Anda di halaman 1dari 15

Bilqis Khairunisa

240210170010
Kelompok 2
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan, yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, atau jumlahnya, baik secara
langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan lingkungan, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya (Mahida, 1984),
sedangkan menurut Ginting (2007), Limbah adalah buangan yang kehadirannya
pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak
mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan
menjadi limbah yang memiliki nilai ekonomis, yaitu limbah dimana dengan melalui
suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis
adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara
apapun tidak akan memberikan nilai tamah kecuali sekedar untuk mempermudah
sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan permasalahan
pencemaran dan kerusakkan lingkungan (Kristanto, 2002). Penanganan limbah
perlu dilakukan untuk menurunkan kandungan bahan organik dan bahan lainnya di
dalam limbah, baik dalam bentuk cair maupun gas sehingga diperoleh konsentrasi
yang aman untuk dibuang. Selain itu, penanganan limbah juga bertujuan agar
limbah dapat dimanfaatkan kembali (recycling) sebagai bahan mentah baru, produk
baru, bahan bakar, pakan ternak ataupun pupuk.
Langkah awal dalam menangani limbah salah satunya yaitu dengan
mengetahui karakteristik dari limbah tersebut. Karakteristik limbah yang sangat
mudah dilihat dengan mata telanjang yaitu karakteristik fisik limbah cair. Salah satu
hal yang mempengaruhi karakteristik fisik ini adalah aktivitas penguraian bahan-
bahan organik pada air buangan oleh mikroorganisme. Penguraian ini akan
menyebabkan kekeruhan, perubahan warna, dan menimbulkan bau (Siregar, 2005).
Menurut Suripin (2002), karakteristik fisik yang terpenting yang mempengaruhi
kualitas air ditentukan oleh bahan padat keseluruhan yang terapung maupun
terlarut, kekeruhan, warna, bau dan rasa, dan temperatur (suhu) air.
Praktikum kali ini, dilakukan uji karakteristik fisik limbah. Sampel yang
digunakan dalam praktikum ini berasal dari berbagai jenis limbah berbentuk cair,
yaitu air sungai, limbah media, limbah air sawah, limbah industri pangan (limbah
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
sayur buah, limbah daging dan limbah industri tahu,), limbah tekstil, limbah rumah
tangga, air selokan serta air keran.
Pengujian karakteristik limbah pangan pada praktikum kali ini dilakukan
pengamatan terhadap pH, suhu, warna, bau, dan endapan. Pengukuran pH
dilakukan dengan menggunakan pH meter, besarnya suhu diukur dengan
menggunakan termometer, sifat warna diamati melalui penglihatan langsung
terhadap air limbah, dan sifat bau dilakukan secara penilaian sensori dengan cara
menghirup aroma baunya. Berikut merupakan tabel hasil pengamatan karakteristik
fisik limbah cair.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Limbah Cair
Karakteristik
w
Kel. Sampel Suhu
Warna Bau pH endapan
(oC)
(mg/L)
Bening Bau
1 Air Sungai 26 7,30 14,67
kecoklatan detergen
Limbah Asam
2 Krem keruh 25 4,10 38,64
Tahu menyengat
Limbah Busuk
3 Keruh oranye 25 6,08 7191,92
Media asam
Tidak
4 Air Keran Bening 26 6,75 -4,43
berbau
Bau
Limbah
detergen,
5 Rumah Pink keruh 22,5 7,38 1,72
sedikit
Tangga
apek
Bau busuk
Limbah
6 Hitam pekat sangat 23 9,38 -10,03
Tekstil
menyengat
Limbah
Keruh
7 Sayur Sayur 22 7,68 15,83
kehijauan
Buah
Limbah Kuning keruh Amis
8 21 6,86 -1,91
Daging ++ daging ++
Tanah,
Air Bening, sedikit logam,
9 22 7,52 0,85
Selokan keruh lumut, bau
batu
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
Karakteristik
w
Kel. Sampel Suhu
Warna Bau pH endapan
(oC)
(mg/L)
Bening
10 Air Sawah Bau tanah 23 7,00 4,96
kekuningan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)
Berdasarkan hasil pengamatan, masing-masing limbah memiliki warna,
bau, pH, suhu serta berat endapan yang berbeda-beda. Warna pada berbagai macam
limbah tergantung dari jenisnya, tetapi umumnya terdapat kekeruhan. Warna
limbah menunjukkan zat-zat terlarut yang terdapat pada limbah dan merupakan ciri
kualitatif yang dapat dipakai untuk mengetahui kondisi umum air limbah. Menurut
Sugiharto (1987), air buangan industri serta bangkai benda organisme menentukan
warna air limbah. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan
yang terdapat didalam air. Kekeruhan dapat menyebabkan terpantulnya sinar
matahari sehingga mengurangi oksigen yang dihasilkan tanaman dan mengganggu
kehidupan (Metcalf dan Eddy, 2003).
