Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA
(PKD-1311)

”Identifikasi Potensi Bahaya di Gedung Seroja dan Potensi


Bahaya Pada Kegiatan Penyiangan Gulma secara Kimia di Karet

DOSEN PENGAMPU:

Maryanti, STP, Msi


Supriyanto, MP, MSi

Disusun Oleh

M. Thubagus Ryan S. (16722035)


M. Bashir Saputra (16722038)
M. Taufiek Dewanda (16722039)
Rahmat Mukti (16722048)
Riadi (16722052)
Zuhrotul M (16722067)

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya

perlindungan kerja agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat

selama melakukan pekerjaan di tempat kerja, serta sumber dan proses produksi

dapat digunakan secara aman dan efisien. Tenaga kerja merupakan faktor yang

yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. Tanpa adanya tenaga

kerja, suatu proses produksi tidak akan dapat terlaksana dengan baik namun

dalam beberapa aspek tertentu ada proses kerja yang tidak dapat dilakukan oleh

manusia sehingga diperlukan peran teknologi. Kemajuan teknologi telah banyak

menyumbangkan berbagai hal positif dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan

sosial di dunia industri. Perkembangan teknologi telah mengangkat standar hidup

manusia dan mengurangi sumber kecelakaan, cidera dan stress akibat kerja.

Namun demikian, disisi lain kemajuan teknologi juga mengakibatkan berbagai

dampak yang merugikan yaitu berupa terjadinya pencemaran lingkungan,

kecelakaan kerja dan timbulnya berbagai macam penyakit akibat kerja (Tarwaka,

2014).

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia, secara umum

masih sering terabaikan, terbukti dengan masih tingginya angka kecelakaan

kerja. Masalah ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di

sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh

sektor, dan menyumbang 6.45% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia.

Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap
kecelakaan kerja, disamping sektor lain seperti agraria, perkayuan, dan

pertambangan. Jumlah tenaga kerja disektor konstruksi mencapai sekitar 4.5

juta orang (Tarwaka, 2014).

Beberapa permasalahan yang berpotensi terjadinya kecelakaan kerja pada

proyek pembangunan ini antara lain: minimnya penerangan di ruang kelas, lantai

licin, plavon jebol, keramik pecah pecah dan lain lain. Oleh karena itu, untuk

meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja harus menerapkan program

Keselamatan dan Kesehatan kerja. Namun, perlu dikaji lebih lanjut terkait

pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan kerja.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan adalah untuk mendeskripsikan dan

menganalisis keadaan gedung Seroja di Politeknik Negeri Lampung tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Undang-Undang yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

khususnya Paragraf 5 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan

87. Pasal 86 ayat 1 berbunyi: “Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. Pasal 86 ayat

2: “Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan

Kesehatan Kerja”. Pasal 87: “Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem

Manajemen Perusahaan”.

Chris Rowley & Keith Jackson ( 2012 : 177 ), mengatakan bahwa :“

Kesehatan dan keselamatan atau dengan lebih tepatnya, kesehatan dan

keselamatan kerja ( K3 ) – memperhatikan mengenai masalah manajemen risiko

di tempat kerja yang mana risiko tersebut dapat berakhir dengan sebuah

kecelakaan, luka-luka, atau kesehatan yang buruk”.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan proses perlindungan pekerja

dalam kegiatan yang dilakukan pekerja pada suatu perusahaan atau tempat kerja

yang menyangkut risiko baik jasmani dan rohani para pekerja. Perlindungan bagi

pekerja merupakan kewajiban perusahaan demi menjaga lingkungan dan

mencegah terjadinya kecelakaan kerja.


2.2 Pengertian Keselamatan Kerja

Undang-undang yang telah mengatur tentang Keselamatan Kerja yaitu

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja. Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat

1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap

pekerja/buruh berhak untuk memperoleh perlindungan atas:

1. Keselamatan dan kesehatan kerja

2. Moral dan kesusilaan

Keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik

dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan

pekerjaan (Malthis dan Jackson, 2002). Sedangkan menurut Ridley (2004),

keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat,

alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta caracara melakukan pekerjaan.

Keselamatan kerja juga menunjuk pada suatu kondisi kerja yang aman

dan selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja.

Keselamatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material dan

metode yang mencakup lingkungan kerja agar supaya pekerja tidak mengalamai

cedera menurut Mangkunegara dalam Sayuti (2013:195).

2.3 Pengertian Kesehatan Kerja

Menurut Lidya dalam Sayuti (2013:196) pengertian kesehatan kerja

adalah hal yang menyangkut kemungkinan ancaman terhadap kesehatan

seseorang yang bekerja pada sesuatu tempat atau perusahaan selama waktu kerja

yang normal. Sedangkan menurut Santoso dalam Sayuti (2013:196) pengertian


kesehatan kerja adalah kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan kerja adalah

bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh

keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial (Lalu

Husni,2005).

Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia, Kesehatan Kerja bertujuan untuk memberi bantuan kepada tenaga

kerja, melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang timbul dari

pekerjaan dan lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan, memberi pengobatan

dan perawatan serta rehabilitas dalam Paradita dan Wijayanto (2012).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri pada

Pasal 1 menjelaskan bahwa Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD

adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang

fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat

kerja.

Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri pada

Pasal 2 menjelaskan sebagai berikut:

1. Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja.

2. APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Standar

Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.

3. APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha

secara cuma-cuma.
2.4 Pengertian Kecelakaan Kerja

Menurut Sayuti (2013: 196) Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak

terduga dan tidak diharapkan terjadi dalam pelaksanaan hubungan kerja. Adapun

yang termasuk kecelakaan kerja adalah:

1. Celaka akibat langsung pekerjaan, saat atu waktu kerja, perjalanan (dari rumah

ke tempat kerja, melalaui jalan atau sarana yang wajar), dan penyakit akibat

kerja.

