya, demikian
pula dengan putri, saudara perempuan, bibi dan seterusnya. Mereka semua
adalah ajnabi (Orang lain) baginya. Dalam istilah yang sedikit kasar Yusuf
trend bagi mereka, dan anak angkat bagi mereka tak beda dengan anak
dianggap bahwa anak tersebut sebagai anaknya sendiri yang berasal dari
shulbinya atau dari ayah atau ibunya (padahal anak tersebut adalah anak orang
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya, dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu
saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan yang
benar.
Surat Al-AhzabAyat : 5
adalah posisi anak angkat dalam keluarga tidak sama dengan anak kandung.
Maka dari itu, tidak ada hubungan khusus antara anak yang diangkat dengan
kewarisan.
tidak mengubah nasab dan anak yang di angkat tidak mendapatkan waris dari
bapak angkatnya.
tersebut, anak yang di angkat sudah mulai masuk dan hidup bersama dalam
58
satu rumah dengan bapak angkatnya dan anak-anak kandung bapak angkatnya.
Walaupun anak yang diangkon sudah dapat masuk kedalam kehidupan bapak
angkat beserta keluarganya secara adat, tetap yang harus digaris bawahi anak
hasil ngangkon tersebut tetap orang lain seperti pendapat dari Yusuf
Qardhawi. Sebagai contoh andaikan seorang lelaki yang telah diangkon, tetap
saja istri dari bapak angkatnya bukanlah ibunya, dan dia bisa saja menikahi
ibu angkatnya karena memang mereka bukan mahram, hanya sebagai ibu
adat ini tidak dapat diterima oleh sebagian orang khususnya di luar suku
Lampung Pepadun, yang dikarenakan tidak maunya orang dari luar suku
Lampung Pepadun masuk dan tinggal dalam satu rumah keluarga bapak
angkatnya yang walaupun sah secara adat, namun tetap bukan mahram dalam
Islam.
seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan untuk membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada
macam pula motivasi, tata cara pengangkatan anak yang dilakukan oleh
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan budaya dan adat
dijalankan hingga saat ini. Salah satu nya adalah upacara ngangkon yang
anak, kurang lebih mirip dengan pengangkatan anak yang biasa kita temukan
anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat dan juga
60
suatu adat kebiasaan yang dilakukan dengan upacara adat serta dengan
bantuan kepala adat yang nyatanya masih dilaksanakan turun temurun dalam
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
prosedur yang ada, dimana ketika ada seorang masyarakat asli suku Lampung
Pepadun jika ingin menikah dengan seorang di luar suku Lampung Pepadun,
maka harus dicarikan bapak angkat terlebih dahulu khusus untuk seorang yang
perkawinan agar anak yang menikah dengan orang yang berlainan suku diakui
perkawinan sah secara adat dan pelaku ngangkon dan generasi penerusnya
jika tidak melakukan ngangkon, maka perkawinan yang dilakukan tidak sah
secara adat, meskipun sah secara Islam. Tidak diakui akan keberadaan mereka
alias tidak mendapatkan gelar dalam masyarakat adat, dan tidak dapat ikut
serta dalam kegiatan adat dan tidak memiliki hak dalam adat.
Islam hanya mengakui nasab (keturunan) yang sah, yaitu anak yang
dengan ayah dan ibu kandungnya. Sebab hal ini bertentangan dengan syariat
61
62
nasab, maka konsekuensi hukum lainnya adalah orang tua yang mengangkon
adalah suatu usaha untuk mempertahankan tali kekerabatan adat yang ada
tidak terputus walaupun menikah dengan orang yang berlainan suku, karena
menikah dengan suku lain guna mengikuti tata tertib adat dan mendapatkan
B. Saran-Saran
dan warisan secara turun-temurun agar warisan budaya ini tidak hilang begitu
saja.
63
merupakan tata cara adat yang memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak
sedikit.
Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqih Munakahat, Bandung, CV. Pustaka Setia,
1999
Basyir, Ahmad Azhar. Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, Bandung:
PT Al-Ma’arif, 1972.
Dahlan, Abdul Azis, ed. Eksiklopedi Hukum Islam, Jilid 1. Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1996.
Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Keramat. Keterem Recako Adat Mergo Anak Tuho, Kabupaten Lampung Tengah,
2012.
Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan. Cet I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1995.
Padang Ratu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah,
2013.
Prakoso, Djoko dan Murtika, I Ketut. Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia.
Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Rusdiana, Kama dan Aripin, Jaenal. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2007.
Sahrani, Sohari, H.M.A Tihami. Fiqih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Soekanto, Soerjono dan B. Taneko, Soleman. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003.
Tutik, Titik Triulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Cet. II.
Jakarta: Kencana, 2010.
Wawancara Zaenal Abidin Gelar Suttan Bandar Sebuai, Tokoh Adat Lampung
Pepadun, Tanggal 19 April 2015
Yasin, M. Nur. Hukum Perkawinan Islam Sasak. Cet. I. Yogyakarta: UIN Malang
Press, 2008.
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Sistem Hukum. Jakarta: Sinar
Grafika, 1995
Zubaidi dan Abidin, Zaenal. Pelaksanaan Adat Pepadun. Jakarta: Publikasi dan
Pengadaan oleh Galang Silo Perwatin Kanyingan Mergo Anek Tuho,
1991.
Tengah.
di dalam adat
tersebut.
Jawab: Tentu dari pribadi saya sendiri agar upacara adat seperti ini