Bau merupakan karakteristik fisik yang menandakan pembusukan air
limbah. Berdasarkan hasil pengamatan, masing-masing limbah memiliki bau yang
spesifik kecuali pada sampel keran yang tidak berbau. Bau pada limbah timbul
disebabkan oleh bahan volatil, gas terlarut, hasil pembusukan bahan organik, dan
minyak (Metcalf dan Edd, 2003).
pH menunjukkan derajat keasaman limbah. Menurut Alaerts dan Santika
(1987), pH sangat berperan dalam kehidupan biologi dan mikrobiologi. Limbah
yang aman dibuang ke lingkungan harus memiliki pH mendekati 7 yaitu pH air
netral atau antara 6-8 karena perubahan tajam keasaman air limbah ke arah alkali
(pH > 7) maupun ke arah asam (pH < 7) dapat mengganggu biota di lingkungan
sekitar. Biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH. Menurut Mackereth dkk
(1989), standar baku pH untuk kehidupan biota akuatik adalah sekitar 7-8,5. Air
limbah yang tidak netral akan menyulitkan kelangsungan proses biologi, sehingga
memerlukan proses penetralan (Sugiharto, 1987). Pengaruh lain yang terjadi
apabila pH terlalu rendah adalah penurunan oksigen terlarut. Berdasarkan hasil
pengamatan, sampel limbah dengan nilai pH mulai dari yang terkecil (asam) hingga
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
yang terbesar (basa) berturut-turut adalah sampel limbah tahu pH 4,10; sampel
limbah media pH 6,08; sampel air keran pH 6,75; sampel limbah daging pH 6,86;
sampel limbah larutan kimia pH 7,00; sampel air sungai pH 7,30; sampel limbah
rumah tangga pH 7,38; sampel air selokan pH 7,52; sampel limbah sayur buah pH
7,68; dan sampel limbah tekstil pH 9,38. Data tersebut menunjukkan bahwa sampel
dengan pH normal/netral adalah air sawah.
Setiap limbah memiliki suhu yang berbeda-beda. tetapi perbedaan suhu
tidak terlalu jauh. Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan
dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Suhu
limbah cair yang terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu
lingkungan perairan. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan
mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air,
viskositas, dan tegangan permukaan (Sugiharto, 1987). Menurut Fardiaz (1992),
kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu jumlah oksigen terlarut
didalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan
air lainnya terganggu, dan jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan, dan
hewan air lainnya akan mati. Berdasarkan hasil pengamatan, suhu limbah tertinggi
adalah air sungai dan air keran yaitu 26oC dan suhu limbah terendah adalah limbah
daging yaitu 20oC.
Karakteristik fisik lain yang diuji selain warna, bau, suhu dan pH yaitu
adanya endapan. Berat endapan yang terdapat pada limbah pada praktikum kali ini
dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
𝑤 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔+ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (𝑚𝑔) − 𝑤 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (𝑚𝑔)
Berat Endapan= 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝐿)

Contoh perhitungan untuk kelompok 1 :


W kertas saring + endapan = 0,6908 gram x 1000 = 690,8 mg
W kertas saring konstan = 0,5441 gram x 1000 = 544,1 mg
Volume sampel = 100 mL
690,8 − 544,1 𝑚𝑔
Jadi, berat endapan =
100 𝑚𝐿

= 1,467 𝑚𝑔⁄100 𝑚𝐿 = 14,67 𝑚𝑔⁄𝐿


Berdasarkan hasil pengamatan, sampel limbah media memiliki berat
endapan paling besar yaitu 7191,92 mg/L.