Menurut Suryadi dalam Sayuti (2013:196) pengertian kesehatan dan

keselamatan kerja adalah menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang

menjamin kesehatan dan keselamatan keryawan agar tugas pekerjaan di wilayah

kerja perusahaan dapat berjalan lancar. Nasution dalam Sayuti (2013:196)

mengemukakan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah segala yang

menyangkut hal-hal berikut ini:

a. Pembuatan, percobaan, segala jenis produk yang mempergunakan mesin-mesin

atau perlatan,

b. Segala perawatan, perbaikan perlatan produksi,

c. Segala pembersihan pembangunan limbah dalam produksi.

2.4.1 Penyebab Kecelakaan Kerja

Menurut Sayuti (2013: 200) Sesungguhnya gangguan dan terjadinya

kecelakaan dapat dilihat dari 3 (tiga) faktor utama yang menjadi penyebabnya,

yaitu:

1. Lingkungan kerja, maksudnya tempat di mana pekerja melakukan pekerjaanya

dalam kondisi yang tidak aman atau dalam kondisi membahayakan. Kondisi yang
tidak aman ini dapat terjadi karena tidak teraturnya suasana, perlengkapan dan

peralatan kerja.

2. Manusia atau karyawan, faktor ini banyak disebabkan oleh beberapa hal:

a. Sifat fisik dan mental manusia yang tidak standar, contohnya:

karyawan yang rabun, penerangan kurang, otot lemah, reaksi mental lambat,

syaraf yang tidak stabil dan lainya. Bagi yang memiliki sifat dan kondisi seperti

ini sering mnjadi penyebab kecelakaan dan gangguan kerja.

b. Pengetahuan dan keterampilan, karena kurangnya pengetahuan maka kurang

memperhatikan metode kerja yang aman dan baik, memiliki kebiasaan yang

salah, dan kurang pengalaman.

c. Sikap, karyawan memiliki sikap kurang minat dan kurang perhatian, kurang

teliti, malas dan sombong (mengabaikan peraturan dan petunjuk), tidak peduli

akan suatu akibat, hubungan yang kurang baik dengan pihak lain, sifat ceroboh

dan perbuatan yang berbahaya.

3. Mesin dan alat, jika pada lingkungn kerja menyangkut pengaturan peralatan

dan konstruksi bangunan, maka faktor mesin dan alat ini adalah penggunaan

mesin-mesin dan perlatan yang tidak memenuhi standar.

Faktor-faktor sebagaimana dikemukakan di atas mempunyai hubungan

yang sangat erat sekali dengan sistem kerja, yang bersumber pada kesalahan

manusianya. Sehingga faktor manusia yang mengakibatkan kecelakaan tersebut,

adalah:

1. Menggunakan peralatan yang tidak aman

2. Menjalankan peralatan kerja yang tidak tahu caranya


3. Menempatkan bahan-bahan yang tidak aman pada kondisi lingkungan

yang mengakibatkan perlawanan arus

4. Merusak alat-alat keselamatan kerja sehingga berakibat tidak baik

5. Salah menggunakan alat kerja

6. Karena gangguan orang lain

2.5 Strategi Keselamatan Kerja

Strategi keselamatan kerja sangat berhubungan erat dengan pengenalan

dan pengendalian bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kelelahan, tekanan batin

(stres), kebisingan, radiasi maupun zat-zat beracun lainnya, terhadap kondisi fisik

manusia, pikiran dan sikap tingkah laku para pegawai. Menurut Fathoni

(2006:156) pendekatan yang perlu dilakukan dalam strategis kesehatan

mencakup langkah-langkah:

1. Mengenal zat-zat, keadaan atau proses yang benar-benar atau mempunyai

potensi yang membahayakan para pekerja,

2. Mengadakan evaluasi bagaimana bahaya itu bisa timbul dengan mempelajari

sifat sesuatu zat atau kondisi dan keadaan di mana bahaya tersebut terjadi. Hal

tersebut juga memperhitungkan kondisi lingkungan dalam keadaan yang bisa

berbahaya bentuk intensitas dan lamanya pengaruh terhadap pekerjaan

3. Mengadakan pengembangan teknik dan metode kerja untuk memperkecil

risiko dengan melakukan pengendalian pengawasan atas penggunaan bahan-

bahan yang berbahaya atau pada lingkungan – lingkungan di mana bahaya bisa

terjadi. Upaya yang harus dilakukan sebagai solusi untuk mencapai pengawasan

keselamatan dan kesehatan kerja pegawai mencakup kegiatan di antaranya:


a. Mempersiapkan dan menyesuaikan sarana dan prasarana yang dapat

melindungi, tetapi tidak mengubah bentuk, proses atau spesifikasi. Perubahan-

perubahan tersebut tidak sepenuhnya menghilangkan bahaya yang bisa terjadi di

luar kemampuan,

b. Menghilangkan pusat utama yang mengakibatkan bahaya, melalui rancangan

dan rekayasa pengelolaan degna memastikan bahwa, misalnya zat beracun yang

berbahaya tersebut tidak mencemari para pekerja,

c. Membuat isolasi kegiatan atau unsur-unsur yang berbahaya sehingga para

pekerja tidak berhubungan dan harus menggunakan alat tertentu sebagai

pencegahan,

d. Mengubah proses dan metode kerj atau mengganti bahan-bahan untuk

mendapatkan pelindung yang lebih baik atau dapat menghilangkan risiko dari

bahaya yang kemungkinan bisa berpengaruh,

e. Mengadakan pelatihan para pekerja untuk mencegah risiko dengan membatasi

bahaya atau risiko dengan mamakai alat keselamatan kerja yang tersedia,

f. Adakan pengawaasan secara teratur untuk dapat memastikan bahwa faktor-

faktor yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan kerja dapat

terdeteksi setiap saat,

g. Memelihara kantor dan peralatannya sedemikian rupa untuk mencegah

kemungkinan timbulnya bahaya bagi lingkungn kerja maupun para pekerja,

h. Mengadakan cek sehatan secara teratur bagi pekerja sebagai pencegahan.