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
Air merupakan zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan.
Pemanfaatan air baku, terutama air keran, sebagai konsumsi rumah tangga harus
didahului melalui sistem pengolahan lebih lanjut agar bakteri yang terkandung di
dalamnya bisa mati sehingga layak dikonsumsi. Untuk itu, meski air keran terlihat
jernih dan tampak bersih, belum tentu layak konsumsi. Air keran dari perusahaan
daerah air minum (PDAM) juga masih mengandung klor sehingga bila dikonsumsi
secara mentah dapat mengakibatkan diare. Air layak minum harus memenuhi
standar World Health Organization (WHO dan Departemen Kesehatan (Depkes).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/ 1990,
persyaratan air bersih dapat di tinjau dari parameter fisik, yaitu, air bersih harus
jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga, suhu air bersih sebaiknya sama
dengan suhu udara atau ±25oC. Apabila terjadi perbedaan maka batas yang
diperbolehkan adalah 25oC ± 30oC. Berdasarkan hasil pengamatan, air keran
memiliki karakteristik fisik seperti berwarna bening, tidak berbau, bersuhu 26oC
dan ber pH 6,75. Hal tersebut menunjukkan bahwa air keran merupakan air bersih
bila dilihat dari suhu, warna, dan bau. Endapan yang dihasilkan dari penyaringan
air keran yaitu -4,43. Berat endapan limbah tersebut bernilai minus kemungkinan
dikarenakan sampelnya belum benar-benar konstan dan sampel yang disaring tidak
terdapat padatannya.
Limbah tekstil merupakan limbah yang mengandung senyawa-senyawa
organik yang berasal dari pewarnaan tekstil, pencelupan, pencucian, dan
penyempurnaan. Adapun bahan pengotor yang terkandung di dalam limbah tekstil
adalah bahan yang tersuspensi, warna, dan senyawa yang mudah teroksidasi Al-
Kdasi dkk (2004). Karakteristik limbah tekstil pada umumnya yaitu sebagian besar
bahan yang terdapat dalam limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna
sintetik. Zat warna sintetik merupakan molekul dengan sistem elektron
terdelokalisasi dan mengandung dua gugus yaitu kromofor dan auksokrom.
Kromofor berfungsi sebagai penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai
pemberi elektron yang mengatur kelarutan dan warna. Pada proses pewarnaan, zat
warna yang biasa digunakan pada umumnya tidak akan masuk seluruhnya kedalam
bahan tekstil, sehingga efluen yang dihasilkan masih mengandung residu zat warna.
Hal inilah yang menyebabkan efluen tekstil menjadi berwarna-warni dan mudah
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
dikenali pencemarannya apabila dibuang langsung keperairan umum. Air limbah
pencelupan zat warna reaktif umumnya mempunyai pH tinggi (>9), berwarna tua
dan COD (Chemical Oxygen Demand) nya cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena
proses pencelupan tersebut digunakan alkali untuk proses fiksasi zat warna,
sehingga pH larutan menjadi tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan, limbah tekstil memiliki warna hitam pekat
dengan aroma busuk yang sangat menyengat. Warna air limbah yang masih pekat
disebabkan karena tidak semua zat yang digunakan dapat berdiksasi dengan serat.
Selain itu dikarenakan adanya zat warna sintetik. Menurut Sastrawidana dkk
(2008), banyaknya zat warna yang digunakan dalam industri tekstil menyebabkan
tingginya zat warna reaktif yang terdapat dalam limbah. Zat warna reaktif jenis azo
disintesis untuk tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia maupun perlakuan
fotolitik. Selain itu, warna yang timbul pada limbah tekstil disebabkan oleh adanya
zat-zat reaktif tertentu yang digunakan dalam proses tekstil seperti enzim, detergen,
zat warna, dan bahan-bahan tambahan lainnya. Warna keruh tersebut merupakan
hasil dari penanganan limbah tekstil menggunakan mikroorganisme anaerobik. Zat
warna yang digunakan pada industri tekstil sangat sulit dirombak pada kondisi
aerobik, namun relatif lebih mudah dirombak secara biologis pada kondisi
anaerobik dengan menggunakan glukosa sebagai kosubstrat (Sastrawidana, dkk.,
2008). Limbah tekstil berdasarkan pengamatan bersifat basa, yaitu dengan pH 9,38.
Menurut KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995), kadar maksimum pH limbah cair
industri tekstil adalah 6 hingga 9. Hal ini menunjukkan bahwa pH sampel limbah
industri belum memenuhi syarat dilihat dari nilai pH. Nilai pH yang tinggi dapat
disebabkan oleh banyaknya penggunaan cairan yang bersifat alkalis dalam industri
tekstil tersebut. Menurut penelitian Sastrawidana, dkk. (2008), limbah tekstil
memiliki nilai pH yang beragam, namun cenderung netral-basa. Limbah tekstil
berdasarkan hasil pengamatan memiliki aroma yang busuk. Hal tersebut
kemungkinan dikarenakan adanya hasil pembusukan bahan organik, seperti yang
dikatakan Metcalf dan Edd (2003) bahwa bau pada limbah timbul disebabkan oleh
bahan volatil, gas terlarut, hasil pembusukan bahan organik, dan minyak. Selain itu,
berdasarkan hasil pengamatan, limbah tekstil memiliki suhu 23oC dan berat
endapan -10,03. Berat endapan limbah tersebut bernilai minus kemungkinan
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
dikarenakan sampelnya belum benar-benar konstan dan sampel yang disaring tidak
terdapat padatannya. Menurut Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 8 Tahun
2012 mengenai baku mutu limbah cair industri tekstil, kadar TSS maksimum
limbah tekstil yaitu sebesar 50 mg/L.
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika,
Biologi (Yadina, 2014). Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi,
flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan
penambahan koagulan dan flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan
padatan tersuspensi membentuk gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya
gravitasi. Proses gabungan secara kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair
secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan lumpur atau dengancara
oksidasi menggunakan ozon (Yuliasari, 2011). Pengolahan limbah cair secara fisika
dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan
dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan
proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi
merupakan proses pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel
tersuspensi dengan adanya gaya gravitas (Sakkayawong, 2005). Pengolahan limbah
cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme menguraikan
bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah.
Limbah cair rumah tangga atau domestik adalah air buangan yang berasal
dari penggunaan limbah dapur, kamar mandi, toilet, cucian, dan sebagainya (Puji,
2009). Secara umum, sifat air limbah cair domestik terbagi atas tiga karakteristik
(Puji, 2009), yaitu:
1. Karakteristik fisik
a. Padatan (solid)
Padatan terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang dapat larut,
mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan mengendap di dasar air
sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air penerima.
b. Bau (odor)
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan zat-
zat organik yang menghasilkan gas-gas tertentu juga karena adanya reaksi kimia
yang menimbulkan gas. Standar bau dinyatakan dalam bilangan ambang bau
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
(Threshold Odor Number) yang menunjukkan pengenceran maksimum dari contoh
air (limbah) hingga dihasilkan campuran yang tidak berbau lagi.
c. Warna (color)
Warna dibedakan menjadi true color dan apparent color. Warna yang bisa
diukur adalah true color, yaitu warna yang disebabkan oleh buangan terlarut pada
air limbah tersebut, sedangkan apparent color disebabkan oleh warna-warna bahan
yang terlarut maupun yang tersuspensi. Secara kualitatif, keadaan limbah dapat
ditandai warna-warnanya. Air buangan yang baru dibuang biasanya berwarna
keabu-abuan. Jika senyawa organik yang ada mulai pecah oleh aktivitas bakteri dan
adanya oksigen terlarut direduksi menjadi nol, maka warna biasanya berubah
menjadi semakin gelap. Standar warna sebagai perbandingan untuk contoh air
adalah standar Pt-Co, dan satuan warna yang digunakan adalah satuan Hazen.
Untuk air minum warnanya tidak boleh lebih dari 50 satuan Hazen.
d. Temperatur
Temperatur air limbah mempengaruhi badan penerima jika terdapat
temperatur yang cukup besar. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan reaksi serta
tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologi.
e. Kekeruhan (turbidity)
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi pencahayaan
kedalam air. Kekeruhan terjadi karena adanya zat-zat koloid yang melayang dan
zat-zat yang terurai menjadi ukuran yang lebih (tersuspensi) oleh binatang, zat-zat
organik, jasad renik, lumpur, tanah, tanah, dan benda-benda lain yang melayang.