2.6 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pepatah yang umum kita dengar dalam dunia kesehatan yaitu “mencegah

lebih baik dari pada mengobat”. Pepatah tersebut erat kaitannya tentang K3
dalam suatu perusahaan, maksudnya pihak yang berkompeten membuat

kebijaksanaan dalam mencegah terjadinya kecelakaan dan gangguan keamanan

kerja untuk meminimalkan risiko tersebut. Menurut Sayuti (2013: 202) langkah-

langkah yang perlu dilakukan oleh pihak perusahaan tentang K3 adalah

menerapkan konsep Triple E yang merupakan singkatan dari kata “Engineering,

Education, and Enforcement”, penjelasan konsep tersebut adalah sebagai berikut:

1. Teknik Engineering, adalah pihak manajemen perusahaan harus melengkapi

semua perkakas, mesin-mesin, dan peralatan kerja yang digunakan oleh para

karyawan dengan alat-alat atau perlengkapan yang dapat mencegah atau

menghentikan kecelakaan dan gangguan keamanan kerja.

2. Pendidikan (Education), langkah ini adalah pihak manajemen perusahaan

memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pekerja untuk menanamkan

kebiasaan bekerja dan cara bekerja yang aman guna mencapai hasil yang

maksimum secara aman. Pendidikan dan pelatihan diberikan kepada semua

karyawan sebelum mereka memulai bekerja atau program ini harus menjadi

kegiatan wajib yang terjadwal bagi perusahaan yang diberikan kepada karyawan

yang merupakan bagian dari acara orientasi bagi karyawan baru, sehingga

pemahaman dan kesadaran atau kepedulian karyawan terhadap K3 dapat

membudaya sejak awal.

3. Pelaksanaan (Enforcement), maksudnya kegiatan perusahaan untuk memberi

jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan atau program K3 dapat

dijalankan. Menjamin langkah ini dapat berjalan, perusahaan dapat melakukan

konsep reward and punishment, artinya perusahaan mengamati dan membuat

rekam jejak karyawan baik secara perorangan ataupun kelompok tentang


tindakan dan kepedulian mereka terhadap program K3, demi mencegah

terjadinya kecelakaan dan gangguan kerja dalam Sayuti (2013:202).

Menurut Fathoni (2006;160) pencegahan yang harus dilakukan untuk

menghindari kecelakaan antara lain mencakup tindakan:

a. Memperhatikan faktor-faktor keselamatan kerja,

b. Melakukan pengawasan yang teratur,

c. Melakukan tindakan koreksi terhadap kejadian; dan

d. Melaksanakan program Diklat keselamatan kerja dan menghindari cara

kecelakaan dan menghadapi kemungkinan timbulnya kecelakaan.

Selain langkah teknis di atas, perusahaan dapat pula melakukan tindakan

peningkatan kesadaran K3 melalui kegiatan berikit ini:

1. Memberikan pengertian kepada petugas/karyawan mengenai cara bagaimana

mereka harus bekerja dengan benar, tepat , cepat, dan selamat

2. Memberi contoh cara kerja yang benar, dan mudah di tiru dan diikuti

3. Memberi teladan kerja dengan mengadakan percobaan yang harus dilakukan

4. Meyakinkan petugas/karyawan bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja

mempunyai dasar yang sama pentingnya dengan kualitas/mutu dan target kerja

5. Memberikan pengertian kepada karyawan tentang cara pelaksanaan

pengamanan kerja yang dipaksakan tanpa disertai pelanggaran suatu peraturan

6. Mengusahakan agar seluruh isi progtam K3 dapat menjadi tanggung jawab

setiap karyawan demi kepentingan bersama

7. Menanamkan kesadaran diri sendiri beserta segenap anak buah, bahwa

kecelakaan kerja yang mungkin dan telah terjadi, sebenarnya dengan mudah
dapat dihindarkan dan di cegah, jika karyawan yang lebih dahulu mengetahuinya

mau mencegah atau menanggulanginya segera

8. Melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja dan

lingkungan kerja denga baik, sehingga dapat dipastikan bahwa setiap karyawan

telah dapat membebaskan diri dan bekerja dengan perilaku sebaik-baiknya

9. Perlu ditekankan bahwa cara kerja yang baik dan aman sebenarnya merupakan

kebiasaan saja, dan hal itu hanya bisa dikembangkan dengan kesadaran serta

pengertian yang cukup.

Perusahaan harus menyediakan berbagai peralatan dan kelengkapan K3,

baik menyangkut perlengkapan yang terpasang pada berbagai aspek kerja dalalm

perusahaan, seperti terpasang pada dinding, terpasang pada mesin, dan terpasang

pada kendaraan, juga perlengkapan dan peralatan yang langsung digunakan oleh

karyawan saat mereka menunaikan tugas-tugas yang disebut dengan alat

perlindungan diri karyawan.

Sedangkan alat pelindung diri menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Tentang

Alat Pelindung Diri, fungsi dan jenis alat pelindung diri yang sering dipakai

adalah:

1. Alat pelindung kepala

1.1 Fungsi

Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk

melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam

atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi

panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu
yang ekstrim.

1.2 Jenis Jenis alat pelindung kepala

Terdiri dari helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala,

penutup atau pengaman rambut, dan lain-lain.