Karakteristik air limbah rumah tangga sangat bergantung pada standar
hidup, kebiasaan sosial dan budaya, jumlah anggota rumah tangga dan penggunaan
bahan kimia rumah tangga (Association for Rainwater harvesting and Water
Utilisation, 2006). Menurut Alfrida dkk (2016), air limbah rumah tangga
mengandung bahan kimia yang digunakan dalam aktifitas rumah tangga dan harus
diolah agar tidak meencemari dan tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan, air limbah rumah tangga memiliki warna
pink keruh dengan aroma detergen dan sedikit apek. Adanya warna keruh, dan
aroma tersebut diakibatkan banyaknya sisa-sisa kotoran dari pencucian,
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
pembuangan, dan mengandung bahan-bahan organik. Bahan organik akan
diuraikan oleh mikroorganisme menjadi gas CO2, H2O dan gas NH3. Gas NH3 inilah
yang menimbulkan bau busuk (Wardhana, 2004). Adanya bau detergen
dikarenakan terdapatnya bahan pembersih seperti sabun cuci piring atau detergen
lainnya yang jumlahnya lebih dominan dibandingkan dengan bahan organik yang
ada. Limbah rumah tangga berdasarkan hasil pengamatan memiliki suhu 22,5oC
dan berpH netral sedikit menuju basa, karena pada limbah ini terdapat sabun atau
detergen yang dapat menaikkan pH air yang dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam air. Namun, limbah ini tidak terlalu basa karena kandungan
bahan-bahan organik di dalamnya. Selain itu, limbah rumah tangga yang disaring
menghasilkan berat endapan sebesar 1,72 mg/L. Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang baku mutu air limbah domestic bahwa
pH baku mutu air limbah tersebut adalah 6-9 dan kadar TSS maksimumnya adalah
30 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel limbah rumah tangga sudah
memenuhi peraturan yang ada. Sampel limbah rumah tangga pada praktikum ini
termasuk limbah yang tidak memberi dampak negatif pada lingkungan karena pH
dan suhunya tidak berbeda jauh dari pH dan suhu air bersih.
Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses
pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan
berupa limbah padat dan cair. Karakteristik limbah cair tahu yaitu sebagian besar
terdiri dari air (99,9%) dan sisanya terdiri dari partikel partikel padat terlarut
(dissolved solid) dan tidak terlarut (suspended solid) sebesar 0,1%. Partikel-partikel
padat dari zat organik (± 70%) dan zat anorganik (± 30%). Zat-zat organik terdiri
dari protein (± 65%), karbohidrat (± 25%),lemak (± 25%) (Djabu, 1991).
Berdasarkan hasil pengamatan, limbah tahu memiliki warna krem keruh dengan
aroma asam menyengat. Aroma tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroba pada
limbah. Hal tersebut terjadi karena dalam industri tahu, limbah yang dihasilkan
memiliki kandungan protein yang masih relatif tinggi sehingga memicu bakteri-
bakteri nitrifikasi maupun asidofilik lainnya untuk mendegradasi senyawa-senyawa
kompleks dalam limbah tahu menjadi senyawa-senyawa organik yang sederhana.
Limbah tahu berdasarkan hasil pengamatan memiliki suhu 25oC dan berpH 4,10.
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
Nilai pH tersebut menunjukkan limbah ini bersifat asam. Menurut Perda dalam
Kaswinarni (2007), pH baku mutu yang ditetapkan untuk limbah cair tahu adalah
6-9. Hal ini menunjukkan bahwa sampel limbah tahu yang digunakan belum
memenuhi syarat. Limbah ini bersifat asam disebabkan karena dalam industri tahu
terdapat tahapan penggumpalan yang menggunakan asam. Endapan yang
dihasilkan dari penyaringan limbah tahu memiliki berat sebesar 38,64 mg/L.
Menurut Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 tahun 2012, kadar maksimum TSS
dalam limbah cair tahu yaitu 100 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwaendapan
sampel limbah air tahu memenuhi peraturan yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan limbah sayur buah memiliki warna keruh
kehijauan dengan aroma khas sayur, bersuhu 22oC dan berpH 7,68. Menurut
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014,
pH yang sesuai untuk limbah cair sayur buah yaitu 6-9. Hal ini menandakan bahwa
sampel limbah buah memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. Selain itu, endapan yang dihasilkan dari
proses penyaringan sampel limbah sayur buah memiliki berat sebesar 15,83 mg/L.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2007
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-
buahan dan/atau Sayuran yang menyebutkan bahwa kadar maksimum TSS limbah
sayur buah yaitu 100 mg/L. Hal tersebut menunjukkan bahwa TSS pada limbah
tersebut memenuhi peraturan yang ada. Sampel limbah sayur buah pada praktikum
ini termasuk limbah yang tidak memberi dampak negatif pada lingkungan karena
pH dan suhunya tidak berbeda jauh dari pH dan suhu air bersih.
Limbah cair daging mengandung larutan darah, protein, lemak dan padatan
tersuspensi yang menyebabkan tingginya bahan organik dan nutrisi, tingginya
variasi jenis dan residu yang terlarut ini akan memberikan efek mencemari sungai
(Kundu dkk, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan, limbah daging berwarna kuning
keruh, berbau amis daging, bersuhu 21oC dan berpH 6,86. Bau amis yang timbul
dikarenakan terdapatnya hasil pembusukan bahan organik. Menurut Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, pH yang
sesuai untuk limbah daging yaitu 6-9. Hal ini menandakan bahwa sampel limbah
daging memenuhi baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
Indonesia Nomor 5 Tahun 2014. Selain itu, endapan yang dihasilkan dari proses
penyaringan sampel limbah cair daging memiliki berat sebesar -1,91 mg/L. Berat
endapan limbah tersebut bernilai minus kemungkinan dikarenakan sampelnya
belum benar-benar konstan dan sampel yang disaring tidak terdapat padatannya.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Baku Mutu Air Limbah Olahan Daging, kadar maksimum TSS limbah cair
daging yaitu sebesar 100 mg/L.
Sampel air sungai yang digunakan pada praktikum kali ini merupakan
limbah domestik yang terdiri dari pembuangan air kotor dari kamar mandi dan
dapur. Menurut Martopo (1987), kotoran-kotoran itu merupakan campuran dari zat-
zat bahan mineral dan organik dalam banyak bentuk, termasuk partikel-partikel
besar dan kecil, benda padat, sisa-sisa bahan-bahan larutan dalam keadaan terapung
dan dalam bentuk koloid dan setengah koloid. Berdasarkan hasil pengamatan,
karakteristik air sungai yaitu memiliki warna bening kecoklatan, berbau detergen,
bersuhu 26oC dan berpH 7,30. Bau detergen dan pH yang bersifat sedikit basa pada
sampel air sungai dikarenakan terdapatnya bahan pembersih seperti pencuci baju,
pencuci piring, dan bahan pembersih lainnya. Selain itu, endapan yang dihasilkan
dari proses penyaringan sampel limbah cair daging memiliki berat sebesar 14,67
mg/L. Sampel air sungai pada praktikum ini termasuk limbah yang tidak memberi
dampak negatif pada lingkungan karena pH dan suhunya tidak berbeda jauh dari
pH dan suhu air bersih.
Air selokan merupakan air yang terdiri dari air pembuangan atau air hujan
yang nantinya akan dibawa ke suatu tempat agar tidak menjadi masalah bagi
lingkungan dan kesehatan. Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik air selokan
yaitu berwarna bening sedikit keruh dengan aroma tanah, logam, lumut, dan batu,
bersuhu 22oC, berpH 7,52 dan berat endapannya 0,85 mg/L. Adanya kekeruhan dan
aroma tersebut disebabkan oleh adanya padatan-padatan seperti tanah, bebatuan,
lumut, serta logam besi yang berasal dari tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, air sawah memiliki karakteristik fisik
seperti berwarna bening kekuningan dengan aroma tanah, bersuhu 23oC, berpH
7,00 dan berat endapannya sebesar 4,96 mg/L. Sampel air sawah pada praktikum
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
ini termasuk limbah yang tidak memberi dampak negatif pada lingkungan karena
pH dan suhunya tidak berbeda jauh dari pH dan suhu air bersih.