2. Alat pelindung mata dan muka

2.1 Fungsi

Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang berfungsi

untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya, paparan

partikel- partikel yang melayang di udara dan di badan air, percikan benda-benda

kecil, panas, atau uap panas, radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion

maupun yang tidak mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda

keras atau benda tajam.

2.2 Jenis

Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata pengaman

(spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker selam, tameng muka

dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full face masker).

3. Alat pelindung telinga

3.1 Fungsi

Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk

melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.

3.2 Jenis

Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan

penutup telinga (ear muff).


4. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya

4.1 Fungsi

Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat pelindung

yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan

udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia,

mikroorganisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/

fume, dan sebagainya.

4.2 Jenis

Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari masker,

respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator, Continues Air Supply

Machine Air Hose Mask Respirator, tangki selam dan regulator (Self-Contained

Underwater Breathing Apparatus /SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus

(SCBA), dan emergency breathing apparatus.

5. Alat pelindung tangan

5.1 Fungsi

Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang berfungsi

untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, suhu panas, suhu

dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, arus listrik, bahan kimia,

benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat patogen (virus, bakteri) dan jasad

renik.

5.2 Jenis

Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari logam,

kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung tangan yang tahan

bahan kimia.
6. Alat pelindung kaki

6.1 Fungsi

Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa atau

berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan

panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia

berbahaya dan jasad renik, tergelincir.

6.2 Jenis

Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan

peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan yang

berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang basah atau licin,

bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya binatang dan lain-lain.

7. Pakaian pelindung

7.1 Fungsi

Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian atau

seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin yang ekstrim,

pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-bahan kimia, cairan dan

logam panas, uap panas, benturan (impact) dengan mesin, peralatan dan bahan,

tergores, radiasi, binatang, mikro-organisme patogen dari manusia, binatang,

tumbuhan dan lingkungan seperti virus, bakteri dan jamur.

7.2 Jenis

Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek

(Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi sebagian atau

seluruh bagian badan.

Untuk dapat melakukan pencegahan terhadap kecelakaan kerja sebaiknya


menetapkan sumber potensi penyebab utama terjadinya kecelakaan. Ini

dimaksudkan untuk mengambil langkah-langjkah preventif upaya dalam

menentukan penyebab kecelakaan, yang harus dilakukan dengan mengadakan

diagnosis, pencegahan dan penyelidikan.


III METODE

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan praktikum K3 mengenai pekerjaan pengendalian gulma secara

kimia dilaksanakan pada September sampai dengan Oktober 2019 pukul 13.00-

15.00. Lokasi praktikum yaitu di Lahan Perkebunan Politeknik Negeri Lampung,

sedangkan pengamatan K3 gedung dilaksanakan pada Desember 2019 pukul

13.00-15.00, di Gedung Seroja (S) Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Metode/Teknik
Metode yang digunakan untuk identifikasi bahaya yaitu metode

Observasi/JSO/JSA. Metode Observasi/JSO/JSA merupakan suatu metode untuk

mempelajari lebih mendalam mengenai sikap kebiasaan dan tatacara bekerja dari

tiap-tiap anak buah yang bekerja.

3.3 Alat Praktikum


Alat yang digunakan yaitu berupa alat tulis, kamera, dan BPP.

3.4 Prosedur Kerja Pengendalian Gulma Secara Kimia


3.4.1 Identifikasi potensi bahaya
A. Menentukan pekerjaan ysng sksn diperiksa potensi bahayanya.
1. Pekerjaan yang memerlukan analisis keselamatan kerja adalah pekerjaan

yang potensi bahayanya berdampak pada keselamatan kerja.


2. Merupakan pekerjaan baru dengan potensi banyak untuk terjadi

kecelakaan kerja.
3. Pekerjaan lama denga alat-alat baru sehingga menimbulkan perubahan

pada langkah kerja.


B. Membuat langkah-langkah kerja dari pekerjaan tersebut
1. Menetapkan langkah kerja sedeerhana yang akan dilaksanakan
2. Membatasi secara umum langkah-langkah kerja tersebut
C. Menentukan tahap kerja kritis
Tahap kritis merupakan tahap kerja dimana pada tahap tersebut dinilsi

memiliki potensi bahaya yang berdampak pada keselamatan dan

keselamatan dan kesehatan kerja.

D. Mengenali sumber bahaya


1. Sumber bahaya mekanik: putaran mesin, angkat-angkut, beban, dll.
2. Sumber bahaya fisik dan kimia: bahan kimia, listrik, dll.
3. Pertimbangkan cidera akibat jatuh, ledakan, paparan gas/kimia, dll.
4. Pertimbangkan liingkungan kerja, peralaan, dan rekan kerja.
5. Pertimbangkan personil yang dapat cidera yaitu pelaksana kerja

tersebut atau rekan kerja.

3.3.2 Penilaian resiko


1. Melakukan identifikasi dan potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja
2. Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya tersebt dan

bagaimana kemungkinan kejadiannya.


3. Melakukan evaluasi terhadap resiko dan menetapkan apakah persyaratan

penegahan yang ada sudah layak atau masih diperlukan tambaha persyaratan

pengendalian lainnya.
4. Mencatat semua temuan.
5. Mengkaji penilaian dan melakukan revisi apabila diperlukan.

3.3.3 Pengendalian resiko


1. Mencantumkan identifikasi bahaya dan penilaian resiko pada tabel yang sudah

ditentukan.
2. Menentukan pengendalian yang dilakukan pada masing-masing tingkat resiko.

3.4 Prosedur Kerja Pengamatan K3 Gedung Seroja Politeknik Negeri

Lampung
3.4.2 Identifikasi potensi bahaya
A. Pengamatan gedung
1. Mengamatai setiap sisi gedung guna mengetahui adanya bahaya atau

perlengkapan K3 yang masih belum ada.


2. Mendokumentasikan setiap potensi bahaya yang ada
B. Mengenali sumber bahaya
1. Sumber bahaya mekanik: putaran mesin, angkat-angkut, beban, dll.
3. Sumber bahaya fisik dan kimia: bahan kimia, listrik, dll.
4. Pertimbangkan cidera akibat jatuh, ledakan, paparan gas/kimia, dll.
5. Pertimbangkan liingkungan kerja, peralaan, dan rekan kerja.
6. Pertimbangkan personil yang dapat cidera yaitu pelaksana kerja tersebut

atau rekan kerja.

3.4.2 Penilaian resiko


1. Melakukan identifikasi dan potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja
2. Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya tersebt dan

bagaimana kemungkinan kejadiannya.


3. Melakukan evaluasi terhadap resiko dan menetapkan apakah persyaratan

penegahan yang ada sudah layak atau masih diperlukan tambaha

persyaratan pengendalian lainnya.


4. Mencatat semua temuan.
5. Mengkaji penilaian dan melakukan revisi apabila diperlukan.

3.4.3 Pengendalian resiko


1. Mencantumkan identifikasi bahaya dan penilaian resiko pada tabel yang

sudah ditentukan.
2. Menentukan pengendalian yang dilakukan pada masing-masing tingkat

resiko.
IV PEMBAHASAN

4.1 Kegiatan 1 (Pengendalian Hulma Secara Kimia)


Proses pemeliharaan merupakan proses mempertahankan taman dari

gangguan yang ada seperti OPT maupun gulma. Tahap ini memiliki peran cukup

penting untuk mempertahankan bentuk taman agar tetaptetap dalam kondisi sehat

dan baik. Kegiatan pemeliharaan tidak hanya dilakukan sekali, tetapi harus secara

teratur dan berulangulang sesuai dengan kebutuhannya. Gulma diartikan sebagai

tumbuhan pengganggu yang kehadirannya bisa merugikan tanaman utama. Gulma

bisa dikendalikan dengan dua cara, yaitu secara manual dan kimia.
Pengendalian secara manual dilakukan dengan cara langsung mencabut

gulma hingga ke akarakarnya menggunakan tangan atau pencungkil. Sebaiknya

kegiatan ini dilakukan rutin seminggu sekali sehingga tingkat pertumbuhan gulma

dapat ditekan seminimal mungkin. Mengendalikan gulma secara kimia

menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida secara berlebihan tidak

disarankan. Apabila masih bisa ditanggulangi secara manual, sebaiknya herbisida

tidak digunakan. Apabila penutupan gulma sudah mendekati lima puluh persen

dan areal yang ada, pengendalian secara kimia boleh dilakukan. Penyemprotan

herbisida harus dilakukan secara hati-hati dan pelaksanaannya 4-6 bulan sekali.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sangat penting untuk diterapkan dalam

setiap kegiatan ataupun pekerjaan yang dilakukan, terutama jika pekerjaan

tersebut cukup berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan pekerja. Melalui

praktikum K3 ini, kami mencoba mengidentifikasi bahaya yang terjadi pada

pekerjaan pengendalian gulma secara kimia.

4.1.1 Tabel Identifikasi Bahaya


No Langkah/Sub Pekerjaan Potensi Bahaya
1. Memakai perlengkapan (Tidak ada)
keamanan kerja
2. Menyiapkan alat dan Terpapar herbisida (iritasi kulit), terkena mata,
bahan terhirup dan menimbulkan gangguan paru-paru,
trtelan oleh mulut ( menimbulkan gangguan
pencernaan dan keracunan), tertimpa barang-
barang yang ada di gudang.
3. Membuat larutan Terpapar herbisida (iritasi kulit), terkena mata,
herbisida terhirup dan menimbulkan gangguan paru-paru,
trtelan oleh mulut ( menimbulkan gangguan
pencernaan dan keracunan).
4. Memasukkan larutan Terpapar herbisida (iritasi kulit), terkena mata,
herbisida ke dalam terhirup dan menimbulkan gangguan paru-paru,
tangki sprayer trtelan oleh mulut ( menimbulkan gangguan
pencernaan dan keracunan).
5. Meletakkan tangki ke Terkilir (terutama anggota tubh seperti tangan,
punggung punggung, pundak, dan pinggang).
6. Melakukan Terpapar herbisida (iritasi kulit), terkena mata,
penyemprotan terhirup dan menimbulkan gangguan paru-paru,
trtelan oleh mulut ( menimbulkan gangguan
pencernaan dan keracunan), ergonomi (tubuh
membungkuk, encok, pegal linu).
7. Melepaskan tangki dari Terkilir, encok.
punggung
8. Membersihkan tangki Terpapar herbisida (iritasi kulit), terkena mata,
dari larutan herbisida terhirup dan menimbulkan gangguan paru-paru,
kimia trtelan oleh mulut ( menimbulkan gangguan
pencernaan dan keracunan).
9. Menyimpan alat Terkena/tertimpa barang-barang yang ada di
gudang.
10. Menyimpan alat Iritasi kulit, gangguan pernapasan, gangguan
pencernaan.
11. Membersihkan badan Iritasi kulit, terkena mata, gangguan pencernaan.
dan perlengkapan
keamanan kerja
4.1.2 Tabel Penilaian Resiko

No Langkah/Sub Potensi Bahaya Frekuensi Kemungkinan Konsekuens Tingkat resiko


Pekerjaan i
1. Memakai (Tidak ada)
perlengkapan
keamanan kerja
2. Menyiapkan alat dan a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
bahan b. Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
c. Terhirup (gangguan paru-paru) Mungkin terjadi Berat High risk (H)
d. Tertelan oleh mulut (gangguan Jarang Berat Significant risk (S)
pencernaan dan keracunan)
e. Tertimpa barang/alat yang ada Jarang Sedang Moderate risk (M)
di gudang.