Berdasarkan hasil pengamatan, limbah media memiliki karakteristik fisik
seperti berwarna keruh oranye, berbau asam busuk, bersuhu 25oC, berpH 6,08 dan
berat endapannya 7191,92 mg/L.
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Setiap masing-masing sampel limbah memiliki warna dan bau yang
berbeda-beda namun, warna pada masing-masing limbah umumnya
terdapat kekeruhan.
2) Sampel dengan pH terendah, tertinggi, dan netral secara berturut-turut
adalah limbah tahu, limbah tekstil, dan air sawah.
3) Suhu limbah tertinggi adalah air sungai dan air keran yaitu 26oC dan suhu
limbah terendah adalah limbah daging yaitu 20oC.
4) sampel limbah media memiliki berat endapan paling besar yaitu 7191,92
mg/L.
5.2 Saran
Sebaiknya, saat praktikum lebih teliti lagi dalam mengkonstankan kertas
saring dan sampelnya agar diperoleh hasil yang benar.
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
DAFTAR PUSTAKA
Alfrida E.South, Ernawati Nazir. 2016. Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga
(grey water) Pada Salah Satu Perumahan Menengah keatas yang Berada di
Tangerang Selatan. Ecolab Vol.10, No.2, 47-102.
Alaerts, G. dan S. Santika. 1987. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.
Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T., 2004. Treatment of textile
wastewater by advanced oxidation processes. Global Nest the Int. J. 6: 222-
230.
Association for Rainwater Harvesting and Water Utilisation. 2006. Grey Water
Recycling and Reuse. German.
Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan No.
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air, Jakarta.
Djabu, Udin. 1991. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah pada
Sanitasi Lingkungan. Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan,
Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ginting, P. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama
Widya, Bandung.
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri
Tahu. Thesis. Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro,
Semarang.
Kementerian Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup : Kep 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri, Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pengolahan Buah-buahan dan/atau Sayuran, Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air Limbah Olahan
Daging, Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah,
Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016.
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta. Hal 20 dan 167-
170.
Kundu, P., A. Dabsarkar, S. Mukherjee. 2013. Treatment of Slaughter House
Wastewater in a sequencing Batch Reactor, Performance evaluation and
Bilqis Khairunisa
240210170010
Kelompok 2
Biodegradation Kinetics. Hindawi Publishing Corporation, BioMed Research
International Article ID134872, II pages
Mackereth, F.J.H., J. Heron dan J.F. Talling. 1989. Water Analysis. Freshwater
Biological Association, Cumbria.
Mahida. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah. Rajawali, Jakarta.
Martopo, S. 1987. Dampak Limbah Terhadap Lingkungan. Bahan Diskusi Kursus
Singkat Penanganan Limbah Secara Hayati, Yogyakarta
Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse. Fourth
Edition, Inernational Edition. McGraw-Hil, New York.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5. 2012 Perubahan Atas Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Limbah Untuk Kegiatan Industri. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah,
Jawa Tengah.
Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 8 tahun 2012. Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit dan Pertambangan Batubara.
Pemprov. Sumsel, Palembang.
Puji dan Nur Rahmi. 2009. Thesis “Pengolahan Limbah Cair Domestik
Menggunakan Lumpur Aktif”. Universitas Diponegoro, Semarang.
Sakkayawong, 2005. Adsorption Mechanism Synthetic Dye Wastewater By
Chitosan. Journal of Colloid and Interface Science. Vol 286. 36 – 42
Sastrawidana, I.D.K., Lay, B.W., Fauzi, A.M., dan Santosa, D.A. 2008. Pengolahan
Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan
Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. Jurnal Ecotrophic
Vol.3 [2]:74 – 80.
Siregar, S. A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Wardana, A.W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta.
Yadina, Alifah. 2014. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida dalam Reagen
Fenton terhadap Kandungan Pewarna Procion Red MX pada Pengolahan Air
Limbah Artifisial Kain Tenun. Thesis, Politeknik Negeri Sriwijaya.
Yuliasari, Nova. 2011. Penurunan Kebutuhan Oksigen Kimiawi Limbah Jumputan
Menggunakan Lumut Hati. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Sriwijaya.
Indralaya.

Anda mungkin juga menyukai