3. Membuat larutan a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
herbisida b.Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
c. Terhirup (gangguan paru-paru) Mungkin terjadi Berat High risk (H)
d.Tertelan oleh mulut (gangguan Jarang Berat Significant risk (S)
pencernaan dan keracunan)

4. Memasukkan larutan e. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
herbisida ke dalam f. Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
tangki sprayer g.Terhirup (gangguan paru-paru) Mungkin terjadi Berat High risk (H)
h.Tertelan oleh mulut (gangguan Jarang Berat Significant risk (S)
pencernaan dan keracunan)

5. Meletakkan tangki ke a. Terkilir (tangan, punggung, Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
punggung pundak, dan pinggang).
b. Terjatuh Jarang Sedang Moderate risk (M)
6. Melakukan a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
penyemprotan b. Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
c. Terhirup (gangguan paru-paru) Mungkin terjadi Berat High risk (H)
d. Tertelan oleh mulut (gangguan
pencernaan dan keracunan) Jarang Berat Significant risk (S)
e. Ergonomi (tubuh Jarang Berat Significant risk (S)
membungkuk, encok, pegal
linu).
f. Encok Jarang Sedang Significant risk (S)
g. Pegal linu Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
7. Melepaskan tangki a. Terkilir, encok. Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
dari punggung b. Pegal linu Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
8. Membersihkan a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
tangki dari larutan b. Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
herbisida kimia c. Terhirup (gangguan paru-paru) Mungkin terjadi Berat High risk (H)
d. Tertelan oleh mulut (gangguan Jarang Sedang Significant risk (S)
pencernaan dan keracunan)
9. Menyimpan alat Terkena/tertimpa barang/alat Mungkin terjadi Berat High risk (H)
yang ada di gudang.
10. Menyimpan alat a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
b. Gangguan pernapasan Mungkin terjadi Berat High risk (H)
c. Gangguan pencernaan. Jarang Berat High risk (H)
11. Membersihkan badan a. Iritasi kulit Mungkin terjadi Sedang Significant risk (S)
dan perlengkapan b. Terkena mata Mungkin terjadi Berat High risk (H)
keamanan kerja c. Gangguan pencernaan. Jarang Berat High risk (H)
4.1.3 Pengendalian Resiko Bahaya

No Langkah/Sub Potensi Bahaya Tingkat resiko Rekomendasi tindakan pengendalian


Pekerjaan
1. Memakai (Tidak ada) (Tidak ada) (Tidak ada)
perlengkapan
keamanan kerja
2. Menyiapkan alat dan a. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
bahan nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
b. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
c. Terhirup (gangguan paru-paru) nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
d. Tertelan oleh mulut (gangguan Moderate risk (M) Menyusun alat-alat yang tajam dan berbahaya
pencernaan dan keracunan) di bagaian bawah.
e. Tertimpa barang/alat yang ada
di gudang.
3. Membuat larutan a. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
herbisida nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
b. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
c. Terhirup (gangguan paru-paru) nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
d. Tertelan oleh mulut (gangguan
pencernaan dan keracunan)
4. Memasukkan larutan a. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
herbisida ke dalam nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
tangki sprayer b. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
c. Terhirup (gangguan paru-paru) nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
d. Tertelan oleh mulut (gangguan
pencernaan dan keracunan)

5. Meletakkan tangki ke a. Terkilir (tangan, punggung, Significant risk (S) Membuat dudukan tangki yang sesuai dengan
punggung pundak, dan pinggang). tinggi punggung (sejajar dengan punggung)
b. Terjatuh Moderate risk (M) Melakukan tahapan pekrjaan ini pada lantai
yang tidak licin dan lantai yang datar.
6. Melakukan a. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
penyemprotan nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
b. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
c. Terhirup (gangguan paru-paru) nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
d. Tertelan oleh mulut (gangguan Significant risk (S) Penggantian shift kerja
pencernaan dan keracunan)
e. Ergonomi (tubuh
membungkuk, encok, pegal Significant risk (S) Penggantian shift kerja
linu). Significant risk (S) Penggantian shift kerja
f. Encok
g. Pegal linu
7. Melepaskan tangki c. Terkilir, encok. Significant risk (S) Membuat dudukan tangki yang sesuai dengan
dari punggung tinggi punggung (sejajar dengan punggung)
d. Pegal linu Significant risk (S) Penggantian shift kerja
8. Membersihkan e. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
tangki dari larutan nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
herbisida kimia f. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
g. Terhirup (gangguan paru-paru) nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
h. Tertelan oleh mulut (gangguan
pencernaan dan keracunan)
9. Menyimpan alat Terkena/tertimpa barang/alat High risk (H) Menyusun alat-alat yang berbahaya dan tajam
yang ada di gudang. di bagian bawah
10. Menyimpan alat d. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
e. Gangguan pernapasan High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
f. Gangguan pencernaan nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
11. Membersihkan badan d. Iritasi kulit Significant risk (S) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
dan perlengkapan nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
keamanan kerja e. Terkena mata High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
High risk (H) Mengganti pestisida kimia dengan pestisida
f. Gangguan pencernaan. nabati, bahan solvent diganti dengan deterjen.
4.2 Pengamatan K3 Gedung Seroja (S)
4.2.1 Denah Lokasi Gdeung Seroja (S)

Gambar 1. Denah lokasi Gedung Seroja Politeknik Negeri Lampung


4.2.2 Kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

Gedung seroja memiliki kebijakan K3 berupa larangan merook yang terpasang

pada dinding di ruang tunggu. Asap rokok sangat berbahaya, apalagi untuk penghisap

yang pasif, asap yang dikeluarkan oleh perokok dan tidak sengaja dihisap oleh orang-

orang di sekitarnya.

Gambar 2. Kebijakan K3 berupa larangan merokok

4.2.3 Tabel Identifikasi Bahaya


Kondisi gedung Potensi Bahaya

1. Terkena sengatan listrik

Stop kontak yang rusak (tidak menempel


pada dinding).
2. Terpeleset akibat lantai yang
jarang dibersihkan

Lantai yang licin akibat tidak dibersihkan


secara rutin
3. Tersandung kabel, terkena
sengatan arus listrik, hubungan
arus pendek, konsleting, potensi
kebakaran apabila terkena air.

Kabel yang berserakan di permukaan


lantai dan tidak tertanam di dalam lantai
atau dinding.
4. Rubuh dan menimpa orang-orang
yang berada di bawahnya.

Plavon yang rusak.


5. Terpeleset lantai yang licin.

Tidak ada rambu-rambu bahaya lantai


yang licin pada saat lantai di pel.
6. Menimpa orang-orang yang sering
melewati lokasi tersebut, kotoran-
kotoran yang jatuh dari lubang
tersebut dapat mengenai mata.

Plavon yang rusak dan berlubang di


bagian depan gedung.

7. Mengganggu orang-orang yang


melewati tempat tersebut, kaki bisa
terluka.

Lantai yang berlubang.

8. Menimbulkan bahaya kejut atau


tersengat listrik

Penutup sekring yang tidak ditutup, kabel


yang berserakan di luar sekring
9. Terpeleset karena kondisi yang
gelap dan lantai yang licin.

Lampu tidak menyala di kamar mandi.

10. Mudah runtuh saat terjadi gempa


meskipun dalam kekuatan yang
ringan dan membahayakan
mahasiswa atau pekerja yang ada
di dalam gedung tersebut.

Dinding yang retak


11. Pintu darurat yang tidak pernah dibuka Menghambat proses evakuasi
selama kegiatan di gedung Seroja sehingga dapat menimbulkan
berlangsung. tingginya resiko adanya korban
jiwa.
12. Tidak adanya sirine tanda kebakaran Adanya korban kebakaran akibat
ataupun speaker untuk tidak tahu akan terjadinya
menginformasikan adanya kebakaran. kebakaran.
30. Tidak ada APAR. Terjadi kebakaran yang besar
akibat tidak adanya pengendalian
tahap awal berupa APAR dan
dapat menimbulkan kebakaran
yang lebih besar.
14. Tidak adanya titik kumpul pada saat Tidak dapat diketahui data orang-
terjadi suatu bencana. orang yang selamat maupun yang
masih terjebak di dalam gedung
sehingga mempersulit tugas
petugas penyelamat.
15. Tidak adanya pendeteksi asap dan juga Kebakaran tidak dapat diketahui
springkler otomatis. secara cepat dan dapat membesar
yang membahayakan orang-orang
yang berada pada gedung tersebut.
4.2.4 Tabel Penilaian Resiko

No Langkah/Sub Pekerjaan Potensi Bahaya Frekuensi Kemungkinan Konsekuens Tingkat resiko


i
1. Terkena sengatan listrik Mungkin Sedang Significant risk (S)
terjadi

Stop kontak yang rusak.


2. Terpeleset akibat lantai Mungkin Sedang Significant risk (S)
yang jarang dibersihkan terjadi

Lantai yang licin akibat tidak


dibersihkan secara rutin
3. Tersandung kabel, terkena Mungkin Berat High risk (H)
sengatan arus listrik, terjadi
hubungan arus pendek,
konsleting, potensi
kebakaran apabila terkena
air.

Kabel yang berserakan di permukaan


lantai dan tidak tertanam di dalam
lantai dan dinding.
4. Rubuh dan menimpa Mungkin Berat High risk (H)
orang-orang yang berada terjadi
di bawahnya.

Plavon yang rusak.


5. Terpeleset lantai yang Mungkin Sedang Significant risk (S)
licin. terjadi

Tidak ada rambu-rambu bahaya


lantai yang licin pada saat lantai di
pel.

6. Menimpa orang-orang Mungkin Sedang Significant risk (S)


yang sering melewati terjadi
lokasi tersebut, kotoran-
kotoran yang jatuh dari
lubang tersebut dapat
mengenai mata.

Plavon yang rusak dan berlubang di


bagian depan gedung.

7. Mengganggu orang-orang Mungkin Sedang Significant risk (S)


yang melewati tempat terjadi
tersebut, kaki bisa terluka.

Lantai yang berlubang.


8. Mudah runtuh saat terjadi Mungkin Berat High risk (H)
gempa meskipun dalam terjadi
kekuatan yang ringan dan
membahayakan
mahasiswa atau pekerja
yang ada di dalam gedung
tersebut.

Dinding yang retak


9. Menimbulkan bahaya Mungkin Berat High risk (H)
kejut atau tersengat listrik. terjadi

Penutup sekring yang tidak ditutup,


kabel yang berserakan di luar sekring
10. Terpeleset karena kondisi Mungkin Sedang Significant risk
yang gelap dan lantai terjadi (H)
yang licin

Lampu tidak menyala di kamar


mandi.
11. Pintu darurat yang tidak pernah Menghambat proses Mungkin Berat High risk (H)
dibuka selama kegiatan di gedung evakuasi sehingga dapat terjadi
Seroja berlangsung. menimbulkan tingginya
resiko adanya korban
jiwa.
12. Tidak adanya sirine tanda Adanya korban kebakaran Mungkin Berat High risk (H)
kebakaran ataupun speaker untuk akibat tidak tahu akan terjadi
menginformasikan adanya terjadinya kebakaran.
kebakaran.
13. Tidak ada APAR Terjadi kebakaran yang Mungkin Berat High risk (H)
besar akibat tidak adanya terjadi
pengendalian tahap awal
berupa APAR dan dapat
menimbulkan kebakaran
yang lebih besar.
14. Tidak adanya titik kumpul pada Tidak dapat diketahui data Mungkin Berat High risk (H)
saat terjadi suatu bencana. orang-orang yang selamat terjadi
maupun yang masih
terjebak di dalam gedung
sehingga mempersulit
tugas petugas penyelamat.
15. Tidak adanya pendeteksi asap dan Kebakaran tidak dapat Mungkin Berat High risk (H)
juga springkler otomatis. diketahui secara cepat dan terjadi
dapat membesar yang
membahayakan orang-
orang yang berada pada
gedung tersebut.

4.2.5 Pengendalian Resiko Bahaya

No Langkah/Sub Pekerjaan Potensi Bahaya Tingkat resiko Rekomendasi penendalian


1. Terkena sengatan listrik Significant risk (S) Menjauhkan sumber air dari
sumber bahaya,
memperbaiki stop kontak
agar kabelnya tidak keluar.

Stop kontak yang rusak

2. Terpeleset akibat lantai Significant risk (S) Membersihkan lantai secara


yang jarang dibersihkan rutin.
Lantai yang licin akibat tidak dibersihkan
secara rutin
3. Tersandung kabel, High risk (H) Menjauhkan sumber air dari
terkena sengatan arus kabel, menanam kabel pada
listrik, hubungan arus lantai dan dinding.
pendek, konsleting,
potensi kebakaran
apabila terkena air.

Kabel yang berserakan di permukaan lantai dan


tidak tertanam di dalam lantai dan dinding.
4. Rubuh dan menimpa High risk (H) Memperbaiki atap yang
orang-orang yang berada rusak tersebut
di bawahnya.

Plavon yang rusak.


5. Terpeleset lantai yang Significant risk (S) Memasang rambu-rambu
licin. tentang bahaya lantai licin
akibat di pel.

Tidak ada rambu-rambu bahaya lantai yang licin


pada saat lantai di pel.
6. Menimpa orang-orang Significant risk (S) Memblokir akses jalan dari
yang sering melewati bagian depan dan di alihkan
lokasi tersebut, kotoran- ke bagian samping,
kotoran yang jatuh dari memperbaiki atap yang
lubang tersebut dapat rusak tersebut.
mengenai mata.

Plavon yang rusak dan berlubang di bagian depan


gedung.
7. Mengganggu orang- Significant risk (S) Menutup bagian lantai yang
orang yang melewati berlubang dengan penutup
tempat tersebut, kaki bisa sementara (semen),
terluka. memperbaiki lantai yang
berlubang dengan
mengganti dengan yang
Lantai yang berlubang.
baru.
13. Mudah runtuh saat Memperbaiki rekontruksi
terjadi gempa meskipun bangunan agar lebih kokoh.
dalam kekuatan yang
ringan dan
membahayakan
mahasiswa atau pekerja
yang ada di dalam
gedung tersebut.

Dinding yang retak


14. Menimbulkan bahaya Memberikan tanda “AWAS
kejut atau tersengat BERBAHAYA”, berhati-
listrik. hati apabila bekerja di
bawah jaringan listrik,
mengunci sekring pada saat
tidak digunakan, menanam
kabel yang berada di luar
Penutup sekring yang tidak ditutup, kabel yang sekring
berserakan di luar sekring
15. Terpeleset karena kondisi Mengganti lampu yang
yang gelap dan lantai rusak dengan lampu yang
yang licin baru, membersihkan lantai
secara rutin.

Lampu tidak menyala di kamar mandi.


8. Pintu darurat yang tidak pernah dibuka selama Menghambat proses High risk (H) Selalu membuka akses pintu
kegiatan di gedung Seroja berlangsung. evakuasi sehingga dapat darurat pada saat kegiatan di
menimbulkan tingginya gedung tersebut
resiko adanya korban berlangsung.
jiwa.
9. Tidak adanya sirine tanda kebakaran Adanya korban High risk (H) Memasang sirine tanda
kebakaran akibat tidak peringatan kebakaran.
tahu akan terjadinya
kebakaran.
10. Tidak ada APAR Terjadi kebakaran yang High risk (H) Menyediakan APAR dan
besar akibat tidak adanya memasang pada setiap
pengendalian tahap awal lantai.
berupa APAR dan dapat
menimbulkan kebakaran
yang lebih besar.
11. Tidak adanya titik kumpul pada saat terjadi Tidak dapat diketahui High risk (H) Menentukan titik kumpul
suatu bencana data orang-orang yang yang tepat.
selamat maupun yang
masih terjebak di dalam
gedung sehingga
mempersulit tugas
petugas penyelamat.
12. Tidak adanya pendeteksi asap dan juga Kebakaran tidak dapat High risk (H) Memasang pendeteksi asap
springkler otomatis. diketahui secara cepat pada setiap sisi ruangan.
dan dapat membesar
yang membahayakan
orang-orang yang berada
pada gedung tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Chris Rowley & Keith Jackson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia The
Key Concepts, Cetakan Kesatu, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia.


Jakarta: PT Rineka Cipta

Hati, Shinta Wahyu. 2015. Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
pembelajaran di Laboratorium Program Studi Teknik Mein Politeknik
Negeri Batam. Laporan Akhir. Politeknik Negeri Batam

Ridley, John. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Erlangga

Riduwan, 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Riduwan & Akdon. 2013. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung:
Alfabeta

Sayuti, Abdul Jalaludin, 2013, Manajemen Kantor Praktis. Bandung: Alfabeta.

Tarwaka. Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Manajemen dan Implementasi


K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press; 2014.

Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Pelatihan Supervisor Pekerjaan


Lansekap/Pertamanan (Landscape Supervisor). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai